A. Hadits Abu Hurairah.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:
صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلاَتَيِ العَشِيِّ - قَالَ مُحَمَّدٌ: وَأَكْثَرُ ظَنِّي العَصْرَ - رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ إِلَى خَشَبَةٍ فِي مُقَدَّمِ المَسْجِدِ، فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهَا، وَفِيهِمْ أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ، وَخَرَجَ سَرَعَانُ النَّاسِ فَقَالُوا: أَقَصُرَتِ الصَّلاَةُ؟ وَرَجُلٌ يَدْعُوهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذُو اليَدَيْنِ، فَقَالَ: أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتْ؟ فَقَالَ: لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ، قَالَ: بَلَى قَدْ نَسِيتَ، «فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ كَبَّرَ، فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ، فَكَبَّرَ، ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ، فَكَبَّرَ، فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ»
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat bersama kami dalam suatu shalat sore, -Berkata Muhammad (bin Sirin); Kecenderungan dugaanku adalah shalat 'Ashar-, yaitu sebanyak dua raka'at lalu memberi salam. Setelah itu Beliau mendatangi kayu yang tergeletak di masjid, Beliau berbaring dengan meletakkan kedua tangannya pada kayu tersebut. Diantara mereka yang ikut shalat ada Abu Bakar dan 'Umar radhiyallahu 'anhuma. Namun keduanya sungkan untuk berbicara dengan Beliau lalu keluar mendahului orang banyak. Sementara orang-orang berkata; "Shalat diringkas (qashar) ".
Tiba-tiba ada seorang yang dipanggil oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan panggilan Dzul Yadain, dan ia berkata: "Apakah anda lupa atau shalat diqashar?"
Beliau berkata: "Aku tidak lupa dan juga shalat tidak diqashar!".
Dzul Yadain berkata: "Benar, sebenarnya anda telah lupa".
Maka Beliau shalat dua raka'at kemudian memberi salam. Kemudian Beliau bertakbir lalu sujud seperti sujudnya (yang biasa) atau lebih lama lagi kemudian mengangkat kepalanya lalu bertakbir lagi kemudian meletakkan kepalanya lalu bertakbir kemudian sujud seperti sujudnya atau lebih lama lagi, kemudian mengangkat kepalanya dan takbir. [Shahih Bukhari]
فَأَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْقَوْمِ، فَقَالَ: «أَصَدَقَ ذُو الْيَدَيْنِ»، فَأَوْمَئُوا: أَيْ نَعَمْ، فَرَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَقَامِهِ، فَصَلَّى الرَّكْعَتَيْنِ الْبَاقِيَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ، ثُمَّ رَفَعَ وَكَبَّرَ، ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ، أَوْ أَطْوَلَ، ثُمَّ رَفَعَ وَكَبَّرَ "، قَالَ: فَقِيلَ لِمُحَمَّدٍ: سَلَّمَ فِي السَّهْوِ؟ فَقَالَ: لَمْ أَحْفَظْهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَلَكِنْ نُبِّئْتُ أَنَّ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ، قَالَ: ثُمَّ سَلَّمَ. [سنن أبي داود]
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadap kepada orang-orang seraya bersabda: "Benarkah apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain?"
Para sahabat menjawab (dengan isyarat); "Ya, benar"
Lalu beliau maju kembali ke tempatnya semula dan menyelesaikan kekurangan (raka'at) yang tertinggal, kemudian salam. Setelah salam beliau bertakbir dan sujud seperti sujud biasa atau agak panjang sedikit lalu mengangkat kepala dan bertakbir, setelah itu beliau bertakbir lagi dan sujud seperti sujud biasa atau agak lama kemudian mengangkat kepala dan bertakbir."
Di tanyakan kepada Muhammad (bin Sirin); "Apakah beliau salam dalam (sujud) sahwi?"
