Kamis, 27 April 2017

50 Hadits singkat Shahih Bukhari dan faidahnya (7) no.346-403

بسم الله الرحمن الرحيم

Kitab Shalat

301. Hadits no. 346, Perintah menutupi pundak sewaktu shalat.
Buraidah radhiyallahu 'anhu  berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang seseorang shalat dengan menggunakan kain yang tidak ada pengikatnya untuk pundak, dan beliau juga melarang seseorang yang lain yang shalat menggunakan celana tanpa menutupi badannya dengan kain (baju). [Sunan Abi Daud no.541: Hasan]


302. Hadits no. 347, Hukum menutupi pundak saat shalat, diperselisihkan ulama:
Jumhur ulama berpendapat hukumnya sunnah, dan makruh ditinggalkan jika mampu. Karena alasan pelarangan pada hadits sebelumnya (no.346) dan perintah mengikatkan kedua ujung pakaian di leher pada hadits ini (no.347) adalah untuk menjaga agar pakaian tidak terbuka jika hanya dililitkan di badan atau pinggang sehingga auratnya terlihat.
Sedangkan Hanabilah berpendapat wajib jika mampu. Kemudian mereka berselisih, apakah termasuk syarat sah shalat atau tidak. [Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar 2/71] [Lihat hadits berikutnya no.348]


303. Hadits no. 348, Kesimpulan hukum memakai satu kain saat shalat bagi laki-laki:
Ulama sepakat bahwa boleh shalat dengan satu kain.
Kemudian mereka berselisih, jika seseorg shalat dengan satu kain, apakah ia harus mengikatkan ujung  kain tersebut di pundaknya?
Jika kain tersebut sempit (hanya cukup untuk menutupi aurat) dan ia tidak memiliki kain selainnya, maka ulama sepakat bahwa ia boleh shalat dengan kain tersebut walau tanpa mengikatkan ujungnya di pundak.
Tapi jika kain tersebut lebar atau punya kain selainnya, maka menurut mazhab Hanabilah ia wajib mengikatkan kedua ujung kain tersebut di pundak, atau memakai kain lain untuk menutupi pundaknya
Sedangkan jumhur ulama memghukuminya hanya sunnah dan makruh ditinggalkan.


Koreksi terjemah:
 وَعَلَيَّ ثَوْبٌ وَاحِدٌ فَاشْتَمَلْتُ بِهِ
Sementara aku hanya memakai satu paka ian, maka aku melilitkannya pada tubuhku.

304. Hadits no. 349, Aurat terbuka waktu shalat tanpa sengaja tidak membatalkan shalat.
Asma` binti Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa di antara kalian (para wanita) beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah mengangkat kepalanya terlebih dahulu sehingga kaum laki-laki mengangkat kepala mereka, karena di khawatirkan mereka melihat aurat kaum laki-laki." [Sunan Abi Daud no.725:Shahih]
Dalam riwayat lain: "Barangsiapa di antara kalian yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia mengangkat kepalanya hingga kami mengangkat kepala kami." Hal itu karena Rasulullah tidak suka jika kaum wanita melihat aurat laki-laki karena kecilnya sarung mereka (laki-laki)." [Musnad Ahmad no.25710]


305. Hadits no. 350, Boleh memakai pakaian orang kafir jika tidak terbukti pakaian tersebut bernajis.


Koreksi terjemah:
جُبَّةٌ شَأْمِيَّةٌ = Pakaian dari negri Syam yang waktu itu masih negri kafir.

306. Hadits no. 351, Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- terjaga dari hal buruk sejak kecil.


307. Hadits no. 353, Boleh shalat memakai celana panjang yang tidak ketat.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, "Seorang laki-laki datang dan bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang shalat dengan menggunakan satu lembar baju. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Apakah setiap kalian memiliki dua helai baju?" Kemudian ada seseorang bertanya kepada 'Umar, lalu ia menjawab, "Jika Allah memberi kelapangan (kemudahan), maka pergunakanlah." Bila seseorang memiliki banyak pakaian, maka dia shalat dengan pakaiannya itu. Ada yang shalat dengan memakai izaar (kain untuk menutupi tubuh bagian bawah) dan ridaa’ (kain untuk menutupi tubuh bagian atas), ada yang memakai izaar dan gamis (baju panjang sampai kaki), ada yang memakai izaar dan qabaa’ (baju lebar, biasanya dipakai untuk melapisi gamis seperti mantel), ada yang memakai celana panjang dan ridaa', ada yang memakai celana panjang dan gamis, ada yang memakai celana panjang dan qabaa’, ada yang memakai celana pendek dan qabaa', ada yang memakai celana pendek dan gamis."
Abu Hurairah berkata, "Menurutku 'Umar juga mengatakan, "Dan ada yang memakai celana pendek dan ridaa'." [Shahih Bukhari no.352]


Koreksi terjemah
باب الصلاة في القميص والسراويل والتبان والقباء
Bab: Shalat memakai gamis, celana panjang, celana pendek, dan mantel.

