Selasa, 11 Februari 2020

Hadits Abu Sa’id, ‘Abdurrahman, dan Ibnu Ja’far; Sujud Sahwi ketika ragu dalam shalat

بسم الله الرحمن الرحيم
A.    Hadits Abu Sa’id Al-Khudriy.
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ، فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا، فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ، فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ، وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ» [صحيح مسلم]
“Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat, tiga ataukah empat rakaat maka buanglah keraguan, dan ambilah yang pasti (yaitu yang sedikit). Kemudian sujudlah dua kali sebelum memberi salam. Jika ternyata dia shalat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan shalatnya. Dan jika, ternyata shalatnya memang empat rakaat maka kedua sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan'." [Shahih Muslim]
Dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي الثِّنْتَيْنِ وَالْوَاحِدَةِ، فَلْيَجْعَلْهَا وَاحِدَةً، وَإِذَا شَكَّ فِي الثِّنْتَيْنِ وَالثَّلَاثِ فَلْيَجْعَلْهَا ثِنْتَيْنِ، وَإِذَا شَكَّ فِي الثَّلَاثِ وَالْأَرْبَعِ فَلْيَجْعَلْهَا ثَلَاثًا، ثُمَّ لِيُتِمَّ مَا بَقِيَ مِنْ صَلَاتِهِ حَتَّى يَكُونَ الْوَهْمُ فِي الزِّيَادَةِ، ثُمَّ يَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ» [سنن ابن ماجه: صحيح]
"Jika salah seorang dari kalian ragu antara dua raka'at atau satu, hendaklah ia jadikan satu raka'at. Jika ragu antara dua raka'at atau tiga, hendaklah ia jadikan dua. Jika ragu antara tiga atau empat, hendaklah ia jadikan tiga. Setelah itu hendaklah ia menyempurnakan kekurangannya, hingga keraguan itu bertumpu pada sesuatu yang lebih. Kemudian sujud sahwi dua kali dalam keadaan duduk sebelum salam. " [Sunan Ibnu Majah: Shahih]
Imam Tirmidziy menghukumi hadits ini shahih.
1)      Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu.
2)      Abdurrahman bin ‘Auf bin ‘Abdi ‘Auf, Abu Muhammad Az-Zuhriy.
Beliau termasuk sahabat yang hijrah dua kali, ikut perang Badr, Uhud, dan semua peperangan lainnya bersama Nabi shallallahu ‘alaih wasallam. Beliau wafat tahun 32 hijriyah.
Diantara keistimewaannya:
a.       Salah seorang dari 10 yang mendapat jaminan masuk surga dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dari 'Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«أَبُو بَكْرٍ فِي الجَنَّةِ، وَعُمَرُ فِي الجَنَّةِ، وَعُثْمَانُ فِي الجَنَّةِ، وَعَلِيٌّ فِي الجَنَّةِ، وَطَلْحَةُ فِي الجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الجَنَّةِ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الجَنَّةِ، وَسَعْدٌ فِي الجَنَّةِ، وَسَعِيدٌ فِي الجَنَّةِ، وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الجَرَّاحِ فِي الجَنَّةِ» [سنن الترمذي: صحيح]
"Abu Bakr (akan masuk) dalam surga, Umar dalam surga, Utsman dalam surga, Ali dalam surga, Thalhah dalam surga, Az-Zubair dalam surga, Abdurrahman bin 'Auf dalam surga, Sa'ad (bin Abi Waqqash) dalam surga, Sa'id (bin Zayd) dalam surga, dan Abu 'Ubaidah bin Al-Jarraah dalam surga". [Sunan Tirmidziy: Sahih]
b.      Salah satu dari enam ahli syura dan kandidat khalifah setelah Umar
Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu berwasiat sebelum wafatnya:
إِنِّي لاَ أَعْلَمُ أَحَدًا أَحَقَّ بِهَذَا الأَمْرِ مِنْ هَؤُلاَءِ النَّفَرِ الَّذِينَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَنْهُمْ رَاضٍ، فَمَنِ اسْتَخْلَفُوا بَعْدِي فَهُوَ الخَلِيفَةُ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا، فَسَمَّى عُثْمَانَ، وَعَلِيًّا، وَطَلْحَةَ، وَالزُّبَيْرَ، وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ، وَسَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ [صحيح البخاري]
“Aku tidak mengetahui seseorang yang lebih berhak pada perkara ini (khilafah) selain daripada mereka, yaitu orang-orang yang ketika Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam meninggal beliau telah meridhai mereka, maka barangsiapa yang menggantikan aku setelahku maka dialah khalifah, wajib dengar dan taatlah padanya. Lalu ia menyebut nama: 'Utsman, 'Ali, Thalhah, Az-Zubair, 'Abdur-Rahman bin 'Auf, dan Saad bin Abi Waqqash”. [Shahih Bukhari]
Dalam riwayat lain:
فَالْخِلَافَةُ شُورَى بَيْنَ هَؤُلَاءِ السِّتَّةِ، الَّذِينَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَنْهُمْ رَاضٍ [صحيح مسلم]
“Maka kekhilafahan adalah dipilih dengan cara musyawarah di antara enam orang yang Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam wafat dalam keadaan ridha kepada mereka”. [Shahih Muslim]
c.       Nabi pernah shalat di belakangnya.
