Jumat, 27 Juli 2018

50 Hadits singkat Shahih Bukhari dan faidahnya (12) no.622-681

بسم الله الرحمن الرحيم

Lanjutan kitab tentang Adzan

551. Hadits no.622, Mendapat jaminan dari Allah.
Dari Abu Umamah Al-Bahiliy radhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga golongan, seluruhnya mendapat jaminan dari Allah -'azza wajalla-, yaitu: (1) Orang yang keluar untuk berperang di jalan Allah, maka ia mendapat jaminan dari Allah hingga Allah mematikannya dan memasukkannya ke dalam Surga, atau memberikan kepadanya apa yang ia peroleh berupa pahala atau rampasan perang. (2) Dan seorang laki-laki yang pergi ke masjid, maka ia mendapat jaminan dari Allah hingga Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam surga atau memberikan kepadanya apa yang ia peroleh berupa pahala dan ghanimah (keuntungan), (3) serta seorang laki-laki yang memasuki rumahnya dengan mengucapkan salam maka ia mendapat jaminan dari Allah 'azza wajalla." [Sunan Abi Daud no.2133: Shahih]


552. Hadits no.623, Jika iqamah sudah dikumandangkan, maka tidak boleh memulai shalat sunnah. Adapun yang sementara shalat sunnah, jika sudah raka'at kedua maka segera menyempurnakannya, tapi jika baru raka'at pertama maka ia harus keluar dari shalatnya. [Syarah shahih Bukhari karya Syekh Ibnu Utsaimin 3/89]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika iqamat telah dikumandangkan, maka tak ada shalat selain shalat wajib." [Shahih Muslim no.1160-1161]


Koreksi terjemah:
1) مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ  = Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah melewati seorang laki-laki.
2) لَاثَ بِهِ النَّاسُ  = orang-orang berkumpul mengelilingi beliau.
3) آلصُّبْحَ أَرْبَعًا؟  = Apakah kamu shalat Shubuh empat rakaat?
Rasulullah -shallallahu‘alaihi wasallam- bertanya sebagai pengingkaran karena ia shalat sunnah setelah iqamah dikumandangkan.

Pertanyaan:
Bagaimana cara keluar dari shalatnya ustadz? Mohon penjelasannya!
Jawaban:
Ada dua pendapat ulama tentang cara keluar dari shalat sebelum sempurna:
1. Keluar dengan mengucapkan salam.
2. Keluar tanpa salam, karena shlatnya batal secara otomatis ketika iqamah telah dikumandangkan.

553. Hadits no.625, Orang yang sakit boleh tidak berjama’ah di mesjid jika akan menyusahkan atau memberatkan dirinya, atau akan mengganggu orang lain.
Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan (kesulitan). [Al-Hajj: 78]
Al-Aswad berkata: "Kami pernah bersama 'Aisyahradhiyallahu ‘anha- ketika kami menceritakan tentang masalah menekuni shalat berjama'ah dan mengutamakannya.”
Maka Aisyah pun berkata, "Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang sakit yang membawa pada ajalnya, waktu shalat tiba dan dikumandangkanlah adzan. Beliau lalu bersabda: "Suruhlah Abu Bakar untuk memimpin shalat bersama orang-orang."
Lalu dikatakan kepada beliau, "Sesungguhnya Abu Bakr adalah orang yang lemah dan mudah menangis (saat membaca Al Qur'an). Dia tidak akan mampu menggantikan posisi Tuan untuk memimpin orang-orang shalat."
Beliau kembali mengulangi ucapannya, dan mereka juga memberi jawaban yang sama. Hal itu terus berulang hingga tiga kali, akhirnya beliau pun bersabda: "Kalian ini seperti wanita-wanita (yg menggoda Nabi) Yusuf! Perintahkanlah Abu Bakr agar memimpin shalat."
Maka keluarlah Abu Bakr memimpin shalat jama'ah. Beliau kemudian merasa agak segar badannya, sehingga beliau keluar ke masjid dengan diapit oleh dua orang, seolah aku melihat kedua kaki beliau menyentuh tanah karena sakit. Melihat kehadiran beliau, Abu Bakar berniat untuk mundur namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencegahnya dengan isyarat agar ia tetap pada posisinya. Kemudian beliau di dudukkan di sisi Abu Bakar."
Ditanyakan kepada Al-A'masy: "Apakah beliau shalat kemudian Abu Bakar shalat mengikuti shalatnya beliau, dan orang-orang shalat dengan mengikuti shalatnya Abu Bakar?"
Lalu Al-A'masy menjawab: 'Ya', dengan anggukkan kepalanya.
Abu Mu'awiyah menambahkan, "Beliau shalat dengan duduk di sebelah kiri Abu Bakar, sementara Abu Bakr shalat dengan berdiri." [Shahih Bukhari no.624]


554. Hadits no.626, Boleh tidak menghadiri shalat jama’ah di mesjid bila angin berhembus sangat kencang.



Koreksi terjemah:
بَابُ الرُّخْصَةِ فِي المَطَرِ وَالعِلَّةِ أَنْ يُصَلِّيَ فِي رَحْلِهِ
Bab: Rukhshah (keringanan) untuk shalat di rumah masing-masing bila terjadi hujan atau sebab lainnya.

555. Hadits no.627, Batasan hujan yang membolehkan tidak hadir shalat berjama’ah di mesjid adalah hujan yang bisa menyebabkan baju basah atau banjir, atau tanah becek.
'Abdullah bin Al-Harits berkata, "Pada suatu hari ketika jalan penuh dengan air dan lumpur akibat hujan, Ibnu 'Abbasradhiyallahu ‘anhuma- menyampaikan khuthbah kepada kami. Saat mu'adzin mengucapkan 'Hayya 'Alashshalaah' (Marilah mendirikan shalat) ia perintahkan kepadanya untuk mengucapkan: 'Shalatlah di tempat tinggal masing-masing'.
Maka orang-orang pun saling memandang satu sama lain seakan mereka mengingkarinya.
Maka Ibnu 'Abbas berkata, "Seakan kalian mengingkari masalah ini. Sesungguhnya hal yang demikian ini pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku, yakni Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan sesungguhnya shalat Jum’at merupakan kewajiban ('azimah) tapi aku enggan untuk menyusahkan kalian."
Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas berkata: "Aku tidak mau membuat kalian berdosa, kalian mendatangi shalat sementara lutut kaki kalian penuh dengan lumpur." [Shahih Bukhari no.628]



Koreksi terjemah:
بَابُ الرُّخْصَةِ فِي المَطَرِ وَالعِلَّةِ أَنْ يُصَلِّيَ فِي رَحْلِهِ
Bab: Rukhshah (keringanan) untuk shalat di rumah masing-masing bila terjadi hujan atau sebab lainnya.

Pertanyaan 1:
Kalau illat susah/kotornya sudah hilang maka azimah kembali ustadz? Misal karena naik mobil, hujan deras dan tanah becek berlumpur tdk ada masalah.
Jawaban:
Iya, baarakallahu fiik 😊 https://islamqa.info