Jawabnya; "Aku tidak menghafalnya dari Abu Hurairah, tapi aku diberitahu bahwa Imran bin Hushain berkata; "Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam salam…". [Sunan Abi Daud]
Penjelasan singkat hadits ini:
1. Biografi Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.
Lihat di sini: Abu Hurairah dan keistimewaannya
2. Biografi Dzul Yadain radhiyallahu 'anhu.
Namanya: Al-Khirbaaq Abu Al-‘Uryaan As-Sulamiy radhiyallahu 'anhu, berasal dari Bani Sulaim. Ia digelari “Dzul Yadaini” karena tangannya yang panjang. Beliau wafat beberapa tahun setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Imam Az-Zuhriy -rahimahullah- dalam salah satu riwayat telah keliru menyamakan antara Dzul Yadaini dengan Dzu Asy-Syimalaini.
Dzu Asy-Syimalainiy bin Abdu ‘Amr bin Nadhlah Al-Khuza’iy radhiyallahu 'anhu, berasal dari Mekkah, wafat pada perang Badr. Sengankan hadits Dzul Yadainiy terjadi setelah perang Khaibar karena dalam satu riwayat disebutkan bahwa Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ikut shalat saat kejadian tersebut. [Ma’rifah Ash-Shahabah karya Ibnu Mandah hal.570]
3. Kejadian ini terjadi ketika shalat Ashar atau Dzuhur?
Ada tiga orang yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Hurairah:
1) Muhammad bin Sirin.
Ibnu Sirin -rahimahullah- berkata:
سَمَّاهَا أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَكِنْ نَسِيتُ أَنَا [صحيح البخاري]
"Abu Hurairah menyebutkan menyebutkan (nama) shalat tersebut, tetapi aku lupa." [Shahih Bukhari]
Dalam riwayat lain, ia yakin menyebutkan bahwa itu adalah shalat Dzuhur:
Dari Muhammad (bin Sirin), dari Abu Hurairah:
صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ [صحيح البخاري]
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengimami kami pada waktu shalat Dzuhur hanya dua raka'at kemudian salam, … [Shahih Bukhari]
2) Abu Salamah bin Abdirrahman.
Dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman -rahimahullah-, dari Abu Hurairah berkata:
صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ [صحيح البخاري]
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan shalat Dzuhur dua rakaat.” [Shahih Bukhari]
3) Abu Sufyan maulaa Ibnu Abi Ahmad.
Dari Abu Sufyan -maula Ibnu Abi Ahmad- rahimahullah; Bahwasanya dia berkata: Saya mendengar Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata:
صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعَصْرِ، فَسَلَّمَ فِي رَكْعَتَيْنِ [صحيح مسلم]
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat mengimami kami shalat Ashar. Lalu beliau mengucapkan salam pada raka’at kedua”. [Shahih Muslim]
Ash-Shan’aniy -rahimahullah- berpendapat bahwa kejadian ini terjadi beberapa kali, pernah di waktu shalat Dzuhur dan pernah di waktu shalat Ashar.
Akan tetapi Al-Hafidz Ibnu Hajar -rahimahullah- membantah pendapat ini, beliau berkata:
وَالظَّاهِرُ أَنَّ الِاخْتِلَافَ فِيهِ مِنَ الرُّوَاةِ وَأَبْعَدَ مَنْ قَالَ يُحْمَلُ عَلَى أَنَّ الْقِصَّةَ وَقَعَتْ مَرَّتَيْنِ بَلْ رَوَى النَّسَائِيُّ مِنْ طَرِيقِ بن عون عَن بن سِيرِينَ أَنَّ الشَّكَّ فِيهِ مِنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَلَفظه: "صلى -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إِحْدَى صَلَاتَيِ الْعَشِيِّ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: وَلَكِنِّي نَسِيتُهَا "، فَالظَّاهِرُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَوَاهُ كَثِيرًا عَلَى الشَّكِّ، وَكَانَ رُبَّمَا غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ أَنَّهَا الظُّهْرُ فَجَزَمَ بِهَا، وَتَارَةً غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ أَنَّهَا الْعَصْرُ فَجَزَمَ بِهَا، وَطَرَأَ الشَّكُّ فِي تَعْيِينِهَا أَيْضًا على ابن سِيرِينَ، وَكَانَ السَّبَبُ فِي ذَلِكَ الِاهْتِمَامَ بِمَا فِي الْقِصَّةِ مِنَ الْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ وَلَمْ تَخْتَلِفِ الرُّوَاةُ فِي حَدِيثِ عِمْرَانَ فِي قِصَّةِ الْخِرْبَاقِ أَنَّهَا الْعَصْرُ فَإِنْ قُلْنَا إَنَّهُمَا قِصَّةٌ وَاحِدَةٌ فَيَتَرَجَّحُ رِوَايَةُ مَنْ عَيَّنَ الْعَصْرَ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ [فتح الباري لابن حجر (3/ 97)]
Dan yang nampak jelas, bahwasanya perselisihan ini dari para perawi, dan telah jauh dari kebenaran orang yang mengatakan bahwa kejadian ini terjadi dua kali, karena An-Nasa’iy meriwayatkan dari jalur ‘Aun dari Ibnu Sirin bahwasanya keraguan ini berasal dari Abu Hurairah, dan lafadznya: “Nabi shallallahu ‘alaih wasallam shalat salah satu shalat Al-‘Asyiy”, Abu Hurairah berkata: “Akan tetapi aku lupa shalat apa itu”. Maka yang nampak jelas bahwasanya Abu Hurairah banyak meriwayatkannya dengan lafadz keraguan, dan terkadang perkiraannya condong pada shalat Dzuhur maka ia mengatakan shalat Dzuhur, dan terkadang perkiraaannya condong pada shalat Ashar maka ia mengatakan shalat Ashar. Dan keraguan dalam menentukannya juga terjadi pada Ibnu Sirin, hal itu disebabkan karena perhatian perawi fokus pada hukum syar’I yang dikandung kisah ini. Dan perawi hadits ‘Imran tidak ada perselisihan dalam kisah Al-Khirbaaq bahwa itu adalah shalat Ashar. Maka jika kita mengatakan bahwa kisah ini cuma terjadi sekali maka yang rajih adalah riwayat yang menetapkan bahwa itu adalah shalat Ashar pada hadits Abu Hurairah”. [Fathul Bari 3/97]
4. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lupa dalam shalatnya karena sedang marah.
Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata:
صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلَاتَيِ الْعَشِيِّ، إِمَّا الظُّهْرَ، وَإِمَّا الْعَصْرَ، فَسَلَّمَ فِي رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ أَتَى جِذْعًا فِي قِبْلَةِ الْمَسْجِدِ، فَاسْتَنَدَ إِلَيْهَا مُغْضَبًا
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengimami kami shalat pada salah satu dua shalat petang, mungkin shalat Dzuhur ataupun Ashar. Lalu beliau mengucapkan salam pada dua rakaat, kemudian beliau pergi ke sebatang pohon kurma di arah kiblat masjid, lalu beliau bersandar ke pohon itu dalam keadaan marah. [Shahih Muslim]
Tidak diketahui apa sebab kemarahan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. [Al-‘Uddah 2/415]
5. Boleh mengayam jemari setelah shalat dalam masjid.
Dalam riwayat lain:
فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ، فَقَامَ إِلَى خَشَبَةٍ مَعْرُوضَةٍ فِي المَسْجِدِ، فَاتَّكَأَ عَلَيْهَا كَأَنَّهُ غَضْبَانُ، وَوَضَعَ يَدَهُ اليُمْنَى عَلَى اليُسْرَى، وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ، وَوَضَعَ خَدَّهُ الأَيْمَنَ عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ اليُسْرَى [صحيح البخاري]
"Beliau shalat bersama kami dua rakaat kemudian salam, kemudian beliau mendatangi kayu yang tergeletak di masjid. Beliau lalu berbaring pada kayu tersebut seolah sedang marah dengan meletakkan lengan kanannya di atas lengan kirinya serta menganyam jari jemarinya, sedangkan pipi kanannya diletakkan pada punggung telapak tangan kiri. [Shahih Bukhari]
Ø Adapun hadits yang melarang maka hal tersebut dilarang ketika hendak shalat atau dalam keadaan shalat.
