بسم
الله الرحمن الرحيم
Ulama sepakat (ijma') bahwa awal masuknya waktu salat
isya adalah ketika syafaq (cahaya di langit setelah matahari tenggelam)
hilang.
Akan tetapi mereka berselisih, apakah syafaq yang
dimaksud adalah yang berwarna merah atau putih.
Pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur ulama bahwa
yang dimaksud adalah syafaq (cahaya) yang merah, sebagaimana
diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam kitabnya "Ash-Shahih" 1/182
no.354 dari Abdullah bin 'Amr radiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
وقت الظهر إلى العصر ، ووقت العصر إلى اصفرار الشمس
، ووقت المغرب إلى أن تذهب حمرة الشفق ، ووقت العشاء إلى نصف الليل ، ووقت صلاة
الصبح إلى طلوع الشمس
"Waktu
dzuhur sampai masuk waktu ashar, dan waktu ashar sampai matahari menguning,
dan waktu magrib sampai hilang cahaya merah (waktu masuknya isya), dan
waktu isya sampai pertengahan malam, dan waktu salat subuh sampai matahari
terbit".
Adapun hadits yang juga diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah no.353, Jabir bin Abdillah radiyallahu 'anhuma berkata:
ثم أذن بلال العشاء حين ذهب بياض النهار
"Kemudian
Bilal azan isya ketika hilang cahaya putih siang hari".
Hadits ini dilemahkan
oleh syekh Musthafa Al-Adawiy hafidzahullah.
Ulama juga berselisih tentang akhir waktu salat isya:
Pendapat pertama: Akhir waktu isya sampai sepertiga malam pertama, dalilnya:
1.
Hadits Abu Musa Al-Asy'ariy radiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam didatangi oleh seorang yang bertanya tentang waktu salat,
kemudian Rasulullah tidak menjawabnya dengan perkataan akan tetapi dengan
perbuatan.
Abu Musa berkata:
فَأَقَامَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ
"Kemudian
Rasulullah mendirikan salat isya ketika syafaq (cahaya merah di langit) telah
hilang (awal waktu)".
Selanjutnya Abu Musa berkata:
ثُمَّ أَخَّرَ الْعِشَاءَ حَتَّى كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ
الْأَوَّلُ
"Kemudian
esok harinya, Rasulullah mengakhirkan salat isya sampai lewat sepertiga
malam pertama (akhir waktu)".
Kemudian Rasulullah bersabda:
" الْوَقْتُ بَيْنَ هَذَيْنِ
" [صحيح مسلم]
"Waktu
salat antara dua waktu ini (awal dan akhir)". [Sahih Muslim]
2.
Hadits Buraidah radiyallahu 'anhu, seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang waktu
salat, maka Rasulullah berkata kepadanya:
" صَلِّ مَعَنَا هَذَيْنِ "
- يَعْنِي الْيَوْمَيْنِ –
"Salatlah
engkau bersama kami dalam dua hari ini".
Buraidah berkata:
فَأَقَامَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ
"Kemudian
Rasulullah mendirikan salat isya ketika syafaq telah hilang (awal waktu)".
Selanjutnya Buraidah berkata:
وَصَلَّى الْعِشَاءَ بَعْدَمَا ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ
"Dan
keesokan harinya, Rasulullah salat isya setelah lewat sepertiga malam
(akhir waktu)".
Kemudian Rasulullah bertanya:
«أَيْنَ السَّائِلُ عَنْ وَقْتِ الصَّلَاةِ؟»
"Mana
orang yang bertanya tentang waktu salat?"
Seorang laki-laki berkata: Saya, wahai Rasulullah!
Rasulullah bersabda:
«وَقْتُ صَلَاتِكُمْ بَيْنَ مَا رَأَيْتُمْ»
[صحيح مسلم]
"Waktu
salat kalian antara apa yang kalian saksikan (awal dan akhir)." [Sahih Muslim]
3.
Hadits Jabir bin Abdillah radiyallahu 'anhu, Jibril 'alaihissalam
mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengajarkan
waktu salat.