Pertanyaan 2:
Ustadz, bagaimana dengan hadits berikut?
رأيتنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم زمن الحديبية ومطرنا مطراً فلم تبل السماء أسفل نعالنا فنادى منادي النبي صلى الله عليه وسلم أن صلوا في رحالكم
Kata Imam Ibnu Hibban:
ذكر البيان بأن حكم المطر القليل وإن لم يكن مؤذيا فيما وصفنا حكم الكثير المؤذي منه
Mohon pencerahannya!
Jawaban:
1. Riwayat Abu Daud (no.894) menyebutkan bhw kejadian tersebut pada hari Jum’at:
Dari Abu Al-Malih (’Amir bin Usamah bin ‘Umair), dari ayahnya (Usamah bin ‘Umair bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu-); bahwa dia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada peristiwa Hudaibiyah ketika hari Jum'at, mereka kehujanan yang tidak sampai mengenai bagian bawah sandal mereka, maka beliau memerintahkan mereka untuk mengerjakan shalat di persinggahan mereka."
Sebagian ulama berpendapat dengan hadits ini bahwa boleh tidak ikut shalat Jum’at jika hujun turun sekalipun hujan ringan.
Namun Jumhur ulama membantah dengan alasan bahwa sekalipun kejadian tersebut pada hari Jum’at tapi belum tentu itu adalah shalat Jum’at, bisa jadi shalat fardu lain di hari Jum’at.
Dan kejadian ini ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam musafir (bepergian Jauh), dan shalat Jum’at dan berjama’ah tidak wajib bagi musafir.
2. Riwayat Ibnu Majah (no.926) menujukkan bhw Usamah bin ‘Umair -radhiyallahu ‘anhu- memahami hadits tersebut secara umum sekalipun bukan musafir:
Abu Al-Malih berkata; Aku keluar di malam yang hujan, ketika pulang aku langsung meminta untuk dibukakan pintu. Bapakku bertanya, "Siapa itu?" "Abu Al-Malih, " jawabku.
Bapakku berkata, "Pada hari Hudaibiah aku pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu kami kehujanan namun tidak sampai membasahi sandal kami, kemudian berserulah utusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Shalatlah di rumah-rumah kalian. "
Jumhur ulama tidak memahami hadits ini secara umum, karena rukhshah adalah keringanan saat ada kesulitan, dan hujan ringan tidak mengandung kesulitan untuk hadir berjama’ah di mesjid. Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terkadang sengaja keluar rumah untuk berhujan hujan sampai basah kuyup.
Anasradhiyallahu ‘anhu- berkata; Kami diguyur hujan ketika bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau membuka pakaiannya sehingga terkena hujan, lalu kami pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa Anda melakukan hal itu?"
Beliau menjawab: "Karena hujan ini merupakan rahmat yang (baru saja) diberikan oleh Allah ta'ala." [Shahih Muslim no.1494]
Dan tidak menutup kemungkinan saat itu beliau melihat ada kesulitan untuk shalat berjama’ah sebagaimana umumnya musafir, sehingga beliau memerintahka sahabatnya untuk shalat di tempat masing-masing. Wallahu a’lam!
Lihat: Hasyiah Ibnu Qayyim ‘alaa Abi Daud 3/237, https://www.sahab.net

556. Hadits no.629, Boleh menghadiri shalat jama’ah di mesjid (’aziimah) sekalipun ada udzur (rukhshah) yg membolehkan shalat di rumah, selama tidak mengakibatkan suatu yg buruk baginya.
Tapi mengambil rukhshah lebih diutamakan.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma-; Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Allah mencintai jika rukhshah (keringangan dari)-Nya dilaksanakan sebagaimana Dia benci jika kemaksiatan kepada-Nya terjadi." [Musnad Ahmad no.5606: Shahih]
Lihat: http://fatwa.islamweb.net


557. Hadits no.630, Orang yang terlalu gendut dan sulit berjalan boleh tidak shalat berjama'ah di mesjid. [Fathul Baari karya Ibnu Rajab 6/92 dan Fathul Baari karya Ibnu Hajar 2/158]
Lihat: Allah benci orang gemuk


558. Hadits no.631, Jika makanan sudah dihidangkan kemudian iqamah dikumandangkan, maka dahulukanlah makan jika khawatir akan mengganggu konsentrasinya saat shalat.


Ibnu Abi 'Atiq (Abdullah bin Muhammad bin Abdirrahman bin Abi Bakr Ash-Shiddiq) berkata, "(Pada suatu ketika) aku bercakap-cakap dengan Al-Qasim (ibnu Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiiq) di sisi Aisyah -radhiyallahu'anha-. Al-Qasim adalah seorang laki-laki yang gagu (kurang tersusun tutur katanya), dan ia anak dari budak perempuan. Aisyah bertanya kepadanya, 'Mengapa kamu tidak dapat bicara seperti keponakanku ini (Ibnu Abi ‘Atiiq)? ' Aku tahu sebabnya dari permasalahan apa. Keponakanku ini dididik oleh ibunya (wanita merdeka), sedangkan kamu dididik oleh ibumu .'
Maka al-Qasim marah dan jengkel kepada Aisyah. Tatkala dia melihat meja Aisyah yang telah dihidangkan makanan, maka dia pergi. Maka Aisyah bertanya, 'Hendak ke mana kamu? '
Jawab al-Qasim, 'Aku hendak pergi shalat.'
Kata Aisyah, 'Duduklah dahulu! '
Jawab al-Qasim, 'Aku hendak pergi shalat'.
Kata Aisyah, 'Duduklah dahulu! Aku mendengar Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam bersabda, 'Tidak sempurna shalat seseorang apabila makanan telah dihidangkan, atau apabila dia menahan buang air besar atau kecil'." [Shahih Muslim no.869]

559. Hadits no.632, Mendahulukan keperluan yang mendesak jika akan mengganggu kekhusyu’an dalam shalat.


Abu Ad-Dardaa’radhiyallahu ‘anhu- berkata:
مِنْ فِقْهِ المَرْءِ إِقْبَالُهُ عَلَى حَاجَتِهِ حَتَّى يُقْبِلَ عَلَى صَلاَتِهِ وَقَلْبُهُ فَارِغٌ
Diantara tanda kuatnya fiqhi (pemahaman agama) seseorg adalah mendahulukan keperluannya yang mendesak agar ia mendirikan shalatnya dengan hati (pikiran) yang kosong (khusyu’)” [Shahih Bukhari 1/135: Mu’allaq]

560. Hadits no. 633, Sebaiknya tidak menghidangkan makanan ketika mendekati waktu shalat agar tidak terhalang dari keutamaan shalat berjama’ah.


561. Hadits no.634, Boleh makan sambil memegang pisau jika dibutuhkan.

562. Hadits no.635, Berbuat baiklah kepada istri, khususnya di bulan Ramadhan. Mereka bangun dini hari melawan kantuk untuk menyiapkan sahur, dan menahan lelah di sore hari menyiapkan buka puasa. Kalau tidak bisa membantu mereka di dapur, setidaknya ucapkan terima kasih, plus hadiah spesial di hari ‘ied.


Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap isteriku." [Sunan Tirmidzi no.3830: Shahih]

563. Hadits no.636, Boleh sengaja menampakkan ibadah di hadapan orang dengan niat agar menjadi teladan yang baik.
Jarirradhiyallahu ‘anhu- berkata; Pada suatu pagi, ketika kami berada dekat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba datang segerombongan orang tanpa sepatu, dan berpaiakan selembar kain yang diselimutkan ke badan mereka sambil menyandang pedang. Kebanyakan mereka, mungkin seluruhnya berasal dari suku Mudlar. Ketika melihat mereka, wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terharu lantaran kemiskinan mereka. Beliau masuk ke rumahnya dan keluar lagi. Maka disuruhnya Bilal adzan dan iqamah, sesudah itu beliau shalat. Sesudah shalat, beliau berpidato. Beliau membacakan firman Allah: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri…, " hingga akhir ayat, "Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kalian." kemudian ayat yang terdapat dalam surat Al Hasyr: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah..., "
Mendengar khutbah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam itu, serta merta seorang laki-laki menyedekahkan dinar dan dirhamnya, pakaiannya, satu sha' gandum, satu sha' kurma sehingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Meskipun hanya dengan setengah biji kurma." Maka datang pula seorang laki-laki Anshar membawa sekantong yang hampir tak tergenggam oleh tangannya, bahkan tidak terangkat. Demikianlah, akhirnya orang-orang lain pun mengikuti pula memberikan sedekah mereka, sehingga kelihatan olehku sudah terkumpul dua tumpuk makanan dan pakaian, sehingga kelihatan olehku wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berubah menjadi bersinar bagaikan emas. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk, maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun." [Shahih Muslim no.1691]


Koreksi terjemah:
إِنِّي لَأُصَلِّي بِكُمْ وَمَا أُرِيدُ الصَّلَاةَ أُصَلِّي كَيْفَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي
dalam riwayat lain:
إِنِّي لَأُصَلِّي بِكُمْ وَمَا أُرِيدُ الصَّلَاةَ وَلَكِنْ أُرِيدُ أَنْ أُرِيَكُمْ كَيْفَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي
"Aku ingin shalat dgn kalian, dan aku bukan semata ingin melaksanakan shalat, tapi aku akan memperlihatkan kepada kalian bagaimana aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat." [Shahih Bukhari no.781]

564. Hadits no.637, Abu Bakr Ash-Shiddiiq –radhiyallahu ‘anhu- adalah sahabat Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- yang paling berilmu dan paling mulia.
Ibnu 'Umar radhiallahu 'anhuma berkata; "Saat kami hidup di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kami tidak membandingkan seorangpun terhadap (tidak ada sahabat Nabi yang lebih mulia dari) Abu Bakr, lalu 'Umar, kemudian 'Utsman. Setelah itu kami tidak lagi membandingkan para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan kami tidak mengutamakan seorang diantara mereka". [Shahih Bukhari no.3421]
Muhammad bin Al Hanafiyyah -rahimahullah- berkata; Aku bertanya kepada bapakku (yaitu, 'Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu-); "Siapakah manusia paling baik setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?".
Bapakku menjawab; "Abu Bakr".
Aku bertanya lagi;; "Kemudian siapa?".
Dia menjawab; "'Umar".
Aku khawatir bila dia mengatakan 'Utsman". Kemudian aku tanya; "Kemudian kamu?".
Dia berkata; "Aku ini tidak lain hanyalah seorang laki-laki biasa dari kaum Muslimin". [Shahih Bukhari no.3395]



Koreksi terjemah:
فَإِنَّكُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ  = "Kalian ini seperti wanita-wanita (yang menggoda Nabi) Yusuf!