308. Hadits no. 354, Isytimal shamma’ artinya berpakaian dengan melilit kain pada seluruh tubuh sampai sulit bergerak dan tidak bisa mengeluarkan tangan.
Atau melilitkan kain pada salah satu bahunya sehingga sebagian auratnya terbuka.
Atau melilitkan satu kain di badannya tanpa mengikatkan kedua ujungnya di bahu.
Ihtiba’ adalah duduk dengan melilitan kain (seperti sarung) pada punggung dan betis.


309. Hadits no. 355, Jual beli dengan cara “Limaas” artinya penjual berkata kepada pembeli “apa saja yang engkau pegang maka engkau harus membelinya dengan harga sekian”.
Jual beli dengan cara “Nibaadz” artinya pembeli berkata kepada penjual “apa saja yang engkau lemparkan kepadaku maka saya akan membelinya dengan harga sekian”.


310. Hadits no. 356, Kenapa orang Arab jahiliah dulu thawaf dengan telanjang?
a) Mereka tidak mau beribadah dengan pakaian yang mereka pakai bermaksiat, [Lihat: Tafsir Thabariy 10/153]
b) Telanjang sebagai simbol berlepas dari segala dosa sebagaimana mereka berlepas dari pakaian. [Lihat: Tafsir Al-Mawardiy 2/213]
c) Kaum Quraisy melarang selain dari mereka thawaf dengan pakaian, kecual pakaian dari mereka. Jika mereka tidak mendapatkan pakaian dari orang Quraisy, maka mereka thawaf dengan telanjag.
'Urwah –rahimahullah- berkata: "Pada masa Jahiliyah orang-orang melakukan thawaf dengan telanjang kecuali Al Humus -dan istilah Al Humus adalah orang-orang Quraisy dan keturunan mereka-. Dahulu Al Humus membeda-bedakan manusia, diantara kaum lelakinya ada yang memberi pakaian kepada kaum lelaki sehingga dia thawaf mengenakan pakaian, begitu juga diantara wanitanya memberi pakaian kepada para wanita sehingga dia thawaf dengan pakaian itu. Sedangkan bagi orang yang tidak diberi pakaian oleh Al Humus (quraisy) maka dia thawaf dengan telanjang. [Shahih Bukhari no.1554]
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: Dahulu wanita berthawaf di baitullah dalam keadaan telanjang lalu ia berkata: Siapa yang meminjamkan kepadaku baju yang ia kenakan di atas kemaluannya? dan ia berkata: Telah nampak (auratku) sebagian atau seluruhnya, maka apa yang nampak darinya tidaklah aku menghalalkannya. Lalu turunlah ayat ini: {Ambillah oleh kalian pakaian dan perhiasan kalian setiap memasuki masji} (Al A'raaf: 31) [Shahih Muslim no.5353]


311. Hadits no. 357, Jika seseorang ingin shalat dan tidak mendapatkan pakaian untuk menutupi auratnya kecuali pakaian bernajis atau haram maka ia boleh menggunakannya.
Jika ia tidak mendapatkan sehelai kain pun, maka ia boleh shalat dengan telanjang.
Mazhab Hanafiy dan Hambaliy membolehkan ia shalat berdiri atau duduk (untuk menutupi auratnya) dengan cukup memberi isyarat kepala untuk ruku’ dan sujudnya.
Adapun mazhab Maliki dan Syafi’i maka ia wajib shalat berdiri.
Dan jika setelah shalat ia mendapatkan pakaian maka ia tidak perlu mengulangi shalatnya menurut mazhab Syafi’i dan Hambali. [Lihat: Shahih fiqhi Sunnah 1/303]


312. Hadits no. 359, Perempuan shalat wajib menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Tidak sah shalat wanita yang telah haid kecuali dengan mengenakan kerudung."
At-Tirmidzi rahimahullah berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin 'Amru. Sedangkan maksud dari sabda Nabi "Wanita yang haid" adalah wanita yang telah berumur baligh yaitu telah mengalami haid."
Abu Isa At-Tirmidzi  berkata; "Hadits 'Aisyah derajatnya hasan. Para ahli ilmu mengamalkan hadits ini, bahwa wanita yang telah mengalami haid kemudian melaksanakan shalat sedang rambutnya terlihat maka shalatnya tidak sah. Ini adalah pendapat yang diambil oleh Syafi'i, Ia mengatakan, "Shalat seorang wanita tidak sah jika ada sesuatu dari bagian tubuhnya terlihat."
Imam Syafi'i rahimahullah ketika ditanya; bagaimana jika pada bagian luar telapak kakinya terlihat?" Ia menjawab, "Shalatnya sah." [Sunan Tirmidzi no.344: Shahih]


