بسم الله الرحمن الرحيم
Kitab Shalat
301.
Hadits no. 346, Perintah menutupi pundak sewaktu shalat.
Buraidah radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang seseorang shalat
dengan menggunakan kain yang tidak ada pengikatnya untuk pundak, dan beliau
juga melarang seseorang yang lain yang shalat menggunakan celana tanpa menutupi
badannya dengan kain (baju). [Sunan Abi Daud no.541: Hasan]
Jumhur
ulama berpendapat hukumnya sunnah, dan makruh ditinggalkan jika mampu. Karena
alasan pelarangan pada hadits sebelumnya (no.346) dan perintah mengikatkan
kedua ujung pakaian di leher pada hadits ini (no.347) adalah untuk menjaga agar
pakaian tidak terbuka jika hanya dililitkan di badan atau pinggang sehingga
auratnya terlihat.
Sedangkan
Hanabilah berpendapat wajib jika mampu. Kemudian mereka berselisih, apakah
termasuk syarat sah shalat atau tidak. [Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar 2/71]
[Lihat hadits berikutnya no.348]
303.
Hadits no. 348, Kesimpulan hukum memakai satu kain saat shalat bagi laki-laki:
Ulama
sepakat bahwa boleh shalat dengan satu kain.
Kemudian
mereka berselisih, jika seseorg shalat dengan satu kain, apakah ia harus
mengikatkan ujung kain tersebut di pundaknya?
Jika
kain tersebut sempit (hanya cukup untuk menutupi aurat) dan ia tidak memiliki kain
selainnya, maka ulama sepakat bahwa ia boleh shalat dengan kain tersebut walau tanpa
mengikatkan ujungnya di pundak.
Tapi
jika kain tersebut lebar atau punya kain selainnya, maka menurut mazhab Hanabilah ia wajib
mengikatkan kedua ujung kain tersebut di pundak, atau memakai kain lain untuk
menutupi pundaknya
Sedangkan
jumhur ulama memghukuminya hanya sunnah dan makruh ditinggalkan.
Koreksi terjemah:
وَعَلَيَّ ثَوْبٌ
وَاحِدٌ فَاشْتَمَلْتُ بِهِ
Sementara
aku hanya memakai satu paka ian, maka aku melilitkannya pada tubuhku.
304.
Hadits no. 349, Aurat terbuka waktu shalat tanpa sengaja tidak membatalkan shalat.
Asma`
binti Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Barangsiapa di antara kalian (para wanita) beriman
kepada Allah dan hari akhir, janganlah mengangkat kepalanya terlebih dahulu
sehingga kaum laki-laki mengangkat kepala mereka, karena di khawatirkan mereka
melihat aurat kaum laki-laki." [Sunan Abi Daud no.725:Shahih]
Dalam
riwayat lain: "Barangsiapa di antara kalian yang beriman kepada Allah dan
Hari Akhir, maka janganlah ia mengangkat kepalanya hingga kami mengangkat
kepala kami." Hal itu karena Rasulullah tidak suka jika kaum wanita melihat
aurat laki-laki karena kecilnya sarung mereka (laki-laki)." [Musnad Ahmad
no.25710]
305.
Hadits no. 350, Boleh memakai pakaian orang kafir jika tidak terbukti pakaian tersebut bernajis.
Koreksi terjemah:
جُبَّةٌ شَأْمِيَّةٌ = Pakaian
dari negri Syam yang waktu itu masih negri kafir.
306.
Hadits no. 351, Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- terjaga dari hal buruk sejak
kecil.
307.
Hadits no. 353, Boleh shalat memakai celana panjang yang tidak ketat.
Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, "Seorang laki-laki datang dan bertanya kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tentang shalat dengan menggunakan satu lembar
baju. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Apakah
setiap kalian memiliki dua helai baju?" Kemudian ada seseorang bertanya
kepada 'Umar, lalu ia menjawab, "Jika Allah memberi kelapangan
(kemudahan), maka pergunakanlah." Bila seseorang memiliki banyak pakaian,
maka dia shalat dengan pakaiannya itu. Ada yang shalat dengan memakai izaar (kain
untuk menutupi tubuh bagian bawah) dan ridaa’ (kain untuk menutupi tubuh bagian
atas), ada yang memakai izaar dan gamis (baju panjang sampai kaki), ada yang
memakai izaar dan qabaa’ (baju lebar, biasanya dipakai untuk melapisi gamis
seperti mantel), ada yang memakai celana panjang dan ridaa', ada yang memakai
celana panjang dan gamis, ada yang memakai celana panjang dan qabaa’, ada yang
memakai celana pendek dan qabaa', ada yang memakai celana pendek dan
gamis."
Abu Hurairah berkata, "Menurutku 'Umar juga mengatakan, "Dan ada yang memakai celana pendek dan ridaa'." [Shahih Bukhari no.352]
Abu Hurairah berkata, "Menurutku 'Umar juga mengatakan, "Dan ada yang memakai celana pendek dan ridaa'." [Shahih Bukhari no.352]
Koreksi terjemah
باب الصلاة في القميص والسراويل والتبان والقباء
Bab:
Shalat memakai gamis, celana panjang, celana pendek, dan mantel.
308.
Hadits no. 354, Isytimal shamma’ artinya berpakaian dengan melilit kain pada seluruh
tubuh sampai sulit bergerak dan tidak bisa mengeluarkan tangan.
