بسم الله الرحمن الرحيم
Perintah bermusyawarah
Allah
subhanahu wata'aalaa berfirman:
{فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا
مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ}
[آل عمران: 159]
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. [Ali Imran:159]
Sifat orang beriman
suka bermusyawarah
Allah
subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ
وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ} [الشورى: 38]
Dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;
dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. [Asy-Syura: 38]
Keutamaan bermusyawarah
Allah ‘azza wajalla menamai salah satu surah dalam Al-Qur’an
dengan nama “Asy-Syuraa” surah yang ke-42, salah satu surah Makkiyah,
yang menunjukkan pentingnya bermusyawarah dalam Islam.
Ada beberapa hadits dan atsar yang diriwayatkan tentang keutamaan
bermusyawarah namun kebanyakannya lemah,
diantaranya:
1.
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ
bersabda:
«إِذَا
كَانَ أُمَرَاؤُكُمْ خِيَارَكُمْ، وَأَغْنِيَاؤُكُمْ سُمَحَاءَكُمْ، وَأُمُورُكُمْ
شُورَى بَيْنَكُمْ فَظَهْرُ الأَرْضِ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ بَطْنِهَا، وَإِذَا كَانَ
أُمَرَاؤُكُمْ شِرَارَكُمْ وَأَغْنِيَاؤُكُمْ بُخَلَاءَكُمْ، وَأُمُورُكُمْ إِلَى
نِسَائِكُمْ فَبَطْنُ الأَرْضِ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ ظَهْرِهَا»
"Jika pemimpin kalian adalah orang-orang yang terbaik di antara kalian, orang-orang kaya kalian adalah orang yang paling dermawan di antara kalian dan urusan kalian dimusyawarahkan di antara kalian, maka bumi bagian luar (hidup) lebih baik bagi kalian daripada perut bumi (mati), dan jika pemimpin kalian adalah orang-orang yang paling jahat di antara kalian, orang-orang kaya kalian adalah orang-orang yang paling bakhil di antara kalian dan urusan kalian diserahkan kepada wanita wanita kalian, maka perut bumi lebih baik bagi kalian daripada luar bumi."
Hadits
ini diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dalam Sunannya (4/529) no.2266, dan
dihukum lemah oleh syekh Albaniy rahiamhullah
dalam silsilah Adh-Dha’ifah 14/1098 no.6999.
2.
Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
يَا رَسُولَ
اللَّهِ، الْأَمْرُ يَنْزِلُ بِنَا لَمْ يَنْزِلْ فِيهِ قُرْآنٌ وَلَمْ تَمْضِ
فِيهِ مِنْكَ سُنَّةٌ قَالَ: «اجْمَعُوا لَهُ الْعَالِمِينَ» أَوْ قَالَ:
«الْعَابِدِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَاجْعَلُوهُ شُورَى بَيْنَكُمْ وَلَا
تَقْضُوا فِيهِ بِرَأْيٍ وَاحِدٍ»
Wahai
Rasulullah, sesuatu terjadi pada kami dan tidak ada ayat Al-Qur’an yang turun
menjelaskannya, dan engkau belum menjelaskannya dengan sunnahmu? Beliau
menjawab: “Kumpulkan orang berilmu atau ahli ibadah dari orang beriman untuk
membahasnya, dan bermusyawarahlah di antara kalian, dan jangan menetapkan
hukumnya dari satu pendapat saja”.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu
‘Abdil Bar dalam
kitabna “Al-Jami’ fii bayanil ‘ilmi” 2/852 no.1611, dan dihukumi mungkar (sangat
lemah) oleh syekh Albaniy rahimahullah dalam silsilah Adh-Dha’ifah 10/431
no.4854.
3.
Hadits Anas radhiyallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَا
خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ، وَلَا نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ»
“Tidak
rugi orang yang beristikharah, dan tidak menyesal orang yang meminta pandangan
orang lain (musyawarah)”.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam “Al-Mu’jam Ash-Shagir”
(2/175) no.980, dan dihukumi palsu oleh syekh
Albaniy rahimahullah dalam silsilah Adh-Dha’ifah 2/78 no.611.
4.