Jabir berkata:
حَتَّى إِذَا ذَهَبَ الشَّفَقُ جَاءَهُ فَقَالَ: قُمْ فَصَلِّ
الْعِشَاءَ فَقَامَ فَصَلَّاهَا
"Sampai
ketika hilang syafaq, Jibril mendatangi Rasulullah dan berkata: "Bangkitlah
kemudian dirikan salat Isya!" Maka Rasulullah bangkit kemudian
mendirikan salat isya (di awal waktu)".
Selanjutnya Jabir berkata:
ثُمَّ جَاءَهُ لِلْعِشَاءِ حِينَ ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ
الْأَوَّلُ فَقَالَ: قُمْ فَصَلِّ، فَصَلَّى الْعِشَاءَ
"Kemudian
esok harinya Jibril mendatangi Rasulullah untuk salat isya ketika telah lewat
sepertiga malam pertama, kemudian berkata: "Bangitlah kemudian
salat!" Lalu Rasulullah mendirikan salat isya (di akhir waktu)".
Kemudian Jibril berkata:
" مَا بَيْنَ هَذَيْنِ وَقْتٌ
كُلُّهُ " [سنن النسائي: صحيح]
"Antara
kedua waktu ini, semuanya adalah waktu untuk salat". [Sunan An-Nasa'i: Sahih]
4.
Hadits Ibnu Abbas radiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«أَمَّنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام
عِنْدَ الْبَيْتِ مَرَّتَيْنِ، ... وَصَلَّى بِيَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ،
... فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ ... وَصَلَّى بِيَ الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ،
... ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَيَّ فَقَالَ: «يَا مُحَمَّدُ، هَذَا وَقْتُ الْأَنْبِيَاءِ
مِنْ قَبْلِكَ، وَالْوَقْتُ مَا بَيْنَ هَذَيْنِ الْوَقْتَيْنِ» [سنن أبي داود:
صحيح]
Jibril mengimamiku di ka'bah dua kali ..., dan Jibril
salat isya bersamaku ketika hilang syafaq (awal waktu isya) ...,
kemudian esok harinya ..., dan Jibril salat isya bersamaku ketika sepertiga
malam (akhir waktu isya) ... kemudian Jibril menoleh kepadaku dan berkta: "Wahai
Muhammad, ini adalah waktu salat para Nabi sebelummu, dan waktu tersebut adalah
antara dua waktu tersebut (awal dan akhri)!". [Sunan Abu Daud: Sahih]
5.
Hadits Aisyah radiyallahu 'anha; ia berkata: Suatu hari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memasuki waktu isya (dan tidak
langsung melakukan salat) sampai Umar radiyallahu 'anhu berseru: Sudah
waktunya salat, karena kaum wanita dan anak-anak sudah ketiduran!
Kemudian Rasulullah keluar dari rumahnya dan bersabda:
«مَا يَنْتَظِرُهَا أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ
الأَرْضِ غَيْرُكُمْ»،
"Tidak
ada lagi yang menantikan salat isya seorangpun dari penduduk bumi selain
kalian".
Aisya berkta:
وَلاَ يُصَلَّى يَوْمَئِذٍ إِلَّا بِالْمَدِينَةِ، وَكَانُوا
يُصَلُّونَ فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَغِيبَ الشَّفَقُ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ الأَوَّلِ
[صحيح البخاري]
"Dan
pada waktu itu tidak ada yang mendirikan salat (umat Islam) kecuali di Madinah,
dan mereka mendirikan salat isya antara waktu hilangnya syafaq (cahaya
merah langit) sampai sepertiga malam pertama". [Sahih Bukhari]
Pendapat kedua: Akhir waktu salat isya adalah sampai pertengahan malam, dalilnya:
1.
Hadits Abdullah bin Amr radiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْعِشَاءَ فَإِنَّهُ وَقْتٌ إِلَى نِصْفِ
اللَّيْلِ [صحيح مسلم]
"Jika
kalian telah menunaikan salat isya, maka sesungguhnya akhri waktunya adalah sampai
seperdua malam". [Sahih
Muslim]
2.
Hadits Anas bin Malik radiyallahu 'anhu, ia berkata:
أَخَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةَ
العِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ، ثُمَّ صَلَّى
"Rasulullah
mengakhirkan salat isya sampai pertengahan malam kemudian ia salat".
