Rabu, 13 Maret 2013

Usaha ulama melestarikan As-Sunnah

بسم الله الرحمن الرحيم


Para ulama sangat paham bagaimana pentingnya As-Sunnah dalam syari'at Islam sehingga mereka senantiasa memberikan perhatian lebih terhadapnya di setiap masa, mulai dari generasi pertama umat Islam sampai pada masa sekarang ini.

Hal tersebut terlihat dari bagaimana mereka menghafal As-Sunnah, mengumpulkanya, dan membukukannya. Mereka juga berusaha mengetahui dengan teliti orang-orang yang menukil As-Sunnah (perawi hadits), membedakan mana yang sahih dan mana yang lemah.

Mereka berlomba-lomba dalam menjaga As-Sunnah, banyak meneliti tentangnya baik dari segi sanad maupun matan. Bahkan jika kita melihat bagaimana usaha mereka maka kita akan terheran-heran dengan semangat mereka yang kuat demi melestarikan As-Sunnah.

Allah subhanahu wa ta'aalaa telah menjadikan pada setiap masa orang-orang yang mengorbankan harta dan raganya demi menjaga As-Sunnah. Mereka melewati rintangan dan merasakan kesulitan, mereka meninggalkan kenikmatan dunia dan kesenangan hidup, meninggalkan rumah dan tanah kelahiran, mengelilingi dunia untuk mengumpulkan hadits.
Usaha para Sahabat Rasulullah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup bersama para sahabatnya sehari-hari tanpa ada pembatas di antara mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama mereka di mesjid, di pasar, di rumah, maupun dalam perjalanan jauh. Gerak-gerik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perhatian utama bagi para sahabat karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah panutan mereka dalam segala aspek kehidupan baik itu tentang agama maupun keduniaan.

Karena antusias mereka mencari As-Sunnah, mereka bergantian menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menimba ilmu di tengah kesibukan mereka sehari-hari

Seperti yang dilakukan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
كُنْتُ أَنَا وَجَارٌ لِي مِنَ الأَنْصَارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ وَهِيَ مِنْ عَوَالِي المَدِينَةِ وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ النُّزُولَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَنْزِلُ يَوْمًا وَأَنْزِلُ يَوْمًا، فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ اليَوْمِ مِنَ الوَحْيِ وَغَيْرِهِ، وَإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ [صحيح البخاري]
Dulu aku dan seorang tetanggaku dari kaum Anshar saling bergantian mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia pergi sehari dan aku pergi sehari. Jika aku yang pergi maka aku menyampaikan kepadanya apa yang terjadi pada hari itu baik itu tentang wahyu yang turun atau selainnya, dan jika ia yang pergi maka ia pun melakukan hal yang seperti itu. [Sahih Bukhari]

Al-Baraa' radhiyallahu 'anhu berkata:
" مَا كُلُّ الْحَدِيثِ سَمِعْنَاهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُحَدِّثُنَا أَصْحَابُنَا عَنْهُ، كَانَتْ تَشْغَلُنَا عَنْهُ رَعِيَّةُ الْإِبِلِ " [مسند أحمد: إسناده صحيح]
Tidak semua hadits kami dengar langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi sahabat-sahabat kami menyampaikannya kepada kami dari Rasulullah, hal itu karena kami disibukkan dengan mengembala unta. [Musnad Ahmad: Sanadnya sahih]

Dalam riwayat lain:
ليس كلنا سمع حديث رسول الله صلى الله عليه و سلم كانت لنا ضيعة و أشغال و لكن الناس كانوا لا يكذبون يومئذ فيحدث الشاهد الغائب [المستدرك على الصحيحين للحاكم: صحيح]
Tidak semua dari kami mendengar hadits langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, di antara kami ada yang punya kesibukan dan pekerjaan, akan tetapi orang-orang pada saat itu tidak ada yang berbohong, maka yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.

Yang tinggal di luar kota Medinah pun tidak ketinggalan, mereka meninggalkan kampung halaman menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengambil sunnahnya.

Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu 'anhu berkata: Kami datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umur kami masih mudah tidak jauh beda antara satu sama lain, lalu kami menetap bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama dua puluh hari dan malam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat penyayang dan lemah lembut, maka ketika merasa kami sudah merasa rindu dengan keluarga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kapada kami tentang orang-orang yang kami tinggalkan, maka kami menceritakannya. Kemudian Rasulullah bersabda:
«ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ، فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ، وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Kembalilah pada keluarga kalian, tinggallah bersama mereka, ajari dan arahkan mereka, salatlah sebagaimana kalian melihatku salat, dan jika masuk waktu salat maka azan-lah seorang dari kalian kemudian yang tertua dari kelain menjadi imam". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Para sahabat sangat antusias bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang apa yang semestinya mereka ketahui.