Hadits Sahl bin Sa’d As-Sa’idiy radhiyallahu 'anhuma;
Rasulullah ﷺ bersabda:
"
مَا شَقِيَ عَبْدٌ قَطُّ بِمَشُورَةٍ، وَمَا سَعِدَ بِاسْتِغْنَاءٍ بِرَأْي، يَقُولُ
اللَّهُ تَعَالَى: {وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ} [آل عمران: 159] وَقَالَ تَعَالَى:
{وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ} [الشورى: 38] "
“Tidak
akan sengsara seorang hamba yang bermusyawarah, dan tidak akan bahagia dengan
merasa cukup dengan pendapatnya, Allah ta’aalaa berfirman: {Dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu} [Ali Imran:159], dan Allah ta’aalaa
berfirman: {Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka} [Asy-Syura: 38]”.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Al-Qudha’iy dalam kitabnya “Musnad Asy-Syihab”
(2/6) no.773, dalam sanadnya ada Sulaiman bin ‘Amr Abu
Daud An-Nakha’iy; Ia seorang pembohong.
5.
Hadits Sa’id bin Al-Musayyab rahimahullah; Rasulullah ﷺ
bersabda:
«مَا
يَسْتَغْنِي رَجُلٌ عَنْ مَشُورَةٍ»
“Seseorang
tidak bisa merasa cukup dengan musyawarah”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam kitabnya “Syu’abul Iman” (6/500)
no.9054, dengan sanad yang lemah dan terputus,
karena Sa’id bin Al-Musayyab adalah seorang tab’in tidak bertemu dengan Nabi ﷺ.
6.
Hadits ‘Isa Al-Wasithiy rahimahullah; Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَا
شَقِيَ عَبْدٌ بِمَشُورَةٍ، وَلَا سَعِدَ عَبْدٌ اسْتَغْنَى بِرَأْيهِ»
“Tidaklah
sengsara seorang hamba yang bermusyawarah, dan tidak bahagia seorang hamba yang
merasa cukup dengan pendapatnya”.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dalam kitabnya “Al-Jami’” no.291, dengan
sanad yang lemah karena ‘Isa Al-Wasithiy adalah
seorang pengikut tabi’iy yang lemah dan tidak
bertemu dengan Nabi ﷺ.
7.
Hadits Khalid bin Yazid Al-Jumahiy rahimahullah;
Rasulullah ﷺ
bersabda:
«مَا
شَقِيَ أَحَدٌ بِمَشُورَةٍ، وَلَا سَعَدِ أَحَدٌ بِتَوَحُّدٍ»
“Tidaklah
sengsara seorang yang bermusyawarah, dan tidak bahagia seorang yang merasa
cukup dengan dirinya”.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dalam kitabnya “Al-Jami’” no.292, dengan
sanad yang lemah karena Khalid bin Yazid adalah
seorang pengikut tabi’iy tidak bertemu dengan Nabi ﷺ.
8.
Atsar Qatadah rahimahullah, ia berkata:
"
الرِّجَالُ ثَلاثَةٌ: رَجُلٌ، وَنِصْفُ رَجُلٍ، وَلا شَيْءَ، فَأَمَّا الَّذِي هُوَ
رَجُلٌ فَرَجُلٌ لَهُ عَقْلٌ وَرَأْيٌ يَعْمَلُ بِهِ وَهُوَ يُشَاوِرُ، وَأَمَّا الَّذِي
هُوَ نِصْفُ رَجُلٍ فَرَجُلٌ لَهُ عَقْلٌ وَرَأْيٌ يَعْمَلُ بِهِ وَهُوَ لا يُشَاوِرُ،
وَأَمَّا الَّذِي هُوَ لا شَيْءَ فَرَجُلٌ لَهُ عَقْلٌ وَلَيْسَ لَهُ رَأْيٌ يَعْمَلُ
بِهِ، وَهُوَ لا يُشَاوِرُ "
“Lelaki
itu ada tiga: Lelaki tulen, setengah lelaki, dan bukan lelaki. Adapun yang
lelaki tulen maka ia adalah lelaki yang punya akal dan pendapat, ia mengikuti
pendapatnya dan bermusyawarah. Adapun yang setengah lelaki yaitu orang yang
punya akal dan pandangan, ia mengikutinya dan tidak bermusyawarah. Adapun yang
bukan lelaki, adalah orang yang punya akal tapi tidak punya pandangan dan tidak
pula mau bermusyawarah”.
Diriwayatkan
oleh Al-Khathib dalam kitabnya “Talkhis Al-Mutasyabih” (1/164), dengan
sanad hasan ligairih.
9.
