بسم الله الرحمن الرحيم
A. Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Hadits pertama:
'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu'anhuma berkata:
«حَفِظْتُ
مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ
قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ
فِي بَيْتِهِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ فِي بَيْتِهِ، وَرَكْعَتَيْنِ
قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ» [صحيح البخاري]
"Aku menghafal sesuatu dari Nabi ﷺ berupa
shalat sunnat sepuluh rakaat yaitu; dua rakaat sebelum shalat Zuhur, dua rakaat
sesudahnya, dua rakaat sesudah shalat Magrib di rumah beliau, dua rakaat
sesudah shalat Isya di rumah beliau dan dua rakaat sebelum shalat Subuh, dan
pada pelaksanaan shalat ini tidak ada waktu senggang buat Nabi ﷺ ".
[Shahih Bukhari]
Ø
Ibnu Umar radhiyallahu'anhuma berkata:
«صَلَّيْتُ
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ،
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ،
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ»
"Aku pernah shalat dua rakaat sebelum Zuhur
bersama Nabi ﷺ, dua rakaat
setelahnya, dua rakaat setelah Magrib di rumahnya, dan dua rakaat setelah Isya
di rumahnya."
Ibnu Umar melanjutkan: Hafshah -radhiyallahu'anha-
menceritakan kepadaku:
"
أَنَّهُ كَانَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ حِينَ يَطْلُعُ الْفَجْرُ، وَيُنَادِي
الْمُنَادِي بِالصَّلَاةِ خَفِيفَتَيْنِ،
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْجُمُعَةِ فِي بَيْتِهِ " [مسند أحمد: صحيح]
Bahwa beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam-
juga melakukan shalat dua rakaat ketika terbit Fajar, setelah itu muadzin
menyerukan panggilan untuk shalat (Subuh), beliau melakukan dua rakaat ringan,
dan dua rakaat setelah Jumat di rumahnya." [Musnad Ahmad: Shahih]
Ø
Dari Ibnu Umar, dari Hafsah
katanya:
«كَانَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ، لَا
يُصَلِّي إِلَّا رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ» [صحيح مسلم]
"Jika fajar telah terbit, Rasulullah ﷺ tidak
melakukan shalat selain dua rakaat ringan." [Shahih Muslim]
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
2.
Biografi
Hafsah binti Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhuma.
Ia
lahir lima tahun sebelum diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahinya pada tahun 3 hiriyah,
dan wafat tahun 45 hijriyah.
Abdullah
bin Umar radhiallahu'anhuma
bercerita:
أَنَّ عُمَرَ
بْنَ الخَطَّابِ حِينَ تَأَيَّمَتْ حَفْصَةُ بِنْتُ عُمَرَ مِنْ خُنَيْسِ بْنِ
حُذَافَةَ السَّهْمِيِّ، وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا، تُوُفِّيَ بِالْمَدِينَةِ، قَالَ عُمَرُ:
فَلَقِيتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ، فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ حَفْصَةَ، فَقُلْتُ: إِنْ
شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ، قَالَ: سَأَنْظُرُ فِي أَمْرِي،
فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ، فَقَالَ: قَدْ بَدَا لِي أَنْ لاَ أَتَزَوَّجَ يَوْمِي
هَذَا، قَالَ عُمَرُ: فَلَقِيتُ أَبَا بَكْرٍ، فَقُلْتُ: إِنْ شِئْتَ أَنْكَحْتُكَ
حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ، فَصَمَتَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ يَرْجِعْ إِلَيَّ شَيْئًا،
فَكُنْتُ عَلَيْهِ أَوْجَدَ مِنِّي عَلَى عُثْمَانَ، فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ ثُمَّ
«خَطَبَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْكَحْتُهَا
إِيَّاهُ» فَلَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ: لَعَلَّكَ وَجَدْتَ عَلَيَّ حِينَ
عَرَضْتَ عَلَيَّ حَفْصَةَ فَلَمْ أَرْجِعْ إِلَيْكَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ:
فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرْجِعَ إِلَيْكَ فِيمَا عَرَضْتَ، إِلَّا
أَنِّي قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ
ذَكَرَهَا، فَلَمْ أَكُنْ لِأُفْشِيَ سِرَّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَلَوْ تَرَكَهَا لَقَبِلْتُهَا [صحيح البخاري]
“Bahwa
Umar bin Khattab berkata ketika Hafshah binti Umar menjanda dari Khunais bin
Hudzafah As-Sahmiy -ia termasuk di antara sahabat Rasulullah ﷺ yang ikut serta dalam perang Badar dan
meninggal di Madinah-, Umar berkata, "Maka aku datangi Usman bin 'Affan
dan kutawarkan Hafshah kepadanya. Aku berkata, "Jika engkau mau, maka aku
akan nikahkan engkau dengan Hafshah binti Umar." Utsman hanya memberi
jawaban, "Aku akan melihat perkaraku dulu, " Aku lalu menunggu
beberapa malam, kemudian ia menemuiku dan berkata, "Nampaknya aku tidak
akan menikah pada saat ini." Umar berkata, "Kemudian aku menemui Abu
Bakr, kukatakan padanya, "Jika engkau menghendaki, maka aku akan nikahkan
engkau dengan Hafshah binti Umar." Abu Bakar hanya terdiam dan tidak
memberi jawaban sedikitpun kepadaku. Dan kemarahanku kepadanya jauh lebih
memuncak daripada kepada Utsman. Lalu aku menunggu beberapa malam, ternyata
Rasulullah ﷺ meminangnya. Maka aku menikahkannya dengan
beliau. Kemudian Abu Bakr menemuiku dan berkata, "Sepertinya engkau marah
kepadaku ketika engkau menawarkan Hafshah kepadaku dan aku tidak memberi
jawaban sedikitpun." Aku menjawab, "Ya." Abu Bakr berkata,
"Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk memberi jawaban kepadamu
mengenai apa yang engkau tawarkan kepadaku, kecuali aku mengetahui bahwa Rasulullah
ﷺ sering menyebut-nyebutnya, dan tidak
mungkin aku akan menyebarkan rahasia Rasulullah ﷺ. Kalaulah beliau meninggalkannya, tentu aku akan menerima
tawaranmu." [Shahih Bukhari]
3. Anjuran shalat 10 raka’at sunnah rawatib sebelum dan
setelah shalat fardhu.
4. Anjuran shalat sunnah di rumah.
Dari
Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma; Nabi ﷺ bersabda:
«اجْعَلُوا فِي
بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا» [صحيح البخاري ومسلم]
"Jadikanlah
(sebagian dari) shalat kalian ada di rumah kalian, dan jangan kalian jadikan ia
sebagai kuburan." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Dari Zaid bin Tsabit
radhiyallahu 'anhu,
bahwa Rasulullah ﷺ membuat satu ruangan -atau kamar tersebut terbuat dari tikar-
pada bulan Ramadhan, lalu beliau melaksakan shalat malam di (kamar atau tikar)
tersebut dalam beberapa malam. Kemudian para sahabat mengikuti shalat beliau.
Ketika mengetahui apa yang mereka lakukan beliau pun berdiam di rumah, setelah
itu beliau keluar seraya berkata kepada mereka,
«قَدْ عَرَفْتُ الَّذِي
رَأَيْتُ مِنْ صَنِيعِكُمْ، فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ، فَإِنَّ
أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ المَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا المَكْتُوبَةَ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Sungguh
aku telah mengetahui sebagaimana aku lihat apa yang kalian lakukan. Wahai
manusia, shalatlah kalian di rumah-rumah kalian, sesungguhnya shalat yang
paling utama adalah shalatnya seseorang yang dilakukannya di rumahnya, kecuali
shalat fardlu." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Jabir radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِذَا قَضَى أَحَدُكُمُ
الصَّلَاةَ فِي مَسْجِدِهِ، فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ نَصِيبًا مِنْ صَلَاتِهِ،
فَإِنَّ اللهَ جَاعِلٌ فِي بَيْتِهِ مِنْ صَلَاتِهِ خَيْرًا» [صحيح مسلم]
"Jika salah seorang dari kalian telah
menunaikan shalat di Masjidnya, hendaknya ia menyisakan sebagian shalatnya
untuk (dikerjakan) di rumahnya, karena dari shalatnya itu, Allah akan
menjadikan kebaikan di dalam rumahnya." [Shahih Muslim]
5. Shalat sunnah Subuh dilakukan secara singkat.
6.
Tidak
ada shalat sunnah setelah terbit fajar kecuali dua raka’at sebelum fardhu Subuh.
Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu
berkata:
«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ
الصَّلَاةِ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، وَعَنِ الصَّلَاةِ بَعْدَ
الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ»
"Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang
shalat setelah Ashar sampai matahari tenggelam, dan shalat setelah Subuh sampai
matahari terbit". [Sahih Bukhari dan Muslim]
7.
Hikmah
shalat sunnah qabliyah (sebelum) dan ba’diyah (sesudah) shalat wajib.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ
مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ، فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ
فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ، قَالَ
الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ
بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى
ذَلِكَ " [سنن الترمذي: صحيح]
"Sesungguhnya yang pertama
diperiksa pada seorang hamba di hari kiamat dari amalannya adalah shalat-nya,
maka jika sempurna maka beruntunglah ia dan selamatlah ia, dan jika rusak maka
celakalah ia dan rugilah ia. Kemudian jika ada sesuatu yang kurang dari shalat
wajibnya, Allah 'azza wa jalla berfirman: Periksalah, apakah hamba-Ku
memiliki shalat sunnah. Maka dengannya disempurnakan apa yang kurang dari
shalat wajibnya. Kemudian setelah itu amalan lain diperiksa seperti itu."
[Sunan Tirmidziy: Sahih]
Ø
Dari Tamim Ad-Dariy radhiyallahu 'anhu; Nabi ﷺ
bersabda:
" أَوَّلُ مَا
يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ، فَإِنْ كَانَ
أَكْمَلَهَا كُتِبَتْ لَهُ كَامِلَةً، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ أَكْمَلَهَا قَالَ
لِلْمَلَائِكَةِ: انْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ،
فَأَكْمِلُوا بِهَا مَا ضَيَّعَ مِنْ فَرِيضَتِهِ، ثُمَّ الزَّكَاةُ، ثُمَّ
تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى حَسَبِ ذَلِكَ " [مسند
أحمد: صحيح]
"Yang
pertama kali dihisab dari amalan seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat.