565. Hadits no.638, Hadits ini salah satu isyarat dari Nabi untuk memilih Abu Bakr sebagai khalifahnya, karena jika beliau lebih mempercayai Abu Bakr untuk memimpin umatnya dalam urusan akhirat (shalat), maka dalam urusan dunia (khalifah) lebih ringan.
Dari Anas bin Malik Al-Anshariyradhiyallahu ‘anhu- (salah seorang dari sahabat yang pernah mengikuti, melayani dan mendampingi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam); Bahwa Abu Bakar pernah mengimami mereka shalat di saat sakitnya Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- yang membawanya pada kewafatannya. Hingga pada suatu hari, pada hari Senin, saat orang-orang sudah berada pada barisan (shaf) shalat, Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- menyingkap tabir kamar dan memandang ke arah kami sambil berdiri, sementara wajah beliau pucat seperti kertas. Beliau tersenyum dan tertawa. Hampir saja kami terkena fitnah (keluar dari barisan) karena sangat gembiranya melihat Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-. Abu Bakar lalu berkeinginan untuk berbalik masuk ke dalam barisan shaf karena menduga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan keluar untuk shalat. Namun Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- memberi isyarat kepada kami agar: "Teruskanlah shalat kalian." Setelah itu beliau menutup tabir dan wafat pada hari itu juga." [Shahih Bukhari no.639]
Abdullah bin Mas’udradhiyallahu ‘anhu- berkata; "Tatkala Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam wafat, orang-orang Anshar berkata, 'Dari kami ada pemimpin dan dari kalian (Muhajirin) juga ada pemimpin'.
Umar segera mendatangi mereka dan berkata, 'Bukankah kalian tahu bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam menyuruh Abu Bakar menjadi imam dalam shalat mereka? Lantas siapakah di antara kalian yang hatinya sudi mendahului Abu Bakar? '
Mereka berkata, 'Kami berlindung kepada Allah dari mendahului Abu Bakar." [Sunan An-Nasai no.769: Hasan]



Koreksi terjemah:
 إِنَّكُنَّ لَأَنْتُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ= Sungguh kalian ini seperti wanita-wanita (yang menggoda Nabi) Yusuf!

Pertanyaan:
Ustadz, afwan, apa mksd dari kalimat "maa kuntu li ushiba minki khairan", apakah sekedar kiasan ataukah celaan kepada Aisyah?
Jawaban:
Hafsah -radhiyallahu 'anha- sebagai manusia biasa merasa kesal terhadap Aisyah -radhiyallahu 'anha- karena menyebabkan dirinya mendapat marah dari Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-, mungkin ia teringat ketika mereka berdua sepakat mengatakan kepada Nabi bahwa beliau telah makan "magaafiir" padalah beliau hanya minum madu di rumah Zainab radhiyallahu 'anha, sehingga turun surah At-Tahriim sebagai teguran. [Shahih Bukhari no.4862]
Ucapan Hafsah ini keluar secara sepontan tanpa menginginkan makna sesungguhnya. Wallahu a'lam!

566. Hadits no.640, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- di akhir hayatnya kagum dan bahagia melihat sahabatnya shalat berjama'ah dipimpin oleh Abu Bakr –radhiyallahu ‘anhu-, mereka bersatu dan tidak bercerai-berai.
Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bangga jika melihat kondisi umatnya sekarang?



Anasradhiyallahu ‘anhu- berkata, "Pada suatu hari ketika Rasulullah di antara kami, tiba-tiba beliau tertidur, kemudian mengangkat kepalanya dalam keadaan tersenyum, maka kami bertanya, 'Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah? '
Beliau menjawab, 'Baru saja diturunkan kepadaku suatu surat, lalu beliau membaca, 'Bismillahirrahmanirrahim, Inna A'thainaka al-Kautsar Fashalli Lirabbika Wanhar, Inna Syani'aka Huwa al-Abtar, ' kemudian beliau berkata, 'Apakah kalian tahu, apakah al-Kautsar itu? '
Kami menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.'
Beliau bersabda, 'Ia adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku kepadaku. Padanya terdapat kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang umatku menemuiku pada hari kiamat, wadahnya sebanyak jumlah bintang, lalu seorang hamba dari umatku terhalang darinya, maka aku berkata, 'Wahai Rabbku, sesungguhnya dia termasuk umatku', maka Allah menjawab, 'Kamu tidak tahu sesuatu yang terjadi setelah (meninggalmu) '." [Shahih Muslim no.607]

567. Hadits no.641, Mengapa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menyamakan Aisyah dan Hafsah -radhiyallahu ‘anhuma- seperti wanita-wanita yang menggoda Nabi Yusuf -’alaihissalam-?
Ada tiga kemungkinan maksud ucapan Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- tsb:
1. Wanita-wanita yang dimaksud adalah wanita-wanita kota yang berkata: "Isteri Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata". [Yusuf: 30]
Mereka berkata demikian sebenarnya agar dapat melihat ketampanan Nabi Yusuf -’alaihissalam- secara langsung.
Demikian pula Aisya -radhiyallahu ‘anha-, mengatakan bahwa Abu Bakr -radhiyallahu ‘anhu- tidak pantas jadi imam, bukan karena tidak senang, tapi untuk menguatkan bahwa memang yang pantas jadi imam adalah bapaknya.
2. Wanita-wanita yang dimaksud adalah istri Al-Aziz tatkala mendengar cercaan wanita-wanita di kota, ia menjamu mereka yang sebenarnya dengan maksud agar wanita-wanita tersebut tahu bahwa bukan hanya dirinya yang bisa tergoda dengan ketampanan Nabi Yusuf. Mereka ia undang dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): "Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: "Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia". [Yusuf: 31]
3. Wanita-wanita yang dimaksud adalah wanita secara umum, mereka digelari "penggoda Yusuf"  karena sering kali menggoda suaminya untuk meninggalkan yang haq.



Koreksi terjemah:
إِنَّكُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ  = Sungguh kalian ini seperti wanita-wanita (yang menggoda Nabi) Yusuf!

568. Hadits no.642, Makmum boleh shalat di samping imam jika tidak ada lagi tempat untuk berdiri di belakangnya.


Dari Sahal bin Sa'd As-Sa'idiy radhiyallahu ‘anhu-, bahwa suatu hari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- pergi menemui Bani 'Amru bin 'Auf untuk menyelesaikan masalah di antara mereka. Kemudian tiba waktu shalat, lalu ada seorang mu'adzin menemui Abu Bakar seraya berkata, "Apakah engkau mau memimpin shalat berjama'ah sehingga aku kumandangkan iqamatnya?"
Abu Bakar menjawab, "Ya."
Maka Abu Bakar memimpin shalat. Tak lama kemudian datang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedangkan orang-orang sedang melaksanakan shalat. Lalu beliau bergabung dan masuk ke dalam shaf. Orang-orang kemudian memberi isyarat dengan bertepuk tangan namun Abu Bakar tidak bereaksi dan tetap meneruskan shalatnya. Ketika suara tepukan semakin banyak, Abu Bakar berbalik dan ternyata dia melihat ada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi isyarat yang maksudnya: 'Tetaplah kamu pada posisimu'.
Abu Bakar mengangkat kedua tangannya lalu memuji Allah atas perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersebut. Kemudian Abu Bakar mundur dan masuk dalam barisan shaf lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maju dan melanjutkan shalat. Setelah shalat selesai, beliau bersabda: "Wahai Abu Bakar, apa yang menghalangimu ketika aku perintahkan agar kamu tetap pada posisimu?"
Abu Bakar menjawab, "Tidaklah patut bagi anak Abu Quhafah untuk memimpin shalat di depan Rasulullah".
Maka setelah shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mengapa kalian tadi banyak bertepuk tangan? Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepukan hanya untuk wanita." [Shahih Bukhari no.643]

569. Hadits no.644, Jika bacaan Al-Qur'annya sama, maka yang didahulukan jadi imam adalah yang paling paham sunnah-sunnah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- khususnya hadits-hadits tentang shalat.