313. Hadits no. 360, Tidak memakai pakaian yang bergambar ketika shalat karena akan mengganggu kekhusyu'an.


314. Hadits no. 361, Menjauhkan tempat shalat dari segala hal yang bisa mengganggu kekhusyu’an.
Dari Aisyah radliallahu 'anha; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan dalam rumahnya sesuatu yang ada (gambar) salibnya melainkan beliau akan menghancurkannya." [Shahih Bukhari no.5496]


315. Hadits no. 362, Shalat tetap sah walau memakai pakaian yang hukumnya haram.
Jabir bin 'Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata; "Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan pakaian luar yang terbuat dari sutera Dyibaj, sebagai hadiah yang diberikan kepada beliau. Setelah itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam segera melepas dan memberikannya kepada Umar bin Khaththab. Lalu salah seorang sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, mengapa engkau begitu tergesa-gesa melepaskan itu? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Jibril telah melarangku mengenakannya.' Tak lama kemudian, Umar datang sambil menangis dan berkata; 'Ya Rasulullah, engkau tidak menyukai sesuatu, tetapi mengapa engkau malah memberikannya kepada saya? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Hai Umar, sesungguhnya aku memberikan pakaian itu kepadamu bukan untuk dikenakan. Akan tetapi, agar kamu segera menjualnya.' Lalu Umar pun menjual pakaian tersebut dengan harga dua ribu dirham.' [Shahih Muslim no.3861]


316. Hadits no. 363, Boleh memakai baju merah jika tidak mencolok atau bercampur dengan motif warna lain.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Aku dilarang untuk memakai kain yang berwarna merah, memakai cincin emas dan membaca Al-Qur'an saat rukuk." [Sunan An-Nasai no.5171: Shahih]


Koreksi terjemah:
Kata مشمرا = artinya mengangkat pakaiannya sampai pertengahan betis, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain: “Kemudian Nabi shallallahu'alaihiwasallam, keluar memakai pakaian merah. Seolah-olah aku masih melihat (bagaimana) putihnya betis Nabi.” [Shahih Muslim no.777]

* Hadits ini menunjukkan bahwa larangan mengangkat (melipat) pakaian khusus ketika akan shalat atau sedang shalat.
Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh anggota sujud; muka, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua kaki. Dan tidak boleh (dilarang) mengikat rambut (agar tdk terurai menyentuh tempat sujud) atau melipat pakaian." [Shahih Bukhari no.767] [Lihat Syarah Shahih Bukhari karya syekh Ibnu Utsaimin 2/238]

Pertanyaan
Apakah hadits Abu Juhaifah dan Ibnu Abbas bertentangan ?
Jawaban:
Kedua hadits tersebut memang secara dzohir bertentangan, karena hadits Ibnu Abbas melarang pakai baju merah, sedangkan hadits Abu Juhaifah menukil bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memaki baju merah.
Oleh sebab itu, ulama berselisih dalam masalah ini:
Ada yang mengharamkan secara mutlaq, dan hadits Abu Juhaifah khusus untuk Rasulullah.
Ada yang membolehkan secara mutlaq, dan hadits yang melarang hukumnya hanya makruh tanziih (sebaiknya ditinggalkan).
Ada yang mengharamkan khusus warnah merah yang mencolok.
Dan ada yang membolehkan jika bercampur dengan warna lain, seperti baju yang dipakai Rasulullah (Hullah merah), dikatakan merah karena memiliki corak garis-garis merah bukan karena merah polos.
Wallahu a'lam!

317. Hadits no. 366, Jika seorang yang shalat pakaiannya menyentuh istrinya maka shalatnya sah.


318. Hadits no. 367, Boleh shalat di atas tikar atau sejadah.


319. Hadits no. 368, Boleh shalat memakai alas (sejadah) kecil yang hanya muat untuk sujud saja.


320. Hadits no. 369, Boleh shalat di atas ranjang, tapi tidak boleh shalat di atas kasur yang sangat empuk karena tidak bisa sujud dengan sempurna. 
[Lihat: Syarah Shahih Bukhari karya syekh Ibnu Utsaimin 2/238]


321. Hadits no. 370, Boleh shalat sementara di depannya ada wanita yang sedang tidur.


322. Hadits no. 371, Sunnah suami istri tidur satu ranjang.


323. Hadits no. 372, Boleh melapisi jidat dan telapak tangan dengan pakaian saat sujud jika tempat sujudnya sangat panas atau dingin.


