Rabu, 13 Juli 2022

Kitab Iman bab 31; Shalat bagian dari iman

بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

"بَابٌ: الصَّلاَةُ مِنَ الإِيمَانِ"

“Bab: Shalat bagian dari iman”

Dalam bab ini imam Bukhari menjelaskan bahwa diantara amalan yang masuk katergori keimanan adalah shalat sebagaimana disebutkan dalam ayat 143 surah Al-Baqarah dan penjelasannya dalam hadits Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

"وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: {وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ} [البقرة: 143] يَعْنِي صَلاَتَكُمْ عِنْدَ البَيْتِ"

“Dan firman Allah ta’aalaa: "Dan Allah tidaklah akan menyia-nyiakan iman kalian". [Al-Baqarah: 143] Maksudnya “Shalat kalian di Ka’bah ke Baitul Maqdis”.

40 - حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ [أبو الحسن الحراني]، قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ [بن معاوية الجعفي]، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ [السبيعي]، عَنِ البَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَوَّلَ مَا قَدِمَ المَدِينَةَ نَزَلَ عَلَى أَجْدَادِهِ، - أَوْ قَالَ: أَخْوَالِهِ - مِنَ الأَنْصَارِ، وَأَنَّهُ صَلَّى قِبَلَ بَيْتِ المَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا، أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ يُعْجِبُهُ أَنْ تَكُونَ قِبْلَتُهُ قِبَلَ البَيْتِ، وَأَنَّهُ صَلَّى أَوَّلَ صَلاَةٍ صَلَّاهَا صَلاَةَ العَصْرِ، وَصَلَّى مَعَهُ قَوْمٌ، فَخَرَجَ رَجُلٌ مِمَّنْ صَلَّى مَعَهُ، فَمَرَّ عَلَى أَهْلِ مَسْجِدٍ وَهُمْ رَاكِعُونَ، فَقَالَ: أَشْهَدُ بِاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِبَلَ مَكَّةَ، فَدَارُوا كَمَا هُمْ قِبَلَ البَيْتِ، وَكَانَتِ اليَهُودُ قَدْ أَعْجَبَهُمْ إِذْ كَانَ يُصَلِّي قِبَلَ بَيْتِ المَقْدِسِ، وَأَهْلُ الكِتَابِ، فَلَمَّا وَلَّى وَجْهَهُ قِبَلَ البَيْتِ، أَنْكَرُوا ذَلِكَ».

Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Khalid [Abu Al-Hasan Al-Harraniy], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Zuhair [bin Mu’awiyah Al-Ju’fiy], ia berkataL Telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq [As-Sabi’iy], dari Al-Barra` bin 'Azib bahwa Nabi saat pertama kali datang di Madinah, singgah pada kakek-kakeknya atau paman-pamannya dari Kaum Anshar, dan saat itu beliau shalat menghadap Baitulmaqdis selama enam belas bulan atau tujuh belas bulan, dan beliau sangat senang sekali kalau shalat menghadap Baitullah (Ka'bah). Shalat yang dilakukan beliau pertama kali (menghadap Ka'bah) itu adalah shalat Asar dan orang-orang juga ikut shalat bersama beliau. Pada suatu hari sahabat yang ikut shalat bersama Nabi pergi melewati orang-orang di Masjid lain saat mereka sedang rukuk, maka dia berkata, "Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku ikut shalat bersama Rasulullah menghadap Makkah, maka orang-orang yang sedang (rukuk) tersebut berputar menghadap Baitullah dan orang-orang Yahudi dan Ahlul Kitab menjadi heran, sebab sebelumnya Nabi shalat menghadap Baitulmaqdis. Ketika melihat Nabi menghadapkan wajahnya ke Baitullah mereka mengingkari hal ini.