Atau
melilitkan kain pada salah satu bahunya sehingga sebagian auratnya terbuka.
Atau
melilitkan satu kain di badannya tanpa mengikatkan kedua ujungnya di bahu.
Ihtiba’
adalah duduk dengan melilitan kain (seperti sarung) pada punggung dan betis.
309.
Hadits no. 355, Jual beli dengan cara “Limaas” artinya penjual berkata kepada pembeli
“apa saja yang engkau pegang maka engkau harus membelinya dengan harga sekian”.
Jual
beli dengan cara “Nibaadz” artinya pembeli berkata kepada penjual “apa saja yang engkau
lemparkan kepadaku maka saya akan membelinya dengan harga sekian”.
310.
Hadits no. 356, Kenapa orang Arab jahiliah dulu thawaf dengan telanjang?
a) Mereka tidak mau beribadah dengan pakaian yang mereka pakai bermaksiat, [Lihat: Tafsir Thabariy 10/153]
b) Telanjang sebagai simbol berlepas dari segala dosa sebagaimana mereka berlepas dari pakaian. [Lihat: Tafsir Al-Mawardiy 2/213]
c) Kaum Quraisy melarang selain dari mereka thawaf dengan pakaian, kecual pakaian dari mereka. Jika mereka tidak mendapatkan pakaian dari orang Quraisy, maka mereka thawaf dengan telanjag.
'Urwah –rahimahullah- berkata: "Pada masa Jahiliyah
orang-orang melakukan thawaf dengan telanjang kecuali Al Humus -dan istilah Al
Humus adalah orang-orang Quraisy dan keturunan mereka-. Dahulu Al Humus
membeda-bedakan manusia, diantara kaum lelakinya ada yang memberi pakaian
kepada kaum lelaki sehingga dia thawaf mengenakan pakaian, begitu juga diantara
wanitanya memberi pakaian kepada para wanita sehingga dia thawaf dengan pakaian
itu. Sedangkan bagi orang yang tidak diberi pakaian oleh Al Humus (quraisy)
maka dia thawaf dengan telanjang. [Shahih Bukhari no.1554]
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: Dahulu wanita berthawaf di baitullah dalam
keadaan telanjang lalu ia berkata: Siapa yang meminjamkan kepadaku baju yang ia
kenakan di atas kemaluannya? dan ia berkata: Telah nampak (auratku) sebagian
atau seluruhnya, maka apa yang nampak darinya tidaklah aku menghalalkannya.
Lalu turunlah ayat ini: {Ambillah oleh kalian pakaian dan perhiasan kalian
setiap memasuki masji} (Al A'raaf: 31) [Shahih Muslim no.5353]
311.
Hadits no. 357, Jika seseorang ingin shalat dan tidak mendapatkan pakaian untuk
menutupi auratnya kecuali pakaian bernajis atau haram maka ia boleh
menggunakannya.
Jika
ia tidak mendapatkan sehelai kain pun, maka ia boleh shalat dengan telanjang.
Mazhab
Hanafiy dan Hambaliy membolehkan ia shalat berdiri atau duduk (untuk menutupi
auratnya) dengan cukup memberi isyarat kepala untuk ruku’ dan sujudnya.
Adapun
mazhab Maliki dan Syafi’i maka ia wajib shalat berdiri.
Dan
jika setelah shalat ia mendapatkan pakaian maka ia tidak perlu mengulangi
shalatnya menurut mazhab Syafi’i dan Hambali. [Lihat: Shahih
fiqhi Sunnah 1/303]
312.
Hadits no. 359, Perempuan shalat wajib menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan
telapak tangan.
Dari
'Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Tidak sah shalat
wanita yang telah haid kecuali dengan mengenakan kerudung."
At-Tirmidzi rahimahullah berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin 'Amru. Sedangkan maksud dari sabda Nabi "Wanita yang haid" adalah wanita yang telah berumur baligh yaitu telah mengalami haid."
Abu Isa At-Tirmidzi berkata; "Hadits 'Aisyah derajatnya hasan. Para ahli ilmu mengamalkan hadits ini, bahwa wanita yang telah mengalami haid kemudian melaksanakan shalat sedang rambutnya terlihat maka shalatnya tidak sah. Ini adalah pendapat yang diambil oleh Syafi'i, Ia mengatakan, "Shalat seorang wanita tidak sah jika ada sesuatu dari bagian tubuhnya terlihat."
Imam Syafi'i rahimahullah ketika ditanya; bagaimana jika pada bagian luar telapak kakinya terlihat?" Ia menjawab, "Shalatnya sah." [Sunan Tirmidzi no.344: Shahih]
At-Tirmidzi rahimahullah berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin 'Amru. Sedangkan maksud dari sabda Nabi "Wanita yang haid" adalah wanita yang telah berumur baligh yaitu telah mengalami haid."
Abu Isa At-Tirmidzi berkata; "Hadits 'Aisyah derajatnya hasan. Para ahli ilmu mengamalkan hadits ini, bahwa wanita yang telah mengalami haid kemudian melaksanakan shalat sedang rambutnya terlihat maka shalatnya tidak sah. Ini adalah pendapat yang diambil oleh Syafi'i, Ia mengatakan, "Shalat seorang wanita tidak sah jika ada sesuatu dari bagian tubuhnya terlihat."