Dari Abu Mas'ud Al-Asnhariy radhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang berhak menjadi imam atas suatu kaum adalah yang paling menguasai bacaan kitabullah (Alquran), jika dalam bacaan kapasitasnya sama, maka yang paling tahu terhadap sunnah, jika dalam as sunnah (hadis) kapasitasnya sama, maka yang paling dahulu hijrah, jika dalam hijrah sama, maka yang pertama-tama masuk Islam, dan jangan seseorang mengimami seseorang di daerah wewenangnya, dan jangan duduk di rumah seseorang di ruang tamunya, kecuali telah mendapatkan izin darinya."
Dalam riwayat lain: “jika dalam hijrah sama, maka didahulukan yg tertua”. [Shahih Muslim no.1078]

570. Hadits no.645, Tuan rumah atau imam tetap suatu mesjid lebih berhak menjadi imam sekalipun ada yang lebih alim darinya, tidak boleh ada yang jadi imam kecuali atas izinnya. [Sunan Tirmidziy no.218]


Abu Mas'udradhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada kami: "Hendaknya yang berhak menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak dan paling baik bacaan kitabullah (Al-quran), jika dalam bacaan sama, maka yang paling dahulu hijrah, jika mereka dalam hijrah sama, maka yang lebih dewasa, dan jangan sampai seseorang menjadi imam dalam keluarga orang lain, dan jangan pula dalam wilayah kekuasaan (wewenang) nya dan jangan duduk di tempat duduk di rumah orang lain selain telah mendapat izin, atau seizinnya." [Shahih Muslim no.1079]

571. Hadits no.647, Jika imam shalat dengan cara duduk karena ada udzur, apakah makmum juga harus duduk?
Madzhab Ahnaaf dan Syafi’iy mewajibkan makmum untuk shalat berdiri jika mampu, adapun perintah duduk mengikuti imam dlm hadits Bukhari no.647 dan 648, telah di-nasakh (hukumnya dicabut) dengan hadits sebelumnya no.646 dimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat dengan cara duduk sedangkan shabatnya duduk dgn cara berdiri.
'Ubaidullah bin 'Abdullah bin 'Utbah ia berkata, "Aku masuk menemui 'Aisyahradhiyallahu ‘anha- aku lalu berkata kepadanya, "Maukah engkau menceritakan kepadaku tentang peristiwa yang pernah terjadi ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang sakit?"
'Aisyah menjawab, "Ya. Pernah suatu hari ketika sakit Nabi shallallahu 'alaihi wasallam semakin berat, beliau bertanya: "Apakah orang-orang sudah shalat?"
Kami menjawab, "Belum, mereka masih menunggu tuan."
Beliau pun bersabda: "Kalau begitu, bawakan aku air dalam bejana."
Maka kamipun melaksanakan apa yang diminta beliau. Beliau lalu mandi, lalu berusaha berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh pingsan. Ketika sudah sadarkan diri, beliau kembali bertanya: "Apakah orang-orang sudah shalat?"
Kami menjawab, "Belum wahai Rasulullah, mereka masih menunggu tuan."
Kemudian beliau berkata lagi: "Bawakan aku air dalam bejana."
Beliau lalu duduk dan mandi. Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri kembali, beliau berkata: "Apakah orang-orang sudah shalat?"
Kami menjawab lagi, "Belum wahai Rasulullah, mereka masih menunggu tuan."
Kemudian beliau berkata lagi: "Bawakan aku air dalam bejana."
Beliau lalu duduk dan mandi. Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh dan pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri, beliau pun bersabda: "Apakah orang-orang sudah shalat?"
Saat itu orang-orang sudah menunggu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di masjid untuk shalat 'Isya yang akhir. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seseorang untuk menemui Abu Bakar dan memintanya untuk mengimami shalat. Maka utusan tersebut menemui Abu Bakar dan berkata, kepadanya, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan anda untuk mengimami shalat jama'ah!"
Lalu Abu Bakar -orang yang hatinya lembut- berkata, "Wahai 'Umar, pimpinlah orang-orang melaksanakan shalat."
Umar menjawab, "Anda lebih berhak dalam masalah ini."
Maka Abu Bakar memimpin shalat pada hari-hari sakitnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tersebut. kemudian ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendapati tubuhnya lebih segar, beliau pun keluar rumah sambil berjalan dipapah oleh dua orang laki-laki, satu diantaranya adalah 'Abbas untuk melaksanakan shalat Zhuhur. Ketika itu Abu Bakar sedang mengimami shalat, ketika ia melihat beliau datang, Abu Bakar berkehendak untuk mundur dari posisinya namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberi isyarat supaya dia tidak mundur. Kemudian beliau bersabda: "Dudukkanlah aku disampingnya."
Maka kami mendudukkan beliau di samping Abu Bakar."
Maka jadilah Abu Bakar shalat dengan mengikuti shalatnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sementara orang-orang mengikuti shalatnya Abu Bakar, dan saat itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat sambil duduk (sedangkan Abu Bakr dan sahabat lainnya shalat berdiri)".
'Ubaidullah berkata, "Aku menemui 'Abdullah bin 'Abbasradhiyallahu ‘anhuma- dan berkata kepadanya, "Maukan anda saya ceritakan sebuah hadits tentang sakitnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti yang disampaikan 'Aisyah?"
Dia menjawab, "Sampaikanlah!"
Maka aku ceritakan hadits yang disampaikan 'Aisyah. 'Abdullah bin 'Abbas tidak mengingkari sedikitpun apa yang aku ceritakan selain dia bertanya kepadaku, "Apakah 'Aisyah menyebutkan nama laki-laki yang bersama 'Abbas?
Aku menjawab, "Tidak."
Ia pun berkata, "Dia adalah 'Ali bin Abu Thalib." [Shahih Bukhari no.646]
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari mengendarai kudanya lalu terjatuh dan terhempas pada bagian lambungnya yang kanan. Karena sebab itu beliau pernah melaksanakan shalat sambil duduk di antara shalat-shalatnya. Maka kamipun shalat di belakang Beliau dengan duduk. Ketika selesai Beliau bersabda: "Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti, jika ia shalat dengan berdiri maka shalatlah kalian dengan berdiri. Jika ia rukuk maka rukuklah kalian, jika ia mengangkat kepalanya maka angkatlah kepala kalian. Dan jika ia mengucapkan SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH (Semoga Allah merndengar orang yang memuji-Nya) ', maka ucapkanlah; RABBANAA WA LAKAL HAMDU (Ya Rabb kami, milik Engkaulah segala pujian) '. Dan jika ia shalat dengan berdiri maka shalatlah kalian dengan berdiri, dan jika ia shalat dengan duduk maka shalatlah kalian semuanya dengan duduk."
Abu 'Abdullah (Imam Bukhari) berkata, Al-Humaidiy ketika menerangkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam 'Dan bila dia shalat dengan duduk maka shalatlah kalian dengan duduk' dia berkata: "Kejadian ini adalah saat sakitnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di waktu yang lampau. Kemudian setelah itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat dengan duduk sedangkan orang-orang shalat di belakangnya dengan berdiri, dan beliau tidak memerintahkan mereka agar duduk. Dan sesungguhnya yang dijadikan ketentuan adalah berdasarkan apa yang paling akhir dari perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam." [Shahih Bukhari no.648]
Adapun mazhab Hanabilah dan Dahiriy berpendapat bahwa makmum harus ikut imam jika ia shalat duduk sejak dari awal shalat, sebagaimana hadits Bukhari no.647 dan 648. Adapun jika imam tiba-tiba shalat dengan cara duduk di pertengahan shalat, maka makmum tetap shalat dengan cara berdiri, seperti yang dicontohkan Nabi pada hadits Bukhati no.646.


