Selasa, 28 April 2015

Takhriij hadits Ibnu ‘Amr; Keutamaan shalat dan bahaya meninggalkannya

بسم الله الرحمن الرحيم

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad 11/141 no.6576, Abdu bin Humaid dalam Musnad-nya (Al-Muntakhab no.353), Ad-Darimiy dalam Sunan-nya 3/1789 no.2763, Al-Marwaziy dalam kitab Ta’dziim Qadr Ash-Shalaah (1/133) no.58, Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykil Al-Atsar 8/207 no.3180 dan 3181, Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya 4/329 no.1467, Ath-Thabaraniy dalam kitabnya Al-Mu’jam Al-Ausath 2/213 no.1767, Al-Mu’jam Al-Kabiir 13/67 no.163, Musnad Asy-Syamiyyin 1/152 no.245, dan Al-Baihaqiy dalam kitabnya Syu’ab Al-Iman 4/312 no.2565:

عن كَعْب بن عَلْقَمَةَ، عَنْ عِيسَى بْنِ هِلَالٍ الصَّدَفِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ: ذَكَرَ الصَّلَاةَ يَوْمًا فَقَالَ: «مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا، كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ»

Dari Ka’b bin ‘Alqamah, dari ‘Isa bin Hilal Ash-Shadafiy, dari Abdillah bin ‘Amr, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; Bahwasanya beliau menyebutkan tentang shalat pada suatu hari, kemudian besabda: “Barangsiapa yang menjaganya (senantiasa mendirikannya) maka shalat itu akan menjadi cahaya baginya, dan sebagai bukti, dan keselamatan di hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya (melalaikannya) maka shalat itu tidak menjadi cahaya untuknya, tidak sebagai bukti, dan tidak sebagai penyelamat, dan ia pada hari kiamat akan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf”. [Ini lafadz Imam Ahmad]

Komentar syekh Albaniy atas hadits ini:

Hadits ini dihuhumi “sanadnya hasan” oleh syekh Albaniy rahimahullah dalam kitabnya Tsamar Al-Mustathab halaman 52-53.

Kemudian beliau me-lemah-kannya dalam kitab Dhaif At-Targiib wa At-Tarhiib (1/164), dengan menukil perkataan Adz-Dzahabiy “ ليس إسناده بذاك “ (sanadnya tidak begitu kuat).

Pada hadits lain dalam kitab Sunan Abi Daud, syekh Albaniy melemahkannya karena dalam sanadnya ada ‘Isa bin Hilal Ash-Shadafiy;


Syekh Albaniy berkata: Semua rawiy sanad ini tisqah, kecuali ‘Isa bin Hilal Ash-Shadafiy, ia tidak masyhur, Ibnu Abi Hatim menyebutkan biografinya dan menyebutkan dua muridnya yang lain; Salah satunya adalah Darraaj, dan Ibnu Abi Hatim tidak menyebutkan pujian atau celaan padanya.

Dan biografi ‘Isa telah hilang dari kitab “Tahdziib At-Tahdziib”, berbeda dengan kitab aslinya “Tahdziib Al-Kamal”.

Dan Al-Mizziy tidak menyebutkan pujian pada Isa dari seorang pun kecuali Ibnu Hibban, dan ia terkenal sangat mempermudah dalam hal ini (gampang menghukumi tsiqah pada seorang rawiy) sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Muqaddimah kitabnya “Al-Lisaan”.

Dan Adz-Dzahabiy banyak mengisyaratkan akan hal itu dalam kitabnya Al-Kaasyif dengan mengatakan - pada orang yang hanya di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban -: وُثَق (ditsiqahkan). Dan demikianlah yang ia katakan pada ‘Isa ini secara khusus, dan kepadanya ia mengatakan pada hadits yang lain yang diriwayatkan oleh ‘Isa tentang “orang yang meninggalkan shalat”: Sanadnya tidak demikian kuat.

Oleh sebab itu, maka hati ini tidak tenang untuk menguatkan hadits yang diriwayatkannya. [Induk kitab Dha’if Sunan Abi Daud 2/71-72]

Dalam kitab “Dzilal Al-Jannah”, syekh Albaniy menghukumi ‘Isa bin Hilal sebagai majhuul hal (tidak diketahui derat haditsnya). [(1/62) no.136]

Saya belum mendapatkan perkataan Adz-Dzahabiy tersebut ( ليس إسناده بذاك ) yang dijadikan dalil oleh syekh Albaniy untuk melemahkan hadits-hadits riwayat Isa bin Hilal Ash-Shadafiy.

Dalam silsilah Adh-Dhaifah (12/14) beliau menukilnya dari kitab “Al-Kabair” karya Adz-Dzahabiy, tapi yang saya dapatkan dalam kitab tersebut (cetakan “Daar Al-Fikr” halaman 19) hanya perkataan pentahkik yang menukil perkataan Adz-Dzahabiy dari kitabnya “Ar-Rasail Ash-Shugraa”. Dan sampai saat ini saya belum menemukan kitab ini.