Imam Syafi'i rahimahullah ketika ditanya; bagaimana jika pada bagian luar telapak kakinya terlihat?" Ia menjawab, "Shalatnya sah." [Sunan Tirmidzi no.344: Shahih]
313.
Hadits no. 360, Tidak memakai pakaian yang bergambar ketika shalat karena akan
mengganggu kekhusyu'an.
314.
Hadits no. 361, Menjauhkan tempat shalat dari segala hal yang bisa mengganggu
kekhusyu’an.
Dari
Aisyah radliallahu 'anha; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah
meninggalkan dalam rumahnya sesuatu yang ada (gambar) salibnya melainkan beliau akan menghancurkannya."
[Shahih Bukhari no.5496]
315.
Hadits no. 362, Shalat tetap sah walau memakai pakaian yang hukumnya haram.
Jabir
bin 'Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata; "Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengenakan pakaian luar yang terbuat dari sutera Dyibaj, sebagai
hadiah yang diberikan kepada beliau. Setelah itu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam segera melepas dan memberikannya kepada Umar bin Khaththab.
Lalu salah seorang sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, mengapa engkau begitu
tergesa-gesa melepaskan itu? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab: 'Jibril telah melarangku mengenakannya.' Tak lama kemudian, Umar datang
sambil menangis dan berkata; 'Ya Rasulullah, engkau tidak menyukai sesuatu,
tetapi mengapa engkau malah memberikannya kepada saya? ' Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berkata: 'Hai Umar, sesungguhnya aku memberikan pakaian itu
kepadamu bukan untuk dikenakan. Akan tetapi, agar kamu segera menjualnya.' Lalu
Umar pun menjual pakaian tersebut dengan harga dua ribu dirham.' [Shahih Muslim
no.3861]
316.
Hadits no. 363, Boleh memakai baju merah jika tidak mencolok atau bercampur dengan
motif warna lain.
Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Aku dilarang untuk memakai kain yang berwarna merah,
memakai cincin emas dan membaca Al-Qur'an saat rukuk." [Sunan An-Nasai
no.5171: Shahih]
Koreksi terjemah:
Kata
مشمرا = artinya mengangkat pakaiannya sampai
pertengahan betis, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain: “Kemudian
Nabi shallallahu'alaihiwasallam, keluar memakai pakaian merah. Seolah-olah aku
masih melihat (bagaimana) putihnya betis Nabi.” [Shahih Muslim no.777]
*
Hadits ini
menunjukkan bahwa larangan mengangkat (melipat) pakaian khusus ketika akan shalat
atau sedang shalat.
Ibnu
'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diperintahkan untuk
melaksanakan sujud dengan tujuh anggota sujud; muka, kedua telapak tangan,
kedua lutut dan kedua kaki. Dan tidak boleh (dilarang) mengikat rambut (agar
tdk terurai menyentuh tempat sujud) atau melipat pakaian." [Shahih Bukhari
no.767] [Lihat Syarah Shahih Bukhari karya syekh Ibnu Utsaimin 2/238]
Pertanyaan:
Apakah hadits Abu
Juhaifah dan Ibnu Abbas bertentangan ?
Jawaban:
Kedua
hadits tersebut memang secara dzohir bertentangan, karena hadits Ibnu Abbas melarang
pakai baju merah, sedangkan hadits Abu Juhaifah menukil bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memaki
baju merah.
Oleh
sebab itu, ulama berselisih dalam masalah ini:
Ada
yang mengharamkan secara mutlaq, dan hadits Abu Juhaifah khusus untuk Rasulullah.
Ada
yang membolehkan secara mutlaq, dan hadits yang melarang hukumnya hanya makruh
tanziih (sebaiknya ditinggalkan).
Ada
yang mengharamkan khusus warnah merah yang mencolok.
Dan
ada yang membolehkan jika bercampur dengan warna lain, seperti baju yang dipakai
Rasulullah (Hullah merah), dikatakan merah karena memiliki corak garis-garis
merah bukan karena merah polos.
Wallahu
a'lam!
317.
Hadits no. 366, Jika seorang yang shalat pakaiannya menyentuh istrinya maka shalatnya
sah.
318.
Hadits no. 367, Boleh shalat di atas tikar atau sejadah.
319.
Hadits no. 368, Boleh shalat memakai alas (sejadah) kecil yang hanya muat untuk sujud
saja.
320.
Hadits no. 369, Boleh shalat di atas ranjang, tapi tidak boleh shalat di atas kasur
yang sangat empuk karena tidak bisa sujud dengan sempurna.
[Lihat: Syarah Shahih Bukhari karya syekh Ibnu Utsaimin 2/238]
321.
Hadits no. 370, Boleh shalat sementara di depannya ada wanita yang sedang tidur.
322.
Hadits no. 371, Sunnah suami istri tidur satu ranjang.
323.
Hadits no. 372, Boleh melapisi jidat dan telapak tangan dengan pakaian saat sujud jika
tempat sujudnya sangat panas atau dingin.
Pertanyaan:
Kalau pakai cadar, sujudnya sah tidak?
Jawaban:
Masalah
sujud menyentuh lantai tanpa penghalang memang diperselisihkan ulama.
Mazhab
Syafi'iy menganggap sujud tidak sah jika ada penghalang dari pakaian shalat
(seperti peci dan niqab) atau anggota tubuh (seperti rambut).