Jika dia melengkapinya, maka akan ditulis secara lengkap. Jika dia tidak
melengkapinya, (Allah 'Azza wa Jalla) berfirman kepada para malaikat:
'Lihatlah, apakah kalian mendapatkan amalan sunnah dari hamba-Ku? lengkapilah
kewajiban yang kurang dipenuhinya dengan shalat sunnahnya! '. Lalu zakatnya
juga dihitung seperti ini, lantas semua amalnya juga." [Musnad Ahmad:
Shahih]
Ø Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah subhanahu wata'ala
berfirman dalam sebuah hadits qudsi:
«مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا
تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ،
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ،
فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي
يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي
بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ،
وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ
المُؤْمِنِ، يَكْرَهُ المَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Barangsiapa yang memusuhi
wali-Ku maka Aku akan memeranginya, dan tidak ada ibadah yang dipersembahkan
hamba-Ku yang paling Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibakan kepadanya,
dan tidaklah hamba-ku senangtiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan
sunnah sampai aku mencintainya. Dan jika aku mencintainya, maka Aku sebagai
pendengaran yang ia pakai mendengar, penglihatan yang ia pakai melihat, tangan
yang ia pakai memegang, dan kaki yang ia pakai berjalan, dan jika ia meminta
kepada-Ku akan Aku berikan, dan jika ia minta perlindungan dari-Ku akan Aku
lindungi, dan Aku tidak pernah ragu melakukan sesuatu seperti keraguan-Ku
mencabut jiwa seorang mu'min, ia tidak suka mati dan Aku tidak suka
menyakitinya". [Bukhari dan Muslim]
Hadits kedua:
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
«رَحِمَ
اللَّهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا» [سنن أبي داود: حسنه الألباني]
“Allah merahmati seorang yang shalat sunnah sebelum ashar empat
raka’at”. [Sunan Abu Dawud: Hasan]
Penjelasan singkat hadits ini:
1. Keutamaan shalat sunnah 4 raka’at sebelum fardhu
Ashar.
2.
Seseorang
tidak masuk surga kecuali dengan rahmat Allah.
Dari Jabir
radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam
bersabda:
«لَا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ
مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا، إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ اللهِ» [صحيح
مسلم]
"Tidak seorang pun dari kalian yang dimasukkan surga oleh amalnya dan
tidak juga diselamatkan dari neraka karenanya, tidak juga aku kecuali karena
rahmat dari Allah." [Shahih Muslim]
B.
Hadits
Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Dari 'Aisyah radhiallahu'anha:
«أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَدَعُ أَرْبَعًا قَبْلَ
الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الغَدَاةِ» [صحيح البخاري]
“Bahwa Nabi ﷺ tidak pernah meninggalkan shalat sunnat empat rakaat sebelum
Zuhur dan dua rakaat sebelum shalat Subuh". [Shahih Bukhari]
Ø
Dalam riwayat lain:
«لَمْ
يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنَ
النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيِ الفَجْرِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Tidak
ada shalat sunnat yang lebih Nabi ﷺ
tekuni daripada dua rakaat Fajar". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Dalam riwayat lain;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا» [صحيح
مسلم]
"Dua raka'at sunnah sebelum salat subuh lebih baik daripada dunia dan
seisinya". [Sahih Muslim]
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi
Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Lihat: Aisyah binti Abi Bakr dan keistimewaannya
2.
Anjuran
shalat sunnah 4 raka’at sebelum Dzuhur.
Aisyah radhiyallahu
'anha
ditanya: Shalat apakah yang paling Rasulullah ﷺ cintai dan beliau tekun melaksanakannya?
Aisyah menjawab:
«كَانَ
يُصَلِّي قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعًا يُطِيلُ فِيهِنَّ الْقِيَامَ، وَيُحْسِنُ
فِيهِنَّ الرُّكُوعَ، وَالسُّجُودَ، فَأَمَّا مَا لَمْ يَكُنْ يَدَعُ صَحِيحًا،
وَلَا مَرِيضًا، وَلَا غَائِبًا، وَلَا شَاهِدًا فَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ»
[مسند أحمد: حسن
لغيره]
"Beliau shalat empat rakaat sebelum Zuhur dengan
memanjangkan ketika berdiri, dan memperbagus ketika rukuk dan sujud. Adapun
yang tidak pernah beliau tinggalkan ketika beliau sehat, sakit, bepergian,
ataupun mukim adalah dua rakaat sebelum fajar." [Musnad Ahmad: Hasan
ligairih]
3.
Keutamaan
shalat sunnah 4 raka’at sebelum Fardhu Dzuhur.
Dari Abu Ayyub radhiyallahu 'anhu; Nabi ﷺ beliau
bersabda,
«أَرْبَعٌ
قَبْلَ الظُّهْرِ لَيْسَ فِيهِنَّ تَسْلِيمٌ، تُفْتَحُ لَهُنَّ أَبْوَابُ
السَّمَاءِ» [سنن أبي داود:
حسن]
"Empat rakaat sebelum Zuhur yang tidak di
pisahkan oleh salam, maka akan dibukakan untuknya pintu-pintu langit."
[Sunan Abi Daud: Hasan]
Ø
Dari Abdullah As Sa'ib radhiyallahu 'anhu; Bahwasanya Rasulullah
ﷺ mengerjakan shalat setelah matahari mulai
condong yaitu waktu sebelum shalat Dzuhur sebanyak empat rakaat, beliau
bersabda:
«إِنَّهَا
سَاعَةٌ تُفْتَحُ فِيهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَأُحِبُّ أَنْ يَصْعَدَ لِي
فِيهَا عَمَلٌ صَالِحٌ» [سنن الترمذي:
صحيح]
"Sesungguhnya
ia merupakan waktu dibukanya pintu-pintu surga dan saya suka jika pada saat itu
amalan shalihku diangkat." [Sunan Abi Daud: Shahih]
4.