Pertanyaan:
Kalau pakai cadar, sujudnya sah tidak?
Jawaban:
Masalah sujud menyentuh lantai tanpa penghalang memang diperselisihkan ulama.
Mazhab Syafi'iy menganggap sujud tidak sah jika ada penghalang dari pakaian shalat (seperti peci dan niqab) atau anggota tubuh (seperti rambut).
Sedangkan jumhur ulama mengatakan shalat tetap sah. Tapi makruh jika tanpa sebab seperti kepananasan atau kedinginan.
Adapun niqab, jika ia shalat sendiri maka sebaiknya dibuka, tapi kalau khawatir ada lelaki bukan muhrim yang lewat maka boleh dipakai, tapi kalau sujud niqabnya diangkat.
Wallahu a'lam.

324. Hadits no. 373, Dianjurkan shalat memakai sendal jika tidak menimbulkan keburukan.
Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu 'anhuma berkata; Saya pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan shalat dengan kaki telanjang dan memakai sandal. [Sunan Abi Daud no.557: Hasan]
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata; "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam minum sambil berdiri, atau sambil duduk. Beliau mengerjakan shalat tanpa alas kaki, dan kadang memakai sandal. Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam juga beranjak dari sebelah kanannya, atau dari sebelah kirinya." [Sunan Nasa’iy no.1344: Shahih]


325. Hadits no. 374, Membersihkan sendal atau sepatu dari najis sebelum shalat dengannya.
Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu berkata; Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan shalat bersama para sahabatnya, tiba tiba beliau melepaskan kedua sandalnya lalu meletakkannya di sebelah kirinya. Sewaktu para sahabat melihat tindakan beliau tersebut, mereka ikut pula melepas sandal mereka. Maka tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selesai shalat, beliau bersabda: "Apa gerangan yang membuat kalian melepas sandal sandal kalian?" Mereka menjawab; Kami melihat engkau melepas sandal, sehingga kami pun melepaskan sandal sandal kami. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Malaikat Jibril 'Alaihis Salam telah datang kepadaku, lalu memberitahukan kepadaku bahwa di sepasang sandal itu ada najisnya." Selanjutnya beliau bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian datang ke masjid, maka perhatikanlah, jika dia melihat di sepasang sandalnya terdapat najis atau kotoran maka bersihkan, dan shalatlah dengan sepasang sandalnya itu." [Sunan Abi Daud no.555: Shahih]

326. Hadits no. 375, Shalat pakai sendal atau sepatu untuk menyelisihi orang Yahudi.
Syaddad bin Aus -radhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Selisihilah orang-orang yahudi, yang mereka beribadah dengan tidak mengenakan sandal dan juga khuf (sepatu) mereka." [Sunan Abi Dawud no.556: Shahih]


327. Hadits no. 376, Shalat tidak sah tanpa thuma’ninah (tenang).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke masjid, lalu ada juga seorang laki-laki masuk Masjid dan langsung shalat kemudian memberi salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau menjawab dan berkata kepadanya, "Kembalilah dan ulangi shalatmu karena kamu belum shalat!" Maka orang itu mengulangi shalatnya seperti yang dilakukannya pertama tadi kemudian datang menghadap kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan memberi salam. Namun Beliau kembali berkata: "Kembalilah dan ulangi shalatmu karena kamu belum shalat!" Beliau memerintahkan orang ini sampai tiga kali hingga akhirnya laki-laki tersebut berkata, "Demi Dzat yang mengutus Tuan dengan hak, aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari itu. Maka ajarkkanlah aku!"
Beliau lantas berkata: "Jika kamu berdiri untuk shalat maka mulailah dengan takbir, lalu bacalah apa yang mudah buatmu dari Al-Qur'an kemudian rukuklah sampai benar-benar rukuk dengan thuma'ninah (tenang), lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak, lalu sujudlah sampai hingga benar-benar thuma'ninah, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga benar-benar duduk dengan thuma'ninah. Maka lakukanlah dengan cara seperti itu dalam seluruh shalat (rakaat) mu." [Shahih Bukhari no.715]


Koreksi terjemah:
قَالَ وَأَحْسِبُهُ قَالَ = Abu Wail berkata: Dan aku merasa Hudzaifah berkata: ...

328. Hadits no. 377, Merenggang lengan saat sujud jika tidak mengganggu orang yang shalat di sampingnya.


329. Hadits no. 378, Menghadap kiblat adalah syarat sah bagi shalat fardhu.


330. Hadits no. 380, Sangat penting mengetahui arah kiblat di mana pun kita berada.


331. Hadits no. 381, Maqam Ibrahim adalah batu yang dipakai Nabi Ibrahim -‘alahissalam- berpijak saat membangun Ka’bah.


Koreksi terjemah:
خلف المقام = di belakang Maqam.