Sedangkan
jumhur ulama mengatakan shalat tetap sah. Tapi makruh jika tanpa sebab seperti
kepananasan atau kedinginan.
Adapun
niqab, jika ia shalat sendiri maka sebaiknya dibuka, tapi kalau khawatir ada
lelaki bukan muhrim yang lewat maka boleh dipakai, tapi kalau sujud niqabnya
diangkat.
Wallahu
a'lam.
324.
Hadits no. 373, Dianjurkan shalat memakai sendal jika tidak menimbulkan keburukan.
Abdullah
bin ‘Amru radhiyallahu 'anhuma berkata; Saya pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengerjakan shalat dengan kaki telanjang dan memakai sandal. [Sunan Abi Daud
no.557: Hasan]
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata; "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam minum sambil
berdiri, atau sambil duduk. Beliau mengerjakan shalat tanpa alas kaki, dan
kadang memakai sandal. Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam juga beranjak dari
sebelah kanannya, atau dari sebelah kirinya." [Sunan Nasa’iy no.1344:
Shahih]
325.
Hadits no. 374, Membersihkan sendal atau sepatu dari najis sebelum shalat
dengannya.
Abu
Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu berkata; Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengerjakan shalat bersama para sahabatnya, tiba tiba beliau melepaskan kedua
sandalnya lalu meletakkannya di sebelah kirinya. Sewaktu para sahabat melihat
tindakan beliau tersebut, mereka ikut pula melepas sandal mereka. Maka tatkala
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selesai shalat, beliau bersabda:
"Apa gerangan yang membuat kalian melepas sandal sandal kalian?"
Mereka menjawab; Kami melihat engkau melepas sandal, sehingga kami pun melepaskan
sandal sandal kami. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Malaikat Jibril 'Alaihis Salam telah datang kepadaku, lalu
memberitahukan kepadaku bahwa di sepasang sandal itu ada najisnya."
Selanjutnya beliau bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian
datang ke masjid, maka perhatikanlah, jika dia melihat di sepasang sandalnya
terdapat najis atau kotoran maka bersihkan, dan shalatlah dengan sepasang
sandalnya itu." [Sunan Abi Daud no.555: Shahih]
326.
Hadits no. 375, Shalat pakai sendal atau sepatu untuk menyelisihi orang Yahudi.
Syaddad
bin Aus -radhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: "Selisihilah orang-orang yahudi, yang mereka beribadah dengan
tidak mengenakan sandal dan juga khuf (sepatu) mereka." [Sunan Abi Dawud
no.556: Shahih]
327.
Hadits no. 376, Shalat tidak sah tanpa thuma’ninah (tenang).
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke masjid,
lalu ada juga seorang laki-laki masuk Masjid dan langsung shalat kemudian
memberi salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau menjawab dan
berkata kepadanya, "Kembalilah dan ulangi shalatmu karena kamu belum
shalat!" Maka orang itu mengulangi shalatnya seperti yang dilakukannya
pertama tadi kemudian datang menghadap kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
dan memberi salam. Namun Beliau kembali berkata: "Kembalilah dan ulangi
shalatmu karena kamu belum shalat!" Beliau memerintahkan orang ini sampai
tiga kali hingga akhirnya laki-laki tersebut berkata, "Demi Dzat yang
mengutus Tuan dengan hak, aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari itu.
Maka ajarkkanlah aku!"
Beliau lantas berkata: "Jika kamu berdiri untuk shalat maka mulailah dengan takbir, lalu bacalah apa yang mudah buatmu dari Al-Qur'an kemudian rukuklah sampai benar-benar rukuk dengan thuma'ninah (tenang), lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak, lalu sujudlah sampai hingga benar-benar thuma'ninah, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga benar-benar duduk dengan thuma'ninah. Maka lakukanlah dengan cara seperti itu dalam seluruh shalat (rakaat) mu." [Shahih Bukhari no.715]
Beliau lantas berkata: "Jika kamu berdiri untuk shalat maka mulailah dengan takbir, lalu bacalah apa yang mudah buatmu dari Al-Qur'an kemudian rukuklah sampai benar-benar rukuk dengan thuma'ninah (tenang), lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak, lalu sujudlah sampai hingga benar-benar thuma'ninah, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga benar-benar duduk dengan thuma'ninah. Maka lakukanlah dengan cara seperti itu dalam seluruh shalat (rakaat) mu." [Shahih Bukhari no.715]
Koreksi terjemah:
قَالَ وَأَحْسِبُهُ قَالَ = Abu Wail berkata: Dan aku merasa
Hudzaifah berkata: ...
328.
Hadits no. 377, Merenggang lengan saat sujud jika tidak mengganggu orang yang shalat di
sampingnya.
329.
Hadits no. 378, Menghadap kiblat adalah syarat sah bagi shalat fardhu.
330.
Hadits no. 380, Sangat penting mengetahui arah kiblat di mana pun kita berada.
331.
Hadits no. 381, Maqam Ibrahim adalah batu yang dipakai Nabi Ibrahim -‘alahissalam- berpijak saat membangun Ka’bah.
Koreksi terjemah:
خلف المقام = di belakang Maqam.
332.
Hadits no. 382, Boleh shalat dalam Ka’bah.
Pertanyaa:
Kalau shalat dalam ka'bah menghadapnya ke mana?