Tiga
versi shalat sunnah sebelum fardhu Dzuhur.
Sebagian
ulama menyebutkan tiga kemungkinan versi shalat sunnah sebelum fardhu Dzuhur
yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
a)
Empat raka’at dengan dua salam. Sebagaimana riwayat Aisyah, dan Ibnu
Umar hanya menyaksikan dua raka’at saja.
b)
Enam raka’at yaitu dua raka’at secara terpisah, kemudian empat raka’at
sekaligus dengan satu tasyahhud dan satu salam sebagaimana hadits Abu
Ayyub.
c)
Kadang empat raka’at dengan satu salam, dan kadang hanya dua raka’at.
5.
Keutamaan
shalat sunnah 2 raka’at sebelum Fardhu Subuh.
6.
Jika
shalat sunnah sebelum Fajar pahalanya lebih baik daripada dunia dan seisinya,
lalu bagaimana dengan pahala shalat Fajarnya dan ibadah-ibadah wajib lainnya?!
7.
Rendahnya
dunia di sisi Allah subhanahu wata’aalaa.
Dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَوْ كانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ
بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ» [سنن الترمذي: صحيح]
“Seandainya dunia ini di sisi
Allah seharga dengan sayap nyamuk, maka Allah tidak akan memberi kepada orang
kafir sedikitpun dari kenikmatan dunia sekalipun hanya seteguk air”. [Sunan
Tirmidzi: Sahih]
Lihat: Hakikat kenikmatan dunia
C.
Hadits
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha.
Dari Nu'man bin Salim, dari 'Amru bin Aus, ia berkata;
Telah menceritakan kepadaku Anbasah bin Abu Sufyan ketika sakitnya yang
menyebabkan dia meninggal, dengan hadits yang membuatnya gembira. Katanya; Aku
mendengar Ummu Habibah radhiyallahu
'anha
mengatakan; Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ
صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ
بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ»
"Barangsiapa shalat dua belas rakaat sehari
semalam, maka akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga."
Ummu Habibah berkata; Maka aku tidak akan meninggalkan
dua belas rakaat itu semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah ﷺ. Dan
Anbasah juga berkata, "Maka aku tidak akan meninggalkannya semenjak aku
mendengarnya dari Ummu Habibah. Dan 'Amru bin Aus juga berkata, "Aku tidak
akan meninggalkannya semenjak aku mendnegarnya dari Anbasah. Nu'man bin Salim
juga berkata, "Aku tidak akan meninggalkannya semenjak aku mendengarnya
dari 'Amru bin Aus. [Shahih Muslim]
Ø
Dalam riwayat lain; Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَا
مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً
تَطَوُّعًا، غَيْرَ فَرِيضَةٍ، إِلَّا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ» [صحيح مسلم]
"Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah ikhlas
karena Allah sebanyak dua belas rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah
akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga." [Shahih Muslim]
Ø
Dalam riwayat lain; Rasulullah ﷺ bersabda:
"
مَنْ صَلَّى فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ
فِي الجَنَّةِ: أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا،
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ،
وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ صَلَاةِ الْغَدَاةِ " [سنن الترمذي: صحيح]
"Barangsiapa dalam sehari semalam shalat sunnah
dua belas rakaat maka Allah akan membangunkan baginya rumah di surga; empat
rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah Magrib, dua
rakaat setelah Isya dan dua rakaat sebelum Subuh." [Sunan Tirmidziy:
Shahih]
Ø
Dalam riwayat lain; Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ
حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَأَرْبَعٍ بَعْدَهَا، حَرُمَ
عَلَى النَّارِ» [سنن أبي داود:
صحيح]
"Barangsiapa bisa menjaga empat rakaat sebelum
Zuhur dan empat rakaat setelahnya, maka neraka akan di haramkan bagi
dirinya." [Sunan Abi Daud: Shahih]
Penjelasan singkat hadits ini:
1. Biografi
Ummu Habibah Al-Umawiyah radhiyallahu ‘anha.
Ramlah
binti Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma, hijrah ke Habasyah bersama
suaminya, kemudian suaminya wafat di sana. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam menikahinya saat ia masih di Habasyah.
Ummu
Habibah radhiyallahu
'anha -istri Rasulullah-
pernah berdo'a: "Ya .. Allah berilah aku kenikmatan dengan suamiku
Rasulullah dan dengan ayahku Abu Sufyan, dan dengan saudaraku Mu'awiyah!"
