Rabu, 12 Juni 2019

50 Hadits singkat Shahih Bukhari dan faidahnya (14) no.736-794

بسم الله الرحمن الرحيم

Lanjutan kitab tentang Adzan

651. Hadits no.736, Bab ini disebutkan oleh Imam Bukhari -rahimahullah- untuk membantah pendapat yang memerintahkan sujud sahwi bagi yang mengeraskan bacaan surahnya pada shalat sirriyah.


Pertanyaan:
Hanafiyah sujud sahwi jika terbalik suara keras ke kecil dan sebaliknya.
Jawaban:
Imam Bukhari -rahimahullah- memang banyak membantah pendapat Hanafiyah dalam kitab Shahih-nya.

652. Hadits no.737, Sebagian ulama menyebutkan bahwa hikmah memperpanjang raka’at pertama untuk menunggu jama’ah yang terlambat.
Abu Sa'id Al-Khudriy -radhiyallahu 'anhu- berkata, "Sungguh shalat zhuhur dikumandangkan iqamah, maka seseorang pergi ke al-Baqi', lalu menunaikan hajatnya, kemudian berwudhu, kemudian dia mendatangi (shalat jama'ah) sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masih pada raka'at pertama yang beliau panjangkan." [Shahih Muslim no.691]
Dari Abdullah bin Abu Aufa -radhiyallahu 'anhu- bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri pada raka'at pertama dalam shalat dluhur hingga tidak terdengar suara pijakan kaki." [Sunan Abi Daud no.679: Dha'if]

653. Hadits no.738, Disunnahkan bagi imam mengeraskan bacaan “aamiin” setelah membaca Al-Fatihah dlm shalat jahriyah.

Pertanyaan:
Apakah hadits ini bisa menjadi dalil berdoa besama dengan dipimpin imam...?
Jawaban:
Tidak bisa, kecuali bagi yang membolehkan qias dalam urusan ibadah.

654. Hadits no.739, Yahudi iri dengan ucapan “aamiin”.
Dari Aisyah -radhiyallahu 'anha-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada yang didengki kaum Yahudi atas kalian terhadap sesuatu selain bacaan salam dan amiin. " [Ibnu Majah no.846: Shahih]

655. Hadits no.740, Makmum mengucapkan “aamiin” setelah imam selesai membaca Al-Fatihah.

656. Hadits no.741, Tidak boleh tergesa-gesa ruku’ di luar barisan sebelum sampai dalam shaf.

Pertanyaan:
Apakah ini berarti kita boleh rukuk sebelum sampai di shaf ustad? Bagaimana kalau imam sudah bangkit dari rukuk, apa kita masih tetap boleh rukuk karena baru sampai di barisan shaf?
Jawaban:
Hadits ini menunjukkan bahwa tidak boleh ruku’ sebelum sampai di shaf karena Rasulullah melarang Abu Bakrah -radhiyallahu ‘anhu- untuk mengulanginya.
Dan jika imam sudah bangkit dari ruku’ setelah sampai di shaf maka makmun tidak boleh ruku' lagi, tapi ikut imam berdiri setelah takbiratul ihram, dan ini tidak terhitung satu raka'at.

657. Hadits no.742, Takbir dalam setiap gerakan shalat hukumnya wajib menurut Hanabilah dan sunnah menurut jumhur ulama kecuali takbiratul ihram.
Lihat hadits no.690.

Koreksi terjemah:
Dari Mutharrif, dari 'Imran bin Hushain, (Mutharrif) berkata, "Dia (’Imran) shalat bersama 'Ali -radhiallahu 'anhu- di Bashrah. Lalu ia berkata, "Orang ini (’Ali) mengingatkan kami tentang shalat yang kami lakukan bersama Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-. Dia menyebutkan bahwa Beliau bertakbir setiap mengangkat (badannya dari satu posisi) dan setiap menurunkannya."

658. Hadits no.743, Mengucapkan takbir setiap mengganti posisi dalam shalat kecuali ketika bangkit dari ruku’ membaca: “sami’allahu liman hamidah”. [Lihat hadits no.747]

Koreksi terjemah:
كُلَّمَا خَفَضَ وَرَفَعَ = setiap menurunkan (badan ke satu posisi) dan setiap mengangkatnya.

659. Hadits no.744, Diantara hikmah takbir di setiap gerakan shalat:
1. Di awal shalat, seseorang diperintahkan menghadirkan niat dgn dibarengi takbir, dan niat ini harus senantiasa ada sampai akhir shalat, maka disyati'atkan takbir di setiap gerakan untuk memperbaharui niat tersebut.
2. Untuk mengingatkan bahwa Allah -subhanahu wata’aalaa- lebih besar dari segala sesuatu dan lebih mulia dan utama, maka tidak pantas kita dilalaikan dengan selain-Nya sewaktu shalat. [Lihat fathul baari karya Ibnu Hajar 2/706]

660. Hadits no.745, Kalimat “ لَا أُمَّ لَكَ “ yang artinya semoga ibumu tiada, diucapkan orang Arab ketika mengingkari sesuatu tanpa menginginkan makna sebenarnya.
Sama seperti ucapan mereka: “ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ “ yang artinya: semoga ibumu kehilangan kamu. [Lihat hadits no.746]

Koreksi terjemah:
1) الْمَقَام = Maqam, berada dalam mesjidil haram dekat ka’bah, berupa batu tempat berpijak Nabi Ibrahim ketika membangun ka'bah.
2) فِي كُلِّ خَفْضٍ وَرَفْعٍ = pada setiap menurunkan (badan ke satu posisi) dan setiap mengangkatnya.

Pertanyaan:
Kalau ungkapan: celaka kamu!
Berarti juga bermaksud pengingkaran ya syaikh? Tidak bermaksud menghendaki kebinasaan bagi lawan bicaranya?
Jawaban:
Bisa juga berarti peringatan bahwa perbuatannya itu bisa membuatnya celaka, dari Ibnu Umar -radliallahu 'anhuma-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
وَيْلَكُمْ أَوْ وَيْحَكُمْ، لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
"Celakalah kalian atau binasalah kalian, janganlah kalian kembali kepada kekufuran sepeninggalku yaitu dengan saling berperang di antara kalian." [Shahih Bukhari]
wallaahu a’lam!

661. Hadits no.746, Jangan mudah menyalahkan dan menuduh orang lain bodoh, bisa jadi kita lebih bodoh darinya.
Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada yang lebih mengetahui. [Yusuf: 76]
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. [Al-Hujuraat: 11]

* Shalat 4 raka’at (dzuhur, Ashar, dan Isya) ada 22 takbir: takbir ketika ruku’, 2 ketika sujud, 2 takbir ketika bangkit dari sujud. 5 × 4 = 20 + 2 (takbirul ihram dan ketika bangkit dari tasyahhud awal) = 22.

662. Hadits no.747, Hendaknya memulai takbir “intiqal” bersamaan dengan awal gerakan dan berakhir bersamaan, tidak takbir kemudian pindah posisi, atau pindah dulu baru takbir.
663. Hadits no.748, Ketika rukuk, kedua telapak tangan menggenggam kedua lutut dengan jari direnggngkan.
Abu Humaid -radhiyallahu ‘anhu-; "Apabila ruku', beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam- merapatkan kedua telapak tangan pada kedua lututnya, merenggangkan jari jemarinya lalu membungkukkan punggung (secara rata), tidak menengadah dan tidak pula menundukkan kepalanya." [Sunan Abi Daud no.627: Shahih]