332. Hadits no. 382, Boleh shalat dalam Ka’bah.


Pertanyaa:
Kalau shalat dalam ka'bah menghadapnya ke mana?
Jawaban:
Boleh menghadap kemana saja, kecuali menghadap pintu ka'ba saat terbuka, ini diperselisihkan.

Pertanyaan:
Kalau shalat di atas Ka'bah?
Jawaban:
Hukumnya makruh, tapi shalatnya sah jika nafilah, kalau shalat fardhu diperselisihkan.

333. Hadits no. 383, Shalat harus menghadap Ka’bah ketika dalam Majidil Haram.


334. Hadits no. 385, Shalat sunnah boleh tidak menghadap kiblat saat berada di atas kendaraan.


Pertanyaan:
Untuk sholat wajib dalam kendaraan, apakah ada keringanan seperti itu ustadz? Jazakumullohu khoiron katsir!
Jawaban:
Boleh dengan syarat:
1. Tidak bisa turun dari kendaraan.
2. Shalat tersebut tidak bisa dijamak taqdim atau ta'khir.
3. Yakin waktu shalat akan berakhir sebelum sampai ke tujuan.
Wallahu a'lam!

335. Hadits no. 388, Jika seseorang sadar bahwa ia shalat fardhu tidak menghadap kiblat maka ia wajib mengubah arah apabila masih dalam shalat, dan jika tahu setelah selesai maka shalatnya sah dan tidak perlu diulang.


336. Hadits no. 389, Hadits ini dijadikan dalil oleh Imam Bukhari -rahimahullah- bahwa orang yang shalat dengan arah kiblat yang keliru tidak perlu mengulanginya.
Karena dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlupa saat shalat, beliau merasa sudah selesai dan membelakangi kiblat. Setelah diingatkan, beliau kembali menghadap kiblat dan melanjutkan shalat, tanpa mengulangi dari awal.
Dalam riwayat lain; Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat -Ibrahim menambahkan, "Tapi aku tidak tahu apakah beliau kelebihan rakaat atau kurang-.
Setelah salam, beliau pun ditanya: "Wahai Rasulullah, telah terjadi sesuatu dalam shalat!. Beliau bertanya: "Apakah itu?" Maka mereka menjawab, "Tuan shalat begini dan begini." Beliau kemudian duduk pada kedua kakinya dan menghadap kiblat, kemudian beliau sujud dua kali, kemudian salam. Ketika menghadap ke arah kami, beliau bersabda: "Seungguhnya bila ada sesuatu yang baru dari shalat pasti aku beritahukan kepada kalian. Akan tetapi aku ini hanyalah manusia seperti kalian yang bisa lupa sebagaimana kalian juga bisa lupa, maka jika aku terlupa ingatkanlah. Dan jika seseorang dari kalian ragu dalam shalatnya maka dia harus menentukan mana yang benar, kemudian hendaklah ia sempurnakan, lalu salam kemudian sujud dua kali." [Shahih Bukhari no.386]
Dalam riwayat lain:
Ibnu mas'ud radliallahu 'anhu berkata: Nabiyullah shallallahu'alaihiwasallam mengimami para sahabat shalat zhuhur, tetapi beliau menambah atau menguranginya. -Kata Manshur, saya tidak tahu apakah Ibrahim yang lalai atau Alqomah (maksudnya lalai tentang kepastian menambah atau mengurangi shalat).- 
Kata Ibnu mas'ud; kemudian ditanyakan; 'Wahai Rasulullah, apakah anda meng-qashar shalat ataukah anda memang lupa? ' Nabi bertanya: "apakah itu?" Para sahabat menjawab; 'Anda telah melakukan demikian (mengurangi atau menambah shalat).' Maka Nabi melakukan dua sujud bersama mereka, selanjutnya beliau bersabda: "Kedua sujud ini adalah bagi siapa yang tidak tahu apakah dia menambah shalatnya ataukah ia menguranginya, kemudian dia berusaha mengetahui yang benar dan menyempurnakan sisanya, kemudian ia sujud dengan dua sujud." [Shahih Bukhati no.6178]


337. Hadits no. 390, Haram meludah menghadap kiblat ketika shalat.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«يُبْعَثُ صَاحِبُ النُّخَامَةِ فِي الْقِبْلَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَهِيَ فِي وَجْهِهِ»
"Pemilik ludah di arah kiblat akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan ludah tersebut berada di wajahnya". [Shahih Ibnu Khuzaimah no.1313]


Koreksi terjemah:
يناجي ربه = berbicara secara rahasia dgn Rabb-nya.