Atsar Zaidah bin Qudamah rahimahullah, ia berkata:
«إِنَّمَا
نَعِيشُ بِعَقْلِ غَيْرِنَا»
“Kita
hidup dengan akal selain kita (musyawarah)”
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitabnya “Al-‘Aql” no.72, dengan
sanad yang hasan.
Musyawarah dalam urusan
pribadi
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha;
حِينَ قَالَ لَهَا
أَهْلُ الإِفْكِ مَا قَالُوا، قَالَتْ: وَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَلِيَّ بْنَ أَبِي
طَالِبٍ، وَأُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، حِينَ اسْتَلْبَثَ الوَحْيُ،
يَسْأَلُهُمَا وَهُوَ يَسْتَشِيرُهُمَا فِي فِرَاقِ أَهْلِهِ، فَأَمَّا أُسَامَةُ:
فَأَشَارَ بِالَّذِي يَعْلَمُ مِنْ بَرَاءَةِ أَهْلِهِ، وَأَمَّا عَلِيٌّ فَقَالَ:
لَمْ يُضَيِّقِ اللَّهُ عَلَيْكَ، وَالنِّسَاءُ سِوَاهَا كَثِيرٌ، وَسَلِ الجَارِيَةَ
تَصْدُقْكَ. فَقَالَ: «هَلْ رَأَيْتِ مِنْ شَيْءٍ يَرِيبُكِ؟»، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ
أَمْرًا أَكْثَرَ مِنْ أَنَّهَا جَارِيَةٌ حَدِيثَةُ السِّنِّ، تَنَامُ عَنْ عَجِينِ
أَهْلِهَا، فَتَأْتِي الدَّاجِنُ فَتَأْكُلُهُ، فَقَامَ عَلَى المِنْبَرِ فَقَالَ:
«يَا مَعْشَرَ المُسْلِمِينَ، مَنْ يَعْذِرُنِي مِنْ رَجُلٍ بَلَغَنِي أَذَاهُ فِي
أَهْلِي، وَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ عَلَى أَهْلِي إِلَّا خَيْرًا» فَذَكَرَ بَرَاءَةَ
عَائِشَةَ [صحيح البخاري
ومسلم]
Ketika orang-orang yang menyebarkan berita bohong
melakukan aksinya, Aisyah berkata, "Rasulullah ﷺ lantas memanggil Ali bin Abu Thalib dan
Usamah bin Zaid radhiallahu'anhum, yakni saat wahyu belum turun, beliau
menanyai dan meminta saran keduanya perihal perceraian terhadap istrinya.
Adapun Usamah bin Zaid, ia memberi saran sejauh yang ia ketahui bahwa Aisyah
terlepas diri dari apa yang mereka tuduhkan, adapun Ali bin Abu Thalib berkata,
'Allah tidak akan menyesakkan dadamu, wanita selainnya juga masih banyak, dan
tanyailah pembantu yang bisa jadi ia membenarkanmu.' Nabi bertanya kepada hamba
sahaya tadi, "Pernahkah kau lihat sesuatu yang menjadikanmu ragu terhadap
diri Aisyah?" hamba sahaya tadi menjawab, "Belum pernah kulihat
sesuatu yang kurang pada diri Aisyah selain tak lebih ketika ia masih masih
belia, ia ketiduran dari adonan masakan keluarganya sehingga datang ternak yang
kemudian menyantapnya.' Lantas Nabi berdiri di atas mimbar dan berkata,
"Wahai segenap muslimin, siapa yang bisa memberiku alasan terhadap
seseorang yang gangguannya terhadap istriku telah kudengar? Demi Allah, aku tak
tahu terhadap istriku selain kebaikan semata, " lantas beliau sebutkan
kesucian Aisyah. [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø
Aisyah radhiyallahu
'anha berkata:
أَتَانِي رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ، فَقَالَ: «إِنِّي
سَأَعْرِضُ عَلَيْكِ أَمْرًا، فَلَا عَلَيْكِ أَنْ تَعْجَلِي فِيهِ حَتَّى تُشَاوِرِي
أَبَوَيْكِ» فَقُلْتُ: وَمَا هَذَا الْأَمْرُ؟ قَالَتْ: فَتَلَا عَلَيَّ: {يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا
فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا وَإِنْ كُنْتُنَّ
تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ
مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا} [الأحزاب: 29]
قَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: وَفِي ذَلِكَ تَأْمُرُنِي أَنْ أُشَاوِرَ أَبَوَيَّ؟
بَلْ أُرِيدُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ. [مسند أحمد:
صحيح]
Nabi ﷺ pernah mendatangiku seraya menuturkan,
"Sesungguhnya aku akan paparkan kepada mu suatu perkara dan hendaknya
engkau jangan terburu-buru mengambil keputusan hingga engkau bermusyawarah
dengan kedua orang tua mu." Saya berkata, "Perkara apa ini." Ia
berkata, kemudian beliau membacakan ayat kepadaku, {Hai nabi, katakanlah
kepada istri-istrimu, "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan
perhiasannya, Maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan Aku ceraikan
kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan)
Allah dan rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, Maka Sesungguhnya
Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar}.
