Sabtu, 16 April 2011

Urgensi Ilmu Aqidah



بسم الله الرحمن الرحيم

Kemuliaan suatu ilmu pengetahuan dapat dilihat pada kemuliaan objek yang dibahas di dalamnya. Ilmu Aqidah adalah ilmu pengetahuan yang paling mulia secara mutlak, karena ilmu ini membahas tentang ke-Tuhan-an dan ke-Esa-an Allah subhanahu wata'ala, dzat yang Maha Mulia dan Maha Agung. Dibahas juga tentang Malaikat, Nabi dan Rasul, kitab-kitab suci, hari akhirat, dan takdir.
Pembahasan tentang aqidah adalah hal yang sangat urgen dalam agama Islam. Tiga belas tahun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwa di Mekah hanya menitik-beratkan pada pendalaman aqidah bagi para sahabatnya. Beliau menyeru kaumnya untuk meninggalkan penyembahan pada berhala, meninggalkan taqlid nenek moyang dan mengajak mereka untuk hanya menyembah kepada Tuhan yang Maha Esa yaitu Allah subhanahu wata'ala.
Bahkan di akhir hayatnya pun beliau tidak lupa untuk mengingatkan para sahabatnya agar tidak terjerumus ke dalam aqidah yang sesat, aqidah yang akan membawa mereka pada kehancuran dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam suatu hadits:
Diriwatkan oleh Ibnu Abbas dan 'Aisyah radhiyallahu 'anhum: Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat menghadapi sakaratul maut, beliau menutupkan ujung baju beliau ke wajah beliau sendiri. Dan jika beliau kepanasan, maka beliau membukanya kembali seraya berkata:
" لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ "
"Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka telah menjadikan makam Nabi-Nabi mereka sebagai masjid".
'Aisyah mengatakan: "Beliau memperingatkan agar tidak melakukan seperti apa yang mereka lakukan". [Musnad Ahmad: Sahih]
Setiap Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah subhanahu wata'ala pada kaumnya, mereka mengemban tugas utama yaitu menyeru pada aqidah yang sama, aqidah tauhid, peng-Esa-an pada Allah dan meninggalkan berhala-berhala yang mereka sembah. Allah subhanahu wa ta’aalaa berfirman:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ} [الأنبياء: 25]
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku"". [Al-Anbiya: 25]
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ} [النحل: 36]
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (yang disembah selain Allah) itu"". (QS. An-Nahl: 36).
Hal ini disebabkan karena hanya Allah-lah yang menciptakan semua makhluk yang ada, mereka diciptakan hanya untuk menyembah Ia semata, agar hati mereka senantiasa bergantung kepada-Nya, penuh dengan rasa penghambaan, pengagungan, takut, cinta, pengharapan dan tawakkal hanya kepada-Nya.
Tanpa aqidah yang sahih mustahil seseorang akan mampu menjalankan syari'at Islam secara sempurna, bahkan segala amal baik yang dilakukan tanpa dasar aqidah yang benar, tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata'ala.
Sebelum mengajak pada pelaksanaan syari'at, pendalaman tentang aqidah harus didahulukan, karena dengan aqidah yang sahih seseorang dengan sendirinya akan mudah menjalankan segala yang disyari'atkan oleh Allah subhanahu wata'ala, melaksanakan segala ibadah dengan ikhlas kepada-Nya dan sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwatakan dalam kitab Ash-shahih-nya, 'Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
" إِنَّمَا نَزَلَ أَوَّلَ مَا نَزَلَ مِنْهُ سُورَةٌ مِنَ المُفَصَّلِ، فِيهَا ذِكْرُ الجَنَّةِ وَالنَّارِ، حَتَّى إِذَا ثَابَ النَّاسُ إِلَى الإِسْلاَمِ نَزَلَ الحَلاَلُ وَالحَرَامُ، وَلَوْ نَزَلَ أَوَّلَ شَيْءٍ: لاَ تَشْرَبُوا الخَمْرَ، لَقَالُوا: لاَ نَدَعُ الخَمْرَ أَبَدًا، وَلَوْ نَزَلَ: لاَ تَزْنُوا، لَقَالُوا: لاَ نَدَعُ الزِّنَا أَبَدًا " [صحيح البخاري]
"Sesungguhnya yang paling pertama turun adalah surah al-Mufashal (dari surah qaaf sampai an-naas), di dalamnya menyebutkan tentang surga dan neraka, sampai pada saat orang-orang sudah masuk Islam, turunlah ayat yang berkaitan dengan halal dan haram. Kalau saja ayat yang paling pertama turun mengatakan "Jangan minum khamar!", mereka akan mengatakan "Kami tidak akan meninggalkan khamar selama-lamnya!". Dan kalau saja ayat yang paling pertama turun mengatkan "Jangan kalian berzina!", mereka akan mengatakan "Kami tidak akan meninggalkan perzinaan selamanya!"".
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: "Perkataan 'Aisyah (نزل الحلال والحرام) mengisyaratkan pada hikmah Ilahi akan susunan penurunan Al-Qur'an. Bahwasanya ayat yang pertama turun dari Al-Qur'an adalah ajakan pada Tauhid, dan penyampaian berita gembira bagi orang mu'min dan yang taat, serta ancaman bagi orang kafir dan pelaku maksiat. Sampai ketika hati sudah yakin akan hal tersebut diturunkanlah ayat tentang hukum. Itu sebabnya 'Aisyah mengatakan: "Kalau saja ayat yang paling pertama turun mengatkan "Jangan minum khamar!", mereka akan mengatakan: "Kami tidak akan meninggalkan khamar selama-lamnya!", karena hati ini ditabiatkan akan menjauhi hal-hal yang melarang kebiasaan".
Karena pentingnya pemahaman aqidah, maka ayat yang paling pertama diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak luput dari pembahasan aqidah. Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam surat al-'Alaq:
{اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ} [العلق: 1 - 5]
1. "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan", 2. "Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah". 3. "Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah", 4. "Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam", 5. "Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya".
Demkian pula ayat yang paling terakhir diturunkan, Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam surah Al-Baqarah: 281:
{وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ} [البقرة: 281]
"Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)".
 Mempelajari aqidah yang sahih bertujuan untuk mempebaiki tingkah laku dan mensucikan jiwa, mengarahkan kepada akhlak yang mulia dan menjadi suri teladan. Seorang hamba tidak akan menjadi baik, tidak akan beruntung, tidak akan selamat, tidak akan hidup dengan tenang dan bahagia di dunia dan di akhirat kecuali dengan mengetahui dan mengamalkan aqidah yang sahih.
 Semua ini disebabkan karena Allah telah menciptakan hamba-Nya dengan sifat dan tabiat yang hunafaa', yaitu kecendrungan kepada Allah dan menjauh dari selain-Nya. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
{فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ} [الروم: 30]
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah (ciptaan) Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". [QS. Ar-Ruum: 30].
Manusia diciptakan oleh Allah subhanahu wata'ala mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka yang tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ البَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Tidak ada seseorang pun yang dilahirkan kecuali ia dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya-lah yang menjadikan ia seorang Yahudi atau Nasrani atau Majusi, sama halnya dengan hewan sempurna yang melahirkan, apakah kalian merasa akan melahirkan hewan yang tidak sempurna?". [Sahih Al-Bukhariy dan Muslim]
Segala bentuk krisis yang menimpa umat Islam belakangan ini banyak diakibatkan karena akhlak yang mereka praktekkan tidak mencerminkan sosok seorang Muslim yang sejati. Hal ini berasal dari lemahnya pemahaman aqidah yang mereka miliki, atau pemahaman aqidah yang tersebar pada kebanyakan umat Islam adalah pemahaman aqidah yang keliru, atau pemahaman aqidah hanya sebatas pengetahuan tanpa ada pengamalan dalam keseharian.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» [سنن أبي داود: صحيح]
“Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling mulia akhlaknya”. [Sunan Abi Daud: Sahih]
Dari Abu Syuraih radiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ»
“Demi Allah ia tidak sempurna imannya, demi Allah ia tidak sempurna imannya, demi Allah ia tidak sempurna imannya”
Rasulullah ditanya: Siapa itu wahai Rasulullah?
Rasulullah menjawab:
 «الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ» [صحيح البخاري]
“Ia adalah orang yang tetangganya tidak amann dari keburukannya”. [Sahih Bukhari]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ» [صحيح البخاري ومسلم]
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat maka janganlah ia menyakiti tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Anas bin Malik berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menkhutbahi kami kecuali beliau mengatakan:
" لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ، وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ " [مسند أحمد: حسن]
“Tidak sempurna imannya orang yang tidak menjaga amanahnya, dan tidak sempurna agama seseorang yang tidak menjaga janjinya”. [Musnad Ahmad: Hasan]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
«اتَّقِ المَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ، وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ، وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا، وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا، وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ القَلْبَ» [سنن الترمذي: حسن]
“Jauhilah yang diharamkan maka engkau akan menjadi manusia yang paling taat, ridhailah apa yang dibagikan Allah untukmu maka engkau akan menjadi manusia yang paling kaya, berbuat baiklah kepada tetanggamu maka engkau akan menjadi orang yang sempurna imannya, cintailah untuk manusia apa yang engkau cintai untuk dirimu maka engkau akan menjadi muslim yang sempurna, janganlah banyak tertawa karena sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati”. [Sunan Tirmidziy: Hasan]
Oleh karenanya, upaya yang mesti kita lakukan untuk mengembalikan umat Islam pada masa kejayaannya adalah bagaimana menggalakan langkah tashfiyah dan tarbiyah untuk umat Islam secara keseluruhan, baik dalam ilmu aqidah maupun pada aspek yang lainnya.
Tashfiyah dalam aqidah yaitu dengan menghilangkan dan meninggalkan pemahaman yang keliru tentang aqidah, dan tarbiyah dengan mengajarkan dan menanamkan pengamalan aqidah yang sahih.
Semoga Allah mengembalikan umat ini kepada agama-Nya yang Haq, amin.
Wallahu a’lam!  

Lihat juga: Meraih cinta Allah 
                 Jangan takut menikah dan punya anak 
                 Buat apa usaha?

4 komentar:

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...