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling senang denga syafa'atmu di hari kiamat?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لاَ يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ، أَوْ نَفْسِهِ» [صحيح البخاري]
"Aku sudah mengira wahai Abu Hurairah kalau tidak ada yang menanyaiku tentang hadits ini seorang pun sebelum kamu, karena aku melihat antusiasmu terhadap hadits. Orang yang paling senang dengan syafa'atku di hari kiamat adalah orang yang mengatakan "tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah" dengan penuh keikhlasan dari hatinya atau dari dirinya". [Sahih Bukhari]

Di antara mereka ada yang tinggal lama di Medinah sebagai tamu agar leluasa bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nawwas bin Sim'aan radhiyallahu 'anhu berkata:
أَقَمْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ سَنَةً مَا يَمْنَعُنِي مِنَ الْهِجْرَةِ إِلَّا الْمَسْأَلَةُ، كَانَ أَحَدُنَا إِذَا هَاجَرَ لَمْ يَسْأَلْ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ [صحيح مسلم]
Aku menetap bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Medinah selama setahun (sebagai tamu), tidak ada yang menghalangiku untuk hijrah (menjadi penduduk tetap) kecuali agar leluasa bertanya, karena seorang dari kami jika sudah hirjah maka ia tidak berani bertanya lagi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sesuatu. [Sahih Muslim]

Mereka menempuh perjalanan jauh demi menanyakan satu masalah yang mereka hadapi.

Seperti yang dilakukan oleh 'Uqbah bin Al-Harits radhiyallahu 'anhu ketika seorang wanita mengaku telah menyusui ia dan istrinya sewaktu kecil, maka Uqbah segerah menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menanyakan masalah tersebut, dan Rasulullah bersabda:
«كَيْفَ وَقَدْ قِيلَ ؟» [صحيح البخاري]
"Mau bagaimana lagi, dan itu sudah dikatakan"
Maka Uqbah menceraikan istrinya dan mengawini wanita lain. [Sahih Bukhari]

Mereka juga tidak segang untuk bertanya kepada istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang permasalahan antara suami dan istri.

Seperti yang dilakukan oleh seorang sahabat dari kaum Anshar yang mengutus istrinya untuk menanyakan kepada istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum mencium istri di saat puasa. Maka Ummu Salamah radhiyallahu 'anha menjawab:
" إِنَّ رَسُولَ اللهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ " [مسند أحمد: إسناده صحيح]
Sesungguhnya Rasulullah melakukan hal itu. [Musnad Ahmad: Sahih]

Begitu pula dengan para sahabat dari kaum wanita, mereka mendatangi istri-istri Rasulullah dan bertanya tentang urusan agama, sampai pada hal-hal yang biasanya ada rasa malu untuk menanyakannya.

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: Asma’ bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi suci dari haid, maka Rasulullah menjawab:
«تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا، فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ، ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا، ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ، ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطَهَّرُ بِهَا»
“Kalian mengambil air dengan daun sidr (sebagai pewangi) kemudian bersuci dengan sebaik-baiknya, kemudian menyirami kepala dan menggosoknya secara kuat sampai air menembus kulit kepala, setelah itu sirami seluruh tubuh dengan air, kemudian mengambil secarik kain yang sudah diberi pewangi kemudian bersuci dengannya”.
Asma’ bertanya: Bagaimana aku bersuci dengannya?
Rasulullah menjawab:
«سُبْحَانَ اللهِ، تَطَهَّرِينَ بِهَا»
“Maha suci Allah, bersucilah dengannya!”
Aisyah berkata: Asma’ tidak paham maksudnya, yaitu dengan menggosokkannya ke sisa-sisa darah. Dan ia juga bertanya tentang cara mandi junub, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
«تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أَوْ تُبْلِغُ الطُّهُورَ، ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا، ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ»
“Kalian mengambil air kemudian bersuci dengan sebaik-baiknya, kemudian menyirami kepala dengan menggosoknya secara kuat sampai menembus kulit kepala, setelah itu sirami seluruh tubuh dengan air”.
Aisyah berkata: Sebaik-baik wanita adalah wanita kaum Anshar, rasa malu tidak mencegah mereka untuk memahami masalah agama. [Sahih Muslim]