Aisyah berkata, saya berkata, "Untuk apa egkau menyuruhku bermusyawarah
dengan kedua orang tuaku, karena aku pasti memilih Allah dan rasul-Nya serta
kehidupan akhirat." Nabi ﷺ
merasa bahagia dan kagum terhadap hal itu. [Musnad Ahmad: Shahih]
Ø Ketika Fathimah binti
Qais radhiyallahu 'anha dilamar oleh Abu Jahm dan Mu'awiyah bin Abi
Sufyan radhiyallahu 'anhuma, dan meminta saran Rasulullah ﷺ,
beliau bersabda:
«أَمَّا أَبُو جَهْمٍ، فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ، وَأَمَّا
مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ، انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ»
"Adapun Abu Jahm maka ia tidak pernah meninggalkan cambuknya dari
lehernya, adapun Mu'awiyah maka ia sangat miskin tidak punya harta, kawinilah
Usamah bin Zayd!" [Shahih Muslim]
Musyawarah dalam
berumah tangga
Allah
subhanahu wata'aalaa berfirman:
{فَإِنْ
أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا}
[البقرة: 233]
Apabila keduanya (suami-istri) ingin menyapih (menghentikan
susuan sang anak) dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka
tidak ada dosa atas keduanya. [Al-Baqarah: 233]
Musyawarah dalam bersosial
dan bernegara
Allah
subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ
أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي
الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ} [النساء:
83]
Dan
apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau saja mereka menyerahkannya kepada Rasul
dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri). [An-Nisaa':83]
{قَالَتْ
يَاأَيُّهَا الْمَلَأُ إِنِّي أُلْقِيَ إِلَيَّ كِتَابٌ كَرِيمٌ (29) إِنَّهُ مِنْ
سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (30) أَلَّا تَعْلُوا
عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ (31) قَالَتْ يَاأَيُّهَا الْمَلَأُ أَفْتُونِي فِي
أَمْرِي مَا كُنْتُ قَاطِعَةً أَمْرًا حَتَّى تَشْهَدُونِ (32) قَالُوا نَحْنُ أُولُو
قُوَّةٍ وَأُولُو بَأْسٍ شَدِيدٍ وَالْأَمْرُ إِلَيْكِ فَانْظُرِي مَاذَا تَأْمُرِينَ
(33) قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ
أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ (34) وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِمْ بِهَدِيَّةٍ
فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ} [النمل: 29 - 35]
Dia (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar!
Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia.” Sesungguhnya
(surat) itu dari Sulaiman yang isinya, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih,
Maha Penyayang, janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah
kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” Dia (Balqis) berkata, “Wahai
para pembesar! Berilah aku pertimbangan dalam perkaraku (ini). Aku tidak pernah
memutuskan suatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelis(ku).” Mereka
menjawab, “Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa (untuk
berperang), tetapi keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang
akan engkau perintahkan.” Dia (Balqis) berkata, “Sesungguhnya raja-raja apabila
menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan menjadikan
penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian yang akan mereka perbuat. Dan
sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan
(aku) akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh para utusan itu.” [An-Naml: 29-35]
Ø Rasulullah ﷺ bermusyarah
dengan sahabatnya ketika perang Badr:
Anas radhiyallahu 'anhu berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ شَاوَرَ حِينَ بَلَغَهُ إِقْبَالُ أَبِي
سُفْيَانَ، قَالَ: فَتَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ، ثُمَّ تَكَلَّمَ
عُمَرُ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ، فَقَامَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ، فَقَالَ: إِيَّانَا
تُرِيدُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَمَرْتَنَا أَنْ
نُخِيضَهَا الْبَحْرَ لَأَخَضْنَاهَا، وَلَوْ أَمَرْتَنَا أَنْ نَضْرِبَ
أَكْبَادَهَا إِلَى بَرْكِ الْغِمَادِ لَفَعَلْنَا، قَالَ: فَنَدَبَ رَسُولُ اللهِ
ﷺ النَّاسَ، فَانْطَلَقُوا حَتَّى نَزَلُوا
بَدْرًا [صحيح مسلم]
Rasulullah ﷺ mengadakan musywarah ketika sampai kepada beliau kabar mengenai kedatangan kafilah Abu Sufyan. Anas berkata, "Maka Abu Bakar berbicara, namun beliau tidak memperdulikannya, kemudian Umar angkat bicara, dan beliau pun tidak memperdulikannya, lantas Sa'd bin Ubadah berdiri sambil berkata, "Kamikah yang Anda kehendaki wahai Rasulullah, demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Anda memerintahkan kami mengarungi lautan, pasti akan kami arungi, dan seandainya Anda memerintahkan kami pergi ke ujung bumi, pasti kami akan pergi." Anas melanjutkan, "Kemudian Rasulullah ﷺ mengajak orang-orang untuk berkumpul, setelah itu mereka berangkat hingga sampai Badar”. [Shahih Muslim]
Ø Rasulullah ﷺ bermusyawarah dengan sahabatnya ketika akan menghadapi pasukan Mekkah di medan Uhud.