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berkata padanya:
«قَدْ سَأَلْتِ اللهَ لِآجَالٍ مَضْرُوبَةٍ، وَأَيَّامٍ مَعْدُودَةٍ،
وَأَرْزَاقٍ مَقْسُومَةٍ، لَنْ يُعَجِّلَ شَيْئًا قَبْلَ حِلِّهِ، أَوْ يُؤَخِّرَ
شَيْئًا عَنْ حِلِّهِ، وَلَوْ كُنْتِ سَأَلْتِ اللهَ أَنْ يُعِيذَكِ مِنْ عَذَابٍ
فِي النَّارِ، أَوْ عَذَابٍ فِي الْقَبْرِ، كَانَ خَيْرًا وَأَفْضَلَ» [صحيح
مسلم]
"Engkau telah meminta kepada Allah sesuatu yang waktunya pasti datang,
sesuatu yang sangat singkat, dan rezki yang sudah dibagi. Do'amu tidak akan
mempercepat sesuatu sebelum waktunya dan tidak pula dapat menangguhkan sesuatu
dari waktunya, seandainya engkau meminta kepada Allah semoga menjauhkanmu dari
siksaan neraka atau siksaan kubur maka itu akan lebih baik dan lebih
mulia". [Sahih Muslim]
2. Keutamaan
menjaga shalat sunnah 12 raka’at sebelum dan setelah shalat fardhu.
3. Keutamaan
shalat sunnah 4 raka’at sebelum dan setelah shalat fardhu Dzuhur.
D.
Hadits
Abdullah bin Mugaffal Al-Muzaniy radhiyallahu ‘anhu.
Dari
'Abdullah Al Muzaniy radhiyallahu
'anhu; Nabi ﷺ
bersabda:
«صَلُّوا
قَبْلَ صَلاَةِ المَغْرِبِ»، قَالَ فِي الثَّالِثَةِ: «لِمَنْ شَاءَ» كَرَاهِيَةَ
أَنْ يَتَّخِذَهَا النَّاسُ سُنَّةً [صحيح البخاري]
"Shalatlah
sebelum shalat Magrib!" Beliau berkata, pada kali ketiganya, "Bagi
siapa yang mau". Hal ini beliau sampaikan karena khawatir nanti
orang-orang akan menjadikannya sebagai sunnah". [Shahih Bukhari]
Ø
Dalam riwayat lain;
«أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى قَبْلَ الْمَغْرِبِ
رَكْعَتَيْنِ» [صحيح ابن
حبان]
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mendirikan shalat dua raka’at sebelum Magrib”. [Shahih Ibnu Hibban]
Penjelasan singkat hadits ini:
1. Biografi
Abdullah bin Mugaffal Al-Muzaniy radhiyallahu ‘anhu.
Ikut
pada ba’iat Ar-Ridwan, wafat tahun 57 hijriyah atau setelahnya.
2. Anjuran
shalat sunnah sebelum fardhu Magrib.
Anas
bin Malik radhiyallahu
'anhu berkata:
«كَانَ
المُؤَذِّنُ إِذَا أَذَّنَ قَامَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبْتَدِرُونَ السَّوَارِيَ، حَتَّى يَخْرُجَ النَّبِيُّ صلّى
الله عليه وسلم وَهُمْ كَذَلِكَ، يُصَلُّونَ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ المَغْرِبِ،
وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ شَيْءٌ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Jika
seorang muazin sudah mengumandangkan azan (Magrib), maka para sahabat Nabi ﷺ
berebut mendekati tiang-tiang (untuk shalat sunnat) sampai Nabi ﷺ
keluar, sementara mereka tetap dalam keadaan menunaikan shalat sunnat dua
rakaat sebelum Magrib. Dan di antara azan dan iqamat Magrib sangatlah sedikit
(waktunya)." [Shahih Bukhari dan Muslim]
3. Kasih sayang
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya.
Allah
subhanahu wata'aalaa berfirman:
{لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا
عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ} [التوبة:
128]
Sungguh
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan (Rauf) lagi penyayang (Rahim) terhadap orang-orang mukmin. [At-Taubah: 128]
4. Hukum asal
perintah adalah wajib kecuali ada dalil yang mengalihkannya.
Allah
subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ
فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [النور: 63]
Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa azab yang pedih.
[An-Nuur: 63]
Ø Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ أَنْ
يُؤَخِّرُوا العِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ» [سنن
الترمذي: صحيح]
"Kalau bukan karena aku akan menyusahkan bagi umatku (jika melakukannya),
maka aku akan memerintahkan mereka untuk mengakhirkan salat isya sampai
sepertiga malam atau seperduanya". [Sunan Tirmidzi: Sahih]
5. Disunnahkan
sesekali meninggalkan perkara sunnah jika khawatir akan ada yang menganggapnya
wajib.
E.
Hadits
Anas radhiyallahu ‘anhu.
Mukhtar bin Fulful –rahimahullah- berkata:
سَأَلْتُ
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنِ التَّطَوُّعِ بَعْدَ الْعَصْرِ، فَقَالَ: «كَانَ عُمَرُ
يَضْرِبُ الْأَيْدِي عَلَى صَلَاةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ، وَكُنَّا نُصَلِّي عَلَى
عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ غُرُوبِ
الشَّمْسِ قَبْلَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ»، فَقُلْتُ لَهُ: أَكَانَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّاهُمَا؟ قَالَ: «كَانَ يَرَانَا
نُصَلِّيهِمَا فَلَمْ يَأْمُرْنَا، وَلَمْ يَنْهَنَا» [صحيح مسلم]
Saya bertanya kepada Anas bin Malik mengenai shalat Tathawwu'
sesudah shalat Asar. Maka ia menjawab, "Dulu Umar memukul tangan seseorang
karena shalat sesudah Asar. Dan pada masa Rasulullah ﷺ kami biasa menunaikan dua rakaat setelah terbenamnya matahari
dan sebelum shalat Magrib."
Saya bertanya lagi padanya, "Apakah Rasulullah ﷺ pernah melakukannya?"