Setelah salat, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
«قَدْ صَلَّى النَّاسُ وَنَامُوا، أَمَا
إِنَّكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا انْتَظَرْتُمُوهَا» [صحيح البخاري]
"Orang
lain telah salat dan tidur, sedangkan kalian masih terhitung salat selama
kalian masih menantikannya". [Sahih Bukhari]
3.
Hadits Abu Sa'id Al-Khudriy radiyallahu 'anhu; Suatu hari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengakhirkan salat isya sampai
pertengahan malam, kemudian bersabda:
«إِنَّ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا وَأَخَذُوا
مَضَاجِعَهُمْ وَإِنَّكُمْ لَنْ تَزَالُوا فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرْتُمُ الصَّلَاةَ
وَلَوْلَا ضَعْفُ الضَّعِيفِ وَسَقَمُ السَّقِيمِ لَأَخَّرْتُ هَذِهِ الصَّلَاةَ إِلَى
شَطْرِ اللَّيْلِ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Sesungguhnya
orang lain telah melakukan salat dan telah tidur di pembaringan mereka, dan
sesungguhnya kalian terhitung dalam keadaan salat selama kalian masih menantikannya,
dan seandainya bukan karena kelemahan orang-orang yang lemah, dan sakit
orang-orang yang sedang sakit, maka aku akan mengakhirkan waktu salat ini
(isya) sampai separuh malam". [Sunan Abi Daud: Sahih]
4.
Hadits Abu Barzah radiyallahu 'anhu, ia berkata:
وَلاَ يُبَالِي بِتَأْخِيرِ العِشَاءِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ،
ثُمَّ قَالَ: إِلَى شَطْرِ اللَّيْلِ [صحيح البخاري]
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tidak peduli dengan mengakhirkan salat isya
sampai sepertiga malam, sampai separuh malam". [Sahih Buhkhari]
5.
Hadits Abu Hurairah radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي
لَأَمَرْتُهُمْ أَنْ يُؤَخِّرُوا العِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ»
[سنن الترمذي: صحيح]
"Kalau
bukan karena aku akan menyusahkan bagi umatku (jika melakukannya), maka aku
akan memerintahkan mereka untuk mengakhirkan salat isya sampai sepertiga
malam atau seperduanya". [Sunan Tirmidzi: Sahih]
6.
Hadits Abdullah bin Umar radiyallahu 'anhuma, ia berkata:
مَكَثْنَا ذَاتَ لَيْلَةٍ نَنْتَظِرُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِصَلَاةِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ، فَخَرَجَ إِلَيْنَا حِينَ
ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ، أَوْ بَعْدَهُ، فَلَا نَدْرِي أَشَيْءٌ شَغَلَهُ فِي أَهْلِهِ،
أَوْ غَيْرُ ذَلِكَ، فَقَالَ حِينَ خَرَجَ:
Kami tinggal di suatu malam menanti Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam untuk salat isya, kemudian Rasulullah datang setelah lewat
sepertiga malam atau setelahnya, dan kami tidak tahu apakah ada sesuatu
yang menyibukkannya dalam keluarganya, atau selain dari itu. Kemudian Rasulullah
bersabda ketika datang:
«إِنَّكُمْ لَتَنْتَظِرُونَ صَلَاةً
مَا يَنْتَظِرُهَا أَهْلُ دِينٍ غَيْرُكُمْ، وَلَوْلَا أَنْ يَثْقُلَ عَلَى أُمَّتِي
لَصَلَّيْتُ بِهِمْ هَذِهِ السَّاعَةَ» [صحيح مسلم]
"Sesungguhnya
kalian sedang menantikan salat dimana tidak ada yang menantikannya dari
penduduk yang beragama selain kalian, dan sandainya tidak akan memberatkan bagi
umatku maka aku akan mendirikan salat isya bersama mereka pada waktu seperti
ini".
Kemudian Rasulullah memerintahkan tukang azan untuk
mengumandangkan kamat, kemudian Rasulullah salat. [Sahih Muslim]
Pendapat ketiga: Sampai masuk waktu subuh, dalilnya:
1.