338. Hadits no. 391, Allah berada di hadapan orang yang sedang shalat, dan Ia Maha Suci dan Maha Tinggi, berzemayam di atas ‘Arsy-nya yang agung, tidak ada sesuatu pun yg meyerupai Allah, dan akal tidak akan mampu menalar bagaimana sifat-sifat Allah, kita wajib mengimanai apa yang disampaikan dlm Al-Qur’an dan hadits shahih.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu; Bahwa Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam melihat dahak pada dinding arah kiblat masjid. Lalu beliau menghadap kepada orang-orang seraya bersabda, 'Ada apa dgn seseorg dari kalian, ia sedang shalat menghadapi Rabb-nya, lalu dia meludah ke hadapanNya? Senangkah kamu jika kamu sedang dihadapi seseorang, lalu orang itu meludah di mukamu? Karena itu jika salah seorang dari kalian meludah ketika shalat, maka hendaklah dia meludah ke kiri di bawah kakimu. Jika itu tidak mungkin, maka hendaklah dia melakukan seperti ini. Lalu beliau meludah pada pakaiannya, kemudian mengusap sebagiannya pada sebagian yang lain." [Shahih Muslim no.855]
Dari Ahmad -salah seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam-; bahwa ada seorang laki-laki menjadi imam shalat suatu kaum, lalu orang itu meludah ke arah kiblat, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda setelah selesai shalat: "Orang itu tidak boleh shalat (menjadi imam) untuk kalian." Setelah itu, orang tersebut hendak mengerjakan shalat sebagai imam mereka, lalu mereka mencegahnya dan memberitahukan kepadanya tentang larangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersebut. Maka orang tersebut menyampaikan peristiwa itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau bersabda: "Ya, benar". Dan seingatku beliau bersabda: "Sesungguhnya engkau telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya". [Sunan Abi Daud no.407: Hasan]


339. Hadits no. 392, Membersihkan masjid dari kotoran sekalipun bukan najis.


340. Hadits no. 393, Tawadhu Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- membersihkan sendiri kotoran dalam masjid.


341. Hadits no. 394, Tidak boleh meludah ke arah kanan sewaktu shalat karena ada malaikat di samping kanannya. [Lihat Shahih Bukhari no.399]
Hudzaifah radhiyallahu 'anhu berkata:
«إِنَّ الْعَبْدَ الْمُسْلِمَ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي أَقْبَلَ اللَّهُ عَلَيْهِ بِوَجْهِهِ حَتَّى يَكُونَ هُوَ الَّذِي يَنْصَرِفُ أَوْ يُحْدِثُ حَدَثَ سَوْءٍ فَلَا يَبْزُقْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَا عَنْ يَمِينِهِ، فَإِنَّ عَنْ يَمِينِهِ كَاتِبَ الْحَسَنَاتِ، وَلَكِنْ يَبْزُقُ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ خَلْفَ ظَهْرِهِ»
"Sesungguhnya seorang hamba yang Muslim jika ia berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian ia mendirikan shalat maka Allah menghadapkan wajah-Nya kepadanya sampai ia selesai shalat atau ia melakukan perbuatan buruk. Maka janganlah ia meludah di hadapannya dan jangan pula di samping kanannya, karena sesungguhnya di samping kanannya ada malaikat pencatat kebaikan. Akan tetapi, meludahlah ia ke samping kirinya atau ke belakangnya". [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no.7454]


342. Hadits no. 395, Sebagian ulama melarang buang ludah ke arah kiblat dan kanan secara umum, baik ketika shalat atau tidak, dan baik itu dalam mesjid atau di luar.
Dengan dalil keumuman hadits Ibnu Umar (lihat hadits sebelumnya no.390) dan hadits Hudzaifah; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa meludah ke arah kiblat, maka pada hari kiamat ia akan datang sementara ludahnya ada di antara kedua matanya. Dan barangsiapa makan sebagian dari tanaman yang berbau busuk ini, maka janganlah ia mendekati masjid kami!" Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali. [Sunan Abi Daud no.3328: Shahih]
Akan tetapi dalam riwayat lain disebutkan bahwa larangan ini khusus ketika shalat atau dalam mesjid:
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ تَنَخَّمَ فِي قِبْلَةِ الْمَسْجِدِ بُعِثَ وَهِيَ فِي وَجْهِهِ»
“Barangsiapa yang meludah pada kiblat masjid, maka akan dibangkitkan (pada hari kiamat) dalam keadaan ludah tersebut berada di wajahnya”. [Shahih Ibnu Khuzaimah no.1312]
Hudzaifah radhiyallahu 'anhu berkata:
«مَنْ صَلَّى فَبَزَقَ تُجَاهَ الْقِبْلَةِ جَاءَتْ بَزْقَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي وَجْهِهِ»
"Barangsiapa yang shalat kemudian meludah ke arah kiblat, maka ia akan datang dengan ludahnya berada di wajahnya pada hari kiamat". [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah np.7456]