Al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu berkata:
أَنَّهُ غَزَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبُوكَ، فَتَبَرَّزَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِبَلَ الْغَائِطِ فَحَمَلْتُ مَعَهُ إِدَاوَةً قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ، فَلَمَّا رَجَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيَّ أَخَذْتُ أُهَرِيقُ عَلَى يَدَيْهِ مِنَ الْإِدَاوَةِ وَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ، ثُمَّ ذَهَبَ يُخْرِجُ جُبَّتَهُ عَنْ ذِرَاعَيْهِ، فَضَاقَ كُمَّا جُبَّتِهِ فَأَدْخَلَ يَدَيْهِ فِي الْجُبَّةِ، حَتَّى أَخْرَجَ ذِرَاعَيْهِ مِنْ أَسْفَلِ الْجُبَّةِ، وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ، ثُمَّ تَوَضَّأَ عَلَى خُفَّيْهِ، ثُمَّ أَقْبَلَ فَأَقْبَلْتُ مَعَهُ حَتَّى نَجِدُ النَّاسَ قَدْ قَدَّمُوا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ فَصَلَّى لَهُمْ فَأَدْرَكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى الرَّكْعَتَيْنِ فَصَلَّى مَعَ النَّاسِ الرَّكْعَةَ الْآخِرَةَ، فَلَمَّا سَلَّمَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُتِمُّ صَلَاتَهُ فَأَفْزَعَ ذَلِكَ الْمُسْلِمِينَ فَأَكْثَرُوا التَّسْبِيحَ فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ» ثُمَّ قَالَ: «أَحْسَنْتُمْ» أَوْ قَالَ: «قَدْ أَصَبْتُمْ» يَغْبِطُهُمْ أَنْ صَلَّوُا الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا [صحيح مسلم]
“Bahwa dia berperang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada perang Tabuk. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membuang hajat ke wc, lalu aku membawakan air sebelum shalat fajar. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali kepadaku, aku mulai menyiram kedua tangannya dengan air dari ember, lalu beliau mencuci kedua tangannya tiga kali, kemudian membasuk wajahnya, kemudian mulai mengeluarkan kedua lengannya dari jubahnya, lalu lengan jubahnya sempit, maka beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam jubahnya hingga mengeluarkannya dari arah bawah jubah, lalu membasuh kedua lengannya hingga ke siku, kemudian berwudhu pada kedua khufnya kemudian kembali ke depan. Lalu aku beranjak bersama beliau hingga mendapatkan manusia yang telah menyuruh maju Abdurrahman bin Auf lalu dia mengimami mereka. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendapati salah satu dari dua rakaat, lalu beliau shalat bersama manusia pada rakaat terakhir. Ketika Abdurrahman bin Auf mengucapkan salam, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri menyempurnakan shalatnya, lalu hal tersebut mengambil perhatian kaum muslimin, lalu mereka memperbanyak tasbih. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyelesaikan shalatnya, beliau menghadap mereka kemudian bersabda, "Kalian telah berbuat baik" atau beliau bersabda, "Kalian telah benar”, membuat mereka termotivasi untuk melakukan shalat pada waktunya." [Shahih Muslim]
d.      Nabi mengakui ia sebagai sahabatnya.