Dan Adz-Dzahabiy tidak menyebutkan biografi Isa bin Hilal dalam bukunya “Miizaan Al-I’tidaal”, “Al-Mugniy fii Adh-Dhu’afaa’”, dan “Diiwaan Adh-Dhu’afaat”. Padahal buku-tersebut kebanyakan menyebutkan biografi rawiy yang lemah periwayatan haditsnya.

Sebaliknya saya dapatkan Imam Adz-Dzahabiy menghukumi sanad hadits di atas sebagai sanad yang jayyid (bagus) dalam kitabnya Tanqiih At-Tahqiq fii Ahadiit At-Ta’liiq (1/300 cetakan Daar Al-Wathan).

Dan ada tiga hadits lain dalam Mustadrak Al-Hakim (no.3640, 3964, dan 7529) melalui riwayat ‘Isa bin Hilal di-sahih-kan oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabiy.

Biografi Isa bin Hilal Ash-Shadafiy:

Namanya: ‘Isa bin Hilal Ash-Shadafiy Al-Mishriy. Ada yang mengatakan namanya adalah ‘Isa bin ‘Ali bin Hilal sebagaimana dinukil dari ‘Ayyasy bin ‘Abbas.

Gurunya: Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma.

Muridnya: Ka’b bin ‘Alqamah, ‘Ayyasy bin ‘Abbas, Darraaj Abu As-Samh, Abdul Malik bin Abdillah At-Tujibiy, dan Yaziib bin Abi Habiib.

Imam Bukhariy menyebutnya dalam kitab “At-Tarikh Al-Kabiir” (6/385), demikian pula Ibnu Abi Hatim dalam kitabnya “Al-Jarh wa At-Ta’diil” (6/290), namun keduanya tidak menyebutkan pujian ataupun celaan pada ‘Isa.

Ya'qub bin Sufyan Al-Fasawiy (w.277H) menyebutnya dalam kitab “Al-Ma’rifah wa At-Tarikh” dan memasukkannya dalam kelompok orang-orang tisqah dari penduduk Mesir (2/515), begitu pula disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam kitabnya “Ats-Tsiqaat” (5/213).

Al-Bagawiy (w.516H) dalam kitabnya Syarh As-Sunnah (15/248) no.4411, menyebukan satu hadits yang diriwayatkan oleh ‘Isa bin Hilal dan menghukuminya hasan.

Al-Mizziy dalam "Tahdziib Al-Kamaal" (23/56-57) menyebutkan satu hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidziy melalui jalur ‘Isa bin Hilal, dan At-Tirmidziy mengatakan: Sanadnya hasan. [Lihat: Sunan At-Tirmidziy (4/709) no.2588]

Adz-Dzahabiy dalam kitabnya “Al-Kasyif” (2/113) mengatakan: Ia di-tsiqah-kan.

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam “At-Taqriib” (hal.441) mengatakan: Ia shaduuq.

Thariq bin Muhammad (w.1432H) dalam kitabnya “At-Tadzyiil ‘alaa Kutub Al-Jarh wa At-Ta’diil” (hal.232) mengatakan: Periwayatan haditsnya di-shahih-kan oleh At-Tirmidziy, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim.

Diantara ulama yang menguatkan hadits ini:

1.      Al-Mundziriy (w.656H) dalam kitabnya “At-Targiib wa At-Tarhiib” (1/217) no.832, mengatakan: Sanadnya Jayyid (bagus).

2.      Ibn Abdil Hadiy (w.744H) dalam kitabnya Tanqiih At-Tahqiiq (2/614) no.1348, mengatakan: Sanad hadits ini Jayyid (bagus), dan mereka tidak meriwayatkannya dalam kitab “As-Sunan”. Dan ‘Isa bin Hilal, tidak disebutkan padanya pujian ataupun celaan oleh Ibnu Abi Hatim, akan tetapi lebih dari satu orang telah meriwayatkan darinya, dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab “Ats-Tsiqaat”.

3.      Al-Haitsamiy (w.807H) dalam kitabnya “Majma’ Az-Zawaid” (1/292) no.1611, mengatakan: Perawi sanad Imam Ahmad semuanya tsiqah (رجال أحمد ثقات).

4.      Al-Bushiriy (w.840H) dalam kitabnya “Ittihaaf Al-Khaerah Al-Maharah” 1/417 no.766, mengatakan: Sanadnya Jayyid (bagus).

5.      Syekh Ahmad Syakir dalam Tahqiq Musnad Ahmad (6/150) menghukumi sandanya shahih.

6.      Syekh Syu’aib Al-Arnauth dalam Tahqiq Musnad Ahmad (11/142) menghukumi sanadnya hasan, sedangkan dalam Tahqiq Sahih Ibnu Hibban (4/329) menghukumi sandanya shahih.

7.      Syekh Musthafa Al-‘Adawiy dalam Tahqiq Musnad Abdu bin Humaid (1/285) menghukuminya hasan.

Wallahu ta’aala a’lam!

Lihat juga: Keutamaan shalat dalam As-Sunnah
                    Sekilas biografi Syekh Albany
                  Karya Syekh Albaniy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...