Jawaban:
Boleh
menghadap kemana saja, kecuali menghadap pintu ka'ba saat terbuka, ini
diperselisihkan.
Pertanyaan:
Kalau shalat di atas Ka'bah?
Jawaban:
Hukumnya
makruh, tapi shalatnya sah jika nafilah, kalau shalat fardhu diperselisihkan.
333.
Hadits no. 383, Shalat harus menghadap Ka’bah ketika dalam Majidil Haram.
334.
Hadits no. 385, Shalat sunnah boleh tidak menghadap kiblat saat berada di atas
kendaraan.
Pertanyaan:
Untuk sholat wajib dalam kendaraan, apakah ada keringanan seperti itu ustadz? Jazakumullohu
khoiron katsir!
Jawaban:
Boleh
dengan syarat:
1.
Tidak bisa turun dari kendaraan.
2.
Shalat tersebut tidak bisa dijamak taqdim atau ta'khir.
3.
Yakin waktu shalat akan berakhir sebelum sampai ke tujuan.
Wallahu
a'lam!
335.
Hadits no. 388, Jika seseorang sadar bahwa ia shalat fardhu tidak menghadap kiblat maka
ia wajib mengubah arah apabila masih dalam shalat, dan jika tahu setelah selesai
maka shalatnya sah dan tidak perlu diulang.
336.
Hadits no. 389, Hadits ini dijadikan dalil oleh Imam Bukhari -rahimahullah- bahwa orang yang shalat dengan
arah kiblat yang keliru tidak perlu mengulanginya.
Karena dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlupa saat shalat, beliau merasa sudah selesai dan membelakangi kiblat. Setelah diingatkan, beliau kembali menghadap kiblat dan melanjutkan shalat, tanpa mengulangi dari awal.
Karena dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlupa saat shalat, beliau merasa sudah selesai dan membelakangi kiblat. Setelah diingatkan, beliau kembali menghadap kiblat dan melanjutkan shalat, tanpa mengulangi dari awal.
Dalam
riwayat lain; Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, "Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat -Ibrahim menambahkan,
"Tapi aku tidak tahu apakah beliau kelebihan rakaat atau kurang-.
Setelah salam, beliau pun ditanya: "Wahai Rasulullah, telah terjadi sesuatu dalam shalat!. Beliau bertanya: "Apakah itu?" Maka mereka menjawab, "Tuan shalat begini dan begini." Beliau kemudian duduk pada kedua kakinya dan menghadap kiblat, kemudian beliau sujud dua kali, kemudian salam. Ketika menghadap ke arah kami, beliau bersabda: "Seungguhnya bila ada sesuatu yang baru dari shalat pasti aku beritahukan kepada kalian. Akan tetapi aku ini hanyalah manusia seperti kalian yang bisa lupa sebagaimana kalian juga bisa lupa, maka jika aku terlupa ingatkanlah. Dan jika seseorang dari kalian ragu dalam shalatnya maka dia harus menentukan mana yang benar, kemudian hendaklah ia sempurnakan, lalu salam kemudian sujud dua kali." [Shahih Bukhari no.386]
Setelah salam, beliau pun ditanya: "Wahai Rasulullah, telah terjadi sesuatu dalam shalat!. Beliau bertanya: "Apakah itu?" Maka mereka menjawab, "Tuan shalat begini dan begini." Beliau kemudian duduk pada kedua kakinya dan menghadap kiblat, kemudian beliau sujud dua kali, kemudian salam. Ketika menghadap ke arah kami, beliau bersabda: "Seungguhnya bila ada sesuatu yang baru dari shalat pasti aku beritahukan kepada kalian. Akan tetapi aku ini hanyalah manusia seperti kalian yang bisa lupa sebagaimana kalian juga bisa lupa, maka jika aku terlupa ingatkanlah. Dan jika seseorang dari kalian ragu dalam shalatnya maka dia harus menentukan mana yang benar, kemudian hendaklah ia sempurnakan, lalu salam kemudian sujud dua kali." [Shahih Bukhari no.386]
Dalam
riwayat lain:
Ibnu
mas'ud radliallahu 'anhu berkata: Nabiyullah shallallahu'alaihiwasallam
mengimami para sahabat shalat zhuhur, tetapi beliau menambah atau
menguranginya. -Kata Manshur, saya tidak tahu apakah Ibrahim yang lalai atau
Alqomah (maksudnya lalai tentang kepastian menambah atau mengurangi shalat).-
Kata Ibnu mas'ud; kemudian ditanyakan; 'Wahai Rasulullah, apakah anda meng-qashar shalat ataukah anda memang lupa? ' Nabi bertanya: "apakah itu?" Para sahabat menjawab; 'Anda telah melakukan demikian (mengurangi atau menambah shalat).' Maka Nabi melakukan dua sujud bersama mereka, selanjutnya beliau bersabda: "Kedua sujud ini adalah bagi siapa yang tidak tahu apakah dia menambah shalatnya ataukah ia menguranginya, kemudian dia berusaha mengetahui yang benar dan menyempurnakan sisanya, kemudian ia sujud dengan dua sujud." [Shahih Bukhati no.6178]
Kata Ibnu mas'ud; kemudian ditanyakan; 'Wahai Rasulullah, apakah anda meng-qashar shalat ataukah anda memang lupa? ' Nabi bertanya: "apakah itu?" Para sahabat menjawab; 'Anda telah melakukan demikian (mengurangi atau menambah shalat).' Maka Nabi melakukan dua sujud bersama mereka, selanjutnya beliau bersabda: "Kedua sujud ini adalah bagi siapa yang tidak tahu apakah dia menambah shalatnya ataukah ia menguranginya, kemudian dia berusaha mengetahui yang benar dan menyempurnakan sisanya, kemudian ia sujud dengan dua sujud." [Shahih Bukhati no.6178]
337.