Abu Sa'id radhiyallahu 'anhu berkata; suatu ketika di antara Khalid bin Walid dan 'Abdur Rahman bin 'Auf ada sedikit permasalahan. Lalu Khalid mencelanya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَا تَسُبُّوا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِي، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ، وَلَا نَصِيفَهُ» [صحيح مسلم]
"Janganlah kalian mencela seseorang dari sahabatku, karena sesungguhnya seseorang dari kalian seandainya menginfakkan emas sebesar gunung Uhud maka ia tidak akan dapat menandingi satu mud atau setengahnya dari apa yang telah diinfakkan para sahabatku.' [Shahih Muslim]
e.       Berbuat baik kepada Istri Nabi setelah beliau wafat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah bersabda:
«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي مِنْ بَعْدِي»
“Sebaik-baik dari kalian adalah yang berbuat baik kepada keluargaku setelah wafatku”.
Abu Hurairah berkata:
فَبَاعَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ حَدِيقَةً بِأَرْبَعِ مِائَةِ أَلْفٍ، فَقَسَمَهَا فِي أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Maka Abdurrahman bin ‘Auf menjual kebunnya seharga 400.000 kemudian ia bagikan kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. [As-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim: Hasan ligairih]
3)      Keraguan dalam shalat dikembalikan pada apa yang meyakinkan jika tidak mampu mengingat yang benar.
Abdullah bin Zayd radhiyallahu 'anhu berkata:
شُكِيَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلُ يَجِدُ فِي الصَّلاَةِ شَيْئًا أَيَقْطَعُ الصَّلاَةَ؟ قَالَ: «لاَ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا» [صحيح البخاري]
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diadukan tentang seorang laki-laki yang mendapatkan sesuatu yang tidak beres ketika sedang shalat, apakah aku harus memutuskan shalat atau melanjutkannya?"
Maka Beliau bersabda: "Tidak, hingga dia mendengar suara atau tercium baunya". [Shahih Bukhari]
4)      Hadits ini salah satu landasan kaidah fiqhiyah:
" الْيَقِين لَا يزَال بِالشَّكِّ "
“Suatu yang meyakinkan tidak ditinggalkan karena adanya suatu yang meragukan”
5)      Sudud sahwi sebelum salam ketika ragu dalam shalat dan tidak mampu mengingat yang benar.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْتِي أَحَدَكُمْ فِي صَلَاتِهِ، فَيَدْخُلُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ نَفْسِهِ حَتَّى لَا يَدْرِيَ زَادَ أَوْ نَقَصَ، فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ، فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ، ثُمَّ يُسَلِّمْ» [سنن ابن ماجه: صحيح]
"Sesungguhnya setan datang pada salah seorang kalian di saat shalat, lalu setan masuk dan mengganggu shalatnya hingga ia tidak tahu apakah raka'atnya lebih atau kurang. Jika sudah begitu hendaklah ia sujud dua kali sebelum salam, kemudian salam. " [Sunan Ibnu Majah: Shahih]
6)      Hukum sujud sahwi.
Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini:
a.       Madzhab Hanafiy berpendapat bahwa sujud sahwi hukumnya wajib karena ada perintah.
Dengan dalil:
Ø  Perintah untuk sujud sahwi, sebagaimana dalam hadits ini.
Ø  Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan sujud sahwi ketika lupa atau keliru dalam shalatnya.
Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي [صحيح البخاري]
"Salatlah kalian (dengan cara) seperti kalian melihatku salat". [Sahih Bukhari]
b.       Madzhab Syafi’iy berpendapat bahwa hukumnya sunnah, baik yang ditinggalkan itu adalah amalan wajib shalat atau sunnah shalat.