343. Hadits no. 396, Membuang ludah atau dahak ke sebelah kiri jika tdk ada org.
Dari Thariq bin Abdillah Al-Muharibi radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seorang laki-laki shalat atau apabila salah seorang dari kalian shalat, maka janganlah dia meludah ke depannya atau ke kanannya, akan tetapi meludahlah ke sebelah kirinya jika di situ kosong (tidak ada orang lain), atau ke bawah kaki kirinya kemudian gosoklah ia." [Sunan Abi Daud no.404: Shahih]


Koreksi terjemah:
يناجي ربه = berbicara secara rahasia dgn Rabb-nya.

344. Hadits no. 397, Kalau dilarang meludah ke kanan karena ada malaikat, kenapa dibolehkan meludah ke kiri padahal di situ juga ada malaikat? 
Allah subhanahu wa ta’alaa berfirman yang artinya: {ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri} [Qaaf:17]
Diantara jawaban ulama:
a) Ini adalah keistimewaan khusus bagi malaikat pencatat amal ke baikan yang ada di samping kanan.
b) Malaikat pencatat keburukan yang berada di samping kiri tidak ada ketika orang shalat, yang ada di situ adalah Qarin (setan) yang senantiasa mengikuti dan menggodanya.
Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يَقُومُ مُسْتَقْبِلَ وَجْهِ رَبِّهِ، وَكَاتِبُهُ عَنْ يَمِينِهِ وَقَرِينُهُ عَنْ يَسَارِهِ
Sesungguhnya jika seseorg dari kalian berdiri dalam shalatnya, maka sesungguhnya ia sedang berdiri menghadap wajah Rabb-nya, dan malaikat pencatat amalannya di sebelah kanannya, dan Qarinnya di sebelah kirinya” [Musnad Ar-Ruyaniy no.1189: Hadits ini lemha]
c) Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak menyebutkan alasannya, maka kitapun tidak perlu membahasnya karena ini adalah masalah gaib.


345. Hadits no. 398, Haram meludah di mesjid.
Dari Abu Dzarr radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Dipaparkan kepadaku segala amal umatku, yang baik dan yang buruk. Maka aku mendapatkan di antara kebaikan amal umatku adalah membuang rintangan yang mengganggu di jalanan. Dan aku mendapatkan dalam amal jelek umatku adalah meludah di masjid tanpa dipendam'." [Shahih Muslim no.859]


346. Hadits no. 399, Orang yang sedang shalat bermunajat dengan Allah yang Maha Suci.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Allah berfirman: 'Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu setengah-setengah, dan hambaku mendapatkan apa yang dia minta. Apabila seorang hamba membaca; 'Alhamdulillahi rabbil 'alamin.’ Allah menjawab; ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’ (ketika) seorang hamba membaca; ‘Arrahmaanir rahiim.’ Allah berfirman; ‘Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.’ (ketika) seorang hamba membaca; ‘Maaliki yaumid diin.’ Allah berfirman; ‘Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.’ (ketika) seorang hamba membaca; ‘Iyyaaka na'budu wa iyyaka nasta'iin.’ Allah berfirman; ‘Inilah bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, sedangkan bagi hamba-Ku apa yang di mintanya.’ (ketika) seorang hamba membaca; ‘Ihdinash shiraathal mustaqiim, shiraathal ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdluubi 'alaihim waladl dllaallliin.’ Allah berfirman; ‘Inilah bagian dari hamba-Ku, dan baginya apa yang di minta.’" [Shahih Muslim no.598]



Koreksi terjemah:
يناجي الله = berbicara secara rahasia dgn Allah.

347. Hadits no. 400, Allah berpaling dari orang yang meludah ke arah kilat saat shalat.
Jabir bi Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendatangi kami di masjid kami ini sementara beliau membawa dahan pohon Ibnu Thaab (jenis kurma Madinah), beliau melihat di kiblat masjid ada dahak lalu beliau mengeriknya dengan dahan tersebut, setelah itu beliau menghadap ke arah kami lalu bertanya: "Siapa diantara kalian yang mau Allah berpaling darinya?" ia berkata: Kami tertunduk. Beliau bertanya lagi: "Siapa diantara kalian yang mau Allah berpaling darinya?" kami menjawab: Tidak, wahai Rasulullah.
Beliau bersabda: "Sesungguhnya salah seorang dari kalian bila shalat, Allah tabaraka wa ta'ala ada dihadapannya, karena itu jangan meludah ke arah wajah-Nya atau ke kanannya, hendaklah meludah ke kiri, dibawah kaki kirinya. Dan bila ia tidak bisa mengusai diri hingga didahului oleh ludah atau ingus, hendaklah melakukan dengan bajunya seperti ini" beliau melipat baju beliau satu sama lain”. [Shahih Muslim no.5328]


Koreksi terjemah:
يناجي ربه = berbicara secara rahasia dgn Rabb-nya.