Hadits no. 390, Haram meludah menghadap kiblat ketika shalat.
Dari
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«يُبْعَثُ صَاحِبُ النُّخَامَةِ فِي الْقِبْلَةِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَهِيَ فِي وَجْهِهِ»
"Pemilik
ludah di arah kiblat akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan ludah tersebut berada di wajahnya". [Shahih Ibnu Khuzaimah no.1313]
Koreksi terjemah:
يناجي ربه = berbicara secara rahasia dgn Rabb-nya.
338.
Hadits no. 391, Allah berada di hadapan orang yang sedang shalat, dan Ia Maha Suci dan
Maha Tinggi, berzemayam di atas ‘Arsy-nya yang agung, tidak ada sesuatu pun yg
meyerupai Allah, dan akal tidak akan mampu menalar bagaimana sifat-sifat Allah,
kita wajib mengimanai apa yang disampaikan dlm Al-Qur’an dan hadits shahih.
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu'anhu; Bahwa Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam
melihat dahak pada dinding arah kiblat masjid. Lalu beliau menghadap kepada
orang-orang seraya bersabda, 'Ada apa dgn seseorg dari kalian, ia sedang shalat
menghadapi Rabb-nya, lalu dia meludah ke hadapanNya? Senangkah kamu jika kamu
sedang dihadapi seseorang, lalu orang itu meludah di mukamu? Karena itu jika
salah seorang dari kalian meludah ketika shalat, maka hendaklah dia meludah ke
kiri di bawah kakimu. Jika itu tidak mungkin, maka hendaklah dia melakukan
seperti ini. Lalu beliau meludah pada pakaiannya, kemudian mengusap sebagiannya
pada sebagian yang lain." [Shahih Muslim no.855]
Dari
Ahmad -salah seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam-; bahwa ada
seorang laki-laki menjadi imam shalat suatu kaum, lalu orang itu meludah ke
arah kiblat, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya, maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda setelah selesai shalat:
"Orang itu tidak boleh shalat (menjadi imam) untuk kalian." Setelah
itu, orang tersebut hendak mengerjakan shalat sebagai imam mereka, lalu mereka
mencegahnya dan memberitahukan kepadanya tentang larangan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tersebut. Maka orang tersebut menyampaikan peristiwa
itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau bersabda:
"Ya, benar". Dan seingatku beliau bersabda: "Sesungguhnya engkau
telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya". [Sunan Abi Daud no.407: Hasan]
339.
Hadits no. 392, Membersihkan masjid dari kotoran sekalipun bukan najis.
340.
Hadits no. 393, Tawadhu Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- membersihkan
sendiri kotoran dalam masjid.
341.
Hadits no. 394, Tidak boleh meludah ke arah kanan sewaktu shalat karena ada
malaikat di samping kanannya. [Lihat
Shahih Bukhari no.399]
Hudzaifah radhiyallahu 'anhu berkata:
«إِنَّ الْعَبْدَ الْمُسْلِمَ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ
الْوُضُوءَ، ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي أَقْبَلَ اللَّهُ عَلَيْهِ بِوَجْهِهِ حَتَّى
يَكُونَ هُوَ الَّذِي يَنْصَرِفُ أَوْ يُحْدِثُ حَدَثَ سَوْءٍ فَلَا يَبْزُقْ
بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَا عَنْ يَمِينِهِ، فَإِنَّ عَنْ يَمِينِهِ كَاتِبَ
الْحَسَنَاتِ، وَلَكِنْ يَبْزُقُ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ خَلْفَ ظَهْرِهِ»
"Sesungguhnya
seorang hamba yang Muslim jika ia berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian ia
mendirikan shalat maka Allah menghadapkan wajah-Nya kepadanya sampai ia selesai
shalat atau ia melakukan perbuatan buruk. Maka janganlah ia meludah di
hadapannya dan jangan pula di samping kanannya, karena sesungguhnya di samping
kanannya ada malaikat pencatat kebaikan. Akan tetapi, meludahlah ia ke samping
kirinya atau ke belakangnya". [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no.7454]
342.
Hadits no. 395, Sebagian ulama melarang buang ludah ke arah kiblat dan kanan secara
umum, baik ketika shalat atau tidak, dan baik itu dalam mesjid atau di luar.
Dengan
dalil keumuman hadits Ibnu Umar (lihat hadits sebelumnya no.390) dan hadits
Hudzaifah; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
meludah ke arah kiblat, maka pada hari kiamat ia akan datang sementara ludahnya
ada di antara kedua matanya. Dan barangsiapa makan sebagian dari tanaman yang
berbau busuk ini, maka janganlah ia mendekati masjid kami!" Beliau
mengatakannya sebanyak tiga kali. [Sunan Abi Daud no.3328: Shahih]
Akan
tetapi dalam riwayat lain disebutkan bahwa larangan ini khusus ketika shalat atau dalam
mesjid:
Dari
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ تَنَخَّمَ فِي قِبْلَةِ الْمَسْجِدِ بُعِثَ وَهِيَ فِي
وَجْهِهِ»
“Barangsiapa yang meludah pada kiblat masjid, maka akan
dibangkitkan (pada hari kiamat) dalam keadaan ludah tersebut berada di wajahnya”.