Sebagian sahabat juga mendapat izin khusus untuk menulis beberapa hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Diantaranya, Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash radhiyallahu 'anhuma beliau berkata: Dulu aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk aku hafal. Kemudian Quraisy melarangku, mereka berkata: Apakah kamu menusli segala sesuatu yang kamu dengar, sedangkan Rasulullah adalah manusia yang berbicara dalam keadaan marah ataupun tidak? Maka aku berhenti menulis dan aku menceritakan hal itu kepada Rasulullah, lalu Rasulullah menunjuk mulutnya dengan jari dan bersabda:
«اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Tulislah, karena demi Yang jiwaku di tangan-Nya, tidak ada yang keluar darinya (mulut Rasulullah) kecuali kebenaran". [Sunan Abu Daud: Sahih]

Ketika Abu Syah radhiyallahu 'anhu mendengar suatu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: Tuliskan untukku hadits ini ya Rasulullah?
Rasulullah bersabda:
«اكْتُبُوا لِأَبِي شَاهٍ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Tuliskan hadits ini untuk Abu Syah". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Abu Juhaifah bertanya kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu: Apakah engkau punya suatu kitab?
Ali menjawab: Tidak, kecuali Al-Qur’an atau pemahaman yang diberikan kepada seorang muslim, atau apa yang ada di dalam catatan ini.
Abu Juhaifah bertanya: Apa isi catatan itu?
Ali menjawab:
العَقْلُ، وَفَكَاكُ الأَسِيرِ، وَلاَ يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ " [صحيح البخاري ومسلم]
Hadits tentang diyat (ganti rugi), pembebasan tawanan, dan bahwasanya seorang muslim tidak dibunuh jika membunuh orang kafir. [Sahih Bukhari dan Muslim]

Akan tetapi di masa sahabat penulisan hadits tidak begitu banyak sebab ada larangan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena dikhawatirkan akan terjadi percampuran antara Al-Qur’an dan Sunnah. Dan juga mayoritas dari mereka adalah kaum yang ummiy, tidak pandai menulis dan membaca, dan mereka lebih mengutamakan kekuatan hafalan.

Jika mereka mendengar hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka langsung mempelajari dan menghafalkannya agar tidak lupa.

Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
كنا نكون عند النبي صلى الله عليه و سلم فنسمع منه الحديث فاذا قمنا تذاكرناه فيما بيننا حتى نحفظه [الجامع لأخلاق الراوي للخطيب البغدادي]
Dulu kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendengar hadits darinya, jika kami sudah beranjak maka kami saling mengingatkan di antara kami sampai kami menghafalnya. [Al-Jami’ li Akhlaq Ar-Rawiy karya Al-Khatiib]

Dan setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, mereka sangat antusis untuk menyampaikan As-Sunnah kepada generasi berikutnya.

Mereka sangat hati-hati dalam menyampaikan hadits sesuai pesan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Zayd bin Tsabit radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا، فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ» [سنن أبي داود: صحيح]
“Allah memberi cahaya pada wajah (atau kenimatan) pada orang yang mendengar dariku suatu hadits kemudian ia menghafalnya untuk ia sampaikan kepada orang lain. Karena bisa jadi seorang yang menghafal suatu pemahaman (hadits) menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan bisa jadi orang yang menghafal suatu pemahaman (hadits) tapi ia tidak paham”. [Sunan Abu Daud: Sahih]

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري]
“Sampaikanlah tentang aku sekalipun hanya satu ayat, dan ceritakanlah kisah Bani Israil tanpa rasa khawatir, dan barangsiapa yang berbohong atas aku dengan sengaja maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sahih Bukhari]

Sebagian sahabat ada yang keluar berperang di berbagai daerah menyebarkan Islam dan mengajar orang-orang yang baru memeluk agama Islam. Dan menetap di suatu daerah sebagai tenaga pengajar.

Mereka saling bertanya di antara mereka tentang hadits-hadits yang tidak  mereka dengar dari Rasulullah kepada yang mendengarnya.