572. Hadits no.649, Makmum mulai akan sujud ketika imam sudah meletakkan dahinya di tempat sujud.



Pertanyaan:
Afwan, Kalau sujudnya cepat, gimana? Karena pada umumnya di masjid-masjid imamnya pada cepat sholatnya.
Jawaban:
Sesuaikan kondisi, baarakallahu fiik 😊

573. Hadits no.650, Haram mendahului imam dalam gerakan shalat.


574. Hadits no.651, Siapapun boleh jadi imam jika memenuhi syarat.
Lihat hadits no.644.


575. Hadits no.652, Siapapun bisa jadi pemimpin jika memenuhi persyaratan.


'Abdurrahman bin Amru As-Sulamiy dan Hujr bin Hujr keduanya berkata, "Kami mendatangi ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu-, dan ia adalah termasuk seseorang yang turun kepadanya ayat: '{Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, suapaya kami memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan orang yang membawamu}' -Qs. At Taubah: 92-, kami mengucapkan salam kepadanya dan berkata, "Kami datang kepadamu untuk ziarah, duduk-duduk mendengar sesuatu yang berharga darimu."
Irbadh berkata, "Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat bersama kami, beliau lantas menghadap ke arah kami dan memberikan sebuah nasihat yang sangat menyentuh yang membuat mata menangis dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat untuk perpisahan! Lalu apa yang engkau washiatkan kepada kami?"
Beliau mengatakan: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah adalah seorang budak habsyi yang hitam. Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian berpegang dengan sunahku, sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setaip bid'ah adalah sesat." [Sunan Abi Daud no.3991: Shahih]

576. Hadits no.653, Imam bertanggung-jawab atas kesempurnaan shalat makmumnya.


Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Imam itu menjamin (bertanggung jawab terhadap shalat makmumnya), sedangkan muadzin orang yang dipercayakan (tidak bertanggung-jawab jika ia keliru). Ya Allah, berilah petunjuk kepada para imam dan ampunilah para muadzin." [Sunan Abi Daud no.434: Shahih]

577. Hadits no.654, Shalat di belakang imam yang fasik (berbuat maksiat di depan umum), hukum shalatnya shahih.
Adapun ahli bid’ah, yang bid'ahnya menyebabkan ia kafir maka tidak sah shalat di belakangnya.
Namun jika bid’ahnya tidak menyebabkan ia kafir maka boleh shalat di belakangnya, kecuali jika hal tersebut akan menyebabkan orang awam menjadikannya sebagai pembenaran terhadap bid’ahnya.



Koreksi terjemah:
1) بَابُ إِمَامَةِ المَفْتُونِ وَالمُبْتَدِعِ = Bab Keimaman seorang pelaku maksiat atau ahli bid'ah.
2)إِمَامُ فِتْنَةٍ  = “Imam pelaku maksiat dan bid'ah”, yang dimaksud di sini adalah khawarij yang memberontak dan membunuh khalifah Utsaman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.

Pertanyaan:
Maaf, bid'ah yang membuat ia kafir contohnya apa?
Jawaban:
Seperti meyakini ada yang pencipta di alam semesta selain Allah jalla wa 'alaa, ada yang memiliki dan mengatur alam semesta selain Allah, ada yang memberi manfaat dan mudharat selain Allah.
Meyakini Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak maksum, dan tidak wajib ditaati, atau pemikiran lain yang mengingkari dasar rukun iman.
Beramal dengan amalan yang menyalahi ijma' ulama atau yang bertentangan dengan urusan agama yang sudah sangat jelas , seperrti tidak meyakini wajibnya rukun Islam, dll.
Tapi untuk menghukumi kafir terhadap person (orang tertentu) maka perlu extra hati-hati, masalah seperti ini berat, tidak boleh sembarangan. Harus merujuk kepada ulama yang terpercaya. Wallahu a'lam!

578. Hadits no.655, Tetap taat kepada pemimpin dalam perkara yang baik sekalipun dia dzalim, fasik, atau ahli bid’ah.
Hudzaifah bin Yamanradhiyallahu ‘anhuma- berkata, "Saya bertanya, "Wahai Rasulullah, dahulu kami berada dalam keburukan, kemudian Allah menurunkan kebaikan (agama Islam) kepada kami, apakah setelah kebaikan ini timbul lagi keburukan?"
Beliau menjawab: "Ya."
Saya bertanya lagi, "Apakah setelah keburukan tersebut akan timbul lagi kebaikan?"
Beliau menjawab: "Ya."
Saya bertanya lagi, "Apakah setelah kebaikan ini timbul lagi keburukan?"
Beliau menjawab: "Ya."
Aku bertanya, "Bagaimana hal itu?"
Beliau menjawab: "Setelahku nanti akan ada pemimpin yang memimpin tidak dengan petunjukku dan mengambil sunah bukan dari sunahku, lalu akan datang dari mereka laki-laki yang hati mereka seperti hatinya setan dalam rupa manusia."
Hudzaifah berkata; Saya betanya, "Wahai Rasulullah, jika hal itu menimpaku apa yang anda perintahkan kepadaku?"
Beliau menjawab: "Dengar dan patuhilah kepada pemimpinmu, walaupun ia memukulmu dan merampas harta bendamu, dengar dan patuhilah dia." [Shahih Muslim no.3435]



Koreksi terjemah:
بَابُ إِمَامَةِ المَفْتُونِ وَالمُبْتَدِعِ
Bab Keimaman seorang pelaku maksiat atau ahli bid'ah.

Pertanyaan:
Apanya yang kita patuhi jika ada pemimpin memiliki sifat tercela demikian?
Jawaban:
Taat pada hal yang baik saja, jika memerintahkan kepada maksiat maka tidak boleh taat dan tidak boleh juga memberontak, harus bersabar demi keamanan dan kedamaian bersama.
Dari 'Ali -radhiallahu 'anhu-, bahwa Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- pernah mengutus satu pasukan dan mengangkat seseorang sebagai pemimpin mereka. Pemimpin tersebut kemudian menyalakan api dan memberi perintah, 'Masuklah kalian ke api ini! '
Sebagian mereka ingin memasukinya dan sebagian lain berkata, 'Bukankah kita sendiri ingin melarikan diri dari api (neraka)? '
Akhirnya mereka laporkan kasus tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau bersabda kepada mereka yang ingin memasukinya: "Kalau mereka memasukinya, niscaya mereka tetap dalam api itu hingga hari kiamat."
Dan beliau berkata kepada sebagian lain: "Sama sekali tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, ketaatan itu dalam kebaikan." [Shahih Bukhari no.6716]
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma; Nabi shallallahu'alaihiwasallam bersabda; "Siapapun yang melihat sesuatu dari pemimpinnya yang tak disukainya, hendaklah ia bersabar terhadapnya, sebab siapa yang memisahkan diri sejengkal dari jama'ah kemudian mati, maka dia mati dalam jahiliyah." [Shahih Bukhari no.6531]
Tetap memberi nasehat dengan cara yang baik dan tidak menimbulkan fitnah (kekacauan).
Syuraih bin 'Ubaid Al-Hadhromiy dan yang lainnya berkata; 'Iyadh bin Ghonimradhiyallahu ‘anhu- mencambuk orang Daaraa ketika ditaklukkan. Hisyam bin Hakimradhiyallahu ‘anhu-meninggikan suaranya kepadanya untuk menegur sehingga 'Iyadl marah. 'Iyadh tinggal beberapa hari, lalu Hisyam bin Hakim mendatanginya, memberikan alasan. Hisyam berkata kepada 'Iyadh, tidakkah kau mendengar Nabi -shallallahu'alaihiwasallam- bersabda: " Orang yang paling keras siksaannya adalah orang-orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia?."
'Iyadh bin Ghanim berkata; Wahai Hisyam bin Hakim, kami pernah mendengar apa yang kau dengar dan kami juga melihat apa yang kau lihat, namun tidakkah kau mendengar Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- bersabda: "Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu perkara, maka jangan dilakukan dengan terang-terangan, tapi gandenglah tangannya dan menyepilah berdua. Jika diterima maka itu yang diharapkan, jika tidak maka dia telah melaksakan kewajibannya", kamu Wahai Hisyam, kamu sungguh orang yang berani, ketika kamu berani kepada penguasa Allah, apakah kamu tidak takut dibunuh penguasa dan kau menjadi korban penguasa Allah subhanahu wata'ala?!. [Musnad Ahmad no.14792: Hasan ligairih]

