Sabtu, 05 Mei 2018

50 Hadits singkat Shahih Bukhari dan faidahnya (11) no.571-621

بسم الله الرحمن الرحيم

Lanjutan kitab tentang Adzan

501. Hadits no.571, Perintah Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- kapada Bilal untuk mengumandangkan adzan menunjukkan bahwa adzan untuk shalat berjama'ah hukumnya fardhu kifayah, cukup satu adzan untuk satu wilayah yang mampu mendengarkannya.


502. Hadits no.572, Lafadz iqomah diucapkan satu kali satu kali kecuali kalimat “ قد قامت الصلاة “, dan takbir di awal dan akhir.
Namun sebagian ulama berpendapat bahwa dua kali takbir pada adzan dan iqamah dihitung satu kalimat, olehnya itu kedua takbir tersebut disunnahkan untuk dilantungkan dengan satu nafas. Sebagaimana tersirat dalam hadits:
Umar bin al-Khaththab –radhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila muadzin mengucapkan “Allahu Akbar Allahu Akbar”, kemudian salah seorang dari kalian mengucapkan “Allahu Akbar Allahu Akbar”, kemudian apabila muadzin mengucapkan “Asyhadu alla ilaha illallah”, dan dia mengucapkan “asyhadu alla ilaha illallah”, kemudian apabila muadzin mengucapkan “Asyhadu anna Muhammadarrasulullah”, dan dia mengucapkan “asyhadu anna Muhammadarrasulullah”, kemudian apabila muadzin mengucapkan “hayya 'alashshalah”, dan dia mengucapkan “la haula wala quwwata illa billah”, kemudian apabila muadzin mengucapkan “hayya 'alal falaah”, dan dia mengatakan “la haula wala quwwata illa billah”, kemudian apabila muadzin mengucapkan “Allahu akbar Allahu akbar”, dan dia mengucapkan “Allahu Akbar Allahu akbar”, kemudian apabila muadzin mengucapkan “la ilaha illallah”, dan dia mengucapkan “la ilaha illallah” (ikhlas) dari dalam hatinya, maka niscaya dia akan masuk surga." [Shahih Muslim no.578]
Lihat: Syarah Shahuh Muslim karya An-Nawawiy 4/79, Shahih Fiqh As-Sunnah 1/251.


503. Hadits no.573, Yang paling panjang lehernya di hari kiamat:
Mu'awiyah -radhiyallahu ‘anhu- berkata; 'Aku mendengar Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda: “Para mu'adzdzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat." [Shahih Muslim no.580]
Ada beberapa komentar ulama ttg mkna hadits ini:
1. Muadzin adalah yang paling besar pengharapannya kepada rahmat Allah, karena orang yang sedang mengharapkan sesuatu biasanya memanjangkan lehernya.
2. Lehernya memanjang secara hakiki sehingga tidak tenggelam dengan keringat dosa-dosanya.
3. Paling dekat kepada Allah.
4. Mereka adalah pemimpin di hari kiamat.
5. Yang paling banyak pengikutnya.
6. Yang paling banyak amal shalihnya.
7. Yang paling cepat masuk surga.
8. Yang paling kuat hujjahnya dengan tauhid.
9. Yang pling tidak khawatir dengan dosa-dosanya.


504. Hadits 574, Hadits ini menunjukkan bahwa adzan memakai pengeras suara adalah sunnah dan bukan bid’ah.


Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam jika memerangi suaku kaum bersama kami, maka beliau tidak menyerang kaum tersebut hingga datangnya waktu shubuh (menunggu). Jika mendengar suara adzan, beliau mengurungkannya. Namun bila tidak terdengar suara adzan maka beliau menyerangnya. Maka pada suatu hari kami keluar untuk menyerbu perkampungan Khaibar, kami lantas menunggu hingga malam hari. Ketika datang waktu pagi dan beliau tidak mendengar suara adzan, maka beliau menaiki tunggangannya sementara aku membonceng di belakang Abu Thalhah –radhiyallahu ‘anhu-. Sungguh kakiku menyentuh kaki Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
Anas bin Malik melanjutkan kisahnya, "Penduduk Khaibar keluar ke arah kami dengan membawa keranjang dan sekop-sekop mereka, ketika mereka melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka mereka berkata, "Muhammad! Demi Allah, Muhammad dan pasukannya (datang)!"
"Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat mereka, beliau bersabda: "Allahu Akbar, Allahu Akbar, hancurlah Khaibar! Sesungguhnya kami, apabila mendatangi perkampungan suatu kaum, {maka amat buruklah pagi hari yang dialami orang-orang yang diperingatkan tersebut} ' (Qs. Ash Shaffaat: 177). [Shahih Bukhari no.575]

505. Hadits no.576, Pahala surga bagi yang mengucapkan apa yang dikumandangkan muadzin. [Shahih Muslim no.578]
Lihat postingan hadits no.572.