Pertanyaan:
Siku lurus atau di longgarkan ke samping ustad?
Jawaban:
Siku dibengkokkan agar lengan dan sisi badan terpisah. Abu Humaid -radhiyallahu 'anhu-berkata; "Aku adalah orang yang paling tahu dengan shalat Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- dari kalian semua. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam rukuk, lalu beliau meletakkan kedua tangannya pada lutut seakan-akan beliau menggenggam kedua lututnya. Beliau membengkokkan kedua tangannya seraya merenggangkan kedua tangannya dari lambungnya." [Sunan Tirmidziy no.241: Shahih]
664. Hadits no.749, Shalat tanpa thuma’ninah (tenang tidak tergesa-gesa) tidak sah, harus diulang.
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam Masjid, lalu ada seorang laki-laki masuk ke dalam Masjid dan shalat, kemudian orang itu datang dan memberi salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab salamnya kemudian bersabda: "Kembali dan ulangilah shalatmu, karena kamu belum shalat!" 
Orang itu kemudian mengulangi shalat dan kembali datang menghadap kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sambil memberi salam. Namun beliau kembali bersabda: "Kembali dan ulangilah shalatmu karena kamu belum shalat!" 
Beliau memerintahkan orang ini sampai tiga kali dan akhirnya, sehingga ia berkata, "Demi Dzat yang mengutus tuan dengan kebenaran, aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari itu. Maka ajarilah aku." 
Beliau pun bersabda: "Jika kamu mengerjakan shalat maka bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah dari Al Qur'an. Kemudian rukuklah hingga benar-benar rukuk dengan tenang, lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak, setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga benar-benar duduk, Setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud, Kemudian lakukanlah seperti cara tersebut di seluruh shalat (rakaat) mu." [Shahih Bukhari no.751]
Lihat hadits no.376.

Koreksi terjemah:
الَّتِي فَطَرَ اللَّهُ مُحَمَّدًا = yang Allah telah menciptakan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

665. Hadits no.750, Lama waktu ruku’, i’tidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud; tidak jauh beda.

Koreksi terjemah:
"Rukuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sujudnya, (duduk) antara dua sujud, dan ketika mengangkat kepala dari rukuk (i’tidal), -kecuali ketika berdiri (membaca surah) dan duduk tasyahhud- semuanya mendekati kesamaan (lamanya dalam thu'maninah)."

666. Hadits no.752,  Di antara do’a dan dzikir ketika ruku’:
'Uqbah bin 'Amir -radhiyallahu 'anhu- berkata; Ketika turun ayat; "FASABBIH BISMIRABBIKAL 'ADZIIM (maka sucikanlah dengan nama Rabbmu yang Maha Agung)." [Al-Waqi'ah: 74 dan 96, Al-Haqqah: 52] Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jadikanlah ia sebagai bacaan ruku' kalian." Dan ketika turun; "SABBIHISMA RABBIKAL A'LA (Sucikanlah dengan nama Rabbmu yang Maha tinggi) " [Al-A’laa: 1] maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jadikanlah ia sebagai bacaan sujud kalian."
Uqbah berkata; "Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ruku' beliau mengucapkan; "Subhaana rabbiyal 'azhiim wa bihamdihi (Maha suci Rabbku yang Maha Agung dengan pujian-Nya) " sebanyak tiga kali, dan apabila sujud beliau mengucapkan; "Subhaana rabbiyal a'la wa bihamdih (Maha suci Rabbku yang Maha Tinggi dengan segala pujian-Nya) " sebanyak tiga kali." [Sunan Abi Daud no.736: Hasan ligairih]

667. Hadits no.753, Ulama berselisih apakah makmum membaca tasmii’: “sami’allahu liman hamidah” kemudian membaca tahmiid: “rabbanaa lakal hamd”.
Atau makmum hanya membaca tahmid saja?
Hadits ini dijadikan dalil bahwa makmum membaca apa yang dibaca imam (tasmii’ dan tahmiiid)
Sedangkan hadits berikutnya (no.754) menunjukkan bahwa makmum hanya membaca “tahmiid”.
Pertanyaan:
Maaf ustadz, dari dua dalil tentang membaca tasmii' dan tahmid bisa kita amalkan keduanya secara bergantian atau hanya kita amalkan salah satu saja, terima kasih!
Jawaban:
Makna hadits ini diperselisihkan, apakah sifatnya umum (untuk imam dan makmum) atau khusus (untuk orang yang shalat sendiri).
Yang menguatkan keumuman hadits ini berpendapat bahwa orang yang shalat sendiri, imam, dan makmum, semuanya membaca tasmi’ dan tahmid. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat.” [Shahih Bukhari no.595]
Sedangkan yang memaknainya khusus maka yang membaca tasmi’ dan tahmiid hanya orang yang shalat sendiri, sedangkan imam hanya membaca tasmii’ dan makmum hanya membaca tahmiid sebagaimana dijelaskan dalam hadits no.754.
Jadi silakan pilih salah satu dari dua pendapat di atas, wallahua’lam!
Penjelasan tambahan, baca di komentar postingan hadits no.754, insyaallah!

668. Hadits no.754, Ulama juga berselisih apakah imam ikut membaca: اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ , atau perintah ini khusus bagi makmum? 
Hadits ini menunjukkan bahwa imam hanya membaca “tasmii’”, sedangkan hadits sebelumnya (no.753) menunjukkannbhw imam juga membasa “tahmiid”.
Hadits ini mengandung isyarat bahwa imam juga membaca tahmid, karena ada janji ampunan secara umum bagi yang membacanya bersamaan dengan bacaan malaikat. Dan imam juga membutuhkan ampunan tersebut, wallahu a'lam!
669. Hadits no.755, Qunut dalam shalat fardhu hanya dilakukan ketika ada sebagian umat Islam yang didzalimi oleh oang kafir, dengan mendo’akan kebaikan untuk orang beriman dan laknat bagi orang kafir.
Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- berkata; "Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat fajar (subuh), yaitu setelah membaca ayat, bertakbir dan mengangkat kepalanya (dari ruku’), beliau membaca "Sami'allahu liman hamidah. Rabbanaa walakal hamdu." Kemudian beliau membaca lagi dan beliau masih berdiri, yaitu; ALLAAHUMMA ANJI ALWALID BIN WALID WA SALAMAH BIN HISYAM, WA AYYASY BIN ABU RABIAH, WAL MUSTADH'AFIINA MINAL MUL'MINIINA, ALLAAHUMMASY DUD WATH'ATHAKA 'ALAA MUDHARR WAJ'ALHAA 'ALIHIM KASINII YUUSUFA, ALLAAHUMMAL'AN LIHYAANA WARI'LAN WADZAKWAAANA WA'USHAYYAH ASHATALLAAHA WARASUULAHU (Ya Allah, selamatkanlah Walid bin walid, Salamah bin Hisyam, Ayyasy bin Abu Rabiah dan orang-orang mukmin yang lemah, Ya Allah, perkuatlah hukumanmu kepada Mudharr dan jadikanlah untuk mereka masa-masa paceklik sebagaimana paceklik Yusuf, Ya Allah, laknatilah Lihyan, Ri'l, dan Dzakwan, mereka yang telah membangkang Allah dan Rasul-Nya." [Shahih Muslim no.1082]

Koreksi terjemah:
Pada bab ini Imam Bukhari -rahimahullah- tidak menyebutkan judul babnya, dan ulama menyebutkan beberapa alasan:
1. Bab ini sebagai pemisah dari bab sebelumnya.
2. Imam Bukhari tidak sempat mencantumkan judul untuk bab ini.
3. Bab ini membahas tentang beberapa bacaan setelah bangkit dari ruku’.

Pertanyaan:
Kalau melihat saat ini kaum muslimin banyak yang tertindas di Palestina, Suriah, Rohingya, dll, apa bisa kita qiyaskan dengan membacanya setiap hari untuk mendoakan kaum muslimin? 
Jawaban:
Iya, bisa. Wallahu a'lam!

670. Hadits no.756, Disunnahkan juga qunut ketika shalat witir.
Berkata Al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma; Rasulullah shallAllahu wa'alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada beberapa kalimat yang aku ucapkan ketika melakukan qunut witir yaitu;
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
(Ya Allah, berilah aku petunjuk diantara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, dan berilah aku keselamatan diantara orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan, uruslah diriku diantara orang-orang yang telah Engkau urus, berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau putuskan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan dan tidak diputuskan kepadaMu, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi). [Sunan Abi Daud no.1214: Shahih]

Koreksi terjemah:
Pada bab ini Imam Bukhari -rahimahullah- tidak menyebutkan judul babnya, dan ulama menyebutkan beberapa alasan:
1. Bab ini sebagai pemisah dari bab sebelumnya.
2. Imam Bukhari tidak sempat mencantumkan judul untuk bab ini.
3. Bab ini membahas tentang beberapa bacaan setelah bangkit dari ruku’.