[Shahih Ibnu Khuzaimah no.1312]
Hudzaifah radhiyallahu 'anhu berkata:
«مَنْ صَلَّى فَبَزَقَ تُجَاهَ الْقِبْلَةِ جَاءَتْ بَزْقَتُهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي وَجْهِهِ»
"Barangsiapa
yang shalat kemudian meludah ke arah kiblat, maka ia akan datang dengan ludahnya
berada di wajahnya pada hari kiamat". [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah np.7456]
343.
Hadits no. 396, Membuang ludah atau dahak ke sebelah kiri jika tdk ada org.
Dari
Thariq bin Abdillah Al-Muharibi radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Apabila seorang laki-laki shalat atau apabila salah seorang
dari kalian shalat, maka janganlah dia meludah ke depannya atau ke kanannya,
akan tetapi meludahlah ke sebelah kirinya jika di situ kosong (tidak ada orang
lain), atau ke bawah kaki kirinya kemudian gosoklah ia." [Sunan Abi Daud
no.404: Shahih]
Koreksi terjemah:
يناجي ربه = berbicara secara rahasia dgn Rabb-nya.
344.
Hadits no. 397, Kalau dilarang meludah ke kanan karena ada malaikat, kenapa dibolehkan
meludah ke kiri padahal di situ juga ada malaikat?
Allah subhanahu wa ta’alaa
berfirman yang artinya: {ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri} [Qaaf:17]
Diantara
jawaban ulama:
a)
Ini adalah keistimewaan khusus bagi malaikat pencatat amal ke baikan yang ada di
samping kanan.
b)
Malaikat pencatat keburukan yang berada di samping kiri tidak ada ketika orang
shalat, yang ada di situ adalah Qarin (setan) yang senantiasa mengikuti dan
menggodanya.
Dari
Abu Umamah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ
يَقُومُ مُسْتَقْبِلَ وَجْهِ رَبِّهِ، وَكَاتِبُهُ عَنْ يَمِينِهِ وَقَرِينُهُ
عَنْ يَسَارِهِ
“Sesungguhnya jika seseorg dari kalian berdiri dalam shalatnya, maka
sesungguhnya ia sedang berdiri menghadap wajah Rabb-nya, dan malaikat pencatat
amalannya di sebelah kanannya, dan Qarinnya di sebelah kirinya” [Musnad
Ar-Ruyaniy no.1189: Hadits ini lemha]
c)
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak menyebutkan alasannya, maka kitapun
tidak perlu membahasnya karena ini adalah masalah gaib.
345.
Hadits no. 398, Haram meludah di mesjid.
Dari
Abu Dzarr radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Dipaparkan kepadaku
segala amal umatku, yang baik dan yang buruk. Maka aku mendapatkan di antara
kebaikan amal umatku adalah membuang rintangan yang mengganggu di jalanan. Dan
aku mendapatkan dalam amal jelek umatku adalah meludah di masjid tanpa
dipendam'." [Shahih Muslim no.859]
346.
Hadits no. 399, Orang yang sedang shalat bermunajat dengan Allah yang Maha Suci.
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Allah
berfirman: 'Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu setengah-setengah, dan
hambaku mendapatkan apa yang dia minta. Apabila seorang hamba membaca;
'Alhamdulillahi rabbil 'alamin.’ Allah menjawab; ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’
(ketika) seorang hamba membaca; ‘Arrahmaanir rahiim.’ Allah berfirman;
‘Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.’ (ketika) seorang hamba membaca; ‘Maaliki yaumid
diin.’ Allah berfirman; ‘Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.’ (ketika) seorang
hamba membaca; ‘Iyyaaka na'budu wa iyyaka nasta'iin.’ Allah berfirman; ‘Inilah
bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, sedangkan bagi hamba-Ku apa yang di mintanya.’
(ketika) seorang hamba membaca; ‘Ihdinash shiraathal mustaqiim, shiraathal
ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdluubi 'alaihim waladl dllaallliin.’
Allah berfirman; ‘Inilah bagian dari hamba-Ku, dan baginya apa yang di
minta.’" [Shahih Muslim no.598]
Koreksi terjemah:
يناجي الله = berbicara secara rahasia dgn Allah.
347.
Hadits no. 400, Allah berpaling dari orang yang meludah ke arah kilat saat shalat.
Jabir
bi Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendatangi
kami di masjid kami ini sementara beliau membawa dahan pohon Ibnu Thaab (jenis kurma Madinah), beliau
melihat di kiblat masjid ada dahak lalu beliau mengeriknya dengan dahan
tersebut, setelah itu beliau menghadap ke arah kami lalu bertanya: "Siapa
diantara kalian yang mau Allah berpaling darinya?" ia berkata: Kami
tertunduk. Beliau bertanya lagi: "Siapa diantara kalian yang mau Allah
berpaling darinya?" kami menjawab: Tidak, wahai Rasulullah.