506. Hadits no.577, Boleh cukup mengucapkan “wa ana” (dan aku) ketika mendengar muadzdin mengumandangkan 2 kalimat syahadat.
Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif –radhiyallahu ‘anhu- berkata, Aku mendengar Mu'awiyah bin Abu Sufyan –radhiyallahu ‘anhu- ketika dia sedang duduk di atas mimbar dan mu'adzin sedang mengumandangkan adzan: 'Allahu Akbar Allahu Akbar',
Mu'awiyah mengucapkan: 'Allahu Akbar Allahu Akbar'.
Ketika mu'adzin membaca: 'Asyhadu anlaa ilaaha illallah',
Mu'awiyah mengucapkan: “wa ana”.
Dan ketika mu'adzin membaca: 'Asyhadu anna Muhammadarrasulullah'
Mu'awiyah mengucapkan: “wa ana”.
Ketika adzan sudah selesai Mu'awiyah berkata: "Wahai manusia, sungguh ketika adzan dikumandangkan aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan dari tempat ini seperti yang kalian dengar dari (bacaan) ucapanku tadi." [Shahih Bukhari no.863]


507. Hadits no.578, Ketika muadzin mengucapkan “ الصلاة خير من النوم “ pada adzan subuh, yang mendengarnya menjawab dengan ucapan yang sama.
Karena pada hadits sebelumnya (no.576) Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda: "Apabila kalian mendengar adzan, maka jawablah seperti apa yang diucapkan mu'adzin".
Kecuali 2 kalimat syahadat (lihat postingan sebelumnya no.577), dan 2 kalimat "hayya'ala".
Islamqa.info


Koreksi terjemah:
1) عَنْ يَحْيَى نَحْوَهُ = Dari Yahya seperti riwayat sebelumnya (no.577)
Yahya yang dimahsud adalah Yahya bin Abi Katsir, dari Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits berkata, telah menceritakan kepadaku 'Isa bin Thalhah, bahwa pada suatu hari dia mendengar Mu'awiyyah mengucapkan seperti (apa yang diucapkan mu'adzin) ...
2) قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ = dia (Mu'awiyah) menjawab: "Laa Haula Walaa Quwwata Illaa Billah

508. Hadits no.579, Diampuni dosanya bagi yang membaca do’a ini setelah mendengarkan adzan:
Dari Sa'ad bin Abi Waqqash –radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa ketika mendengar adzan mengucapkan;
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ
(Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Aku rela Allah sebagai Rabb, Muhammad sebagai Rasul, dan Islam sebagai agama), maka diampunilah dosanya.” [Shahih Muslim no.579]


Koreksi terjemah:
الوسيلة = Al-Wasilah adalah kedudukan yang tinggi di surga, tidaklah layak tempat tersebut kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah.
Abdullah bin Amru bin al-Ash –radhiyallahu ‘anhuma- mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila kalian mendengar mu'adzdzin maka ucapkanlah seperti yang di ucapkan mu'adzin, kemudian bershalawatlah untukku, karena seseorang yang bershalawat untukku dengan satu shalawat, niscaya Allah akan bershalawat atasnya sepuluh kali. Mohonlah kepada Allah wasilah untukku, karena wasilah adalah kedudukan yang tinggi di surga, tidaklah layak tempat tersebut kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap aku hamba tersebut. Dan barangsiapa memintakan wasilah untukku, maka syafa'at halal untuknya." [Shahih Muslim no.577]

509. Hadits no.580, Ampunan Allah untuk para muadzin.
Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Imam itu menjamin (bertanggung jawab terhadap shalat makmumnya), sedangkan muadzin orang yang dipercayakan (tidak bertanggung-jawab jika ia keliru). Ya Allah, berilah petunjuk kepada para imam dan ampunilah para muadzin." [Sunan Abi Daud no.434: Shahih]


510. Hadits no.581, Boleh berbicara secukupnya saat mengumandangkan adzan jika diperlukan.


Koreksi terjemah:
وَإِنَّهَا عَزْمَةٌ = “dan sesungguhnya shalat Jum'at adalah kewajiban”, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain, shahih Bukhari no.850: إِنَّ الْجُمْعَةَ عَزْمَةٌ

511. Hadits no.582, Orang buta boleh adzan jika ada orang terpercaya yang menyampaikan kepadanya ketika masuk waktu shalat.