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat aku berkata kepada seorang dari kaum Anshar: Wahai Fulan, ayo kita bertanya (belajar) kepada sahabat Rasulullah, karena pada hari ini jumlah mereka masih banyak.
Iya menjawab: Sungguh mengherangkan engkau ini Ibnu Abbas, apakah kamu merasa bahwa orang-orang membutuhkan engkau padahal di antara mereka masih ada sahabat Rasulullah?
Ibnu Abbas berkata: Lalu aku meninggalkan orang itu dan aku pergi belajar. Jika aku mendengar ada suatu hadits pada seseorang maka aku mendatanginya. Jika ia sedang istirahat maka aku duduk menungguh di depan pintunya beralaskan bajuku sesekali angin meniupkan debu pada wajahku.
Kemudian ia keluar dan melihatku, maka ia berkata: Wahai anak paman Rasulullah, apa yang menyebabkanmu datang? Tidakkah engkau mengutus orang untuk memanggilku agar aku mendatangimu?
Ibnu Abbas menjawab:
لَا، أَنَا أَحَقُّ أَنْ آتِيَكَ. فَأَسْأَلُهُ عَنِ الْحَدِيثِ
Tidak, akulah yang sepantasnya mendatangimu!
Kemudian Ibnu Abbas menanyainya tentang hadits. [Sunan Ad-Darimiy: Sahih]

Para sahabat sangat hati-hati dalam menerima hadits sekalipun itu orang yang mereka percayai karena khawatir terjadi kekeliruan.

Qabishah bin Dzuaib berkata: Seorang nenek datang kepada Abu Bakr radhiyallahu 'anhu menanyakan tentang hak warisnya. Maka Abu Bakr berkata:
مَا لَكِ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى شَيْءٌ، وَمَا عَلِمْتُ لَكِ فِي سُنَّةِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا، فَارْجِعِي حَتَّى أَسْأَلَ النَّاسَ
Engkau tidak mendapatkan sesuatu dalam Al-Qur’an, dan aku tidak mengetahui bagian untukmu disebutkan dalam sunnah Nabiyullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kembalilah sampai aku bertanya kepada orang-orang.
Kemudian Abu Bakr bertanya kepada orang-orang, maka Al-Mugirah bin Syu’bah berkata:
«حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهَا السُّدُسَ»
Aku menghadiri majlis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberinya seperenam.
Abu Bakr berkata: Apakah ada yang hadir selainmu?
Maka Muhammad bin Maslamah berdiri dan berkata seperti yang dikatakan Al-Mugirah bin Syu’bah.
Kemudian Abu Bakr menjalankannya untuk nenek itu. [Sunan Abu Daud: Sahih]

Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu berkata: Suatu hari aku berada di salah satu majlis kaum Anshar, tiba-tiba datang Abu Musa seperti sedang cemas, lalu ia berkata: Aku minta izin tiga kali untuk menemui Umar dan ia tidak memberiku izin maka aku kembali.
Umar berkata: Apa yang mencegahmu untuk langsung masuk?
Abu Musa berkata: Aku sudah minta izin sebanyak tiga kali lalu tidak diberi izin maka aku kembali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
«إِذَا اسْتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فَلْيَرْجِعْ»
“Jika seorang dari kalian minta izin tiga kali kemudian tidak diberi izin maka kembalilah”
Umar berkata: Demi Allah kamu harus memberi bukti, apakah ada dari kalian yang juga mendengarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Maka Ubaiy bin Ka’b berkta: Demi Allah, tidak ada yang bangkit bersamamu kecuali orang yang paling muda dari yang hadir, dan aku adalah yang paling muda maka aku pergi bersamanya, lalu aku sampaikan kepada Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal itu. [Sahih Bukhari]

Dalam riwayat lain, Umar radhiyallahu 'anhu berkata: Wahai Abu Ath-Thufail, apa yang dikatakan orang ini?
Abu Ath-Thufail berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal itu wahai Ibnu Al-Khattab, maka janganlah kamu terlalu keras terhadap sahabat Rasulullah!
Umar berkata:
سُبْحَانَ اللهِ إِنَّمَا سَمِعْتُ شَيْئًا، فَأَحْبَبْتُ أَنْ أَتَثَبَّتَ [صحيح مسلم]
“Maha suci Allah, sesungguhnya aku hanya mendengar sesuatu maka aku suka untuk memperjelas kebenarannya”. [Sahih Muslim]

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata:
كُنْتُ رَجُلًا إِذَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيثًا نَفَعَنِي اللَّهُ مِنْهُ بِمَا شَاءَ أَنْ يَنْفَعَنِي، وَإِذَا حَدَّثَنِي أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِهِ اسْتَحْلَفْتُهُ، فَإِذَا حَلَفَ لِي صَدَّقْتُهُ [سنن أبي داود: صحيح]
Dulu jika aku mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hadits maka Allah memberiku manfaat dari hadits itu dengan manfaat apa saja yang Ia kehendaki untukku, dan jika seorang dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan hadits kepadaku maka aku memintanya bersumpah (akan kebenarannya), dan jika ia telah bersumpah untukku maka aku membenarkannya. [Sunan Abu Daud: Sahih]

Diantara sahabat ada yang banyak meriwayatkan hadits, seperti Abu Hurairah dan yang lainnya.