Dari Ka'ab bin 'Ujrah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا إِلَى المَسْجِدِ فَلَا يُشَبِّكَنَّ بَيْنَ أَصَابِعِهِ، فَإِنَّهُ فِي صَلَاةٍ» [سنن الترمذي: صححه الألباني]
"Jika salah seorang dari kalian berwudhu dan membaguskannya, kemudian keluar menuju masjid, maka janganlah ia menganyam antara jari-jarinya sebab ia dalam hitungan shalat." [Sunan Tirmidziy: Sahih]
6. Niat keluar dari shalat karena menganggap sudah selesai tidak membatalkan shalat.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا} " قَالَ: نَعَمْ "
(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah". [Al-Baqarah: 286]
Allah berfirman: "Iya aku kabulkan". [Shahih Muslim]
Ø Dari Abi Dzar Al-Gifariy radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ قَدْ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ، وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ» [سنن ابن ماجه: صحيح]
“Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku sesuatu yang dilakukan karena salah (tidak sengaja), lupa, dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya". [Sunan Ibnu Majah: Sahih]
7. Banyak bergerak dan berbicara ketika shalat dalam keadaan lupa, tidak membatalkan shalat.
Hadits ini memberikan pengkhususan terhadap hadits yang menunjukkan larangan berbicara ketika shalat:
Zaid bin Arqam radhiyallahu 'anhu berkata:
" كُنَّا نَتَكَلَّمُ فِي الصَّلَاةِ يُكَلِّمُ الرَّجُلُ صَاحِبَهُ وَهُوَ إِلَى جَنْبِهِ فِي الصَّلَاةِ حَتَّى نَزَلَتْ {وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ} [البقرة: 238] فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ، وَنُهِينَا عَنِ الْكَلَامِ " [صحيح البخاري ومسلم]
"Dahulu kami bercakap-cakap dalam shalat. Seorang laki-laki bercakap-cakap dengan teman di sampingnya dalam keadaan shalat, hingga turun ayat, '...Shalatlah kamu karena Allah dengan khusyu'. (Al-Baqarah: 238). Lalu kami disuruh diam, dan dilarang bercakap-cakap'." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata; Kami pernah memberi salam dalam shalat dan memerintahkan supaya hajat kami di penuhi, kemudian kami datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ketika itu beliau sedang mengerjakan shalat, lantas aku pun memberi salam kepadanya, namun beliau tidak menjawab salamku, sehingga aku teringat dengan masa laluku dan masa sekarang.
Ketika shalat selesai, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ يُحْدِثُ مِنْ أَمْرِهِ مَا يَشَاءُ، وَإِنَّ اللَّهَ جَلَّ وَعَزَّ قَدْ أَحْدَثَ مِنْ أَمْرِهِ أَنْ لَا تَكَلَّمُوا فِي الصَّلَاةِ»
"Allah menetapkan perintah-Nya sesuai kehendak-Nya, dan Allah Jalla wa 'Azza telah menetapkan perintah-Nya yaitu janganlah kamu berbicara ketika sedang shalat."
Kemudian beliau menjawab salamku. [Sunan Abi Daud: Shahih]
8. Beleh bergerak atau berbicara dalam shalat untuk kesempurnaan shalat.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
«صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ، فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَأْسِي مِنْ وَرَائِي، فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ» [صحيح البخاري ومسلم]
“Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam, lalu aku berdiri di samping kirinya, maka Rasulullah memegang kepalaku dari belakang kemudian menaruhku di sebelah kanannya”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
9. Mengingatkan imam ketika keliru atau lupa dalam shalatnya.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan shalat dan membaca (beberapa ayat Al Qur'an) dalam shalatnya, dan beliau terbalik-balik dalam bacaannya, seusai shalat beliau bersabda kepada Ubay:
أَصَلَّيْتَ مَعَنَا؟»
"Apakah kamu tadi ikut shalat bersama kami?"
Ubay menjawab; "Ya."
Sabda beliau:
«فَمَا مَنَعَكَ»
"Lantas apa yang mencegahmu (untuk tidak membenarkan tentang ayat tadi)?" [Sunan Abi Daud: Shahih]
Ø Al-Musawwir bin Yazid Al-Asadiy Al-Malikiy mengatakan; "Aku menyaksikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca surat Al Qur'an dalam shalat, kemudian beliau meninggalkan suatu ayat, dan tidak di bacanya. Maka ada seseorang berkata kepada beliau; "Wahai Rasulullah, Anda telah meninggalkan ayat ini dan ini."
Lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
«هَلَّا أَذْكَرْتَنِيهَا»
"Mengapa kamu tidak mengingatkan aku tentang ayat itu?"