Dengan dalil:
Hadits Abu Sa’id radhiyallahu 'anhu melalui riwayat Abi Daud:
«إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُلْقِ الشَّكَّ، وَلْيَبْنِ عَلَى الْيَقِينِ، فَإِذَا اسْتَيْقَنَ التَّمَامَ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ، فَإِنْ كَانَتْ صَلَاتُهُ تَامَّةً كَانَتِ الرَّكْعَةُ نَافِلَةً وَالسَّجْدَتَانِ، وَإِنْ كَانَتْ نَاقِصَةً كَانَتِ الرَّكْعَةُ تَمَامًا لِصَلَاتِهِ، وَكَانَتِ السَّجْدَتَانِ مُرْغِمَتَيِ الشَّيْطَانِ»
"Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya, hendaknya ia meninggalkan keraguannya dan menetapkan yang diyakininya, apabila dia yakin (raka'atnya) telah sempurna, lalu sujud dua kali. Apabila ternyata raka'atnya telah sempurna, maka satu raka'at dan kedua sujudnya itu menjadi tambahan baginya (amalan sunnah), kalau memang ternyata raka'atnya kurang, maka raka'at itu menjadi penyempurna shalatnya dan kedua sujudnya itu sebagai pembuat setan jengkel." [Sunan Abi Daud: Shahih]
Adapun perintah dalam hadits ini hanya sebagai anjuran karena bertujuan untuk menghinakan setan yang telah menggoda dalam shalat.
c.       Madzhab Malikiy berpendapat hukumnya wajib jika terjadi kekurangan dalam shalat, dan sunnah jika terjadi tambahan.
d.       Madzhab Hambaliy berpendapat hukumnya wajib jika meninggalkan amalan rukun atau wajib shalat, dan sunnah jika meninggalkan amalan sunnah shalat.
7)      Setan mengganggu ketika shalat.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" إِذَا نُودِيَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ، وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ، فَإِذَا قُضِيَ الأَذَانُ أَقْبَلَ، فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ، فَإِذَا قُضِيَ التَّثْوِيبُ، أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ المَرْءِ وَنَفْسِهِ، يَقُولُ: اذْكُرْ كَذَا وَكَذَا، مَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ، حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِي كَمْ صَلَّى، فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَوْ أَرْبَعًا، فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ "
"Jika panggilan shalat (adzan) dikumandangkan, setan lari sambil mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan tersebut. Apabila panggilan adzan telah selesai maka setan kembali. Dan bila iqamat dikumandangkan setan kembali berlari dan jika iqamat telah selesai dia kembali lagi hingga untuk mengganggu hatinya seseorang seraya berkata; ingatlah ini dan itu, yang semestinya tidak diingat sehingga seseorang membayanngkannya hingga akhirnya orang itu tidak tahu berapa raka'at shalat yang sudah dia laksanakan. Oleh karena itu bila seorang dari kalian tidak mengetahui berapa raka'at dari shalat yang sudah dikerjakannya, apakah tiga atau empat raka'at maka hendaklah dia melakukan sujud dua kali dalam posisi duduk". [Shahih Bukhari dan Muslim]
8)      Cara menolak gangguan setan ketika shalat:
'Utsman bin Abu Al-'Ash radhiyallahu 'anhu datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya; "Ya, Rasulullah! Aku sering diganggu setan dalam shalat, sehingga bacaanku menjadi kacau karenanya. Bagaimana itu?"
Maka bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
«ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْهُ، وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا»
'Ya, yang demikian itu memang gangguan setan yang dinamakan Khanzab. Karena itu bila engkau diganggunya, maka segeralah mohon perlindungan kepada Allah dari godaannya, sesudah itu meludah ke sebelah kirimu tiga kali! '
Kata Usman; 'Setelah kulakukan yang demikian, maka dengan izin Allah godaan seperti itu hilang.' [Shahih Muslim]
C.     Hadits Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma
Diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam “As-Sunan” 1/271 no.1033, ia berkata:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُسَافِعٍ، أَنَّ مُصْعَبَ بْنَ شَيْبَةَ، أَخْبَرَهُ عَنْ عُتْبَةَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ شَكَّ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَمَا يُسَلِّمُ»
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Hajjaj dari Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku Abdullah bin Musafi' bahwa Mush'ab bin Syaibah telah mengabarkan kepadanya, dari 'Utbah bin Muhammad bin Al Harits dari Abdullah bin Ja'far bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa ragu-ragu dalam shalatnya, hendaknya ia sujud dua kali setelah salam."
Ø  Diriwayatkan juga oleh Ibnu Khuzaimah rahimahullah dalam kitab “Shahih”-nya 2/116 no.1033.