Ia menjawab, "Beliau melihat kami melakukannya, namun beliau tidak
memerintahkan kami dan tidak pula melarang." [Shahih Muslim]
Penjelasan singkat hadits ini:
1. Biografi
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
2. Hukum shalat
Sunnah setelah Ashar?
Ulama berselisih pendapat tentang boleh tidaknya melaksanakan shalat
sunnah setelah melaksanakan shalat wajib Ashar, karena ada beberapa hadits yang
nampaknya bertentangan. Hadits-hadits tersebut adalah:
a) Hadits Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الصَّلَاةِ
بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، وَعَنِ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى
تَطْلُعَ الشَّمْسُ»
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
melarang shalat setelah Ashar sampai matahari tenggelam, dan shalat setelah
Subuh sampai matahari terbit”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Hadits yang semakna dari Ibnu Abbas, Umar,
Abu Sa’id Al-Khudriy, dan selainnya radhiyallahu 'anhum. [Sahih Bukhari dan Muslim]
b) Hadits
Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berkata:
«صَلَاتَانِ مَا تَرَكَهُمَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي بَيْتِي قَطُّ، سِرًّا وَلَا عَلَانِيَةً، رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ
بَعْدَ الْعَصْرِ»
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah
sekalipun meninggalkan dua shalat di rumahku baik secara sembunyi-sembunyi atau
terang-terangan; Dua raka'at sebelum fajar dan dua raka'at setelah Ashar”. [Sahih
Bukhari dan Muslim]
Ø Dalam riwayat
lain:
«وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيهِمَا،
وَلاَ يُصَلِّيهِمَا فِي المَسْجِدِ، مَخَافَةَ أَنْ يُثَقِّلَ عَلَى أُمَّتِهِ، وَكَانَ
يُحِبُّ مَا يُخَفِّفُ عَنْهُمْ»
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering
melaksanakan shalat dua raka’at setelah Ashar, dan beliau tidak melaksanakannya
di mesjid karena takut akan memberatkan umatnya, dan beliau menyukai sesuatu
yang ringan untuk mereka”. [Sahih Bukhari]
Hadits yang semakna dari Abu Musa Al-Asy’ariy, dan selainnya radhiyallahu
‘anhum. [Musnad Ahmad: Sahih]
Komentara ulama terhadap hadits-hadits ini:
Ulama yang merajihkan hadits Abu Hurairah, Ibnu Abbas, dan Abu Sa’id
Al-Khudriy, mereka melarang shalat sunnah setelah Ashar.
Sedangkan ulama yang merajihkan hadits Aisyah dan Abu Musa Al-Asy’ariy
dan menganggapnya sebagai pe-nasakh([1])
hadits Abu Hurairah, membolehkan shalat setelah Ashar.
Namun Hadits Abu Hurairah dan semisalnya diperkuat
dengan argumen:
1. Hadits Abu
Hurairah adalah qauly (perkataan), lebih kuat dan lebih umum untuk
semua umatnya.
Sedangkan hadits Aisyah adalah fi'ly (perbuatan), tidak
bisa menasakh hadits qauly, dan bisa saja dipahami bahwa yang dilakukan
oleh Rasulullah tersebut adalah hukum khusus baginya seperti bolehnya menikahi
wanita lebih dari empat.
2. Makna hadits
Aisyah dilemahkan oleh hadits Ummu Salamah radhiyallahu 'anha,
beliau melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat dua
raka'at setelah ashar maka ia bertanya kepada Rasulullah tentang hal itu dan
Rasulullah menjawab:
«إِنَّهُ أَتَانِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ القَيْسِ، فَشَغَلُونِي عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ
اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ فَهُمَا هَاتَانِ»
“Sesungguhnya beberapa orang menemuiku dari kaum Abdul Qais, dan
mereka menyebabkan aku tidak sempat melakukan dua raka'at setelah dzuhur, maka
inilah dua raka’at tersebut”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Ulama
yang membolehkan salat setelah Ashar menjawab argumen di atas:
1) Memang benar
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat setelah ashar
sebagai pengganti dua raka'at dzuhur (seperti dalam hadits Ummu Salamah), namun
setelah itu Rasulullah terus melakukannya (seperti dalam hadits Aisyah).
Abu Salamah bertanya kepada Aisyah tentang dua raka’at yang
dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam setelah ashar,
Aisyah menjawab:
«كَانَ يُصَلِّيهِمَا قَبْلَ الْعَصْرِ، ثُمَّ إِنَّهُ شُغِلَ عَنْهُمَا،
أَوْ نَسِيَهُمَا فَصَلَّاهُمَا بَعْدَ الْعَصْرِ، ثُمَّ أَثْبَتَهُمَا، وَكَانَ إِذَا
صَلَّى صَلَاةً أَثْبَتَهَا».
“Dulunya Rasulullah melakukannya sebelum ashar kemudian Rasulullah
disibukkan atau lupa, maka beliau melaksanakannya setelah ashar kemudian beliau
tetap melaksanakannya karena jika beliau melaksanakan suatu salat maka beliau
selalu konsisten melaksanakannya”. [Sahih Muslim]
Seperti disebutkan
dalam hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu:
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْعَصْرِ، إِلَّا وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ»
“Nabi shallallahu
'alaihi wasallam melarang salat setelah ashar kecuali jika matahari masih
tinggi”. [Sunan Abu Daud: Sahih]
Dalam riwayat lain:
«إِلَّا أَنْ تَكُونَ الشَّمْسُ
بَيْضَاءَ نَقِيَّةً مُرْتَفِعَةً»
“kecuali jika
matahari masih bersinar terang dan tinggi”. [Sunan An-Nasaiy: Sahih]
3) Yang dilarang
adalah sengaja menunggu untuk salat sebelum matahari terbit dan tenggelam.
Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
«لاَ أَمْنَعُ أَحَدًا أَنْ يُصَلِّيَ فِي أَيِّ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ
لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَتَحَرَّوْا طُلُوعَ الشَّمْسِ وَلاَ غُرُوبَهَا»
“Aku tidak melarang seseorang untuk salat kapanpun ia mau baik malam
atau siang, tapi jangan sengaja menunggu sampai matahari akan terbit atau
tenggelam”. [Sahih Bukhari]
Ø Dari Anas radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«لَا تُصَلُّوا عِنْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ، وَلَا عِنْدَ غُرُوبِهَا؛ فَإِنَّهَا
تَطْلُعُ وَتَغْرُبُ عَلَى قَرْنِ شَيْطَانٍ، وَصَلَّوْا بَيْنَ ذَلِكَ مَا شِئْتُمْ»
“Janganlah kalian shalat ketika matahari terbit dan jangan pula ketika
tenggelamnya, karena sesungguhnya ia terbit dan tenggelam di atas tanduk
Syaithan, dan shalatlah kalian pada selain waktu itu sesuai yang kalian mau”.
[Musnad Abi Ya’laa: Hasan]
Lihat: Shalat sunnah 2 raka'at setelah Ashar
3. Boleh shalat
Sunnah sebelum Fardhu Magrib.
Hadits
tentang shalat Sunnah 4 raka’at setelah Isya.
Diriwayatkan
dari beberapa sahabat Nabi secara marfu’ dan mauquf.
Hadits
yang marfu’ diantaranya:
1)
Dari Anas radhiyallahu 'anhu; Rasulullah bersabda:
«أَرْبَعٌ
قَبْلَ الظُّهْرِ كَعِدْلِهِنَّ بَعْدَ الْعِشَاءِ، وَأَرْبَعٌ بَعْدَ الْعِشَاءِ
كَعِدْلِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ» [المعجم الأوسط للطبراني: ضعيف
جدا]
“Shalat empat raka’at sebelum Dzuhur senilai dengan shalat
setelah Isya, dan empat raka’at setelah ‘Isya senilai dengan shalat lailatul
qadr”. [Al-Mu’jam Al-Ausath karya Ath-Thabaraniy: Sangat
lemah]
Al-Haitsamiy berkata: Pada sanadnya ada perawi yang
bernama Yahya bin ‘Uqbah bin Abi Al-‘Aezaar[2],
dan ia seorang perawi yang sangat lemah. [Majma’
Az-Zawaid 2/230]
2)
Dari Al-Baraa’ bin ‘Azib radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ صَلَّى
قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ كَأَنَّمَا تَهَجَّدَ بِهِنَّ مِنْ
لَيْلَتِهِ، وَمَنْ صَلَّاهُنَّ بَعْدَ الْعِشَاءِ كُنَّ كَمِثْلِهِنَّ مِنْ
لَيْلَةِ الْقَدْرِ» [المعجم
الأوسط للطبراني: ضعيف]
“Siapa yang sebelum Dzuhur shalat empat raka’at maka
ia seakan-akan shalat tahajjud denganya pada malamnya itu, dan siapa yang
mendirikannya setelah Isya maka itu senilai dengan shalat lailatul qadr”.
[Al-Mu’jam Al-Ausath karya Ath-Thabaraniy: Lemah]
Al-Haitsamiy berkata: Pada sanadnya ada perawi yang
bernama Naahidh bin Salim AL-Bahiliy, dan selainnya. Aku tidak mendapatkan orang yang
menyebutkan biografinya. [Majma’ Az-Zawaid 2/221]
3)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ
فِي جَمَاعَةٍ، وَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلَ أَنْ يَخْرُجَ مِنَ
الْمَسْجِدِ، كَانَ كَعِدْلِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ» [المعجم الأوسط للطبراني: ضعيف]
“Siapa
yang shalat Isya berjama’ah, kemudian shalat empat raka’at sebelum keluar dari
masjid, maka itu senilai dengan shalat malam lailatul qadr”. [Al-Mu’jam Al-Ausath
karya Ath-Thabaraniy: Lemah]
Al-Haitsamiy berkata: Pada sanadnya ada perawi yang lemah tidak tertuduh pendusta. [Majma’ Az-Zawaid 2/40
dan 231]
4)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma; Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ
خَلْفَ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ قَرَأَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ {قُلْ
يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ} وَ{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ}، وَقَرَأَ فِي
الرَّكْعَتَيْنِ الْأُخْرَتَيْنِ تَنْزِيلُ السَّجْدَةَ و{َتَبَارَكَ الَّذِي
بِيَدِهِ الْمُلْكُ} كُتِبْنَ لَهُ كأربعِ رَكَعَاتٍ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ» [المعجم الكبير للطبراني: ضعيف]
“Siapa yang shalat empat raka’at setelah Isya, ia membaca pada
dua raka’at pertama surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash, dan membaca pada dua
raka’at terakhir surah As-Sajadah dan Al-Mulk, maka itu dicatat untuknya
seperti empat raka’at di malam lailatul qadr”. [Al-Mu’jam Al-Kabir karya
Ath-Thabaraniy: Lemah]
Al-Haitsamiy berkata: Pada sanadnya ada perawi yang
bernama Yazid bin Sinan Abu Farwah Ar-Ruhawiy[3];
Ahmad, Ibnu Al-Madiniy, dan Ibnu Ma’in menghukuminya lemah.