Hadits Abu Qatadah radiyallahu 'anhu; Di suatu perjalanan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersama sahabatnya ketiduran tidak
melakukan salat subuh dan terbangun ketika matahari sudah terbit. Setelah
selesai salat Rasulullah bersabda:
أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِيَّ النَّوْمِ تَفْرِيطٌ، إِنَّمَا
التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةَ
الْأُخْرَى [صحيح مسلم]
"Sesungguhnya
ketiduran itu tidak termasuk melalaikan salat, akan tetapi melalaikan itu bagi
orang yang tidak mendirikan salat pada waktunya sampai masuk waktu salat
berikutnya". [Sahih
Muslim]
Hadits ini menunjukkan bahwa akhir waktu isya sampai
masuk waktu subuh, sebagaimana akhir waktu dzuhur sampai masuk waktu ashar, dan
akhir waktu ashar sampai masuk waktu magrib, dan akhir waktu magrib sampai
masuk waktu isya. Kecuali salat subuh yang berakhir ketika matahari terbit sesuai
kesepakatan ulama (ijma').
2.
Hadits Aisyah radiyallahu 'anha; ia berkata:
أَعْتَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ
لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ، وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ،
ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memasuki waktu isya di suatu malam (dan tidak langsung melakukan salat) sampai lewat
"ammatu-llail", dan sampai orang-orang yang
berada di mesjid sudah tidur, kemudian Rasulullah datang lalu salat dan
bersabda:
«إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى
أُمَّتِي» [صحيح مسلم]
"Sesungguhnya
saat seperti ini adalah waktu salat isya yang sesungguhnya, jika seandainya aku
tidak akan memberatkan bagi umatku". [Sahih Muslim]
Merekan menafsirkan kata عامة الليل : "Kebanyakan malam atau
separuh lebih", yang menunjukkan bahwa Rasulullah salat isya setelah
seperdua malam.
Pendapat keempat: Sebagian ulama menyamakan waktu subuh dengan waktu ashar, bahwa waktu ikhtiyariy
adalah sampai sepertiga atau seperdua malam, dan setelahnya itu adalah waktu dharuriy
sampai masuk waktu salat subuh. Sebagaimana salat ashar ada waktu ikhtiyariy
sampai matahari menguning dan setelahnya itu adalah waktu dharuriy
sampai masuk waktu magrib (lihat hadits Abdullah bin 'Amr yang pertama).
Waktu ikhtiyariy dibolehkan untuk salat
kapanpun ia mau, sedangkan waktu dharuriy tidak boleh salat pada waktu
itu kecuali ada halangan (darurat).
Dari Anas bin Malik radiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، يَجْلِسُ
يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيِ الشَّيْطَانِ، قَامَ فَنَقَرَهَا
أَرْبَعًا، لَا يَذْكُرُ اللهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا» [صحيح مسلم]
"Itu
adalah salat ashar orang munafiq, duduk menunggu matahari sampai akan tenggelam
di antara dua tanduk setan, kemudian ia salat dengan tergesa-gesa empat raka'at
tidak mengingat Allah dalam salatnya kecuali sedikit". [Sahih Muslim]
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat kedua, dengan argumen:
a)
Pendapat kedua tidak bertentangan dengan pendapat pertama, karena
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan salat isya kadang
dipercepat, kadang diakhirkan sampai sepertiga malam pertama, dan kadang di
akhirkan sampai separuh malam, sebagaimana yang nampak pada hadits Abu Barzah,
Abu Hurairah, dan Abdullah bin Umar radiyallahu 'anhum.
