Malam ini, malam keberangkatan ku,
malam terakhir-ku di rumah ini. Cuaca terasa begitu sumpek, ku duduk termenung di
sofa ruang tamu.
Entah apa yang sedang aku pikirkan, khayalan ku terbang jauh
melanglang buana. Kupandangi seisi rumah, semuanya sibuk dengan kerjaannya
masin-masing, tak seorang pun yang tahu keadaanku saat ini.
Kembali khayalan ku muncul, bayangan
kota Mesir yang masih samar. Bagaimana aku nantinya? Akankah keadaan ku begini
terus? Gaya primitif yang selalu dibanggakan.
Tidak, tidak ... !
Selama ini sebenarnya aku sadar,
jalan yang aku tempuh telah jauh melenceng dari jalan-Nya. Namun aku tak mampu
melepaskan diri dari belenggu syaitan laknatullah. Aku begitu lemah, dan
kuharap kekuatan itu akan muncul setibaku di sana.
"Ken, (Luken, panggilan akrabku)
jalan yuk!", tiba-tiba Herman sahabatku memanggil dan memecahkan
lamunanku.
"Kemana"?", tanyaku.
"Cari angin, ini kan malam
terakhirmu!", bujuk Herman.
Lama kuberpikir, akhirnya kusetujui
juga.
"Oke lah, tapi tunggu, aku ganti
pakaian dulu", jawabku sambil berjalan menuju kamar.
Suasana malam kota Makassar-ku serasa
hambar, gemerlap lampu kota tak meriah lagi kurasakan. Tak banyak yang kami
kunjungi malam itu, hanya ke rumah kawan yang kemungkinan tak sempat mengantar.
Setelah itu kami balik ke rumah.
Beberapa saat mata ini tak mau
terpejam, sampai akhirnya terlelap juga hingga suara azan subuh berkumandang.
Segala sesuatunya dipersiapkan. Pukul
07.00 pagi kapal Kambuna tujuan Jakarta akan berlabuh.
Sebelum matahari memancarkan sinarnya kami sudah berangkat. Sebelumnya aku shalat sunnah dua raka'at,
mengharap ridha dari Allah SWT.
Kusalami seluruh keluarga yang tak
sempat ikut. Suasana haru pun tak dapat dielakkan, deraian air mata pun tak
dapat dibendung.
Kupeluk semua keluargaku, kusalami
semua temanku, sampai terucap kata dari mulut orang yang selama ini sangat aku
cintai dan hormati. Kakekku yang sedari kecil marawat dan membimbingku,
menyekolahkanku sampai ke negri orang.
"Appilajara'ko baji'-baji' na',
tettere'ko ammotere'!", nasehat beliau sambil melepas kepergianku.
Tak terasa air mataku berlinang,
menghapus lamunanku di malam ini. Aku telah khilaf, telah ku khianati
amanahnya.
Siang tadi aku hanya bermain,
bercanda dan tertawa, tak satu pun muqarrar yang habis aku baca. Ku lupa
akan niat suciku, kusirnakan harapan mereka.
Alangkah sedihnya beliau jika tahu keadaanku sekarang ini. Alangkah kecewanya mereka jika tahu kalau aku tidak najah. Kusiakan pengorbanan mereka demi keberhasilanku. Akankah kubalas semua jasa-jasa mereka di usiannya yang sudah semakin lanjut.
Alangkah sedihnya beliau jika tahu keadaanku sekarang ini. Alangkah kecewanya mereka jika tahu kalau aku tidak najah. Kusiakan pengorbanan mereka demi keberhasilanku. Akankah kubalas semua jasa-jasa mereka di usiannya yang sudah semakin lanjut.
Oh ..., sungguh besar dosaku pada
mereka ya.. Allah!
Kubangkit dari pembaringan, ku
sucikan diriku untuk menghadap-Nya. Di sujudku aku berdo'a, "Ya Allah!
Jadikanlah aku diantara orang-orang yang sukses!".
Ibnu Mansur Abd.Rahim El-Makassary
Wasathiyah Edisi III, 1 Ramadhan 1422H / 16 November 2001M
Aamiin... :)
BalasHapusTulisan jadul mba', tahun pertama di Mesir, tp masih kuat untuk membangkitkan semangatku!
Hapus