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Orang-orang mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak meriwayatkan hadits dan Allah-lah yang memberi balasan. Dan mereka mengatakan kenapa orang-orang Muhajir dan Anshar tidak meriwayatkan sebanyak yang diriwayatkan Abu Hurairah?! Sesungguhnya saudaraku dari kamu Muhajirin disibukkan dengan perdagangan di pasar, dan saudaraku dari kaum Anshar disibukkan dengan harta mereka, sedangkan aku adalah orang miskin yang setiap saat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam cukup dengan apa yang membuatku kenyang. Maka aku hadir saat mereka tidak hadir dan aku hafal saat mereka lupa. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda pada suatu hari:
«لَنْ يَبْسُطَ أَحَدٌ مِنْكُمْ ثَوْبَهُ حَتَّى أَقْضِيَ مَقَالَتِي هَذِهِ، ثُمَّ يَجْمَعَهُ إِلَى صَدْرِهِ فَيَنْسَى مِنْ مَقَالَتِي شَيْئًا أَبَدًا»
“Tidak ada seorang dari kalian yang melebarkan bajunya sampai aku menyelesaikan pembicaraanku ini kemudian ia mendekapkannya ke dadanya lalu ia akan lupa perkataanku sedikitpun selamanya”.
Maka aku melebarkan pakaian yang tidak aku memiliki selainnya, sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan pembicaraannya, kemudian aku dekapkan ke dadaku.
Maka demi (Allah) Yang mengutusnya dengan kebenaran, aku tidak pernah lupa perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sampai hari ini, dan demi Allah seandainya bukan karena dua ayat yang ada dalam Al-Qur’an, maka aku tidak akan menyampaikan hadits pada kalian sedikitpun selamanya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ البَيِّنَاتِ وَالهُدَى} [البقرة: 159] إِلَى قَوْلِهِ {الرَّحِيمُ} [البقرة: 160] [صحيح البخاري ومسلم]
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang. [Al-Baqarah: 159-160] [Sahih Bukhari dan Muslim]

Dan kebanyakan sahabat hanya sedikit meriwayatkan hadits agar lebih hati-hati jangan sampai melakukan kekeliruan tanpa sengaja, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ» [مقدمة صحيح مسلم]
“Cukuplah seseorang itu dikatakan telah melakukan kebohongan (kesalahan) jika ia menyampaikan semua yang ia dengar”. [Muqaddimah Sahih Muslim]

Dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَدِيثِ عَنِّي فَمَنْ قَالَ عَلَيَّ فَلْيَقُلْ حَقًّا أَوْ صِدْقًا وَمَنْ تَقَوَّلَ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ [سنن ابن ماجه: حسنه الألباني]
“Janganlah kalian banyak meriwayatkan hadits dariku, barangsiapa yang berkata tentang aku maka katakanlah yang benar atau jujur, dan barangsiapa yang mengada-adakan perkataan tentang aku apa yang tidak aku katakan maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sunan Ibnu Majah: Hasan]

Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu 'anhuma berkata: Aku bertanya kepada Az-Zubair: Aku tidak pernah mendengarmu menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana si fulan dan si fulan menyampaikan hadits?
Az-Zubair berkata: Sesungguhnya aku tidak pernah meninggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (sering bersama), akan tetapi aku pernah mendengar ia bersabda:
«مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري]
“Barangsiapa yang berdusta tentang aku, maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sahih Bukhari]

Abdurrahman bin Abi Laila berkata: Kami meminta kepada Zayd bin Arqam radhiyallahu 'anhu: Sampaikanlah kami hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Zayd berkata:
كَبِرْنَا وَنَسِينَا وَالْحَدِيثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَدِيدٌ [سنن ابن ماجه: صحيح]
Kami sudah tua dan lupa, sedangkan menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah berat. [Sunan Ibnu Majah: Sahih]