Begitu pula dengan hadits yang menunjukkan bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan salat isya sesuai
kondisi jama'ah, Jabir bin Abdillah radiyallahu 'anhuma ia berkata:
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي الظُّهْرَ بِالهَاجِرَةِ، وَالعَصْرَ وَالشَّمْسُ نَقِيَّةٌ، وَالمَغْرِبَ
إِذَا وَجَبَتْ، وَالعِشَاءَ أَحْيَانًا وَأَحْيَانًا، إِذَا رَآهُمُ اجْتَمَعُوا عَجَّلَ،
وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَؤُوا أَخَّرَ» [صحيح البخاري]
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam biasanya salat dzuhur ketika matahari sudah
sangat panas, salat ashar ketika matahari masih bersih bercahaya, salat magrib
ketika matahari tenggelam, dan salat isya kadang cepat kadang lambat, jika
Rasulullah melihat sahabatnya sudah berkumpul ia mempercepatnya, dan jika
melihat mereka lambat ia mengakhirkannya". [Sahih Bukhari]
b)
Adapun pendapat ketiga, dianggap lemah karena hadits Abu Qadah radiyallahu
'anhu bukanlah ditujukan untuk menjelaskan waktu salat, akan tetapi untuk
menjelaskan hukum orang yang ketiduran dan terlambat melakukan salat sampai
keluar waktunya sebagaimana yang nampak dari kisah pada hadits tersebut.
Dilemahkan juga oleh kesepakatan (ijma') bahwa akhir waktu
salat subuh adalah sampai matahari terbit bukan sampai masuk waktu dzuhur,
dengan demikian maka akhir salat isya pun hanya sampai seperdua malam,
sebagaimana disebutkan dalam hadits Abdullah bin 'Amr radiyallahu
'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
وَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ،
وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعِ الشَّمْسُ، فَإِذَا
طَلَعَتِ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنِ الصَّلَاةِ، فَإِنَّهَا تَطْلُعْ بَيْنَ قَرْنَيْ
شَيْطَانٍ [صحيح مسلم]
"Waktu
salat isya adalah sampai seperdua malam pertengahan, dan waktu salat subuh dari
terbitnya fajar sampai sebelum matahari terbit, maka jika matahari telah terbit
maka janganlah mendirikan salat karena matahari terbit di antara dua tanduk
setan". [Sahih
Muslim]
Hadits Abu Qatadah sifatnya umum (semua waktu salat
berakhir dengan masuknya waktu salat berikutnya), sedangkan hadits Abdullah bin
'Amr sifatnya khusus (mengeluarkan waktu akhir salat subuh dan salat isyah dari
keumuman hadits Abu Qatadah). Dan kaedah ushul mengatakan bahwa dalil yang
khusus lebih didahulukan daripada dalil yang umum.
c)
Sedangkan kalimat عامة
الليل pada hadits Aisyah tidak bisa diartikan "kebanyakan malam
atau separuh lebih", karena tidak ada ulama yang mengatakan bahwa waktu
salat isya yang baik adalah setelah lewat pertengahan malam.
Dengan demikian kalimat tersebut harus kita artikan
"sebagian malam" atau "sepertiga malam" sebagaimana
dijelaskan pada lafadz lain dari hadits Aisyah dalam sahih Bukhari yang telah
disebut sebelumnya di atas (pada dalil pendapat pertama).
d)
Waktu isya tidak boleh dikiaskan (disamakan) dengan waktu ashar yang
terbagi dua (ikhtiyariy dan dharuriy), karena waktu ashar ada dalil khususnya
dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصُّبْحِ رَكْعَةً
قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ، وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً
مِنَ العَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَدْرَكَ العَصْرَ» [صحيح البخاري
ومسلم]
"Barangsiapa
yang mendapati satu raka'at salat subuh sebelum matahari terbit maka ia telah
mendapati salat subuh, dan barangsiapa yang mendapati satu raka'at salat ashar
sebelum matahari tenggelam maka ia telah medapati salat ashar". [Sahih
Bukhari dan Muslim]
Sedangkan tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa boleh
salat isya sebelum masuk waktu subuh sekalipun darurat, dan ini adalah masalah
ibadah yang tidak boleh ada kias.
e)
Kalau kita melihat posisi waktu salat subuh maka ia berada di antara
seperdua siang pertama (waktu salat dhuha) dan seperdua malam terakhir (waktu
terbaik salat malam), tidak bersambungan dengan waktu salat sesudahnya begitu
pula sebelumnya. Mungkin sebab itulah, jika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam berhalangan menjalankan salat malam 11 raka'at di separuh malam
terakhir, maka beliau akan megqadha'nya (menggantikannya) dengan salat 12 raka'at
di waktu dhuha.
Wallahu a'lam!
Referensi:
صحيح
فقه السنة لأبي مالك كمال بن السيد سالم 1/244
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...