Orang itu mengatakan; Aku mengira bahwa ayat tersebut telah di nasakh (di hapus)." [Sunan Abi Daud: Hasan]
Lihat hadits Ibnu Mas’ud yang akan datang.
10. Shalat yang kurang karena lupa bisa langsung dilengkapi jika jarak waktunya belum lama.
Adapun jika waktunya sudah terlalu lama, maka ulama berselisih dalam hal ini:
Pendapat pertama, shalat harus diulang dari awal.
Pendapat kedua, bisa langsung dilengkapi selama wudhunya belum batal.
Jika wudhunya telah batal maka ulama sepakat, bahwa shalatnya harus diulang dari awal.
11. Sujud sahwi setelah salam bagi orang yang keluar dari shalatnya sebelum sempurna.
12. Memanjangkan waktu sujud sahwi.
13. Jika terjadi beberapa kekeliruan dalam shalat maka cukup sekali sujud sahwi dengan dua kali sujud.
14. Boleh menyebutkan aib seseorang jika ia tidak dikenal kecuali dengan sifatnya tersebut.
Allah -subhanahu wa ta'aalaa- berfirman:
{عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ (1) أَن جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ} [عبس : 1-2]
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. ['Abasa: 1-2]
Ø Dari Umar bin khattab -radhiyallahu 'anhu-; Ada seorang laki-laki di masa Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- namanya Abdullah, dia dijuluki "keledai", ia suka membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa, dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mencambuknya karena ia mabuk. Suatu hari ia ditangkap lagi dan Nabi memerintahkan agar dia dicambuk. Lantas salah seorang sahabat berujar; 'Ya Allah, laknatilah dia, betapa sering ia ketangkap, '
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَا تَلْعَنُوهُ فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
"Janganlah kalian melaknat dia, demi Allah, setahuku dia mencintai Allah dan rasul-Nya." [Shahih Bukhari]
Lihat: 6 gibah yang dibolehkan
15. Apakah hadits ini adalah dalil bahwa hadits “Ahaad” bukan hujjah?
Sebagian menjadikan hadits ini dalil bahwa hadits “ahaad” tidak bisa dijadikan hujjah karena Nabi shallallahu ‘alaih wasallam tidak langsung menerima ucapan Dzul Yadaini kecuali setelah menanyakannya kepada sahabat yang lain.
Akan tetapi anggapan ini keliru karena Nabi shallallahu ‘alaih wasallam tidak langsung menerima berita dari Dzul Yadaini bukan karena “ahaad”, tapi karena bertentangan dengan apa yang diyakini beliau sendiri, sehingga membutuhkan pendapat lain untuk menguatakan salah satu dari keduannya.
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa hadits ahad adalah hujjah secara muthlak, baik dalam masalah hukum atau pun aqidah:
a) Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ} [الحجرات: 6]
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [Al-Hujuraat:6]
b) Dari Zayd bin Tsabit radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا، فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Allah memberi cahaya pada wajah (atau kenimatan) pada orang yang mendengar dariku suatu hadits kemudian ia menghafalnya untuk ia sampaikan kepada orang lain. Karena bisa jadi seorang yang menghafal suatu pemahaman (hadits) menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan bisa jadi orang yang menghafal suatu pemahaman (hadits) tapi ia tidak paham". [Sunan Abu Daud: Sahih]
c) Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: Dikala Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman, Nabi berpesan:
«إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى، فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ، فَإِذَا صَلَّوْا، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِي أَمْوَالِهِمْ، تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ، فَإِذَا أَقَرُّوا بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ، وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ» [صحيح البخاري]
"Wahai Mu'adz, engkau mendatangi kaum ahli kitab, maka jadikanlah materi dakwah pertama-tama yang engkau sampaikan adalah agar mereka mentauhidkan Allah ta'ala. Jika mereka telah sadar terhadap hal ini, beritahulah mereka bahwa Allah mewajibkan lima shalat kepada mereka dalam sehari semalam. Jika mereka telah shalat, beritahulah mereka bahwa Allah mewajibkan zakat harta mereka, yang diambil dari yang kaya, dan diberikan kepada yang miskin, dan jika mereka telah mengikrarkan yang demikian, ambilah harta mereka, dan jauhilah harta mereka yang terbaik." [Shahih Bukhari]