348. Hadits no. 401, Disunnahkan bagi imam untuk memberi nasehat singkat kepada makmumnya tentang shalat sebelum memulai shalatnya.
An-Nu'man bin Basysyir radhiyallahu 'anhuma berkata: "Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyamakan shaf kami hingga seakan-akan menyamakan busur panah hingga beliau melihat bahwa kami sungguh telah terikat darinya. Kemudian pada suatu hari beliau keluar, lalu berdiri hingga hampir bertakbir, lalu beliau melihat seorang laki-laki menonjolkan dadanya dari shaf, maka beliau bersabda, 'Wahai hamba Allah, sungguh kalian menyamakan shaf kalian atau Allah akan menyelisihkan antara wajah kalian'."  [Shahih Muslim no.660]


349. Hadits no. 402, Ulama berselisih tentang makna Nabi -shallahu ‘alaihi wasallam- melihat orang yang ada di belakangnya ketika shalat:
a) Allah subhanahu wata'aalaa memberitahukan kepada beliau apa yang terjadi di belakangnya.
b) Maksudnya, beliau melirik ke kiri atau ke kanan.
c) Beliau melihat apa yang ada dibelakangnya secara hakiki dengan kedua matanya. 
d) Ada yang mengatakan bahwa Rasulullah punya mata di punggungnya.
e) Allah memperlihatkan kepada beliau di hadapannya apa yang terjadi di belakangnya, sebagaimana beliau melihat surga dan neraka di hadapannya sewaktu shalat.
Anas bin Malik radhiallahu 'anhu berkata; Suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengimami kami shalat, kemudian menuju mimbar dan memberi isyarat dengan tangannya ke arah kiblat masjid lalu bersabda: "Sungguh telah diperlihatkan kepadaku sekarang ini surga dan neraka tergambar jelas pada dinding ini sejak saya shalat bersama kalian. Saya tidak pernah melihat kebaikan dan kejelekan seperti hari ini, Saya tidak pernah melihat kebaikan dan kejelekan seperti hari ini." [Shahih Bukhari no.5987]
Dan sebagaimana beliau melihat baitul Maqdis dari Mekah.
Dari Jabir bin Abdullah radliallahu 'anhuma bahwa, dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ketika kaum Quraisy mendustakan aku (tentang Isra'), aku berdiri di al Hijir, lalu Allah menampakkan kepadaku Baitul Maqdis, maka aku mulai menceritakan kepada mereka tentang tanda-tandanya. sedang aku terus melihatnya". [Shahih Bukhari no.3597]


Pertanyaan:
Kalau yang seperti ini perlu ditarjih atau dibiarkan sebagai salah satu khilafiyah di antara ulama Ustadz?
Jawaban:
Sebagian ulama tidak mentarjih karena perselisihan ini tidak ada pengaruhnya dengan amal ibadah.
Sedangkan ulama yang mentarjih berpendapat bahwa pendapat (a) dan (b) bertentangan dengan dzahir lafadz hadits dan menafikan sisi mukjizatnya.
Sedangkan pendapat (d) saya tidak mendapatkan hadits yang bisa menguatnya.
Wallahu a'lam!

* Ulama juga berselisih; Apakah mu’jizat ini sifatnya umum, atau khusus ketika shalat?
Ada yang berpendapat bahwa sifatnya umum, seperti hadits Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرَى فِي الظُّلْمَةِ كَمَا يَرَى فِي الضَّوْءِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
"Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bisa melihat dalam kegelapan sebagaimana melihat dalam cahaya". [Fawaid Tammaam no.1345: Hadits ini palsu, lihat Silsilah Adh-Dha'ifah no.341]
Sebagian ulama mengatakan bahwa ini khusus ketika shalat, sebagaimana dzahir hadits ini.
Ada juga yang berdalil bahwa suatu hari ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mau melihat seorang pemuda belia yang tampan maka beliau menyuruh pemuda tersebut untuk duduk di belakang beliau. Akan tetapi hadits ini juga palsu. [Lihat silsilah Adh-Dha'ifah no.313]

350. Hadits no. 403, Boleh menamai mesjid dengan nama orang yang membangunnya.


Bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...