Al-Baihaqiy rahimahullah berkata:
هَذَا الْإِسْنَادُ لَا بَأْسَ بِهِ إِلَّا أَنَّ حَدِيثَ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَصَحُّ إِسْنَادًا مِنْهُ وَمَعَهُ حَدِيثُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ عَلَى مَا نَذْكُرُهُ، وَاللهُ أَعْلَمُ [السنن الكبرى للبيهقي (2/ 476)]
“Sanad ini tidak mengapa (baik) hanya saja hadits Abi Sa’id Al-Khudriy lebih shahih sanadnya dari hadits ini, dan ia didukung oleh hadits Abdurrahman bin ‘Auf dan Abi Hurairah sebagaimana yang telah kami sebutkan, wallahu a’lam! [As-Sunan Al-Kubraa 2/476]
Hadits ini lemah karena beberapa cacat pada sanad dan matannya:
1)      Abdullah bin Musafi’[1], majhul haal, tidak ditemukan komentar ulama tentang derajat haditsnya.
2)      Mus’ab bin Syaibah[2]; Ibnu Ma’in dan Al-‘Ijliy mengatakan ia tsiqah (haditsnya shahih), sedangkan Imam Ahmad, dan An-Nasa’iy mengatakan ia meriwayatkan hadits mungkar (sangat lemah). Abu Hatim, Abu Daud, dan Ad-Daraquthniy mengatakan bahwa ia lemah.
3)      'Utbah bin Muhammad bin Al Harits[3]; An-Nasa’iy mengatakan: “Ia tidak diketahui”. Hanya di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban. Ibnu Hajar mengatakan haditsnya “maqbul” (diterima), jika ada yang menguatkannya. Tapi hadits ini tidak ada penguatnya.
4)      Matannya ada perselisihan, karena dalam riwayat lain tidak disebutkan waktu sujudnya sebelum atau setelah salam:
" مَنْ شَكَّ فِي صَلاتِهِ، فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ " [مسند أحمد]
“Siapa yang ragu dalam shalatnya, maka hendaklah ia sujud dua kali dalam keadaan duduk”. [Musnad Ahmad]
Ø  Lafadz ini sama seperti riwayat Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي جَاءَ الشَّيْطَانُ، فَلَبَسَ عَلَيْهِ حَتَّى لاَ يَدْرِيَ كَمْ صَلَّى، فَإِذَا وَجَدَ ذَلِكَ أَحَدُكُمْ، فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ» [صحيح البخري ومسلم]
"Sesungguhnya bila seseorang dari kalian berdiri mengerjakan shalat, setan akan datang menghampirinya (untuk menggodanya) sehingga tidak menyadari berapa raka'at shalat yang sudah dia laksanakan. Oleh karena itu bila seorang dari kalian mengalami peristiwa itu hendaklah dia melakukan sujud dua kali dalam posisi duduk". [Shahih Bukhari dan Muslim]
5)      Dan juga bertentangan dengan hadits Abu Sa’id Al-Khudriy, Abdurrahman bin ‘Auf dan Abu Hurairah (riwayat Ibnu Majah) yang menunjukkan bahwa orang yang ragu dalam shalatnya, sujud sahwi sebelum salam.
Hadits ini dilemahkan oleh imam An-Nawawiy dalam kitab “Khulashatul Ahkam” (2/641 no.2216), dan Ibnu Qudamah dalam kitab “Al-Mugniy” (2/19), dan ia juga menukil dari Al-Atsram rahimahumullah.
Wallahu a’lam!


[1] Lihat biografi " Abdullah bin Musafi’ " dalam kitab: Al-Jarh wa At-Ta'diil karya Ibnu Abi Hatim 5/176, Tahdziib Al-Kamaal karya Al-Mizziy 16/119, Al-Kasyif karya Adz-Dzahabiy 1/597, Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal.322.
[2] Lihat biografi " Mus’ab bin Syaibah " dalam kitab: Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 4/196, Al-Jarh wa At-Ta'diil 8/305, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 3/123, Tahdziib Al-Kamaal 28/31, Miizaan Al-I'tidaal karya Adz-Dzahabiy 4/120, Taqriib At-Tahdziib hal.533.
[3] Lihat biografi " 'Utbah bin Muhammad " dalam kitab: Al-Jarh wa At-Ta'diil 6/374, Ats-Tsiqat karya Ibnu Hibban 5/249, Tahdziib Al-Kamaal 19/321, Miizaan Al-I'tidaal 3/29, Taqriib At-Tahdziib hal.381.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...