16. Mengambil pendapat terbanyak ketika terjadi perselisihan yang sama kuat dalilnya.
Diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam Sunan-nya 1/273 no.1039, At-Tirmidziy rahimahullah dalam “Al-Jami’” 2/240 no.395,
عن أَشْعَث، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ خَالِدٍ يَعْنِي الْحَذَّاءَ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْمُهَلَّبِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمْ فَسَهَا، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ تَشَهَّدَ، ثُمَّ سَلَّمَ» [سنن أبي داود]
Dari Asy'ats, dari Muhammad bin Sirin, dari Khalid yaitu Al Haddza`, dari Abu Qilabah, dari Abu Al-Muhallab, dari 'Imran bin Hushain bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat bersama mereka lalu lupa, maka beliau sujud dua kali, lalu tasyahud dan salam."
Abu Isa At-Tirmidziy berkata; "Hadits ini derajatnya hasan gharib. Muhammad bin Sirin meriwayatkan hadits yang berbeda dari Abu Al Muhallab, ia adalah paman Abu Qilabah. Sedangkan Muhammad meriwayatkan hadits ini dari Khalid Al Hadzdza` dari Abu Qilabah dari Abu Al Muhallab dan Abu Al Muhallab namanya adalah Abdurrahman bin 'Amru, disebut juga dengan nama Mu'awiyah bin 'Amru.
Abdul Wahhab Ats Tsaqafi dan Husyaim dan beberapa orang meriwayatkan hadits ini dari Khalid Al Hadzdza` dari Abu Qilabah dengan (lafadz) sempurna. Yaitu hadits Imran bin Hushain bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam salam di rakaat ketiga pada shalat Ashar. Maka berdirilah seorang laki-laki yang bernama Hirbaq.
Para ahli ilmu berselisih berkenaan dengan tasyahud dalam dua sujud sahwi. Sebagian mereka berkata; "Hendaknya seseorang bertasyahud dalam dua sujud tersebut kemudian salam." Sedangkan yang lainnya berkata; "Pada dua sujud itu tidak ada tasyahud dan salam, jika ia melakukan sujud tersebut sebelum salam ia tidak harus bertasyahud." Ini adalah pendapat yang diambil oleh Ahmad dan Ishaq, keduanya berkata; "Jika seseorang melakukan dua sujud sahwi sebelum salam maka ia tidak perlu bertasyahud." [Sunan Tirmidziy]
Tambahan lafadz tasyahhud dalam hadits ini adalah tambahan yang syadz (sangat lemah), karena As’ats sekalipun ia seorang yang tsiqah tapi menyalahi riwayat yang lebih tsiqah yang tidak menyebutkan tambahan tersebut.
Diantaranya:
a) Riwayat Isma’il bin Ibrahim rahimahullah
Diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullah dalam “Ash-Shahih” 1/404 no574/101:
عن إِسْمَاعِيل بْن إِبْرَاهِيمَ، عَنْ خَالِدٍ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْمُهَلَّبِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الْعَصْرَ، فَسَلَّمَ فِي ثَلَاثِ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ دَخَلَ مَنْزِلَهُ، فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ الْخِرْبَاقُ، وَكَانَ فِي يَدَيْهِ طُولٌ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ فَذَكَرَ لَهُ صَنِيعَهُ، وَخَرَجَ غَضْبَانَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ، حَتَّى انْتَهَى إِلَى النَّاسِ، فَقَالَ: أَصَدَقَ هَذَا قَالُوا: نَعَمْ، «فَصَلَّى رَكْعَةً، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ»
Ismail bin Ibrahim (Ibnu ‘Ulayyah), dari Khalid, dari Abu Qilabah, dari Abu al-Muhallab, dari Imran bin Hushain bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat Ashar, lalu mengucapkan salam pada rakaat ketiga, kemudian masuk rumahnya. Lalu seorang laki-laki yang dipanggil Al-Khirbaq berdiri menujunya, dalam keadaan di tangannya terjulur seraya dia bertanya, 'Wahai Rasulullah, ' lalu dia menyebutkan sesuatu yang telah beliau berbuat. Dan Rasulullah keluar dalam keadaan marah dengan menyeret surbannya hingga berhenti pada orang-orang seraya bersabda, 'Apakah benar yang dikatakan orang ini? ' Mereka menjawab, 'Ya benar.' Lalu beliau shalat satu rakaat kemudian mengucapkan salam kemudian bersujud dua kali kemudian mengucapkan salam."
b) Riwayat Abdul Wahhab Ats-Tsaqafiy rahimahullah.