671. Hadits no.757, Do’a lain setelah bangkit dari ruku’:
Abu Sa'id Al-Khudriy -radhiyallahu 'anhu- berkata, "Dahulu Rasulullah -shallallahu'alaihi wasallam- apabila mengangkat kepalanya dari rukuk maka beliau membaca,
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
'Ya Allah, Rabb kami, segala puji bagimu sepenuh langit dan bumi serta sepenuh sesuatu yang Engkau kehendaki setelah itu, wahai Pemilik pujian dan kemulian, itulah yang paling haq yang diucapkan seorang hamba. Dan setiap kami adalah hamba untukMu. Ya Allah, tidak ada penghalang untuk sesuatu yang Engkau beri, dan tidak ada pemberi untuk sesuatu yang Engkau halangi. Tidaklah bermanfaat harta dan kekuasaan dari adzabmu, dariMu-lah segala kekayaan dan kekuasaan'." [Shahih Muslim no.736]

Koreksi terjemah:
Pada bab ini Imam Bukhari -rahimahullah- tidak menyebutkan judul babnya, dan ulama menyebutkan beberapa alasan:
1. Bab ini sebagai pemisah dari bab sebelumnya.
2. Imam Bukhari tidak sempat mencantumkan judul untuk bab ini.
3. Bab ini membahas tentang beberapa bacaan setelah bangkit dari ruku’.

672. Hadits no.758, Hadits ini menunjukkan bahwa berdiri setelah bangkit dari ruku’ (i’tidal) waktunya sedkit panjang.

673. Hadits no.759, Dalam bab ini imam Bukhari menyebutkan satu hadits “mu’allaq” (tanpa sanad) yang nanti akan beliau riwayatkan ulang dengan sanad lengkap pada beberapa bab selanjutnya hadits no.785, Abu Humaid berkata:
«رَفَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَاسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ»
"Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kepalanya (dari ruku’) dan beliau berdiri lurus hingga seluruh tulang punggungnya kembali pada tempatnya semula."
Sebagian ulama berpendapat bahwa maksud hadits ini adalah mengembalikan posisi tangan pada tempatnya sebelum ruku’ yaitu di atas dada.
Dalam riwayat lain:
وَاعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِي مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلًا
“Dan beliau berdiri i’tidal hingga setiap tulang kembali ke tempatnya.” ]Sunan Tirmidziy no.280: Shahih]
Pendapat ini juga diperkuat dengan keumuman hadits Sahl bin Sa'd -radhiyallahu 'anhuma-,  ia berkata, "Orang-orang diperintahkan agar meletakkan tangan kanannya di atas lengan kiri dalam shalat." [Shahih Bukhari no.698] Maksudnya saat berdiri, baik sebelum ruku’ atau setelahnya.
● Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa maksud hadits tersebut adalah mengembalikan semua posisi anggota tubuh seperti semula sebelum shalat dengan tangan terjulur ke bawah, karena tidak ada satupun hadits yang menyebutkan secara jelas bahwa Nabi pernah meletakkan tangannya di atas dada setelah bangkit dari ruku’.
674. Hadits no.760, Dilarang mengayun-ayunkan kedua tangan seperti ekor kuda ketika takbir dan setelahnya.
Jabir bin Samurah -radhiyallahu 'anhu- berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui kami dan bersabda: "Mengapa aku melihat kalian mengangkat tangan kalian, seakan-akan ia adalah ekor kuda yang tidak bisa diam. Kalian tenanglah di dalam shalat." [Shahih Muslim no.651]
Lihat hadits no.636.

Koreksi terjemah:
قَالَ فَصَلَّى بِنَا صَلَاةَ شَيْخِنَا هَذَا أَبِي بُرَيْدٍ
Abu Qilabah berkata: "Kemudian ia (Malik bin Al-Huwairits) shalat mengimami kami seperti cara shalatnya guru (syaikh) kita ini Abu Buraid"

675. Hadits no.762, Dalam bab ini Imam Bukhari menyebutkan satu atsar secara mu’allaq (tanpa sanad) dari Nafi’, ia berkata:
«كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَضَعُ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ»
“Ibnu Umar meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu sebelum kedua lututnya (ketika sujud).”
Sebagian ulama berpendapat bahwa tangan terlebih dahulu diletakkan ketika sujud sebelum lutut sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Umar -radhiyallahu 'anhuma-, begitupula dengan hadits Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian sujud, maka janganlah menderum sebagaimana unta menderum, akan tetapi hendaknya ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya." [Sunan Abi Daud no.714: Shahih]
● Ulama yang lain berpendapat sebaliknya, lutut dulu diletakkan kemudian tangan. Dalilnya hadits Wa'il bin Hujr -radhiyallahu 'anhu-, dia berkata; Saya melihat apabila Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya." [Sunan Abi Daud no.713: Dha’if]
Adapun hadits Abu Hurairah, maka terdapat kekeliruan karena unta ketika menderum ia meletakkan tangannya (kaki bagian depan) dulu kemudian lututnya (kaki bagian belakang).
Sedangkan amalan Ibnu Umar, beliau lakukan ketika sudah tua atau sakit. [Syarah shahih Bukhari karya syekh Ibnu Utsaimin 3/319]
Imam Abdullah Ad-Darimiy -rahimahullah- dalam sunan-nya no.1287, beliau ditanya, "Apa pendapat anda?" Ia menjawab, "Semuanya baik." Dan ia berkata, "Penduduk Kufah memilih yang pertama (lutut didahulukan)."
■ Hadits 761 dan 763 tidak saya posting gambarnya karena kepanjangan:
Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- bertakbir dalam setiap shalat yang wajib dan yang lainnya baik pada bulan Ramadan maupun di luar Ramadan. Dia bertakbir ketika berdiri dan ketika akan rukuk, kemudian dia mengucapkan: 'SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH (Semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya) ', kemudian sebelum sujud dia membaca: 'RABBANAA WA LAKAL HAMDU (Wahai Rabb kami, bagi-Mu segala puji) ', lalu mengucapkan: 'Allahu Akbar' ketika turun untuk sujud. Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya dari sujud, kemudian bertakbir lagi ketika akan sujud, kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya dari sujud, dan ketika bangkit berdiri dari duduk setelah dua rakaat (tasyahud awal) ia juga bertakbir kembali. Dan dalam setiap rakaat shalat dia mengerjakan seperti itu, lalu setelah selesai ia berkata, "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku diantara kalian yang paling mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sungguh inilah cara shalatnya hingga beliau meninggalkan dunia ini." [Shahih Bukhari no.761]
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terjatuh dari kudanya,  hingga bagian lambung kananannya terluka. Lalu kami pun menjenguk beliau, tidak lama kemudian masuk waktu shalat, beliau lalu shalat mengimami kami sambil duduk, kemudian kami shalat di belakangnya dengan duduk. Setalah selesai shalat beliau bersabda: "Hanyasanya dijadikannya imam adalah agar diikuti, jika dia takbir maka takbirlah, jika dia rukuk maka rukuklah, jika ia mengangkat kepala maka angkatlah kepala kalian, dan jika ia mengucapkan 'SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH (Semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya) ', maka ucapkanlah oleh kalian 'RABBANAA WA LAKAL HAMDU (Ya Rabb kami, milik Engkaulah segala pujian) '. Dan jika dia sujud maka sujudlah kalian." [Shahih Bikhari no.763]

Koreksi terjemah:
يَدْعُو لِرِجَالٍ فَيُسَمِّيهِمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَيَقُولُ = kemudian beliau mendo’akan beberapa orang dan menyebut nama mereka, beliau mengucapkan:

676. Hadits no.765, Sebelum bab ini, imam Bukhari -rahimahullah- menyebutkan “bab: Keutamaan sujud”. Kemudian beliau menyebutkan satu hadits yang panjang di dalamnya disebutkan bahwa api neraka tidak bisa membakar bekas sujud.
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-, bahwa orang-orang berkata, "Wahai Rasulullah, apakah kita akan melihat Rabb kita pada hari kiamat nanti?" 
Beliau menjawab: "Apakah kalian dapat membantah (bahwa kalian dapat melihat) bulan pada malam purnama, bila tidak ada awan yang menghalanginya?" 
Mereka menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah." 
Beliau bertanya lagi: "Apakah kalian dapat membantah (bahwa kalian dapat melihat) matahari, bila tidak ada awan yang menghalanginya?" 
Mereka menjawab, "Tidak." 
Beliau lantas bersabda: "Sungguh kalian akan dapat melihat-Nya seperti itu juga. Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat, lalu Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman: 'Barangsiapa menyembah seseuatu, maka ia akan ikut dengannya.' Maka di antara mereka ada yang mengikuti matahari, di antara mereka ada yang mengikuti bulan dan di antara mereka ada pula yang mengikuti thaghut-thaghut (menuju neraka). Maka tinggallah ummat ini, yang diantaranya ada para munafiknya. Maka Allah mendatangi mereka dan lalu berfirman: 'Aku adalah Rabb kalian.' Mereka berkata, 'Inilah tempat kedudukan kami hingga datang Rabb kami. Apabila Rabb kami telah datang pasti kami mengenalnya.' Maka Allah mendatangi mereka seraya berfirman: 'Akulah Rabb kalian.' Mereka berkata: Engkau adalah Rabb kami.
Allah kemudian memanggil mereka, lalu dibentangkanlah Ash-Shirath di atas neraka Jahannam. Dan akulah orang yang pertama berhasil melewatinya di antara para Rasul bersama ummatnya. Pada hari itu tidak ada seorangpun yang dapat berbicara kecuali para Rasul, dan ucapan para Rasul adalah: 'Ya Allah selamatkanlah, selamatkanlah.'
Dan di dalam Jahannam ada besi yang ujungnya bengkok seperti duri Sa'dan (tumbuhan yang berduri tajam). Pernahkah kalian melihat duri Sa'dan?" 
Mereka menjawab: "Ya, pernah." 
Beliau melanjutkan: "Sungguh dia seperti duri Sa'dan, hanya saja tidak ada yang mengetahui ukuran besarnya duri tersebut kecuali Allah. Duri tersebut akan menusuk-nusuk manusia berdasarkan amal amal mereka. Di antara mereka ada yang dikoyak-koyak hingga binasa disebabkan amalnya, ada pula yang dipotong-potong kemudian selamat melewatinya. Hingga apabila Allah berkehendak memberikan rahmat-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya dari penghuni neraka, maka Allah memerintahkan Malaikat untuk mengeluarkan siapa saja yang pernah menyembah Allah. Maka para Malikat mengeluarkan mereka, yang mereka dikenal berdasarkan tanda bekas-bekas sujud (atsarus sujud). Dan Allah telah mengharamkan kepada neraka untuk memakan (membakar) atsarus sujud, lalu keluarlah mereka dari neraka. Setiap anak keturunan Adam akan dibakar oleh neraka kecuali mereka yang memiliki atsarus sujud.
Maka mereka keluar dalam keadaan sudah hangus terbakar (gosong), lalu mereka disiram dengan air kehidupan kemudian jadilah mereka tumbuh seperti tumbuhnya benih di tepian aliran sungai. Setelah itu selesailah Allah memutuskan perkara di antara hamba-hambaNya.
Dan yang tinggal hanyalah seorang yang berada antara surga dan neraka, dan dia adalah orang terakhir yang memasuki surga di antara penghuni neraka yang berhak memasukinya, dia sedang menghadapkan wajahnya ke neraka seraya berkata, 'Ya Rabb, palingkanlah wajahku dari neraka! Sungguh anginnya neraka telah meracuni aku dan baranya telah memanggang aku.' Lalu Allah berfirman: 'Apakah seandainya kamu diberi kesempatan kali yang lain kamu tidak akan meminta yang lain lagi? ' Orang itu menjawab: 'Tidak, demi kemuliaan-Mu, ya Allah! ' Maka Allah memberikan kepadanya janji dan ikatan perjanjian sesuai apa yang dikehendati orang tersebut. Kemudian Allah memalingkan wajah orang tersebut dari neraka.
Maka ketika wajahnya dihadapkan kepada surga, dia meliahat taman-taman dan keindahan surga lalu terdiam dengan tertegun sesuai apa yang Allah kehendaki. Kemudian orang itu berkata, 'Ya Rabb, dekatkan aku ke pintu surga! ' Allah Azza Wa Jalla berfirman: 'Bukankah kamu telah berjanji dan mengikat perjanjian untuk tidak meminta sesuatu setelah permintaan kamu sebelumnya?" Orang itu menjawab, 'Ya Rabb, aku tidak mau menjadi ciptaanM-u yang paling celaka.' Allah kembali bertanya: 'Apakah kamu bila telah diberikan permintaanmu sekarang ini, nantinya kamu tidak akan meminta yang lain lagi?" Orang itu menjawab, 'Tidak, demi kemuliaan-Mu. Aku tidak akan meminta yang lain setelah ini.' Maka Rabbnya memberikan kepadanya janji dan ikatan sesuai apa yang dikehendati orang tersebut. Lalu orang tersebut didekatkan ke pintu surga.
Maka manakala orang itu sudah sampai di pintu surga, dia melihat keindahan surga dan taman-taman yang hijau serta kegembiraan yang terdapat didalamnya, orang itu terdiam dengan tertegun sesuai apa yang Allah kehendaki. Kemudian orang itu berkata, 'Ya Rabb, masukkanlah aku ke surga! ' Allah berfirman: 'Kamu mengherankan dari sikap kamu yang tidak menepati janji. Bukankah kamu telah berjanji dan mengikat perjanjian untuk tidak meminta sesuatu setelah kamu diberikan apa yang kamu pinta?" Orang itu berkata, 'Ya Rabb, janganlah Engkau menjadikan aku ciptaan-Mu yang paling celaka.' Maka Allah Azza Wa Jalla tertawa mendengarnya. Lalu Allah mengizinkan orang itu memasuki surga.
Setelah itu Allah Azza Wa Jalla berfirman: 'Bayangkanlah! ' Lalu orang itu membayangkan hingga setelah selesai apa yang ia bayangkan, Allah berfirman kepadanya: 'Dari sini.' Dan demikianlah Rabbnya mengingatkan orang tersebut hingga manakala orang tersebut selesai membayangkan, Allah berfirman lagi: "Ini semua untuk kamu dan yang serupa dengannya."
Abu Sa'id Al-Khudriy -radhiyallahu 'anhu- berkata kepada Abu Hurairah, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah berfirman: 'Ini semua untukmu dan sepuluh macam yang serupa dengannya.' 
Abu Hurairah berkata, "Aku tidak mengingat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kecuali sabdanya: "Ini semua untuk kamu dan yang serupa dengannya." 
Abu Sa'id Al-Khudriy berkata, "Sungguh aku mendengar Beliau menyebutkan: 'Ini semua untukmu dan sepuluh macam yang serupa dengannya'." [Shahih Bukhari no.764]
Lihat hadits no.377.

677. Hadits no.766, Sebelum bab ini, imam Bukhari -rahimahullah- menyebutkan “bab: Menghadapkan jari-jari kakinya ke kiblat (ketika sujud).
Dalam bab ini, imam Bukhari tidak menyebutkan satupun hadits muttashil (bersanad), olehnya itu bab ini tidak disebutkan dalam aplikasi “ensiklopedi hadits”.
Imam Bukhari hanya menyebutkan satu hadits mu'allaq (tanpa sanad) dari Abu Humaid As-Sa’idiy -radhiyallahu 'anhu-, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam posisi sujud beliau menghadapkan jari-jari kakinya ke arah kiblat.
Hadits ini akan diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara bersambung dengan sanadnya pada beberapa bab selanjutnya nomor hadits 785.