قَالَ زُهَيْرٌ: حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ، عَنِ البَرَاءِ فِي حَدِيثِهِ هَذَا: أَنَّهُ مَاتَ عَلَى القِبْلَةِ قَبْلَ أَنْ تُحَوَّلَ رِجَالٌ وَقُتِلُوا، فَلَمْ نَدْرِ مَا نَقُولُ فِيهِمْ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ} [البقرة: 143]

Berkata Zuhair: Telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Al-Barra`, dalam haditsnya ini menerangkan tentang (hukum) seseorang yang meninggal dunia pada saat arah kiblat belum dialihkan dan juga banyak orang-orang yang terbunuh pada masa itu? Kami tidak tahu apa yang harus kami sikapi tentang mereka hingga akhirnya Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya, "Dan Allah tidaklah akan menyia-nyiakan iman kalian". [Al-Baqarah: 143]

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Al-Baraa’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu.

Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2.      Sebaiknya menziarahi kerabat dan singgah di rumahnya ketika berkunjung ke suatu daerah.

3.      Ulama berselisih pendapat tentang arah kiblat shalat sebelum Nabi hijrah.

Pendapat pertama: Menghadap baitul maqdis, tapi tidak membelakangi Ka’bah, akan tetapi menjadikan ka’bah berada diantara kiblat.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata;

«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَهُوَ بِمَكَّةَ نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَالْكَعْبَةُ بَيْنَ يَدَيْهِ، وَبَعْدَ مَا هَاجَرَ إِلَى الْمَدِينَةِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا، ثُمَّ صُرِفَ إِلَى الْكَعْبَةِ» [مسند أحمد: إسناده صحيح]

“Rasulullah shalat ketika di Makkah dengan menghadap ke arah Baitulmaqdis, sedangkan Ka'bah ada di depannya. Kemudian setelah enam belas bulan beliau hijrah ke Madinah, lalu kiblat dialihkan ke Ka'bah”. [Musnad Ahmad: Sanadnya shahih]

Pendapat kedua: Menghadap baitul maqdis secara umum.

Pendapat ketiga: Menghadap Ka’bah, dan Nabi menghadap Baitul Maqdis hanya ketika tiba di Madinah.

4.      Peralihan kiblat terjadi pada bulan Rajab atau Sya’ban tahun kedua hijriyah.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ} [البقرة: 144]

Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. [Al-Baqarah:144]

5.      Hadits ini bantahan kepada kaum murjiah yang mengingkari adanya amal shalih termasuk bagian dari iman.

6.      Keistimewaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di sisi Allah ‘azza wajalla, beliau diberi sekalipun tidak meminta secara langsung.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى (5) أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى (6) وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى (7) وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى} [الضحى: 5 - 8]

Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu), dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk, dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. [Ad-Duha: 5-8]

7.      Semangat sahabat terhadap kesempurnaan agama mereka dan saudara-saudaranya.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu; Rasulullah bersabda:

«لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Tidak sempurna keimanan seseorang diantara kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya seperti ia mencintai untuk dirinya. [Sahih Bukhari dan Muslim]

8.      Allah ‘azza wajalla memaafkan kesalahan sebelum mengetahi hukumnya.

Anas radhiallahu'anhu berkata:

كُنْتُ سَاقِيَ القَوْمِ فِي مَنْزِلِ أَبِي طَلْحَةَ، وَكَانَ خَمْرُهُمْ يَوْمَئِذٍ الفَضِيخَ، فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيًا يُنَادِي: «أَلاَ إِنَّ الخَمْرَ قَدْ حُرِّمَتْ» قَالَ: فَقَالَ لِي أَبُو طَلْحَةَ: اخْرُجْ، فَأَهْرِقْهَا، فَخَرَجْتُ فَهَرَقْتُهَا، فَجَرَتْ فِي سِكَكِ المَدِينَةِ، فَقَالَ بَعْضُ القَوْمِ: قَدْ قُتِلَ قَوْمٌ وَهِيَ فِي بُطُونِهِمْ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا} [المائدة: 93] الآيَةَ [صحيح البخاري ومسلم]