Diriwayatkan oleh imam Muslim dalam “Ash-Shahih” 1/405 no574/102:
عن عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ، حَدَّثَنَا خَالِدٌ وَهُوَ الْحَذَّاءُ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْمُهَلَّبِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ الْحُصَيْنِ، قَالَ: «سَلَّمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثَلَاثِ رَكَعَاتٍ، مِنَ الْعَصْرِ، ثُمَّ قَامَ فَدَخَلَ الْحُجْرَةَ»، فَقَامَ رَجُلٌ بَسِيطُ الْيَدَيْنِ، فَقَالَ: أَقُصِرَتِ الصَّلَاةُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ «فَخَرَجَ مُغْضَبًا، فَصَلَّى الرَّكْعَةَ الَّتِي كَانَ تَرَكَ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيِ السَّهْوِ، ثُمَّ سَلَّمَ»
c) Riwayat Yazid bin Zurai’ rahimahullah.
Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dalam Sunan-nya 3/26 no.1237:
عَنْ يَزِيدَ بْنِ زُرَيْعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْمُهَلَّبِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، قَالَ: سَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثَلَاثِ رَكَعَاتٍ مِنَ الْعَصْرِ، فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ، فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ الْخِرْبَاقُ، فَقَالَ: يَعْنِي نَقَصَتِ الصَّلَاةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَخَرَجَ مُغْضَبًا يَجُرُّ رِدَاءَهُ، فَقَالَ: «أَصَدَقَ؟» قَالُوا: نَعَمْ، «فَقَامَ فَصَلَّى تِلْكَ الرَّكْعَةَ ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْهَا، ثُمَّ سَلَّمَ»
d) Riwayat Hammad rahimahullah.
Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dalam Sunan-nya 3/66 no.1331:
عن حَمَّاد، قَالَ: حَدَّثَنَا خَالِدٌ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْمُهَلَّبِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ثَلَاثًا، ثُمَّ سَلَّمَ»، فَقَالَ الْخِرْبَاقُ: إِنَّكَ صَلَّيْتَ ثَلَاثًا، «فَصَلَّى بِهِمُ الرَّكْعَةَ الْبَاقِيَةَ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيِ السَّهْوِ، ثُمَّ سَلَّمَ»
1. ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu.
Lihat di sini: Hadits 'Imran dan Jabir; Cara shalat orang sakit
2. Mengucapkan salam setelah sujud sahwi.
3. Sujud sahwi setelah salam dari shalat ketika kekurangan raka’at shalat, seperti hadits Abu Hurairah.
4. Apakah hadits ‘Imran dan Abu Hurairah satu kejadian yang sama?
Ulama berselisih pendapat:
Pendapat pertama: Bahwa kedua hadits ini merupakan kejadian yang berbeda, karena pada hadits ‘Imran disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberi salam setelah raka’at ketiga kemudian beliau masuk rumahnya, sedangkan hadits Abu Hurairah setelah raka’at kedua kemudian duduk di depan mesjid.
Pendapat kedua: Bahwa keduanya adalah satu kejadian yang sama, karena sangat jauh dari kemungkinan kalau Dzul Yadaini menegur Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dua kali.
Dalam riwayat Abu Hurairah; Di tanyakan kepada Muhammad (bin Sirin); "Apakah beliau salam dalam (sujud) sahwi?"
Jawabnya; "Aku tidak menghafalnya dari Abu Hurairah, tapi aku diberitahu bahwa Imran bin Hushain berkata; "Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam salam…". [Sunan Abi Daud]
Adapun perbedaan sebagian lafadznya maka itu adalah perbedaan dari para perawi hadits.
Sebagian berusaha menyatukan kedua riwayat, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam salam setelah dua raka’at dan hendak memulai raka’at ketiga. Dan sebagian perawi memahami bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam duduk di depan masjid maksudnya dalam rumah beliau.
Wallahu a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...