Mereka juga sangat hati-hati jika menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Abu Galib berkata: Abu Umamah radhiyallahu 'anhu melihat kepala yang tergeletak di jalan-jalan Damaskus, lalu Abu Umamah berkata:
«كِلَابُ النَّارِ شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ، خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوهُ»
Mereka adalah anjing neraka, mayat paling buruk yang ada di bawah langit, dan sebaik-baik mayat adalah yang mereka bunuh.
Kemudian membaca firman Allah subhanahu wa ta’aalaa:
{يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ} [آل عمران: 106] إِلَى آخِرِ الآيَةِ
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, ... ". [Ali ‘Imran:106] sampai akhir ayat.
Abu Galib bertanya kepada Abu Umamah: Apakah kamu mendengarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Abu Umamah berkata:
لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ إِلَّا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا حَتَّى عَدَّ سَبْعًا مَا حَدَّثْتُكُمُوهُ [سنن الترمذي: صحيح]
“Seandainya aku tidak mendengarnya kecuali hanya sekali atau dua, tiga, empat, sampai tujuh kali, maka aku tidak akan menyampaikannya kepada kalian”. [Sunan Tirmidziy: Sahih]

Dan di akhir masa sahabat sudah mulai bermunculan kelompok-kelompok ahli bid’ah, dan banyak tersebar hadits-hadits palsu. Maka para sahabat Rasulullah yang masih muda tambah ketat dalam menerima hadits dan hanya menerima hadits dari orang yang mereka kenal.

Mujahid berkata: Busyair Al-‘Adawiy datang kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma kemudian ia menyebutkan hadits dan berkata: Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda .. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda ..! Akan tetapi Ibnu Abbas tidak mendengarkannya dan tidak melihat kepadanya.
Maka Busyair berkata: Wahai Ibnu Abbas, kenapa aku tidak melihatmu mendengarkan hadits yang kusampaikan? Aku menyampaikan hadits dari Rasulullah dan kamu tidak mendengarkannya?
Maka Ibnu Abbas menjawab:
" إِنَّا كُنَّا مَرَّةً إِذَا سَمِعْنَا رَجُلًا يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ابْتَدَرَتْهُ أَبْصَارُنَا، وَأَصْغَيْنَا إِلَيْهِ بِآذَانِنَا، فَلَمَّا رَكِبَ النَّاسُ الصَّعْبَ، وَالذَّلُولَ، لَمْ نَأْخُذْ مِنَ النَّاسِ إِلَّا مَا نَعْرِفُ " [مقدمة صحيح مسلم]
Dulu jika kami mendengar seorang berkata: "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda", maka kami segera memandangnya dan memasang telinga kami untuk mendengarkannya. Akan tetapi setelah orang-orang marasakan masa kesulitan dan kemudahan (kebaikan dan keburukan sulit dibedakan), maka kami tidak menerima hadits dari orang-orang kecuali yang kami ketahui. [Muqaddimah Sahih Muslim]

Sebagian sahabat sudah membahas tentang kondisi perawi hadits di masanya, memberi kritikan pada perawi dan hadits yang diriwayatkannya. Akan tetapi kritikan yang ada masih dalam porsi yang sangat sedikit karena semua sahabat adalah terpercaya. Bentuk kritikan di antara mereka hanya seputar kesalah pahaman atau kekeliruan hafalah yang terjadi pada sebagian kecil sahabat.

Usaha generasi Tabi’in dan setelahnya

Kemudian datang generasi tabi’in dan generasi selanjutnya mengikuti metode para sahabat dalam mengemban hadits, menyampaikannya kepada umat Islam dengan sangat antusias, teliti dan hati-hati.

Mereka sangat antusias untuk bertemu dengan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum mereka wafat.

‘Amr bin Maimun Al-Audiy (74H) rahimahullah berkata:
قَدِمَ عَلَيْنَا مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ الْيَمَنَ رَسُولُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْنَا، قَالَ: فَسَمِعْتُ تَكْبِيرَهُ مَعَ الْفَجْرِ رَجُلٌ أَجَشُّ الصَّوْتِ، قَالَ: فَأُلْقِيَتْ عَلَيْهِ مَحَبَّتِي فَمَا فَارَقْتُهُ حَتَّى دَفَنْتُهُ بِالشَّامِ مَيِّتًا، ثُمَّ نَظَرْتُ إِلَى أَفْقَهِ النَّاسِ بَعْدَهُ فَأَتَيْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ فَلَزِمْتُهُ حَتَّى مَاتَ [سنن أبي داود: صحيح]
Mu’adz bin Jabal datang kepada kami di Yaman sebagai utusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku mendengar takbirannya di waktu fajar, ia seorang yang keras suaranya. Kemudian ditanamkan rasa cintaku kepadanya, maka aku tidak meninggalkannya sampai aku memakamkannya di Syam ketika wafat. Kemudian aku mencari orang yang paling paham agama setelahnya, maka aku mendatangi Ibnu Mas’ud lalu aku mengikutinya sampai ia wafat. [Sunan Abu Daud: Sahih]