Imam Bukhari mengatakan: Haditsnya mendekati. Ia dihukumi tsiqah oleh Marwan
bin Mu’awiyah. Dan Abu Hatim berkata: Ia orang yang jujur akan tertapi kadang
ia lalai. [Majma’ Az-Zawaid 2/231]
Hadits yang mauquf, diantaranya:
a)
Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma berkata:
«مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا
بَعْدَ الْعِشَاءِ كُنَّ كَقَدْرِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ» [مصنف ابن أبي شيبة: صحيح]
“Siapa yang shalat empat raka’at setelah
Isya, maka itu senilai dengan shalat di malam lailatul qadr”. [Mushannaf Ibnu
Abi Syaibah: Shahih]
b) Aisyah radhiyallahu
'anha berkata:
«أَرْبَعٌ بَعْدَ الْعِشَاءِ يَعْدِلْنَ
بِمِثْلِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ» [مصنف
ابن أبي شيبة: صحيح]
“Empat raka’at setelah Isya senilai dengan
shalat di malam lailatul qadr”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: Shahih]
c) Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata:
«مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا بَعْدَ الْعِشَاءِ
لَا يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ بِتَسْلِيمٍ، عَدَلْنَ بِمِثْلِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ
الْقَدْرِ» [مصنف ابن أبي شيبة: صحيح]
“Siapa yang shalat empat raka’at setelah
Isya, ia tidak memisahkan diantaranya dengan salam, maka itu senilai dengan
shalat di malam lailatul qadr”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: Shahih]
Syekh Albaniy rahimahullah
berkata: “Semua sanadnya shahih sampai kepada mereka, dan sekalipun dzahirnya
adalah hadits mauquf akan tetapi hukumnya seperti hadits marfu’
karena kandungannya tidak diucapkan atas dasar logika”. [Silsilah Adh-Dha’ifah
11/103]
Jumlah
shalat Sunnah sebelum dan sesudah shalat fardhu
Berdasarkan
hadits Ibnu Umar jumlahnya 10 raka’at: 2 sebelum Dzuhur, 2 setelahnya, 2
setelah Magrib, 2 setelah Isya, dan 2 sebelum Subuh.
Ditambah
dengan hadits Aisyah, 4 sebelum dzuhur, menjadi 12 raka’at.
Ditambah
dengan hadits Ummu Habibah, 4 setelah Dzuhur, menjadi 14 raka’at.
Ditambah
hadits Ibnu Umar, 4 sebelum Ashar, menjadi 18 raka’at.
Jika
hadits 2 raka’at sebelum dan sesudah Dzuhur dipisahkan dari yang 4 raka’at,
maka jumlahnya menjadi 22 raka’at.
Jika
ditambah dengan hadits Ibnu Mugaffal dan Anas, 2 raka’at sebelum
Magrib, menjadi 24 raka’at.
Jika ditambah
dengan hadits Aisyah, 2 raka’at setelah Ashar, mejjadi 26 raka’at
Jika
ditambah dengan hadits Ibnu Mugaffal, 2 raka’at antara azan dan iqamah
Isya, maka menjadi 28 raka’at.
Jika
ditambah dengan hadits 4 raka’at setelah Isya, maka menjadi 30 raka’at.
Dan
jika hadits 2 raka’at setelah Isyah dipisahkan dengan yang 4 raka’at, maka
jumlah keseluruhannya menjadi 32 raka’at.
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Keutamaan shalat dalam As-Sunnah - Hadits Malik bin Al-Huwairits; Shalatlah seperti kalian melihatku shalat - Hadits 'Imran dan Jabir; Cara shalat orang sakit
[1]
) Maksunya: Hadits Aisyah membatalkan kandungan hadits Abu Hurairah.
[2]
Lihat biografi " Yahya bin ‘Uqbah " dalam kitab: Taariikh
Ibnu Ma'in riwayat Ad-Duuriy 3/401, Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 4/421,
Al-Jarh wa At-Ta'diil karya Ibnu Abi Hatim 9/179, Al-Majruhiin karya Ibnu
Hibban 3/117, Al-Kaamil karya Ibnu 'Adiy 9/70, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu
Al-Jauziy 3/200, Miizaan Al-I'tidaal karya Adz-Dzahabiy 4/397, Al-Kasyf
Al-Hatsits karya Ibnu Al-'Ajamiy hal.280, Lisaan Al-Miizaan karya Ibnu Hajar 8/464.
[3]
Lihat biografi " Yazid bin Sinan " dalam
kitabAdh-Dhu'afaa' karya An-Nasa'iy hal.256, Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir 4/1495, Al-Majruhiin 4/457, Al-Kaamil 9/152, Adh-Dhu'afaa' karya Ad-Daraquthniy hal.254, Adh-Dhu'afaa' karya
Abu Nu'aim hal.161, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 3/209, Diwan
Adh-Dhu’afaa’ karya Adz-Dzahabiy hal.442, Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar
hal.1076.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...