678. Hadits no.767, Merenggangkan kedua paha saat sujud dan tidak menempelkannya dengan perut.
Abu Humaid As-Sa’idiy -radhiyallahu 'anhu- berkata; "Apabila beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam- sujud, beliau merenggangkan kedua pahanya tanpa memikul beban perutnya." [Sunan Abi Daud no.627: Shahih]

Koreksi terjemah:
بَابُ السُّجُودِ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ (1 = Bab: Sujud dengan tujuh tulang (anggota badan).
2) وَلَا يَكُفَّ شَعَرًا وَلَا ثَوْبًا = dan dilarang menahan rambut atau pakaian (sehingga menghalangi keduanya ikut sujud)
3) الْجَبْهَة = dahi/jidat

679. Hadits no.768, Apakah kedua mata kaki ditempelkan saat sujud?
Sebagian ulama berpendapat bahwa kedua mata kaki ditempelkan, sebagaimana yang nampak dari hadits Aisyah -radhiyallahu 'anha-, ia berkata:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِي عَلَى فِرَاشِي، فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ، مُسْتَقْبِلًا بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةَ
“Aku kehilangan Rasulullah -pada suatu malam- yang tadinya bersamaku di ranjang, kemudian aku mendapati beliau sedang sujud dengan menempelkan kedua mata kakinya dan jari kakinya menghadap qiblat”. [Shahih Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban]
● Sedangkan ulama yang lain berpendapat bahwa kedua mata kaki direnggangkan saat sujud sebagaimana kedua lutut dan paha. [Lihat postingan hadits sebelumnya no.767]
Adapun hadits Aisyah, maka lafadz yang lebih kuat tidak begitu jelas menunjukkan bahwa kedua kaki beliau ditempelkan. Aisyah -radhiyallahu 'anha- berkata:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنْ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ
"Aku kehilangan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam pada suatu malam dari kasur peraduanku, lalu aku mencarinya, lalu tanganku mendapatkan bagian luar kedua telapak kakinya dalam keadaan beliau berada di masjid (sedang sujud). Kedua telapak kakinya tegak lurus”. ]Shahih Muslim]
Koreksi terjemah:
بَابُ السُّجُودِ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ .1 = Bab: Sujud dengan tujuh tulang (anggota badan).
2. (sehingga menghalangi keduanya ikut sujud)

680. Hadits no.769, Posisi telapak tangan ketika sujud:
a) Sejajar dengan bahu.
Abu Humaid As-Sa'idiy -radhiyallahu 'anhu- berkata; "Ketika sujud Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menekankan hidung dan dahinya ke bumi, menjauhkan dua tangan dari lambungnya, dan meletakkan dua telapak tangannya sejajar dengan dua bahu." [Sunan Tirmidziy no.250: Shahih]
b) Sejajar dengan kedua telinga.
Wa'il bin Hujr -radhiyallahu 'anhu- mengabarkan kepadanya, dia berkata; "Aku melihat cara shalat Rasulullah Shallallahu'alihiwasallam. ... , kemudian sujud. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam meletakkan kedua tangannya sejajar dengan kedua telinganya. [Sunan An-Nasa’i no.879: Shahih]
Lihat hadits no.649.

Koreksi terjemah:
بَابُ السُّجُودِ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ = Bab: Sujud dengan tujuh tulang (anggota badan).

681. Hadits no.770, Apakah ketika sujud hidung harus menyentuh tempat sujud?
Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat tidak sah jika hidung tidak menyentuh tempat sujud. Dengan dalil hadits Ibnu Abbas dalam riwayat ini, dan hadits:
Abu Salamah -rahimahullah- berkata: Aku pergi menemui Abu Sa'id Al-Khudriy -radhiyallahu 'anhu-, lalu aku bertanya kepadanya, "Maukah anda pergi bersama kami ke bawah pohon kurma lalu kita berbincang-bincang di sana?" Ia pun pergi dan bercakap-cakap bersama kami. Aku kemudian berkata, "Ceritakanlah kepadaku apa yang pernah anda dengar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang Lailatul Qadar." 
Dia lalu menjelaskan, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan i'tikaf pada sepuluh malam yang awal dari Ramadan, dan kami juga ikut beri'tikaf bersama beliau. Lalu datanglah Malaikat Jibril berkata, "Sesungguhnya apa yang kamu cari ada di depan kamu (pada malam berikutnya)." Maka Beliau beri'tikaf pada sepuluh malam pertengahannnya dan kami pun ikut beri'tikaf bersama Beliau. Kemudian Malaikat Jibril datang lagi dan berkata, "Sesungguhnya apa yang kamu cari ada di depan kamu (pada malam berikutnya)." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri memberi khuthbah kepada kami pada pagi hari di hari ke dua puluh dari bulan Ramadan, sabdanya: "Barangsiapa sudah beri'tikaf bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maka kembalilah (beri’tikaf), karena aku diperlihatkan (dalam mimpi) Lailatul Qadar namun aku dilupakan waktunya yang pasti. Namun dia ada pada sepuluh malam-malam akhir dan pada malam yang ganjil. Sungguh aku melihat dalam mimpi, bahwa aku sujud di atas tanah dan air (yang becek)."
Pada masa itu atap masjid masih terbuat dari daun dan pelepah pohon kurma, dan kami tidak melihat sesuatu di atas langit hingga kemudian datang awan dan turunlah air hujan. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat bersama kami hingga aku melihat sisa-sisa tanah dan air pada wajah dan ujung hidung Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai bukti kebenaran mimpi beliau." [Shahih Bukhari no.771]
Dari Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu 'anhuma-; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَمَسَّ أَنْفُهُ الْأَرْضَ»
“Tidak sah shalatnya orang yang hudungnya tidak menyentuh ranah”. [Mustadrak Al-Hakim: Shahih]
● Sedangkan Jumhur ulama berpendapat bahwa hidung menyentuh tanah ketika sujud hukumnya sunnah, shalat tetap sah tanpanya.
Dalilnya hadits Ibnu Abbas sebelumnya (shahih Bukhati no.767) yang hanya memerintahkan sujud dengan dahi tanpa menyebutkan hidung, dalam riwayat lain:
Ibnu Abbas -radhiyallahu 'anhu- berkata; Seorang laki-laki pernah menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan perkara shalat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: ... "Jika engkau ruku' maka letakkanlah kedua telapak tanganmu di atas kedua lututmu hingga engkau tuma`ninah, ... dan jika engkau sujud maka letakkanlah dahimu di atas tanah, hingga engkau merasakan kerasnya tanah itu." [Musnad Ahmad no.2473: Hasan]
Abdul ‘Aziz bin ‘Ubaidillah  -rahimahullahbertanya kepada Wahb bin Kaisan: Wahai Abu Nu’aim, kenapa engkau tidak meletakkan dahi bersama hidungmu di tanah (saat sujud)?
Wahb -rahimahullahmenjawab: Itu karena aku pernah mendengar Jabir bin ‘Abdillah -radhiyallahu 'anhuma- berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْجُدُ بِأَعْلَى جَبْهَتِهِ عَلَى قِصَاصِ الشَّعْرِ
“Aku pernah melihat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- sujud dengan bagian atas dahinya dekat pangkal rambutnya.” [Dilemahkan oleh Imam Ad-Daraquthniy, Ibnu Mulaqqin, dan Ibnu Hajar rahimahumullah]
Koreksi terjemah:
(sehingga menghalangi keduanya ikut sujud)

682. Hadits no.772, Boleh mengangkat pakaian sewaktu shalat untuk memudahkan gerakan ketika sujud.
Ini adalah isyarat dari imam Bukhari -rahimahullah- dalam bab ini, sebagaimana sahabat Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- mengikat (mengangkat) kain bawah (izaar) mereka di leher agar tidak terlepas. [Fathul Bari kry Ibnu Hajar 3/32]
Lihat hadits no.349.