Abu Al-‘Aliyah (90H) rahimahullah berkata:
«إِنْ كُنَّا نَسْمَعُ الرِّوَايَةَ بِالْبَصْرَةِ عَنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ نَرْضَ، حَتَّى رَكِبْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ، فَسَمِعْنَاهَا مِنْ أَفْوَاهِهِمْ» [سنن الدارمي: صحيح]
Jika kami mendengar riwayat di Bashrah tentang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kami tidak menerimanya sampai kami berangkat menuju Madinah lalu kami mendengarnya langsung dari mulut mereka. [Sunan Ad-Darimiy: Sahih]

Karena di masa mereka sudah banyak ahli bid’ah dan pemalsu hadits, maka mereka sangat berhati-hati dalam menerima suatu hadits.

Ibnu Sirin (110H) rahimahullah berkata:
«إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ» [مقدمة صحيح مسلم]
Sesungguhnya ilmu ini (periwayatan hadits) adalah bagian dari agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian. [Muqaddimah Sahih Muslim]

Ia juga berkata:
" لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الْإِسْنَادِ، فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ، قَالُوا: سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ، فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ، وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ " [مقدمة صحيح مسلم]
Dulunya mereka tidak bertanya tentang sanad (sumber hadits), namun ketika fitnah (maraknya ahli bid’ah) terjadi maka mereka mulai bertanya: Sebutkan pada kami dari siapa kalian menerima hadits! Kemudian mereka memeriksa, jika sumbernya dari ahli sunnah maka mereka menerima haditsnya, dan mereka memeriksa jika sumbernya dari ahli bid’ah maka mereka tidak menerima haditsnya. [Muqaddimah Sahih Muslim]

Sulaiman bin Musa (119H) rahimahullah berkata: Aku bertemu dengan Thawus (106H) dan kukatakan padanya: Fulan menyampaikan hadits padaku tentang ini dan itu!
Thawus rahimahullah berkata:
«إِنْ كَانَ صَاحِبُكَ مَلِيًّا، فَخُذْ عَنْهُ» [مقدمة صحيح مسلم]
Jika ia seorang yang tsiqah (terpercaya dan kuat hafalannya) maka ambillah hadits darinya. [Muqaddimah Sahih Muslim]

Mereka tidak mau menerima hadits kecuali dari orang-orang yang terkenal dalam menuntut ilmu.

Makhul Asy-Syamiy (112H) rahimahullah berkata:
«لَا يُؤْخَذُ الْعِلْمُ إِلَّا عَنْ مَنْ شُهِدَ لَهُ بِالطَّلَبِ» [حلية الأولياء وطبقات الأصفياء لأبي نعيم]
Ilmu tidak diterima kecuali dari orang yang terkenal dalam menuntut ilmu. [Hilyah Al-Auliya’ karya Abu Nu’aim]

Mereka bepergian jauh demi mencari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sa’id bin Al-Musayyib (94H) rahimahullah berkata:
إن كنت لأسير الليالي والأيام في طلب الحديث الواحد [جامع بيان العلم وفضله لابن عبد البر: حسن]
Aku terkadang bepergian sehari semalam dalam menuntut satu hadits. [Jami’ Al-Bayaan wa Fadhlihi karya Ibnu Abdul Barr: Hasan]

Di masa tabi’in dan atba’ tabi’in pembukuan hadits sudah mulai marak.

Abdullah bin Dinar (127H) rahimahullah berkata:
كَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ العَزِيزِ إِلَى أَبِي بَكْرِ بْنِ حَزْمٍ: انْظُرْ مَا كَانَ مِنْ حَدِيثِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاكْتُبْهُ، فَإِنِّي خِفْتُ دُرُوسَ العِلْمِ وَذَهَابَ العُلَمَاءِ [صحيح البخاري]
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakr bin Hazm: Periksalah semua dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bukukan, karena aku khawatir hilangnya ilmu dan meninggalnya para ulama. [Sahih Bukhari]

Metode penyusunan buku-buku hadits yang mereka pakai sangat berfariasi, ada bentuk mushannaf, muwatha’, musnad, al-jami’, sunan, mustakhraj, mustadrak, mu’jam, dan ajzaa’. Lihat: "Mengenal turats-hadist"

Mereka juga banyak mengomentari perawi-perawi hadits untuk membedakan mana yang boleh diterima haditsnya dan mana yang tidak boleh, demi menjaga kemurnian As-Sunnah.