Ø Rasulullah ﷺ
bermusyawarah ketika perang Ahzab dua kali:
Pertama: Ketika menentukan metode pertempuran menghadapi pasukan Ahzab.
Kedua: Ketika ingin berdamai dengan Gathafan agar mereka meninggalkan Ahzab dengan memberikan hasil panen Madinah setiap tahunnya.
Ø Rasulullah ﷺ bermusyawarah ketika perang Thaif.
Ø Rasulullah ﷺ
menerima saran istrinya Ummu Salamah ketika
perjanjian Hudaibiyah.
Ketika Rasulullah ﷺ selesai
menulis perjanjian Hudaibiyah, beliau bersabda kepada para sahabatnya:
«قُومُوا فَانْحَرُوا ثُمَّ احْلِقُوا»
“Bangkitlah kalian
semua, dan sembelihlah hewan kurban kalian, kemudian bercukurlah”
Namun tidak
seorangpun dari mereka yang bangkit, sampai Rasulullah ﷺ mengulanginya tiga
kali.
Ketika tidak ada
seorang pun dari mereka yang bangkit, maka Rasulullah ﷺ menemui Ummi Salamah
dan menceritakan apa yang dilakukan sahabatnya.
Maka Ummu Salamah radhiyallahu
‘anha berkata:
"يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَتُحِبُّ ذَلِكَ، اخْرُجْ ثُمَّ لاَ
تُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ كَلِمَةً، حَتَّى تَنْحَرَ بُدْنَكَ، وَتَدْعُوَ حَالِقَكَ
فَيَحْلِقَكَ"
Wahai Nabi Allah,
apakah engkau menyukai hal tersebut? Keluarlah, kemudian jangan berbicara
kepada seorang pun dari mereka, sampai engkau menyembelih hewan kurbanmu, dan
memanggil tukang cukurmu kemudian mencukur rambutmu.
Beliau pun keluar dan
tidak berbicara kepada seorangpun dari mereka, sampai melakukan arahan Ummi
Salamah, beliau menyembelih hewan kurbannya, dan memanggil tukang cukurnya,
kemudian mencukur rambut beliau.
Maka ketika para
sahabat melihat hal tersebut, mereka pun bangkit kemudian menyembelih hewan
kurban merekan, dan saling cukur satu sama lain, sampai ada yang hampir saling
membunuh (tanpa sengaja) karena rasa kecewa (tidak bisa menunaikan umrah). [Shahih
Bukhari]
Ø Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu bermusyawarah dengan sahabatnya.
Ibnu
'Abbas radhiallahu'anhuma
berkata:
«كَانَ
القُرَّاءُ أَصْحَابَ مَجَالِسِ عُمَرَ وَمُشَاوَرَتِهِ، كُهُولًا كَانُوا أَوْ شُبَّانًا»
[صحيح البخاري]
“Dahulu
Al-Qurra’ (ulama) adalah teman bermajelis Umar dan dewan syuranya. Baik mereka itu masih muda maupun sudah tua”. [Shahih Bukhari]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Kitab I’tisham, bab (04): Meneladani perbuatan Nabi ﷺ - Peran ilmu agama dalam membangun bangsa - Obat kebodohan adalah bertanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...