Beliau bersabda: "Sesungguhnya salah seorang dari kalian bila shalat, Allah tabaraka wa ta'ala ada dihadapannya, karena itu jangan meludah ke arah wajah-Nya atau ke kanannya, hendaklah meludah ke kiri, dibawah kaki kirinya. Dan bila ia tidak bisa mengusai diri hingga didahului oleh ludah atau ingus, hendaklah melakukan dengan bajunya seperti ini" beliau melipat baju beliau satu sama lain”. [Shahih Muslim no.5328]
Beliau bersabda: "Sesungguhnya salah seorang dari kalian bila shalat, Allah tabaraka wa ta'ala ada dihadapannya, karena itu jangan meludah ke arah wajah-Nya atau ke kanannya, hendaklah meludah ke kiri, dibawah kaki kirinya. Dan bila ia tidak bisa mengusai diri hingga didahului oleh ludah atau ingus, hendaklah melakukan dengan bajunya seperti ini" beliau melipat baju beliau satu sama lain”. [Shahih Muslim no.5328]
Koreksi terjemah:
يناجي ربه = berbicara secara rahasia dgn Rabb-nya.
348.
Hadits no. 401, Disunnahkan bagi imam untuk memberi nasehat singkat kepada makmumnya tentang shalat
sebelum memulai shalatnya.
An-Nu'man
bin Basysyir radhiyallahu 'anhuma berkata: "Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menyamakan shaf kami hingga seakan-akan menyamakan busur panah hingga beliau
melihat bahwa kami sungguh telah terikat darinya. Kemudian pada suatu hari
beliau keluar, lalu berdiri hingga hampir bertakbir, lalu beliau melihat
seorang laki-laki menonjolkan dadanya dari shaf, maka beliau bersabda, 'Wahai
hamba Allah, sungguh kalian menyamakan shaf kalian atau Allah akan
menyelisihkan antara wajah kalian'."
[Shahih Muslim no.660]
349.
Hadits no. 402, Ulama berselisih tentang makna Nabi -shallahu ‘alaihi wasallam- melihat
orang yang ada di belakangnya ketika shalat:
a)
Allah subhanahu wata'aalaa memberitahukan kepada beliau apa yang terjadi di belakangnya.
b)
Maksudnya, beliau melirik ke kiri atau ke kanan.
c)
Beliau melihat apa yang ada dibelakangnya secara hakiki dengan kedua matanya.
d)
Ada yang mengatakan bahwa Rasulullah punya mata di punggungnya.
e)
Allah memperlihatkan kepada beliau di hadapannya apa yang terjadi di belakangnya,
sebagaimana beliau melihat surga dan neraka di hadapannya sewaktu shalat.
Anas
bin Malik radhiallahu 'anhu berkata; Suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengimami kami shalat, kemudian menuju mimbar dan memberi isyarat
dengan tangannya ke arah kiblat masjid lalu bersabda: "Sungguh telah
diperlihatkan kepadaku sekarang ini surga dan neraka tergambar jelas pada
dinding ini sejak saya shalat bersama kalian. Saya tidak pernah melihat
kebaikan dan kejelekan seperti hari ini, Saya tidak pernah melihat kebaikan dan
kejelekan seperti hari ini." [Shahih Bukhari no.5987]
Dan
sebagaimana beliau melihat baitul Maqdis dari Mekah.
Dari Jabir
bin Abdullah radliallahu 'anhuma bahwa, dia mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Ketika kaum Quraisy mendustakan aku (tentang
Isra'), aku berdiri di al Hijir, lalu Allah menampakkan kepadaku Baitul Maqdis,
maka aku mulai menceritakan kepada mereka tentang tanda-tandanya. sedang aku
terus melihatnya". [Shahih Bukhari no.3597]
Pertanyaan:
Kalau
yang seperti ini perlu ditarjih atau dibiarkan sebagai salah satu khilafiyah di
antara ulama Ustadz?
Jawaban:
Sebagian
ulama tidak mentarjih karena perselisihan ini tidak ada pengaruhnya dengan amal ibadah.
Sedangkan
ulama yang mentarjih berpendapat bahwa pendapat (a) dan (b) bertentangan dengan dzahir lafadz hadits dan
menafikan sisi mukjizatnya.
Sedangkan
pendapat (d) saya tidak mendapatkan hadits yang bisa menguatnya.
Wallahu
a'lam!
*
Ulama juga
berselisih; Apakah mu’jizat ini sifatnya umum, atau khusus ketika shalat?
Ada
yang berpendapat bahwa sifatnya umum, seperti hadits Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرَى
فِي الظُّلْمَةِ كَمَا يَرَى فِي الضَّوْءِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
"Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bisa melihat dalam kegelapan sebagaimana melihat dalam
cahaya". [Fawaid Tammaam no.1345: Hadits ini palsu, lihat Silsilah Adh-Dha'ifah
no.341]
Sebagian ulama mengatakan bahwa ini khusus ketika shalat, sebagaimana dzahir hadits ini.
Ada
juga yang berdalil bahwa suatu hari ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mau melihat seorang pemuda
belia yang tampan maka beliau menyuruh pemuda tersebut untuk duduk di belakang beliau.
Akan tetapi hadits ini juga palsu. [Lihat silsilah Adh-Dha'ifah no.313]
350.
Hadits no. 403, Boleh menamai mesjid dengan nama orang yang membangunnya.
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...