Abu Bakr bin Khallad bertanya kepada Yahya bin Sa’id Al-Qaththan (198H) rahimahumallah: Tidakkah kamu takut jika orang-orang yang kamu tolak haditsnya menjadi lawanmu nanti di sisi Allah pada hari kiamat?
Yahya menjawab:
لَأَنْ يَكُونُوا خُصَمَائِي أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ يَكُونَ خَصْمِي رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ : " لِمَ لَمْ تَذُبَّ الْكَذِبَ عَنْ حَدِيثِي؟ " [الكفاية للخطيب: حسن]
Mereka menjadi lawanku nanti lebih aku sukai dari pada yang jadi lawanku adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia akan bertanya kepadaku: Kenapa engkau tidak mencegah kebohongan terhadap hadits-haditsku? [Al-Kifayah karya Al-Khathiib: Hasan]

Muhammad bin Bundar Al-Jurjaniy berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal (241H) rahimahumallah: Sesungguhnya aku sangat berat untuk mengatakan bahwa si Fulan itu lemah periwayatan haditsnya dan si Fulan itu pembohong!
Imam Ahmad menjawab:
إذا سكت أنت وسكت أنا ، فمتى يعرف الجاهل الصحيح من السقيم [الكفاية للخطيب: صحيح]
Jika kamu diam dan aku juga diam, maka bagaimana orang yang tidak tahu bisa membedakan antara hadits yang sahih dan yang lemah? [Al-Kifayah karya Al-Khathiib: Sahih]

Mereka juga tidak segang mengeritik kekuatan riwayat seseorang, siapapun orangnya.

Zayd bin Abi Unaisah (124H) rahimahullah berkata:
«لَا تَأْخُذُوا عَنْ أَخِي» [مقدمة صحيح مسلم]
Jangan kalian menerima hadits dari saudaraku. [Muqaddimah Sahih Muslim]

Ali Ibnu Al-Madiniy (234H) rahimahullah ditanya tentang bapaknya, lalu ia menjawab: Tanya tentang ia kepada selainku!
Kemudian mereka kembali menanyakannya, maka Ali menunduk lalu mengangkat kepalanya dan berkata:
«هُوَ الدِّينُ، إِنَّهُ ضَعِيفٌ» [المجروحين لابن حبان]
Ini adalah masalah agama, sesungguhnya bapakku lemah (dalam periwayatan hadits). [Al-Majruhiin karya Ibnu Hibban]

Diantara mereka ada yang membukukan biografi dan komentar-komentar tentang kekuatan riwayat seorang perawi hadits, baik itu pendapat ia sendiri atau menukil dari orang lain.

Bentuknya juga berfariasi, ada yang mengumpulkan biografi rawi disusun dengan metode thabaqaat (generasi atau golongan), ada yang khusus untuk untuk perawi yang lemah riwayatnya, ada juga yang khusus tsiqah, ada yang khusus untuk daerah tertentu, atau perawi dalam buku tertentu, atau mengumpulkan biografi rawi secara umum.

Mereka juga menetapkan kaidah dan aturan bagaimana mendeteksi sahih tidaknya suatu hadits, yang dikenal dengan ilmu musthalah hadits.

Awalnya kaidah-kaidah ini dipelajari secara otodidak diperaktekkan saat meriwayatkan atau menerima hadits, kemudian setelah itu dibukukan untuk memudahkan para pemula untuk mempelajarinya. Lihat: "Mengenal turats hadist II"

Usaha ulama kontemporer

Pada masa sekarang ini ulama hadits banyak berkonsentrasi untuk membantah syubhat-syubhat orientalis dan para pengikutnya yang berusaha menanamkan keraguan pada As-Sunnah.

Selain itu mereka juga terus mengkaji dan meneliti ulang karya-karya ulama terdahulu, melestarikan, memperbaiki dan menyampaikannya dengan gaya bahasa sesuai untuk masa kini.

Dan di berbagai balahan dunia khususnya negara Islam telah banyak didirikan sekolah dan universitas yang mengkaji As-Sunnah lebih luas.

Wallahu a’lam!

2 komentar:

  1. dahsyat perjuangan para ulama dalam melestarikan amalan yang dikerjakan oleh rasul, mantap (y)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga kita bisa mengikuti jejak mereka -rahimahumullah-, amiin !

      Hapus

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...