512. Hadits no.583, Adzan untuk shalat baru bisa dikumandangkan jika telah masuk waktu.


Koreksi terjemah:
وَبَدَا الصُّبْحُ = “dan waktu subuh sdh nampak”.

513. Hadits no.584, Shalat sunnah dua raka’at Subuh dilakukan dengan singkat.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- bahwa dalam dua raka'at sunnah fajarnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca {Qul yaa ayyuhal kafiruun} (surat Al Kafirun) dan {Qul Huwallahu Ahad} (Surat al-ikhlash). [Shahih Muslim no.1195]



514. Hadits no.585, Larangan makan dan minum bagi orang yang berpuasa dimulai saat adzan subuh dikumandangkan.


Lihat: Waktu imsak

515. Hadits no.586, Syekh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berpendapat bahwa hadits ini adalah dalil bolehnya mengumandangkan adzan selain untuk shalat jika ada mashlahat, karena di akhir hadits Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menjelaskan bahwa Bilal adzan untuk mengingatkan orang yang sedang shalat untuk segera bersahur, dan membangunkan yang sedang tidur, bukan adzan untuk shalat subuh. [Syarah Shahih Bukhari kry Syekh Ibnu Utsaimin 3/10]


Koreksi terjemah:
1) لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَلِيُنَبِّهَ نَائِمَكُمْ = untuk mengingatkan org yg sdg shalat dari kalian (agar bersahur atau istirahat mempersiapkan shalat subuh) dan membangunkan org yg sedang tidur dari kalian (untuk bersahur atau shalat malam).
2) “Beliau menjelaskan dengan isyarat jarinya, beliau angkat ke atas dan menurunkannya kembali”,
Maksudnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan bentuk pancaran cahaya fajar kadzib yang bersinar menyerupai garis lurus memanjang ke atas kemudian menghilang.
3) حَتَّى يَقُولَ هَكَذَا = “hingga nampak cahaya seperti ini”.
Ini adalah bagian dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dijelaskan dalam hadits lain: Samurah bin Jundub radhiallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kamu terpedaya (untuk tidak makan sahur) oleh adzan yang dikumandangkan oleh Bilal di waktu sahur, dan jangan pula karena cahaya putih ini yang memancar ke atas (fajar kadzib), hingga cahaya itu tersebar (cahayanya di ufuk) seperti ini."
Hammad memberi isyarat dengan kedua tangannya, yaitu membentang. [Shahih Muslim no.1833]
4) "Beliau berisyarat dengan kedua jari telunjuknya, salah satu jarinya beliau letakkan di atas yang lainnya, kemudian membentangkannya ke kanan dan kirinya.",
Maksudnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan bentuk pancaran cahaya fajar shadiq yang melebar dan bertambah terang.

Pertanyaan:
Berarti boleh ya ustadz adzan kepada orang yang lagi kesurupan ?
Jawaban:
Iya, sebagai ruqyah. Wallahu a'lam!

516. Hadits no.587, Sebagian ulama berpendapat bhw adzan pertama sebelum masuk waktu subuh hanya dilakukan di bulan Ramadhan untuk mengingatkan dan membangunkan orang bersahur. Adapun pada bulan-bulan lain maka cukup dengan sekali adzan ketika sdh masuk waktu subuh. [Syarah Shahih Bukhari kry Syekh Ibnu Utsaimin 3/10]
Syekh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- menambahkan bahwa jika orang di sekitar mesjid sepakat untuk dikumandangkan adzan sebelum subuh untuk mengingatkan dan membangunkan orang bersahur atau shalat lail maka dibolehkan.  [Syarah Shahih Bukhari kry Syekh Ibnu Utsaimin 3/18]