"Aku pernah menjamu suatu kaum dengan minuman di rumah Abu Thalhah. Saat itu khamar (arak, minuman keras) mereka adalah Al-Fadhikh (arak terbuat dari buah kurma). Kemudian Rasulullah memerintahkan seorang penyeru untuk menyerukan bahwa khamar telah diharamkan". Anas berkata, "Maka Abu Thalhah berkata, kepadaku, "Keluar dan tumpahkanlah". Maka aku keluar lalu aku tumpahkan. Maka khamar mengalirdi jalan-jalan kota Madinah. Kemudian sebagian kaum berkata, "Telah wafat sebagian orang sedangkan di perut mereka masih ada khamar, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: {Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu…} [Al-Maidah: 93] [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Abu Sa'id Al-Khudriy radhiallahu'anhu berkata;

خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ، فَحَضَرَتِ الصَّلَاةُ وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ، فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا، ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ، فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ وَلَمْ يُعِدِ الْآخَرُ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ: «أَصَبْتَ السُّنَّةَ، وَأَجْزَأَتْكَ صَلَاتُكَ». وَقَالَ لِلَّذِي تَوَضَّأَ وَأَعَادَ: «لَكَ الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ» [سنن أبي داود: صحيح]

Ada dua orang mengadakan perjalanan jauh, lalu waktu shalat tiba sementara mereka tidak mempunyai air, maka keduanya bertayamum dengan menggunakan tanah yang bersih dan keduanya shalat, kemudian keduanya mendapatkan air dalam masa waktu shalat tersebut, maka salah seorang dari keduanya mengulangi shalat dengan berwudhu dan yang lainnya tidak, kemudian keduanya mendatangi Rasulullah dan mengisahkan perjalanan mereka, maka Rasulullah bersabda kepada yang tidak mengulang shalat, "Kamu telah melaksanakan sunnah dan shalat kamu sempurna (tidak perlu diulang) ", dan beliau bersabda kepada yang berwudhu dan mengulangi shalat, "Kamu mendapatkan pahala dua kali." [Sunan Abi Daud: Shahih]

9.      Menghadap kiblat adalah syarat sahnya shalat ketika memungkinkan.

Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma berkata:

«بَيْنَا النَّاسُ بِقُبَاءٍ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ، إِذْ جَاءَهُمْ آتٍ، فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَدْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْآنٌ، وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الكَعْبَةَ، فَاسْتَقْبِلُوهَا، وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى الشَّأْمِ، فَاسْتَدَارُوا إِلَى الكَعْبَةِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Tatkala orang-orang sedang shalat Subuh di Quba', datang seseorang lalu berkata, 'Rasulullah pada malam ini mendapat wahyu, beliau diperintahkan menghadap ke Ka'bah'. Maka menghadaplah ke sana! Mereka pun segera beralih ke Ka'bah, padahal sebelumnya wajah-wajah mereka menghadap ke Syam (Baitulmaqdis)." [Shahih Bukhari dan Muslim]

10.  Kapan boleh shalat tidak menghadap kiblat?

Pertama: Ketika tidak mampu menghadapkan wajahnya ke kiblat, seperti orang yang sakit.

Kedua: Ketika tidak mengetahui arah kiblat.

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا} [البقرة: 286]

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah". [Al-Baqarah:286]

Ketiga: Ketika dalam keadaan sangat ketakutan.

Dari Nafi'; Bahwa Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma apabila ditanya tentang shalat Khauf dia menjawab:

«يَتَقَدَّمُ الإِمَامُ وَطَائِفَةٌ مِنَ النَّاسِ، فَيُصَلِّي بِهِمُ الإِمَامُ رَكْعَةً، وَتَكُونُ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ العَدُوِّ لَمْ يُصَلُّوا، فَإِذَا صَلَّى الَّذِينَ مَعَهُ رَكْعَةً، اسْتَأْخَرُوا مَكَانَ الَّذِينَ لَمْ يُصَلُّوا، وَلاَ يُسَلِّمُونَ، وَيَتَقَدَّمُ الَّذِينَ لَمْ يُصَلُّوا فَيُصَلُّونَ مَعَهُ رَكْعَةً، ثُمَّ يَنْصَرِفُ الإِمَامُ وَقَدْ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، فَيَقُومُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنَ الطَّائِفَتَيْنِ فَيُصَلُّونَ لِأَنْفُسِهِمْ رَكْعَةً بَعْدَ أَنْ يَنْصَرِفَ الإِمَامُ، فَيَكُونُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنَ الطَّائِفَتَيْنِ قَدْ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، فَإِنْ كَانَ خَوْفٌ هُوَ أَشَدَّ مِنْ ذَلِكَ، صَلَّوْا رِجَالًا قِيَامًا عَلَى أَقْدَامِهِمْ أَوْ رُكْبَانًا، مُسْتَقْبِلِي القِبْلَةِ أَوْ غَيْرَ مُسْتَقْبِلِيهَا»

"Seorang imam maju bersama sekelompok orang, lalu shalat satu rakaat bersama mereka. Sedangkan sekelompok yang lain yang berada antara imam dengan musuh belum mengerjakan shalat. Jika orang-orang yang shalat bersama imam telah selesai, mereka mundur ke tempat orang-orang yang belum shalat dan mereka belum salam. Kelompok yang belum shalat maju dan shalat bersama imam satu rakaat. Imam pergi dan dia telah shalat dua rakaat. Maka semua dari dua kelompok itu berdiri dan menyempurnakan shalat mereka satu rakaat, satu rakaat, setelah perginya imam. Setiap kelompok itu telah menyempurnakan dua rakaat. Jika keadaan lebih menakutkan daripada itu, mereka shalat dengan berjalan kaki atau dengan menunggangi tunggangan, baik menghadap kiblat atau tidak."

Nafi' berkata, "Saya tidak melihat Abdullah bin Umar menceritakannya melainkan dari Rasulullah ." [Shahih Bukhari]

Keempat: Ketika shalat sunnah di atas kendaraan dalam perjalanan jauh.

Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu ‘anhhma:

«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ، حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ الفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ القِبْلَةَ» [صحيح البخاري]

“Bahwa Nabi mendirikan shalat di atas hewan tunggangannya menghadap ke Timur. Jika beliau hendak melaksanakan shalat wajib, maka beliau turun dan melaksanakannya dengan menghadap kiblat". [Shahih Bukhari]

Kelima: Ketika shalat fardhu di atas kendaraan karena tidak mampu turun untuk shalat dan menghadap kiblat, sedangkan waktunya akan habis dan tidak bisa dijamak. [Shahih Fiqhissunah 1/306]

11.  Boleh bergerak dalam shalat untuk kemashlahatan.

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

" كَانَ رَسُولُ اللَّهِ يُصَلِّي وَالْبَابُ عَلَيْهِ مُغْلَقٌ، فَجِئْتُ فَاسْتَفْتَحْتُ، فَمَشَى فَفَتَحَ لِي، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مُصَلَّاهُ، وَذَكَرَ أَنَّ الْبَابَ كَانَ فِي الْقِبْلَةِ " [سنن أبي داود: حسنه الألباني]

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di rumah dan pintu terkunci. Lalu aku datang meminta agar pintu dibuka, maka beliau berjalan dan membuka pintu tersebut lalu kembali ke tempat shalatnya. Saat itu pintu berada di arah kiblat.” [Sunan Abu Daud: Hasan]

Lihat: Gerakan yang boleh dilakukan dalam shalat

12.  Sikap Yahudi dan Musyrikin terhadap peralihan kiblat.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ} [البقرة: 142]

Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus". [Al-Baqarah:142]

13.  Allah ‘azza wajalla menasakh (mengubah) hukum dan ketetapannya sesuai yang Ia kehendaki.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ} [البقرة: 106]

Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? [Al-Baqarah: 106]

14.  Allah ‘azza wajalla tidak menyia-nyiakan amalan seseorang.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{إِنَّهُ مَن يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ} [يوسف: 90]

Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. [Yusuf: 90]

{وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ} [آل عمران: 171]

Dan sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. [Ali 'Imran: 171]

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Kitab Iman bab 30; Agama itu mudah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...