683. Hadits no.773, Hikmah larangan mengikat rambut dan melipat pakaian ketika shalat:
1. Karena termasuk bentuk kesombongan.
2. Menghalangi rambut dan pakaian untuk sujud.

Koreksi terjemah:
(sehingga menghalangi keduanya ikut sujud)

Pertanyaan:
Afwan ustadz, orang tua yang pernh bilang bahwa ketika sujud rambut tidak boleh menghalangi jidat, sehingga jidat tidak tersentuh langsung dengan lantai, karena bisa membatalkan sholat. Itu bagaimana ustad?
Jawaban:
Sebaiknya memang tidak ada yang menghalangi dahi ketika sujud, tapi jika tidak sengaja atau diperlukan maka jumhur ulama membolehkan. Wallahu a’lam!
Lihat hadits no.372.

684. Hadits no.774, Larangan mengikat rambut dan mengangkat (melipat) pakaian apakah khusus ketika akan shalat atau sedang shalat?
Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan tersebut khusus ketika akan shalat atau sedang shalat, adapun jika sudah terlipat sebelumnya maka tidak perlu dilepas atau diturunkan.
Ini adalah pendapat syekh Ibnu utsaimin rahimahullah dalam syarah shahih Bukhari 3/345.
● Sedangkan jumhur ulama bependapat bahwa larangan tersebut muthlaq/umum, rambut dan pakaian harus dibiarkan sujud sekalipun sebelumnya sudah terikat atau terlipat. http://almoslim.net
Lihat hadits no.363.

Koreksi terjemah:
(sehingga menghalangi keduanya ikut sujud)

Pertanyaan:
Jadi yang ada kebiasaan mengikat rambut bagi perempuan harus diurai dulu sebelum hendak sholat, begitu kah?
Jawaban:
Larangan  mengikat rambut ketika shalat khusus bagi laki-laki, karena perempuan wajib menutup rambut.
685. Hadits no.775, Memperbanyak dzikir dan do’a ketika sujud.
Aisyah -radhiyallahu 'anha- berkata; Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- tidak shalat setelah turunnya ayat, "IDZAA JAA`A NASHRULLAHI WAL FATH, ... ." (An-Nashr) Kecuali di dalam shalatnya membaca: "SUBHAANAKA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGH FIRLII (Maha Suci Engkau, wahai Rabb kami, dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah ampunilah aku)." [Shahih Bukhari no.4585]

686. Hadits no.776, Duduk di antara dua sujud dengan cara iftirasy, yaitu duduk di atas telapak kaki kiri sedangkan kaki kanan ditancapkan dengan jari-jari menghadap qiblat.
Aisyah -radhiyallahu 'anha- berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memulai shalatnya dengan takbir dan .... Apabila duduk, beliau duduk di atas kaki kiri dan menegakkan kaki kanannya, beliau juga melarang duduknya syetan (yaitu duduk di tanah di antara dua kaki yang ditegakkan) . [Sunan Abi Daud no.665: Shahih]
Boleh juga duduk dengan cara iq’aa’, yaitu kedua telapak kaki ditegakkan dengan jari-jari menghadap qiblat, kemudian duduk di atas kedua tumit.
Thawus berkata, "Kami bertanya kepada Ibnu Abbas -radhiyallahu 'anhuma- mengenai hukum duduk di atas kedua tumit (iq’aa’)." Dia menjawab, "Hukumnya sunat". Kami bertanya, "Kami lihat janggal orang duduk seperti itu." Ibnu Abbas menjawab, "Bahkan, begitulah sunnah Nabimu Shallallahu'alaihiwasallam." [Shahih Muslim no.835]

Koreksi terjemah:
 قَالَ فَأَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم= Malik bin Al-Huwairits berkata: Maka kami menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ...

687. Hadits no.777, Posisi tangan ketika duduk di antara dua sujud.
Jumhur ulama berpendapat bahwa posisi kedua tangan sama seperti ketika duduk tasyahhud, tapi tidak memberi isyarat dengan telunjuk.
Abdullah bin Zubair -radhiyallahu 'anhuma- berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika duduk berdoa (tasyahhud), beliau letakkan tangan kanannya di atas paha kananya, dan tangan kirinya di atas paha kirinya, dan beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan beliau letakkan jempolnya pada jari tengahnya, sementara telapak kirinya menggenggam lututnya. [Shahih Muslim no.910]
■ Sedangkan beberapa ulama berpendapat bahwa saat itu tangan kanan juga memberi isyarat dgn telunjukknya ketika berdo’a, sama ketika tasyahhud.
Wail bin Hujr -radhiyallahu 'anhu- mengatakan: Kulihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir, beliau angkat kedua tangannya ketika bertakbir, maksudnya ketika mengawalmulai shalat, beliau angkat kedua tangannya ketika bertakbir, beliau angkat kedua tangannya ketika ruku', beliau angkat kedua tangannya ketika mengucapkan sami'allahu liman hamidah dan sujud, lantas beliau letakkan kedua tangannya sejajar kedua telinganya, kemudian beliau duduk di atas telapak kaki kirinya (iftirasy), kemudian beliau letakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan beliau letakkan hasta kanannya di atas paha kanannya, kemudian beliau memberi isyarat dengan telunjuknya dan meletakkan jempol pada jari tengahnya, dan beliau genggam seluruh jarinya, kemudian sujud dan kedua tangannya sejajar kedua telinganya. [Musnad Ahmad no.18103] Wallahu a’lam!
688. Hadits no.778, Berdo’a ketika duduk di antara dua sujud.
Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu 'anhuma-; Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan di antara dua sujudnya:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَعَافِنِي وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي
"(ya Allah anugerahkanlah untukku ampunan, rahmat, kesejahteraan, petunjuk dan rizki)." [Sunan Abi Daud no.724: Hasan]

689. Hadits no.779, Dalam bab ini imam Bukhari -rahimahullah- menyebutkan satu hadits mu’allaq (tanpa sanad) dari Abu Humaid -radhiyallahu 'anhu-, ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sujud dan beliau meletakkan tangannya dengan tidak menempelkan lengannya ke tanah dan tidak pula mengepalkan telapak tangannya.
Hadits ini akan diriwayatkan ulang (dengan sanad bersambung) oleh imam Bukhari pada beberapa bab berikutnya, hadits no.785.
Hadits ini menunjukkan bahwa posisi telapak tangan ketika sujud, diletakkan dengan merapatkan jari-jari menghadap qiblat.
Lihat hadits no.501.