517. Hadits no.588, Lama waktu antara adzan dan iqamah disesuaikan dengan situasi dan kondisi.


518. Hadits no.589, Waktu antara adzan Magrib dan iqamah sedikit, sekadar cukup untuk shalat 2 raka’at.
Dari 'Abdullah Al-Muzaniy –radhiyallahu ‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalatlah sebelum shalat Maghrib!".
Beliau berkata, pada kali ketiganya: "Bagi siapa yang mau".
Hal ini Beliau sampaikan karena khawatir nanti orang-orang akan menjadikannya sebagai rutinitas". [Shahih Bukhari no.6820]


519. Hadits no.590, Waktu antara adzan Subuh dan iqamah sedikit panjang.
'Aisyah –radhiyallahu ‘anha- berkata; "Jika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selesai shalat dua rakaat sunnah fajar, dan aku sudah bangun, maka beliau akan mengajakku berbincang-bincang, jika aku belum bangun, maka beliau tidur sebentar." [Shahih Muslim no.1227]


* Keutamaan shalat sunnah Subuh.

Dari 'Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua rakaat sunnah fajar lebih baik daripada dunia seisinya." [Shahih Muslim no.1193]

520. Hadits no.591, Shalat sunnah antara adzan dan iqamah ada yang rawatib (senantiasa dikerjakan) dan ada yang sunnah mutlaq (dikerjakan jika mau).
Yang termasuk rawatib cuma sebelum subuh, dan sebelum dzuhur.
Dari 'Aisyah radliallahu 'anha bahwa "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan shalat sunnat empat reka'at sebelum Zhuhur dan dua raka'at sebelum shalat Shubuh". [Shahih Bukhari no.1110]


521. Hadits no.592, Tetap adzan walaupun sedang musafir.


522. Hadits no.593, Pengurus mesjid hendaknya lebih memperhatikan kondisi suhu panas atau dingin) dalam mesjid agar jama’ah bisa shalat dengan khusyu’.


Koreksi terjemah:
1) أَبْرِدْ = “Tundalah hingga cuaca dingin”.
2) حَتَّى سَاوَى الظِّلُّ التُّلُولَ = “sampai bayang-bayang sama panjang dgn tinggi bukit”.

523. Hadits no.594, Muadzin tidak harus yang lebih tua, berbeda dengan imam. Anak kecil yang mumayyiz (mampu membedakan baik buruk) boleh mengumandangkan adzan.


524. Hadits no.595, Menuntut ilmu adalah bagian daripada jihad di jalan Allah -subhanahu wata’aalaa-.
{وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ} [التوبة: 122]
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. [At-Taubah:122]
Keutamaan ilmu, ulama, dan penuntut ilmu


Koreksi terjemah:
وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لَا أَحْفَظُهَا = “Ia (Malik) lantas menyebutkan sesuatu yang sebagian aku hafal dan sebaginnya lagi aku tidak hafal”.
Kalimat ini adalah perkataan Abu Qilabah -rahimahullah- yang meriwayatkan hadits ini dari Malik bin Al-Huwairits -radhiyallahu ‘anhu-.

525. Hadits no.596, Setelah mengumandangkan adzan, muadzin menyerukan kepada jama’ah di sekitarnya untuk shalat di rumah masing-masing ketika turun hujan atau cuaca sangat dingin.


Dari seorang laki-laki dari Tsaqif –radhiyallahu ‘anhu-, bahwasanya dia mendengar muadzin Rasulullah -shallallahu'alaihi wasallam- pada malam turun hujan dalam suatu perjalanan- menyeru: "HAYYA 'ALASH-SHALAAH (Mari menuju shalat), HAYYA 'ALAL-FALAAH (Mari menggapai kebahagiaan). SHALLU FII RIHAALIKUM (Shalatlah kalian di tempat-tempat kalian)." [Sunan An-Nasaiy no.647: Shahih]
Nu'aim bin An-Nahham -radhiyallahu ‘anhu- berkata, "Shalat subuh diserukan saat hari yang sangat dingin, sementara aku masih berada di dalam selimut isteriku. Maka aku pun berkata, "Semoga sang muadzin akan mengumandangkan 'Barangsiapa duduk (shalat di rumahnya) maka tidak ada dosa baginya.'"
Maka sang muadzin Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- pun mengumandangkan pada akhir adzannya, "MAN QA'ADA FALAA HARAJ (Barangsiapa duduk -shalat di rumahnya- maka tidak ada dosa baginya)." [Musnad Ahmad no.17255: Shahih]
Lihat hadits no.581.