579. Hadits no.656, Jika makmum cuma seorang, maka ia berdiri sejajar di samping kanan imam.



Ibnu Abbasradhiyallahu ‘anhuma- berkata; Aku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada akhir malam, lalu aku shalat di belakang beliau, kemudian beliau meraih tanganku hingga menempatkanku sejajar dengan beliau. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali pada shalatnya, aku mundur, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melanjutkan shalatnya. Selesai shalat beliau bertanya kepadaku: "Aku telah menempatkanmu sejajar denganku, namun mengapa engkau mundur?
Aku menjawab; Wahai Rasulullah, apakah pantas bagi seseorang shalat sejajar dengan engkau, padahal engkau adalah Rasulullah yang telah Allah anugerahkan kepadamu?
Rupanya Beliau kagum kepadaku karena ucapanku, lalu beliau berdoa untukku agar Allah menambahkan ilmu dan pemahaman kepadaku. [Musnad Ahmad no.2902: Shahih]

580. Hadits no.657, Ketika shalat, boleh melakukan gerakan selain gerakan shalat jika diperlukan.



Dari Abu Qatadah Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat dengan menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, jika sujud beliau letakkan anak itu dan bila berdiri beliau gendong lagi." [Shahih Bukhari no.486]

581. Hadits no.658, Boleh mengganti niat ketika sedang shalat dari niat shalat sendiri menjadi imam, atau dari makmum menjadi imam, atau sebaliknya.
Lihat hadits no.646. http://fatwa.islamweb.net




582. Hadits no.659, Jika seseorang telah mendirikan shalat fardhu secara sah kemudian ia mendirikannya lagi, maka yang kedua terhitung sebagai shalat sunnah (naafilah).



Dari Yazid bin Al-Aswad radhiyallahu ‘anhu-; bahwasanya dia pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sementara ketika itu dia masih muda. Tatkala shalat telah selesai dilaksanakan, ada dua orang laki-laki yang berada di salah satu sudut masjid tidak melaksanakan shalat, maka beliau memanggil keduanya dan keduanya pun didatangkan dalam kondisi merinding bulu kuduknya, lalu beliau bersabda: "Apakah yang menghalangi kalian berdua untuk melaksanakan shalat bersama kami?"
Mereka menjawab; Kami sudah melaksanakannya di rumah kami.
Beliau bersabda: "Janganlah kalian melakukannya lagi, apabila seseorang di antara kalian sudah melaksanakan shalat di rumahnya, lalu mendapatkan imam sedang shalat, maka shalatlah bersamanya, karena yang ini baginya adalah nafilah (sholat sunnah).“ [Sunan Abi Daud no.488: Shahih]

583. Hadits no.660, Surah-Surah Al-Mufashshal adalah mulai dari surah Qaaf sampai An-Naas. Dinamai Al-Mufashshal krn penggalan ayatnya banyak.
Surah-surah Al-Mufashshal terbagi tiga:
1. Thiwaal (yang panjang): Dari surah Qaaf sampai Al-Mursalaat.
2. Ausath (sedang): Dari surah An-Naba’ sampai Adh-Dhuhaa.
3. Qishaar (pendek): Dari surah Asy-Syarh sampai An-Naas.
Koreksi terjemah:
Fitnah yang dimaksud dalam hadits ini adalah segala sesuatu yang bisa menjauhkan seseorg dari kebaikan dan kebenaran.

584. Hadits no.661, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- sangat membenci perilaku yang bisa menyebabkan orang menjauhi/membenci Islam.



Koreksi terjemah:
1)لَأَتَأَخَّرُ  = aku tidak ikut.
2)مُنَفِّرِينَ  = orang yang menyebabkan orang lain menjauhi dan membenci Islam.

585. Hadits no.662, Hadits ini menunjukkan bahwa anjuran mempersingkat khutbah dan memanjangkan shalat tidak dipahami secara mutlak, akan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi jama’ah.



Abu Wa`il berkata; Ammar bin Yasirradhiyallahu ‘anhuma- pernah menyampaikan khutbah Jum'at kepada kami dengan bahasa yang singkat dan padat. Maka ketika ia turun dari mimbar, kami pun berkata kepadanya, "Wahai Abu Yaqzhan! Khutbah Anda begitu singkat dan padat. Alangkah baiknya kalau Anda panjangkan lagi."
Ammar berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya lamanya shalat dan pendeknya khutbah seseorang itu menunjukkan tentang pemahaman ia tentang agamanya. Karena itu, panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah, karena sebagian dari bayan (penjelasan) adalah sihir." [Shahih Muslim no.1437]
Jabir bin Samurah berkata; Saya pernah shalat (Jum'at) bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lama shalat dan khutbah beliau pertengahan (tidak terlalu panjang atau terlalu pendek). [Shahih Muslim no.1433-1434]

586. Hadits no.663, Makmum boleh mengadukan imamnya kepada yang berwenang jika melakukan sesuatu yang menyalahi sunnah/tuntunan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Jabir bin 'Abdullah Al-Anshariyradhiyallahu ‘anhuma- berkata: "Seoranglaki-laki datang dengan membawa dua unta  penimba air saat malam sudah gelap gulita. Laki-laki itu kemudian tinggalkan untanya dan ikut shalat bersama Mu'adz. Dalam shalatnya Mu'adz membaca surah Al Baqarah atau surah An-Nisaa' sehingga laki-laki tersebut meninggalkan Mu'adz. Maka sampailah kepadanya berita bahwa Mu'adz mengecam tindakannya. Akhirnya laki-laki tersebut mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengadukan persoalannya kepada beliau.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bersabda: "Wahai Mu'adz, apakah kamu membuat fitnah?" Atau kata Beliau: "Apakah kamu menjadi pembuat fitnah? -Beliau ulangi perkataannya tersebut hingga tiga kali- "Mengapa kamu tidak membaca saja surat 'Sabbihisma rabbika', atau dengan 'Wasysyamsi wa dluhaahaa' atau 'Wallaili idzaa yaghsyaa'? Karena yang ikut shalat di belakangmu mungkin ada orang yang lanjut usia, orang yang lemah atau orang yang punya keperluan." [Shahih Bukhari no.664]


Koreksi terjemah:
مُنَفِّرِينَ  = orang yang dapat menyebabkan orang lain menjauhi dan membenci Islam.

587. Hadits no.665, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- terkadang memanjangkan shalatnya.
Hudzaifah -radhiyallahu ' anhu- berkata; Pada suatu malam, saya shalat (Qiyamul Lail) bersama Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-, lalu beliau mulai membaca surat Al-Baqarah. Kemudian saya pun berkata (dalam hati bahwa beliau) akan ruku' pada ayat yang ke seratus. Kemudian (seratus ayat pun) berlalu, lalu saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan shalat dengan (surat itu) dalam satu raka'at. Namun (surat Al-Baqarah pun) berlalu, maka saya berkata (dalam hati bahwa) beliau akan segera sujud. Ternyata beliau melanjutkan dengan mulai membaca surat An-Nisa` hingga selesai membacanya. Kemudian beliau melanjutkan ke surat Ali ‘Imran hingga selesai. Beliau membaca ayat dgn pelan, bila beliau membaca ayat tasbih, beliau bertasbih dan bila beliau membaca ayat yang memerintahkan untuk memohon, beliau memohon, dan bila beliau membaca ayat ta'awwudz (ayat yang memerintahkan untuk memohon perlindungan) beliau memohon perlindungan. Kemudian beliau ruku'. Dalam ruku', beliau membaca: "SUBHAANA RABBIYAL 'AZHIIM (Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung)." Dan lama beliau ruku' hampir sama dengan berdirinya. Kemudian beliau membaca: "SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH (Maha Mendengar Allah akan orang yang memuji-Nya)." Kemudian beliau berdiri dan lamanya berdiri lebih kurang sama dengan lamanya ruku'. Sesudah itu beliau sujud, dan dalam sujud beliau membaca: "SUBHAANA RABBIYAL A'LAA (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi)." Lama beliau sujud hampir sama dengan lamanya berdiri.” [Shahih Muslim no.1291]
Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ' anhu- berkata; "Saya pernah shalat bersama Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- lalu beliau memanjangkannya hingga saya berkeinginan untuk berbuat sesuatu yang tidak baik."
Ditanyakan kepadanya, "Perbuatan apa yang hendak kamu lakukan?"
Abdullah bin Mas'ud menjawab, "Saya hendak duduk dan meninggalkannya." [Shahih Muslim no.1292]