690. Hadits no.780, Ulama berselisih pendapat tentang hukum “jilsatul istirahah” duduk sejenak setelah bangkit dari sujud kedua menuju raka’at kedua atau keempat.
Pendapat pertama: Hukumnya sunnah secara mutlak, dengan dalil hadits ini.
Demikian pula dalam salah satu riwayat hadits Abu Humaid As-Sa’idiy -radhiyallahu 'anhu-: ... kemudian beliau turun sujud seraya mengucapkan ALLAHU AKBAR lalu merenggangkan dan membuka kedua tangannya dari kedua lambungnya dan membuka jari-jari kakinya, kemudian beliau melipat kaki kirinya dan mendudukinya dengan tegak hingga semua tulang kembali ke posisi semula, setelah itu beliau sujud dan membaca ALLAHU AKBAR lalu beliau melipat kaki kirinya dan mendudukinya hingga semua tulang kembali ke posisinya, kemudian beliau bangkit berdiri. beliau mengerjakan seperti itu di raka'at yang kedua ... [Musnad Ahmad no.22493: Shahih]
Pendapat kedua: Tidak disunnahkan secara mutlak, adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya karena sudah tua dan lemh, tidak sanggup lagi berdiri langsung.
Mu'awiyah bin Abu Sufyan -radhiyallahu 'anhuma- berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jangan kalian mendahuluiku dalam rukuk dan sujud. Karena meskipun saya mendahului kalian tatkala ruku', niscaya kalian akan mendapatkanku tatkala saya mengangkat kepalaku (i'tidal). Dan meskipun saya mendahului kalian tatkala sujud, niscaya kalian akan mendapatkanku tatkala saya mengangkat kepalaku. Sungguh aku telah tua dan lemah. " [Sunan Ibnu Majah no.953: Hasan]
Riwayat lain dari hadits Abu Humaid: ... Kemudian beliau sujud sambil menegakkan di atas telapak tangan dan kedua lututnya serta kedua telapak kakinya ketika beliau sedang sujud. Kemudian beliau bertakbir dan duduk tawaruk (duduk dengan posisi kaki kiri masuk ke kaki kanan) dan menegakkan telapak kakinya yang satu, kemudian beliau bertakbir lantas bersujud, lalu takbir yang di lanjutkan dengan berdiri, tidak duduk tawaruk ... [Sunan Abi Daud no.627]
Pendapat ketiga: Dilkukan saat diperlukan, adapun jika ia makmum maka harus ikut imam, jika imam duduk istirahat maka makmum ikut duduk, jika tidak, maka langsung berdiri.
691. Hadits no.781, Bagaimana cara bangkit dari satu raka'at menuju raka’at selanjutnya?
Pendapat pertama: Bertopang dengan kedua tangan di atas tanah/lantai, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits ini.
Pendapat kedua: Bertopang dengan kedua telapak kaki dan lututnya, sedangkan kedua tangan diletakkan di atas paha.
Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bangkit dalam shalat dengan bertumpuan pada ujung jari telapak kaki." [Sunan Tirmidzi no.265: Dha’if/lemah]
Abu Isa At-Tirmidziy -rahimahullah- berkata; "Hadits Abu Hurairah ini diamalkan oleh para ulama. Mereka berpendapat bahwa, hendaknya seorang laki-laki bangkit di dalam shalatnya dengan bertumpuan pada kedua telapak kaki. Dan menurut para ahli hadits Khalid bin Ilyas adalah seorang yang lemah."
Wail bin Hujr -radhiyallahu 'anhu- berkata: Saya melihat apabila Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan apabila bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya." 
Dalam riwayat lain: "Apabila beliau bangkit, maka beliau bangkit dengan menumpu kedua lututnya dengan bersandarkan pada kedua pahanya." [Sunan Abi Daud no.713: Dha’if/lemah]
Ibnu Umar -radhiyallahu 'anhuma- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang bertumpu kepada kedua tangannya ketika bangkit (berdiri) dalam shalat." [Sunan Abi Daud no.841: Dha’if/lemah]
Ali bin Abi Thalib -radhiyallahu 'anhu- berkata:
" من السنة في الصلاة المكتوبة إذا نهض الرجل في الركعتين الأوليين أن لا يعتمد على الأرض إلا أن يكون شيخا كبيرا لا يستطيع "
"Diantara sunnah dalam shalat wajib, jika seseorang bangkit dari dua raka’at pertama agar (kedua tangannya) tidak bartumpu di atas tanah/lantai kecuali orang yang sudah tua tidak mampu (berdiri langsung)." [Silsilah hadits dha'if no.968] http://fatwa.islamweb.net

Koreksi terjemah:
1) مَسْجِدِنَا هَذَا = Mesjid kami/kita ini.
2) إِنِّي لَأُصَلِّي بِكُمْ = Aku akan shalat di hadapan kalian.
3) جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الْأَرْضِ = dia duduk kemudian bertumpu di atas tanah.

Pertanyaan:
Yang mana duluan diangkat setelah sujud?
Jawaban:
Boleh tangan duluan boleh lutut, perselisihan ini bukan tentang suatu yang wajib dalam shalat.

692. Hadits no.782, Jika bangkit berdiri dari sujud dengan bertumpu di tanah, bagaimana posisi kedua telapak tangan?
Pendapat pertama: Kedua tangan diletakkan dengan menempelkan bagian dalam telapak tangan di tanah/lantai.
Pendpat kedua: Bertumpu dengan kedua telapak tangan bagian luar yang dikepalkan (membentuk tinju).
Al-Azraq bin Qais berkata: Aku melihat Abdullah bin Umar -radhiyallahu 'anhuma- mengepalkan kedua tangannya dalam shalat bertumpu dengannya ketika bangkit untuk berdiri, maka aku bertanya: Gerakan apa ini wahai Abu Abdirrahman?
Ibnu Umar menjawab:
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يعجن في الصلاة
"Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengepalkan kedua tangannya (di atas tanah) ketika shalat". [Ash-Shahihah no.2674]

693. Hadits no.783, Orang yang duduk istirahat (jilsatul istirahah) sebelum bangkit dari sujud kedua menuju raka'at kedua atau keempat, kapan membaca takbir?
Pendapat pertama: Bertakbir ketika bangkit dari sujud sampai duduk istirahat, dan tidak takbir lagi ketika hendak berdiri.
Pendapat kedua: Nanti bertakbir ketika hendak berdiri dari duduk istirahatnya. https://www.alukah.net
Lihat hadits no.747

Koreksi terjemah:
وَإِذَا نَهَضَ مِنْ الرَّكْعَتَيْنِ كَبَّرَ = dan jika bangkit berdiri dari dua rakaat ia juga bertabir.  

694. Hadits no.784, Ulama berselisih pendapat tentang cara duduk tasyahhud:
Pendapat pertama: Duduk dengan cara tawarruk, baik pada tasyahhud pertama maupun akhir, dengan dalil keumuman hadits Ibnu Umar no.784.
Pendapat kedua: Duduk dengan cara iftirasy, baik pada tasyahhud pertama mupun terakhir. Dengan dalil keumuman hadits Wail bin Hujr dan Aisyah:
Wail bin Hujr -radhiyallahu 'anhu- berkata; "Ketika aku tiba di Madinah, aku berkata; "Sungguh, aku benar-benar akan melihat bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat. Ketika duduk tasyahud beliau membentangkan kaki kirinya (duduk diatas telapaknya) dan meletakkan tangan kirinya -yakni di atas paha kirinya- serta menegakkan kaki kanannya." [Sunan Tirmidziy no.269: Shahih]
Aisyah -radhiyallahu 'anha- berkata: “ ... dan beliau membaca tahiyyat pada setiap dua raka'at. Beliau menghamparkan kaki kirinya (duduk iftirasy) dan memasang tegak lurus kakinya yang kanan. [Shahih Muslim no.768]
Pendapat ketiga: Tasyahhud awal duduk dengan cara “iftirasy”, dan tasyahhud akhir dengan cara “tawarruk”.
Dari Muhammad bin 'Amru bin 'Atha', bahwasanya dia duduk bersama beberapa orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, mereka bercerita tentang shalatnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka berkatalah Abu Humaid As-Sa'idiy -radhiyallahu 'anhu-, "Aku adalah orang yang paling hafal dengan shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, jika shalat aku melihat beliau takbir dengan mengangkat kedua tangannya sejajar dengan pundaknya, jika rukuk maka beliau menempatkan kedua tangannya pada lutut dan meluruskan punggungnya. Jika mengangkat kepalanya, beliau berdiri lurus hingga seluruh tulung punggungnya kembali pada tempatnya semula. Dan jika sujud maka beliau meletakkan tangannya dengan tidak menempelkan lengannya ke tanah atau badannya, dan dalam posisi sujud itu beliau menghadapkan jari-jari kakinya ke arah kiblat. Apabila duduk pada rakaat kedua (tasyahhud awal), beliau duduk di atas kakinya yang kiri dan menegakkan kakinya yang kanan (iftirasy). Dan jika duduk pada rakaat terakhir (tasyhhud akhir), maka beliau memasukkan kaki kirinya (di bawah kaki kananya) dan menegakkan kaki kanannya dan beliau duduk pada tempat duduknya/pantatnya (tawarruk)." [Shahih Bukhari no.785]
■Adapun jika tasyahhudnya cuma sekali (shalat cuma 2 raka’at), maka cara duduknya diperselisihkan:
Pendapat pertama: Duduk dengan cafa iftirasy, dengan dalil hadits Abu Humaid no.785 bahwa duduk tawarruk hanya pada tasyahhud akhir dalam shalat yang punya dua tasyahhud di raka’at keempat atau tiga.
Adapun shalat yg hanya punya satu tasyahhud maka duduknya iftirasy sebagaiman dalam hadits Ibnu Hujr dan Aisyah.
Wail bin Hujr -radhiyallahu 'anhu- berkata; "Aku datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam dan melihat beliau mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya bila memulai shalat, demikian juga saat ketika hendak ruku'. Dan saat duduk pada dua rakaat, beliau Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam memiringkan kaki kiri (duduk di atasnya) dan menegakkan kaki kanan, meletakkan tangan kanan di atas paha kanan, menegakkan jari telunjuk untuk berdoa, dan meletakkan tangan kiri di atas paha kiri." [Sunan An-Nasa’iy no.1147: Shahih]
Pendapat kedua: Duduk dengan cara tawarruk, dengan dalil keumuman hadits Ibnu Umar no.784, bahwa  semua duduk tasyahhud sebelum salam adalah dengan cara tawarruk.