526. Hadits no.597, Muadzin menyiapkan perlengkapan shalat imam, seperti sutrah, sejadah, dan mikrofon.


Lihat hadits no.463-480 (beberapa bab tentang sutrah) dan 506.

527. Hadits no.598, Sebagian ulama berpendapat bahwa menoleh ke kanan dan ke kiri sewaktu mengumandangkan adzan bertujuan untuk memperdengarkan adzan ke sebelah kanan dan kirinya, oleh sebab itu tidak dilakukan jika memakai mikrofon.
Lihat: Islamqa.info
Adapun yang menganggap bahwa hal tersebut dilakukan sebagai ta’abbudiy (ibadah semata) bukan karena masalah sampainya suara maka tetap menoleh ke kanan dan ke kiri sewaktu adzan sekalipun memakai mikrofon.


Dalam riwayat lain:
Abu Juhaifah –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Saya pernah melihat Bilal keluar ke Abthah, lalu mengumandangkan adzan. Tatkala dia sampai pada kalimat “hayya 'alash shalah, hayya 'alal falah”, dia membelokkan lehernya ke kanan dan ke kiri, dan dia tidak memutar (badannya), kemudian dia masuk ke rumahnya dan keluar dengan tongkat. [Sunan Abi Daud no.436: Shahih]

528. Hadits no.599, Berjalan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa saat menuju mesjid.


529. Hadits no.600, Dianjurkan bersegera menuju mesjid dengan datang lebih awal.
Lihat hadits no.580.


530. Hadits no.601, Jika iqamah dikumandangkan dan imam belum datang, maka makmum tidak berdiri untuk shalat sampai melihat imam.
Lihat: Islamqa.info


531. Hadits no.602, Jika imam sudah ada di mesjid sebelum iqamah maka makmum boleh berdiri di awal iqamah, pertengahan, atau setelah selesai, sesuai kondisi.


532. Hadits no.603, Tidak boleh keluar dari mesjid setelah mendengar adzan kecuali ada udzur (alasan yg mendesak), seperti bersuci, buang hajat, dan lain-lain.
Ketika Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- melihat seseorang yang tengah keluar melewati masjid setelah dikumandangkan adzan, ia berkata; "Orang ini telah membangkang kepada Abul Qasim -shallallahu 'alaihi wasallam-." [Shahih Muslim no.1047-1048]
Kemudian Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh kami; "Jika salah seorang dari kalian berada di masjid kemudian diseru untuk shalat (adzan), maka janganlah keluar hingga ia shalat." [Musnad Ahmad no.10512: Shahih]
Lihat: Islamqa.info


533. Hadits no.604, Menunggu imam datang jika ia meminta untuk ditunggu.


Dalam riwayat lain:
Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata; "Ketika iqamat dikumandangkan, kami berdiri dan luruskan shaff sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang, tidak lama kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang hingga beliau berdiri di tempat shalatnya sebelum bertakbir, beliau ingat sesuatu, lalu beliau pergi seraya berujar: "Tetaplah di posisi kalian."
Maka kami terus berdiri menunggu beliau hingga beliau muncul kembali, rupanya beliau mandi dan masih terlihat di kepalanya meneteskan air. Beliau pun bertakbir dan mengimami shalat. [Shahih Muslim no.950]

Pertanyaan:
Apakah yang di maksud dalam hadits ini imam rawatib ustadz? Jika memang imam berhalangan adakah waktu maksimal unt menunggu imam? Jazakallohu khoiron katsir!
Jawaban:
Yang dimaksud adalah imam raatib (imam tetap) dan imam pengganti mengikuti hukum imam tetap.
Dan jarak waktu menunggu kedatangan imam tidak ditetapkan, jika imam pasti datang maka ditunggu sampai datang (selama tidak memberatkan ma’mum), jika pasti tidak datang maka imam diganti dengan jama’ah yang telah hadir, jika belum pasti maka sesuaikan dengan kondisi jama’ah. Wallahu a’lam!
Lihat: Islamqa.info
Lihat hadits no.588.