588. Hadits no.666, Sewaktu shalat jama’ah berlangsung, imam tetap memperhatikan situasi dan kondisi makmum.



Pertanyaan:
Mohon penjelasan korelasi sholat khusyu' dengan peka terhadap situasi dalam persfektif hadits ini!
Jawaban:
Jika khusyu’ (konsentrasi) dalam shalat terganggu karena sesuatu yang tidak disengaja atau darurat untuk kemaslahatan shalat maka itu dimaafkan. Wallahu a'lam, baarakallahu fiik 😊

589. Hadits no.667, Hadits ini menunjukkan bahwa anak kecil boleh dibawa ke mesjid.
Buraidah -radhiyallahu ' anhu- berkata; Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- tengah berkhutbah di tengah-tengah kami, tiba-tiba Hasan dan Husain -radhiyallahu ‘anhuma- datang memakai baju yang berwarna merah. Keduanya lalu terjatuh kemudian berdiri, Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- turun dari mimbar dan menggendong keduanya lalu kembali ke mimbar dengan bersabda: "Maha benar Allah atas firman-Nya: 'Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan'. (Qs. Al-Anfaal (8): 28). Aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh dgn bajunya, maka aku tidak sabar (hingga aku turun dan menggendong keduanya).
Kemudian beliau melanjutkan khutbahnya." [Sunan Abi Daud no.935: Shahih]
Syaddad -radhiyallahu ' anhu- berkata; "Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- datang kepada kami pada salah satu shalat 'Isya', ia membawa Hasan atau Husain. Kemudian Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- ke depan dan meletakkan (Hasan atau Husain), kemudian beliau bertakbir untuk shalat lalu mengerjakan shalat. Saat shalat beliau sujud yang lama. 'Lalu aku mengangkat kepalaku, dan ternyata anak kecil itu di atas punggung Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- yang sedang sujud, lalu aku kembali sujud'. Setelah Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- selesai shalat, orang-orang berkata, 'Wahai Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- saat shalat engkau memperlama sujud, hingga kami mengira bahwa ada sesuatu yang telah terjadi atau ada wahyu yang diturunkan kepadamu? '
Beliau -shallallahu'alaihiwasallam- menjawab, 'Bukan karena semua itu, tetapi cucuku (Hasan atau Husain) menjadikanku sebagai kendaraan, maka aku tidak mau membuatnya terburu-buru, (aku biarkan) hingga ia selesai dari bermainnya'." [Sunan An-Nasaiy no.1129: Shahih]
Rubayyi' binti Mu'awwidz bin Afra' -radhiyallahu 'anha- berkata; Suatu pagi di hari 'Asyura`, Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- mengirim petugas ke perkampungan orang Anshar yang berada di sekitar Madinah, untuk menyampaikan pengumuman; "Siapa yang berpuasa sejak pagi hari, hendaklah ia menyempurnakan puasanya, dan siapa yang tidak berpuasa hendaklah ia puasa sejak mendengar pengumuman ini."
Semenjak itu, kami berpuasa di hari 'Asyura`, dan kami suruh pula anak-anak kecil kami, insya Allah. Kami bawa mereka ke Masjid dan kami buatkan mereka main-mainan dari bulu. Apabila ada yang menangis minta makan, kami berikan setelah waktu berbuka tiba. [Shahih Muslim no.1919]
Koreksi terjemah:
أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ  = konsentrasi ibunya terganggu.

Pertanyaan 1:
Apakah anak kecil dibawa ke masjid secara mutlak tanpa batasan umur (selama dikondisikan orang tua)?
Jawaban:
Iya, saya belum menemukan dalil yang menyebutkan batasan umur, hanya saja ulama tetap memberikan syarat untuk tetap memperhatikan maslahat dan mafsadat. Dan butuh kesabaran extra bagi semua jama'ah dalam mendidik anak-anak yang datang ke mesjid.

Pertanyaan 2:
Sebagian orang membawa anak perempuan dalam shaf sholat, adakah dalil shorih yang membahas tentang ini, Ustadz? 'Alal Aqoll mim aqwaalil quruun at-tsalaatsah.
Jawaban:
Allahua’lam!

590. Hadits no.668, Hadits ini menunjukkan betapa besar kasih sayang dan perhatian Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- terhadap umatnya.
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” [At-Taubah: 128]



Koreksi terjemah:
1)مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ  = sebab aku tahu betapa besar rasa cinta dan kasih sayang ibunya sehingga ia merasa resah dan sedih mendengar tangisan anaknya.
2)الوجد  al-wajd = rasa sedih krn sangat cinta

591. Hadits no.669, Kasih sayang Allah ‘azza wajalla kpd hamba-Nya lebih besar dari kasih sayang dan cinta ibu kepada anaknya.
Umar bin Al-Khatthab radhiallahu 'anhu berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memperoleh beberapa orang tawanan perang. Ternyata dari tawanan tersebut ada seorang perempuan yang memeras susunya untuk menyusui anak kecil, apabila dia mendapatkan anak kecil dalam tawanan tersebut, maka ia akan mengambilnya dan menyusuinya, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada kami: 'Menurut kalian, apakah perempuan itu tega melemparkan bayinya ke dalam api? '
Kami menjawab; 'Sesungguhnya ia tidak akan tega melemparkan anaknya ke dalam api selama ia masih sanggup menghindarkannya dari api tersebut.'
Lalu beliau bersabda: 'Sungguh, kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya melebihi kasih sayang perempuan itu terhadap anaknya.' [Shahih Bukhari no.5540]



Koreksi terjemah:
1)مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ  = sebab aku tahu betapa besar rasa cinta dan kasih sayang ibunya sehingga ia merasa resah dan sedih mendengar tangisan anaknya.
2)الوجد  al-wajd = rasa sedih karena sangat cinta

592. Hadits no.670, Mu'adz bin Jabal -radhiyallahu ‘anhu- salah satu sahabat Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam yang ahli dalam bacaan Al-Qur'an.
Dari 'Abdullah bin 'Amru radhiallahu 'anhuma; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ambillah bacaan al-Qur'an dari empat orang. Yaitu dari Ibnu Mas'ud, Salim maula Abu Hudzaifah, Ubay bin Ka'ab dan Mu'adz bin Jabal". [Shahih Bukhari no.3522]
Lihat hadits no.659. Keistimewaan Muadz bin Jabal


593. Hadits no.673, Hadits ini dijadikan oleh sebagian ulama sebagai salah satu dalil bahwa hadits yang hanya bersumber dari satu orang saja (khabar ahaad) tidak diterima, sebagaimana Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak menerima informasi dari Dzul Yadain -radhiyallahu ' anhu-.



