بسم الله الرحمن الرحيم
Lanjutan
kitab tentang Adzan
551. Hadits no.622, Mendapat
jaminan dari Allah.
Dari Abu Umamah Al-Bahiliy –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga
golongan, seluruhnya mendapat jaminan dari Allah -'azza wajalla-, yaitu:
(1) Orang yang keluar untuk berperang di jalan Allah, maka ia mendapat jaminan
dari Allah hingga Allah mematikannya dan memasukkannya ke dalam Surga, atau
memberikan kepadanya apa yang ia peroleh berupa pahala atau rampasan perang.
(2) Dan seorang laki-laki yang pergi ke masjid, maka ia mendapat jaminan dari
Allah hingga Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam surga atau memberikan
kepadanya apa yang ia peroleh berupa pahala dan ghanimah (keuntungan), (3)
serta seorang laki-laki yang memasuki rumahnya dengan mengucapkan salam maka ia
mendapat jaminan dari Allah 'azza wajalla." [Sunan Abi Daud no.2133:
Shahih]
552. Hadits no.623, Jika
iqamah sudah dikumandangkan, maka tidak boleh memulai shalat sunnah. Adapun yang
sementara shalat sunnah, jika sudah raka'at kedua maka segera menyempurnakannya,
tapi jika baru raka'at pertama maka ia harus keluar dari shalatnya.
[Syarah shahih Bukhari karya Syekh Ibnu Utsaimin 3/89]
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika
iqamat telah dikumandangkan, maka tak ada shalat selain shalat wajib."
[Shahih Muslim no.1160-1161]
Koreksi terjemah:
1) مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ =
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah melewati seorang laki-laki.
2) لَاثَ بِهِ النَّاسُ = orang-orang
berkumpul mengelilingi beliau.
3) آلصُّبْحَ أَرْبَعًا؟ = Apakah kamu
shalat Shubuh empat rakaat?
Rasulullah -shallallahu‘alaihi
wasallam- bertanya sebagai pengingkaran karena ia shalat sunnah setelah iqamah
dikumandangkan.
Pertanyaan:
Bagaimana cara keluar dari shalatnya ustadz? Mohon penjelasannya!
Jawaban:
Ada dua pendapat ulama tentang
cara keluar dari shalat sebelum sempurna:
1. Keluar dengan mengucapkan
salam.
2. Keluar tanpa salam, karena
shlatnya batal secara otomatis ketika iqamah telah dikumandangkan.
Lihat: http://www.ahlalhdeeth.com
553. Hadits no.625, Orang yang
sakit boleh tidak berjama’ah di mesjid jika akan menyusahkan atau memberatkan
dirinya, atau akan mengganggu orang lain.
Dan Dia (Allah) sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan (kesulitan).
[Al-Hajj: 78]
Al-Aswad berkata: "Kami
pernah bersama 'Aisyah –radhiyallahu ‘anha- ketika kami
menceritakan tentang masalah menekuni shalat berjama'ah dan mengutamakannya.”
Maka Aisyah pun berkata,
"Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang sakit yang
membawa pada ajalnya, waktu shalat tiba dan dikumandangkanlah adzan. Beliau
lalu bersabda: "Suruhlah Abu Bakar untuk memimpin shalat bersama
orang-orang."
Lalu dikatakan kepada beliau,
"Sesungguhnya Abu Bakr adalah orang yang lemah dan mudah menangis (saat
membaca Al Qur'an). Dia tidak akan mampu menggantikan posisi Tuan untuk
memimpin orang-orang shalat."
Beliau kembali mengulangi
ucapannya, dan mereka juga memberi jawaban yang sama. Hal itu terus berulang
hingga tiga kali, akhirnya beliau pun bersabda: "Kalian ini seperti
wanita-wanita (yg menggoda Nabi) Yusuf! Perintahkanlah Abu Bakr agar memimpin
shalat."
Maka keluarlah Abu Bakr memimpin
shalat jama'ah. Beliau kemudian merasa agak segar badannya, sehingga beliau
keluar ke masjid dengan diapit oleh dua orang, seolah aku melihat kedua kaki
beliau menyentuh tanah karena sakit. Melihat kehadiran beliau, Abu Bakar
berniat untuk mundur namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencegahnya
dengan isyarat agar ia tetap pada posisinya. Kemudian beliau di dudukkan di
sisi Abu Bakar."
Ditanyakan kepada Al-A'masy:
"Apakah beliau shalat kemudian Abu Bakar shalat mengikuti shalatnya beliau,
dan orang-orang shalat dengan mengikuti shalatnya Abu Bakar?"
Lalu Al-A'masy menjawab: 'Ya',
dengan anggukkan kepalanya.
Abu Mu'awiyah menambahkan,
"Beliau shalat dengan duduk di sebelah kiri Abu Bakar, sementara Abu Bakr
shalat dengan berdiri." [Shahih Bukhari no.624]
554. Hadits no.626, Boleh tidak
menghadiri shalat jama’ah di mesjid bila angin berhembus sangat kencang.
Koreksi terjemah:
بَابُ الرُّخْصَةِ فِي المَطَرِ
وَالعِلَّةِ أَنْ يُصَلِّيَ فِي رَحْلِهِ
Bab: Rukhshah (keringanan) untuk
shalat di rumah masing-masing bila terjadi hujan atau sebab lainnya.