534. Hadits no.605, Boleh menunda shalat walau sampai keluar waktunya saat perang berkecamuk dalam kondisi sangat mencekam.


535. Hadits no.606, Boleh ada jarak beberapa saat antara iqomah dan mulai shalat, jika diperlukan.


536. Hadits no.607, Boleh berbicara setelah iqomah dikumandangkan jika ada hal yang mendesak.


537. Hadits no.608, Hadits ini jelas sekali menunjukkan kewajiban shalat jama'ah bagi tiap laki-laki dewasa, karena seandainya cuma sunnah maka tidak perlu diancam orang yang meninggalkannya dengan hukuman bakar, dan seandainya cuma fardhu kifayah maka cukuplah Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- dan yang lainnya saja yang mendirikannya.


Sebagian ulama mengklaim bahwa hadits ini dimaksudkan pada shalat Jum'at bukan shalat jama'ah pada umumnya.
Akan tetapi Ibnu Hajar rahimahullah membantahnya dan mengatakan bahwa hadits ini bukan khusus untuk shalat Jum'ah. [Lihat Fathul Bary: 2/128]

538. Hadits no.609, Pahala shalat berjama’ah bertambah sesuai kondisi.
Abu Sa'id Al-Khudriy –radhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalat yang dikerjakan secara berjamaah menyamai dua puluh lima kali shalat (secara sendirian). Apabila dia mengerjakannya (berjama'ah) di tanah lapang (musafir), lalu dia menyempurnakan ruku dan sujudnya, maka shalatnya sampai lima puluh kali pahala shalat". [Sunan Abi Daud no.473: Shahih]
Lihat: Keutamaan shalat berjama'ah


539. Hadits no.610, Keutamaan shalat berjama'ah bertambah sesuai jumlah jama'ah.
Dari Ubay bin Ka'ab –radhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya shalat seseorang yang berjamaah dengan satu orang, adalah lebih baik daripada shalat sendirian. Dan shalatnya bersama dua orang jamaah, adalah lebih baik daripada shalat bersama seorang jamaah. Semakin banyak jama'ahnya, maka semakin dicintai oleh Allah Ta'ala." [Sunan Abi Daud no.467: Hasan]


540. Hadits no.611, Langkah kembali dari shalat berjama’ah juga terhitung pahala.
Ubay bin Ka'b –radhiyallahu ‘anhu- berkata; Ada seorang yang setahuku tak ada lagi yang lebih jauh (rumahnya) dari masjid, dan ia tak pernah ketinggalan dari shalat. Maka ia diberi saran atau kusarankan; "Bagaimana sekiranya jika kamu membeli keledai untuk kamu kendarai saat gelap atau saat panas terik?
Laki-laki itu menjawab; "Aku tidak ingin rumahku disamping masjid, sebab aku ingin jalanku ke masjid dan kepulanganku ke rumah semua dicatat (mendapat pahala)."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Telah Allah himpun (catat) untukmu semuanya tadi. [Shahih Muslim no.1065]
Dalam riwayat lain: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Bagimu apa yang engkau harapkan." [Shahih Muslim no.1066]


541. Hadits no.612, Diantara keutamaan shalat Subuh berjama'ah: Mendapatkan do’a permohonan ampunan dari Malaikat.



Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada waktu shalat fajar dan shalat ashar, mereka berkumpul pada waktu shalat fajar, Malaikat malam naik sedang malaikat siang tetap di bumi, Mereka berkumpul pada waktu shalat ashar, malaikat siang naik dan malaikat malam tetap di bumi, Lalu Rabb mereka bertanya: 'Bagaimana kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?' Maka mereka menjawab; 'Kami datang mereka shalat dan ketika kami tinggal mereka shalat. Maka ampunilah mereka pada hari pembalasan." [Musnad Ahmad no.8787: Shahih]