Namun anggapan ini dibantah bahwa Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- tidak langsung menerima informasi Dzul Yadain bukan karena tidak menerima khabar ahaad, tapi karena informasi Dzul Yadain bertentangan dengan apa yang diyakini beliau bahwa beliau telah shalat sempurna empat raka'at tanpa qashar. Dan ketika terjadi dua informasi yang bertentangan maka dibutuhkan penguat dari orang ketiga.
Abu Hurairah -radhiyallahu'anhu- berkata, "Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- bersama kami melaksanakan salah satu dari shalat yang berada di waktu sore. Beliau shalat bersama kami dua rakaat kemudian salam, kemudian beliau mendatangi kayu yang tergeletak di masjid. Beliau lalu berbaring pada kayu tersebut seolah sedang marah dengan meletakkan lengan kanannya di atas lengan kirinya serta menganyam jari jemarinya, sedangkan pipi kanannya diletakkan pada punggung telapak tangan kiri. Dan org-org yg tergesa-gesa keluar dari pintu masjid, mereka berkata, "Shalat telah diqashar (diringkas)?"
Padahal di tengah-tengah orang banyak tersebut ada Abu Bakar dan 'Umar, dan keduanya enggan menanyakannya kpd beliau. Sementara di tengah kerumunan tersebut ada seseorang yang tangannya panjang dan dipanggil dengan nama Dzul Yadain, dia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah Tuan lupa atau shalat diqashar?"
Beliau menjawab: "Aku tidak lupa dan shalat juga tidak diqashar."
Beliau kemudian bertanya kpd yg lain: "Apakah benar yang dikatakan Dzul Yadain?"
Orang-orang menjawab, "Benar."
Beliau kemudian maju ke depan dan mengerjakan shalat yang tertinggal kemudian salam. Setelah itu beliau takbir dan sujud seperti sujudnya yang dilakukannya atau lebih lama lagi. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan takbir, kemudian takbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama lagi, kemudian mengangkat kepalanya dan takbir, kemudian beliau salam'." [Shahih Bukhari no.460]
Lihat hadits no.266 dan 386

594. Hadits no.674, Sujud sahwi dilakukan sebelum salam atau setelah salam?
Jika terlupa dan menambah gerakan dalam shalat maka sujud sahwi setelah salam, dan jika terlupa dan mengurangi gerakan shalat maka sujud sahwi sebelum salam.
Kalau ragu saat shalat, dan bisa memperkuat salah satu anggapannya maka ia sujud setelah salam. Namun jika ia tidak mampu mengingat mana yang lebih kuat dari keraguannya, maka ia memilih yang paling meyakinkan kemudian sujud sahwi sebelum salam.



Pertanyaan:
Kalau sujud sahwi setelah salam, apakah setelah selesai sujud sahwi lalu kita salam lagi dua kali layaknya salam untuk akhir salat? Jazakumullah khairan sebelumnya.
Jawaban:
Iya, sebagaimana diriwayatkan dari ‘Imran bin Hushainradhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam shalat Ashar, lalu mengucapkan salam pada rakaat ketiga, kemudian masuk rumahnya. Lalu seorang laki-laki yang dipanggil al-Khirbaq berdiri menujunya, -orang ini memiliki tangan yang panjang- seraya dia bertanya, 'Wahai Rasulullah, ... ' lalu dia menyebutkan apa yang telah beliau berbuat. Dan Rasulullah keluar dalam keadaan marah dengan menyeret pakaiannya hingga berhenti pada orang-orang seraya bersabda, 'Apakah benar yang dikatakan orang ini? '
Mereka menjawab, 'Ya benar.'
Lalu beliau shalat satu rakaat kemudian mengucapkan salam kemudian bersujud dua kali kemudian mengucapkan salam." [Shahih Muslim no.898]
Lihat penjelasan hadits sebelumnya no.673 [Shahih Bukhari no.460].

595. Hadits no.676, Diantara sebab perselisihan dan perpecahan umat Islam adalah shaf-nya tidak lurus saat shalat.
An-Numan bin Basyirradhiyallahu ‘anhuma- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa menghadap kepada jamaah, lalu bersabda: "Luruskanlah shaf shaf kalian! -beliau mengucapkannya tiga kali- Demi Allah, hendaklah kalian benar-benar meluruskan shaf shaf kalian, atau Allah benar-benar akan membuat hati kalian saling berselisih."
Kata Nu'man; Maka saya melihat setiap orang melekatkan (merapatkan) pundaknya dengan pundak temannya (orang di sampingnya), demikian pula antara lutut dan mata kakinya dengan lutut dan mata kaki temannya. [Sunan Abi Daud no.566: Shahih]



Koreksi terjemah:
أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ  = atau Allah benar-benar akan membuat cara pandang kalian saling berselisih.

Pertanyaan:
Mohon pencerahan tentang rapatnya shaf, ada perdebatan tentang kata "saya melihat seseorang melekatkan (merapatkan) pundaknya dengan pundak temannya (orang di sampingnya)" sehingga ada yang berpendapat tidak semua sahabat waktu itu yang merapatkannya, apakah rapatnya ini menempelkan kaki dengan kaki bahu dengan bahu ataukah rapat berarti tidak menempel, serta ukuran lurusnya shaf, terima kasih sebelumnya ustadz!
Jawaban:
Beberapa bab kemudian Imam Bukhari –rahimahullah- mengkhususkan satu bab yang diberi judul: “Merapatkan bahu dan kaki dalam barisan shalat”. Dlm bab ini beliau menyebutkan perkataan An-Nu'man bin Basyir –radhiyallahu ‘anhuma- secqra mu'allaq (tanpa sanad) dan hadits Anas –radhiyallahu ‘anhu- no.683: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Luruskanlah shaf-shaf kalian, sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari balik punggungku." Anas berkata: Dan setiap orang dari kami merapatkan bahunya kepada bahu temannya, dan kakinya pada kaki temannya."
Ini menunjukkan kalau imam Bukhari berpendapat bahwa merapatkan shaf adalah dengan menempelkan bahu dan kaki sebagaimana yang dilakukan sahabat Nabi di masa beliau.
Lafadz hadits Nu’man: فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَلْزَقُ ... , alif laam pada kata “ar-rajul” bermakna umum (istigraaq), diartikan: setiap orang.
Begitu pula hadits Anas, lafadznya: وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ ...  , kata “ahad” adalah lafadz mufrad ketika disandarkn pada dhamir “naa” maka bermaknan umum (mufrad mudhaaf tufiidul umuum), diartikan: setiap org dari kami.
Dan dzahir kedua hadits diatas menceritakan kondisi shaf para sahabat saat mereka shalat di belakang Nabi yang menunjukkan bahwa perbuatan mereka adalah penjelasan makna merapatkan shaf yang diperintahkan oleh Nabi sebelum shalat, dan perbuatan ini mendapat persetujuan dari Nabi saat itu (taqrir).
Adapun meluruskan shaf maka yang jadi patokan adalah bagian belakang kaki bukan ujungnya. Wallahu a’lam!

596. Hadits no.677, Meluruskan dan merapatkan shaf hukumnya wajib.



Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika kalian akan menegakkan shalat maka luruskan barisan shalat kalian dan rapatkanlah, serta penuhilah tempat yang kosong, karena sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku.” [Musnad Ahmad no.10571: Shahih]

Pertanyaan:
Mohon penjelasannya ust.soal hadis merapatkan shaf, apakah memang harus betul-betul rapat hingga mengejar kaki orang di samping kita?
Jawaban:
Tidak usah dikejar kakinya orang, semampunya saja jika orang yang shalat di samping kita belum paham.

597. Hadits no.678, Setan mengisi celah shaf yang kosong.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Rapatkan shaf-shaf kalian, dekatkanlah jarak antara keduanya, dan sejajarkanlah antara leher-leher (bahu). Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sesungguhnya saya melihat setan masuk ke dalam celah-celah shaf itu, tak ubahnya bagai anak kambing hitam kecil." [Sunan Abi Daud no.571: Shahih]


598. Hadits no.679, Allah dan para Malaikat bershalawat untuk org yg shalat di shaf pertama.
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda; "Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat untuk shaf pertama."
Mereka bertanya; Dan shaf kedua!
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda; "Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat untuk shaf pertama."
Mereka bertanya; Dan shaf kedua!
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda; "Dan shaf kedua.” [Musnad Ahmad no.21233: Shahih]


599. Hadits no.680, Keutamaan mengisi celah shaf yang kosong:
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma-, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Tegakkanlah shaf-shaf, sejajarkanlah antara pundak-pundak, tutuplah celah-celah dan lemah lembutlah terhadap kedua tangan saudara kalian, dan janganlah kalian membiarkan celah-celah itu untuk setan, barangsiapa yang menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya (dgn pahala dan rahmat) dan barang siapa yang memutusnya maka Allah Allah akan memutusnya (dari pahala dan rahmat)." [Sunan Abi Daud no.570: Shahih]


600. Hadits no.681, Jangan menghalangi orang yang ingin merapatkan dan mengisi shaf yang kosong.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik baik kalian adalah orang yang paling berlaku lunak menyentuh bahu bahu temannya (ketika meluruskan dan merapatkan shaf shalat).” [Sunan Abi Daud no.575: Shahih]


Bersambung ...

NB: Gambar hadits bersumber dari Ensiklopedi Hadits 9 Imam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...