Minggu, 17 April 2011

Keimanan dan kekafiran


بسم الله الرحمن الرحيم
Makna kata "al-iman" dari segi bahasa adalah pembenaran/kepercayaan. Sedangkan makna syar'I kata "al-iman" adalah percaya kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab suci yang diturunkan-Nya, pada para Rasul-rasul-Nya, hari kiamat, taqdir yang baik dan yang buruk. Sebagaimana jawaban Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam kepada Malaikat Jibril ketika beliau ditanya tentang makna iman. [Bukhari-Muslim]
Keimanan dalam istilah syar'I mencakup keyakinan yang tulus dalam hati, ucapan dengan lisan dan pengamalan dengan hati, lisan dan anggota badan. Amalan hati seperti ikhlas, cinta, rasa takut, pengharapan, tawakkal, dan sejenisnya. Amalan lisan seperti, syahadat, dzikir, amar ma'ruf nahi mungkar, tilawah al-qur'an, dan sejenisnya. Amalan anggota badan lainnya seperti, shalat, puasa, zakat, haji, dan sejenisnya.
Dalil yang menunjukkan masuknya amalan saleh dalam kategori keimanan, firman Allah subhanahuwata'ala:
{وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ} [البقرة: 143]
Artinya: " dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu " .
Maksud dari kata "iman" dalam ayat di atas adalah pelaksanaan shalat di masjid, sebagaimana Ibnu Abbas menafsirkannya. Dalam ayat tersebut Allah menamai pelaksanaan shalat para sahabat waktu itu dengan kata iman yang menunjukkan bahwa perbuatan mereka itu masuk dalam kategori keimanan.
Adapun dalil dari as-sunnah, sabda Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam : "Keimanan itu terdiri dari tujupuluh atau enampuluh lebih cabang. Yang paling penting (tinggi kedudukannya) adalah mengatakan "tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah", dan yang paling rendah adalah menjauhkan duri/kotoran dari jalan. Dan rasa malu adalah cabang dari keimanan". [Al-Bukhari dan Muslim]
Keimanan mencakup seluruh pembahasan dalam agama Islam, karena beriman kepada Allah berarti menjalankan semua yang disyari'atkan-Nya melalui kitab suci yang Ia turunkan atau melalui para Rasul yang Ia utus. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara Iman dan Islam di saat keduanya dipergunakan secara terpisah. Adapun jika kata Iman dan Islam digunakan dalam satu kalimat (bergandengan), maka kata Islam berarti penyerahan diri dengan melakukan ibadah dzahir berupa perkataan lisan dan aktifitas anggota badan (melaksanakan rukun Islam dan amal shaleh lainnya).
Ritual rukun Islam bisa dilaksanakan oleh orang yang sempurnah keimanannya maupun yang lemah. Bahkan dapat pula dilakukan oleh orang munafiq, hanya saja mereka dinamai muslim secara dzahir dan kafir secara batin.
            Adapun kata iman jika bergandengan dengan kata Islam, maka akan diartikan sebagai penyerahan diri dengan ibadah batin yaitu meyakini rukun Iman dan melakukan amalan hati. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh mukmin yang sejati dan hanya Allah yang bisa mengetahuinya. Allah berfirman yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman (sempurnah imannya) ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya". (QS.8:3-4)
Dengan demikian, makna iman lebih mulia dari pada makna islam karena semua yang beriman adalah muslim tapi tidak semua yang namanya muslim itu beriman.

Keimanan seseorang  bisa bertambah dan berkuarang
            Ibnu Abdul Baar mengatakan: "Keimanan itu bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkuarang dengan melakukan maksiat adalah pemahaman yang dipegangi oleh kelompok ahli atsar/hadits, fuqaha, dan ahli fatwa di beberapa kota". [At-Tamhiid]
Diantara dalil yang menunjukkan hal tersebut, firman Allah:
{لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ} [الفتح: 4]
Artinya: " supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Telah ada) ".
{وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا} [المدثر: 31]
Artinya: " dan supaya orang yang beriman bertambah imannya ".
{وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا} [الأحزاب: 22]
Artinya: " dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan ".
Rasulullah bersabda kepada kaum wanita: "Aku tidak pernah melihat kaum yang kurang akal dan agamanya yang lebih mendominan orang-orang yang sempurnah akalnya dari kalian". [Bukhari-Muslim]
            At-Tirmidzi menyebutkan dalam kitab sunann-nya: "Bab kesempurnaan iman, bertambah dan berkurang", kemudian beliau menyebutkan hadits Aisya, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya orang mukmin yang paling sempurnah keimanannya adalah yang paling baik ahlaknya dan paling lembut terhadap keluarganya". [Shahih]

Tingkatan orang yang beriman
            Orang beriman mimiliki tiangkatan yang berbeda-beda, yang paling afdhal adalah ulil'azmi dari para Rasul, dan yang paling rendah adalah pelaku maksiat dari ahli tauhid. Dan diantara kedua derajat itu beberapa derajat yang hanya Allah yang mengetahuinya.
            Allah berfirman yang artinya: "Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar". (QS.35:32)
Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak keburukannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan.
Rasulullah bersabda: "Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila ia tidak mampu maka dengan lisannya, apabila ia tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman". [Muslim]

Kapan seorang mukmin dikatakan kafir?
Seorang muslim dikatakan kafir kekal di neraka apabila mengingkari kandungan dua kalimat syahadat dengan keyakinan dalam hati, ucapan, maupun perbuatan; mengingkari apa yang sudah menjadi kesepakatan umat.
Adapun pelaku maksiat, tidak dikatakan kafir selama ia tidak menghalalkan maksiat tersebut. Allah berfirman yang artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya". (QS.4:48)
            Ayat ini ditujukan bagi mereka yang mati sebelum bertaubat dari maksiat karena dalam ayat lain Allah berfirman yang artinya: "Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya". (QS.39:53) Dalam ayat ini Allah mengampuni semua dosa sekalipun itu syirik besar selama pelakunya bertaubat.
            Demikian pula janji syafa'at bagi pelaku maksiat menunjukkan akan hal ini, sebagimana disebutkan dalam banyak hadits. Diantaranya, sabda Rasulullah: "Syafa'atku untuk pelaku dosa besar dari ummatku". [Abu Daud: Shahih]
            Wallahu'alam ...

* Disari dari kitab Aqidah Ahlussunah Wal Jama'ah karya DR. Ahmad Farid.

Lihat juga: Tingkatan Iman
                   10 Buah Keimanan
                   Urgensi Ilmu Aqidah

1 komentar:

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...