542. Hadits no.613, Diantara tanda orang munafiq, malas shalat berjama'ah.
Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ' anhu- berkata; "Siapa hendak menjumpai Allah besok sebagai seorang muslim, hendaklah ia jaga semua shalat yang ada, di manapun ia mendengar panggilan shalat itu, sesungguhnya Allah telah mensyare'atkan kepada Nabi kalian sunnah-sunnah petunjuk, dan sesungguhnya shalat berjama’a, diantara sunnah-sunnah petunjuk itu, kalau kalian shalat di rumah kalian sebagaimana seseorang yang tidak hadir di masjid, berarti telah kalian tinggalkan sunnah Nabi kalian, sekiranya kalian tinggalkan sunnah Nabi kalian, sungguh kalian akan sesat, tidaklah seseorang bersuci dengan baik, kemudian ia menuju salah satu masjid yang ada, melainkan Allah menulis kebaikan baginya dari setiap langkah kakinya, dan dengannya Allah mngangkat derajatnya, dan menghapus kesalahan karenanya, dan kami menyaksikan sendiri tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat berjama’ah, melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen), sungguh dahulu seseorang dari kami (yang sedang sakit) harus dipapah di antara dua orang hingga diberdirikan di shaff (barisan) shalat yang ada." [Shahih Muslim no.1046]


543. Hadits no.614, Pahala berjalan kaki ke mesjid tidak sama dengan pahala berkendaraan.
Dari Aus bin Aus Ats-Tsaqafiy –radhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang mandi dengan rambutnya pada hari Jum'at dan mandi menyiram sekujur tubuhnya, lalu dia pergi untuk shalat Jum'at pada awal waktu dan sampai mendapatkan awal khutbah dengan berjalan kaki dan tidak berkendaraan, lalu duduk mendekat kepada imam untuk mendengarkan khutbah dan tidak berbicara, maka setiap langkahnya dicatat pahala puasa dan ibadah malam satu tahun." [Sunan Abi Daud no.292: Shahih]
Lihat hadits no.611


544. Hadits no.615, Anjuran berlomba-lomba dalam kebaikan.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan”. [Al-Baqarah 148, Al-Maidah 48]
Lihat hadits no.580


545. Hadits no.616, Mengharapkan pahala dari Allah -subhanahu wata'aalaa- atas amal ibadah yang kita lakukan dengan ikhlas demi Ia semata, menunjukkan betapa rendah kita di hadapan-Nya dan betapa butuhnya kita akan karunia dan rahmat-Nya.



546. Hadits no.617, Shalat yang paling berat dilakukan oleh orang munafiq adalah shalat subuh dan isya.



547. Hadits no.618, Shalat berdua sudah terhitung jama’ah.
Abu Sa'id Al-Khudriy –radhiyallahu ‘anhu- berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat zhuhur bersama para sahabatnya, lalu masuklah seorang sahabat, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya: "Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk melaksanakan shalat berjama'ah?"
Abu Sa'id berkata; "Lalu iapun menyebutkan sesuatu yang menjadi alasannya. Lalu ia berdiri dan shalat"
Maka Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- pun bersabda: "Adakah seseorang yang ingin bersedekah kepada orang ini dengan shalat bersamanya?"
Abu Sa'id berkata; "Maka berdirilah seorang dari sahabat kemudian shalat bersamanya." [Musnad Ahmad no.11380: Shahih]


548. Hadits no.619, Doa ampunan dari Malaikat mencakup wanita yang shalat di rumahnya atau yang berhalangan ke mesjid, jika tidak meninggalkan tempat shalatnya menunggu sampai selesai menunaikan shalat berikutnya. [At-Tamhiid kry Ibnu Abdil Barr 19/39]


549. Hadits no.620, Orang yang hatinya bergantung di masjid senantiasa menanti datangnya waktu shalat, ingin selalu berada di mesjid untuk beribadah, sekalipun jasadnya berada di luar mesjid tapi hatinya berada dalam mesjid.
Berbeda dengan orang yang hatinya bergantung pada urusan dunia, sekalipun berada dalam mesjid tapi hatinya keluyuran di luar, ingin cepat-cepat selesai dari shalatnya.


550. Hadits no.621, Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- memakai cincin yang digunakan sebagai stempel pada surat.
Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menulis surat atau bermaksud menulis surat, lalu dikatakan kepada Beliau, bahwa mereka tidak akan membaca suatu surat kecuali tertera stempel. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membuat stempel (dan dijadikan cincin) yang terbuat dari perak yang bertanda; “Muhammad Rasulullah”. Seakan-akan aku melihat kilauan cincin pada tangan Beliau shallallahu 'alaihi wasallam". [Shahih Bukhari no.63]



Bersambung ...

NB: Gambar hadits bersumber dari Ensiklopedi Hadits 9 Imam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...