Pertanyaan:
Pendapat terkuat yang diamalkan yang mana? Baik untuk sholat 2 roka'at atau satu rokaát ataupun yang 4 rokaat 2 kali duduk, mohon pencerahannya, smoga bisa kita amalkan!
Jawaban:
Pendapat terakhir lebih kuat, adapun jika shalat cuma satu tasyahhud, kedua pendapat sama-sama kuat, tapi kalau mau merajihkan maka pendapat pertama lebih kuat, wallaahu a’lam!

695. Hadits no.786, Hukum tasyahhud awal:
Pendapat pertama: Hukumnya sunnah, tidak wajib, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak kembali duduk ketika lupa tasyahhud saat berdiri dari raka’at kedua sebagaimana dalam hadits ini.
Pendapat kedua: Hukumnya wajib, jika sengaja ditingglkan maka shalatnya batal tidak sah.
Ibnu Mas'ud -radhiyallahu 'anhu- berkata; "Sebelum kami diwajibkan tasyahud, kami mengucapkan dalam shalat, 'Assalamu 'alallah, assalamu 'alaa Jibril, assalamu 'ala Mikail (keselamatan bagi Allah, keselamatan bagi Jibril, keselamatan bagi Mikail) '. 
Kemudian Rasulullah Shalallah 'Alaihi Wa Sallam bersabda: 'Janganlah kalian megucapkan hal itu, sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- adalah "Assalam" (Maha Pemberi Keselamatan). Ucapkanlah,
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
(Penghormatan, rahmat dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan rahmat dan keberkahan terlimpahkan atasmu wahai Nabi, juga keselamatan surga terlimpahkan atas kami dari hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya)." [Sunan An-Nasa’i no.1260: Shahih]
Adapun Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam meninggalkannya dalam hadits ini, maka itu karena lupa. https://dorar.net/المطلب-الأول:-حكم-التشهد-الأول-والجلوس-له

Koreksi terjemah:
شَنُوءَةَ = Syanuu’ah.

696. Hadits no.787, Do’a tasyahhud:
Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu 'anhu- berkata, "Jika kami shalat di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kami membaca: 'ASSALAAMU 'ALAA JIBRIL WA MIKAA'IL. ASSALAAMU 'ALAA FULAN WA FULAN (Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada malaikat Jibril dan Mika'il, dan semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada si anu dan si anu) '. 
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menoleh ke arah kami seraya bersabda: "Sesungguhnya Allah, Dialah As-Salaam. Maka jika seseorang dari kalian shalat, hendaklah ia membaca:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
(Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada engkau wahai Nabi dan juga rahmat dan berkah-Nya. Dan juga semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih) '.
Sesungguhnya jika kalian mengucapkan seperti ini, maka kalian telah mengucapkan salam kepada seluruh hamba Allah yang shalih di langit maupun di bumi.
(Dan lanjutkanlah dengan bacaan):
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
(Aku bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya')." [Shahih Bukhari no.788]

697. Hadits no.790, Disunnahkan berdo’a sebelum salam:
Dari 'Aisyah -radhiyallahu 'anha- isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam shalat membaca do'a:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Al-Masihid Dajjal, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan hutang) '.
Tiba-tiba ada seseorang berkata kepada beliau, "Kenapa tuan banyak meminta perlindungan dari hutang?" 
Beliau menjawab, "Sesungguhnya seseorang apabila berhutang dia akan cenderung berkata dusta dan berjanji lalu mengingkarinya."
Dalam riwayat lain; 'Aisyah radliallahu 'anha berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam shalatnya meminta perlindungan dari fitnah Dajjal." [Shahih Bukhari no.789]
'Abdullah -radhiyallahu 'anhu- berkata, "Jika kami shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kami mengucapkan: "ASSALAAMU 'ALAALLAH MIN 'IBAADIHIS SALAAMU 'ALAA FULAAN WA FULAAN (Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada Allah dari hamba-hamba Nya, dan semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada si anu dan si anu) '. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian mengucapkan: 'ASSALAAMU 'ALAALLAH (Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada Allah) ', karena sesungguhnya Allah, Dialah As-Salaam. Akan tetapi bacalah:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
(Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada engkau wahai Nabi dan juga rahmat dan berkah-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih).
Karena apabila kalian mengucapkan seperti ini, maka berarti kalian telah mengucapkan salam kepada seluruh yang ada di langit atau yang berada di antara langit dan bumi." (Dan lanjutkanlah dengan bacaan):
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
(Aku bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya) '.
Lalu ia memilih doa yang paling ia sukai kemudian berdoa dengannya." [Shahih Bukhari no.791]

698. Hadits no.792, Apakah disunnahkan mengusap wajah setelah salam dari shalat?
Jawabannya: Hal itu tidak disunatkan, dan kami tidak mengetahui hadits tentang itu (yang sahih) dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam baik itu dari perkataan maupun perbuatannya. Dan tidak pula diketahui (dinukil) dari sahabat Rasulullah sebagaimana yang kami ketahui. Dan yang terbaik dari segala kebaikan adalah Al-Ittibaa' (mengikuti sunnah Rasulullah dan sahabatnya dalam beribadah), dan keburukan adalah Al-Ibtidaa' (mengada-adakan dalam urusan ibadah). [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 7/72]
Adapun hadits tentang mengusap dahi atau wajah setelah salam diriwayatkan dari Anas bin Malik radiyallahu 'anhu melalui beberapa sanad yang sangat lemah, diantaranya:
Koreksi terjemah:
بَابُ مَنْ لَمْ يَمْسَحْ جَبْهَتَهُ وَأَنْفَهُ حَتَّى صَلَّى = Bab Org yg tdk mengusap dahi dan hidung sampai selesai shalat.

699. Hadits no.793, Ada dua pendapat ulama tentang hukum mengucapkan salam di akhir shalat; Ada yang menghukuminya wajib dan rukun shalat, dan ada yang menghukuminya sebatas sunnah.
Koreksi terjemah:
قَامَ النِّسَاءُ حِينَ يَقْضِي تَسْلِيمَهُ = Kaum wanita berdiri (meninggalkan tempat shalat) ketika Rasulullah selesai mengucapkan salamnya.

700. Hadits no.794, Tambahan lafadz “wabarakatuh” ketika salam di akhir shalat:
Al-Hafidz Ibnu Hajar (w.852H) –rahimahullah- dalam “Bulugul Maram” (hal.273) kibat tentang shalat, menyebutkan hadits dari Wail bin Hujr –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata:
صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - فَكَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ: «السَّلَام عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ»، وَعَنْ شِمَالِهِ: «السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ»
Aku pernah shalat bersama Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan beliau memberi salam ke sebelah kananya dengan mengucapkan: “Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh”, dan ke sebelah kirinya dengan mengucapkan: “Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh”.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan: “Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang shahih”.
Baca penjelasan lengkap tentang derajat hadits ini di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/tambahan-lafadz-wabarakatuh-ketika


Bersambung ...

NB: Gambar hadits bersumber dari Ensiklopedi Hadits 9 Imam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...