555. Hadits no.627, Batasan
hujan yang membolehkan tidak hadir shalat berjama’ah di mesjid adalah hujan yang
bisa menyebabkan baju basah atau banjir, atau tanah becek.
'Abdullah bin Al-Harits berkata,
"Pada suatu hari ketika jalan penuh dengan air dan lumpur akibat hujan, Ibnu
'Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- menyampaikan khuthbah kepada kami.
Saat mu'adzin mengucapkan 'Hayya 'Alashshalaah' (Marilah mendirikan
shalat) ia perintahkan kepadanya untuk mengucapkan: 'Shalatlah di tempat
tinggal masing-masing'.
Maka orang-orang pun saling
memandang satu sama lain seakan mereka mengingkarinya.
Maka Ibnu 'Abbas berkata,
"Seakan kalian mengingkari masalah ini. Sesungguhnya hal yang demikian ini
pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku, yakni Nabi shallallahu
'alaihi wasallam. Dan sesungguhnya shalat Jum’at merupakan kewajiban ('azimah)
tapi aku enggan untuk menyusahkan kalian."
Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas
berkata: "Aku tidak mau membuat kalian berdosa, kalian mendatangi shalat
sementara lutut kaki kalian penuh dengan lumpur." [Shahih Bukhari no.628]
Lihat hadits no.529 dan 596
Koreksi terjemah:
بَابُ الرُّخْصَةِ فِي المَطَرِ
وَالعِلَّةِ أَنْ يُصَلِّيَ فِي رَحْلِهِ
Bab: Rukhshah (keringanan) untuk
shalat di rumah masing-masing bila terjadi hujan atau sebab lainnya.
Pertanyaan
1:
Kalau illat susah/kotornya sudah
hilang maka azimah kembali ustadz? Misal karena naik mobil, hujan deras dan
tanah becek berlumpur tdk ada masalah.
Jawaban:
Iya, baarakallahu fiik 😊 https://islamqa.info
Pertanyaan
2:
Ustadz, bagaimana dengan hadits
berikut?
رأيتنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم
زمن الحديبية ومطرنا مطراً فلم تبل السماء أسفل نعالنا فنادى منادي النبي صلى الله
عليه وسلم أن صلوا في رحالكم
Kata Imam Ibnu Hibban:
ذكر البيان بأن حكم المطر القليل وإن لم
يكن مؤذيا فيما وصفنا حكم الكثير المؤذي منه
Mohon pencerahannya!
Jawaban:
1. Riwayat Abu Daud (no.894)
menyebutkan bhw kejadian tersebut pada hari Jum’at:
Dari Abu Al-Malih (’Amir bin
Usamah bin ‘Umair), dari ayahnya (Usamah bin ‘Umair bin ‘Amir –radhiyallahu
‘anhu-); bahwa dia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada
peristiwa Hudaibiyah ketika hari Jum'at, mereka kehujanan yang tidak sampai
mengenai bagian bawah sandal mereka, maka beliau memerintahkan mereka untuk
mengerjakan shalat di persinggahan mereka."
Sebagian ulama berpendapat dengan
hadits ini bahwa boleh tidak ikut shalat Jum’at jika hujun turun sekalipun
hujan ringan.
Namun Jumhur ulama membantah dengan
alasan bahwa sekalipun kejadian tersebut pada hari Jum’at tapi belum tentu itu
adalah shalat Jum’at, bisa jadi shalat fardu lain di hari Jum’at.
Dan kejadian ini ketika
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam musafir (bepergian Jauh), dan
shalat Jum’at dan berjama’ah tidak wajib bagi musafir.
2. Riwayat Ibnu Majah (no.926)
menujukkan bhw Usamah bin ‘Umair -radhiyallahu ‘anhu- memahami hadits tersebut
secara umum sekalipun bukan musafir:
Abu Al-Malih berkata; Aku keluar
di malam yang hujan, ketika pulang aku langsung meminta untuk dibukakan pintu.
Bapakku bertanya, "Siapa itu?" "Abu Al-Malih, " jawabku.
Bapakku berkata, "Pada hari
Hudaibiah aku pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
lalu kami kehujanan namun tidak sampai membasahi sandal kami, kemudian
berserulah utusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
"Shalatlah di rumah-rumah kalian. "
Jumhur ulama tidak memahami
hadits ini secara umum, karena rukhshah adalah keringanan saat ada kesulitan,
dan hujan ringan tidak mengandung kesulitan untuk hadir berjama’ah di mesjid.
Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terkadang sengaja keluar
rumah untuk berhujan hujan sampai basah kuyup.
Anas –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Kami diguyur hujan ketika bersama Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, beliau membuka pakaiannya sehingga terkena hujan, lalu
kami pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa Anda melakukan hal itu?"
Beliau menjawab: "Karena
hujan ini merupakan rahmat yang (baru saja) diberikan oleh Allah ta'ala."
[Shahih Muslim no.1494]
Dan tidak menutup kemungkinan
saat itu beliau melihat ada kesulitan untuk shalat berjama’ah sebagaimana
umumnya musafir, sehingga beliau memerintahka sahabatnya untuk shalat di tempat
masing-masing. Wallahu a’lam!
Lihat: Hasyiah Ibnu Qayyim ‘alaa
Abi Daud 3/237, https://www.sahab.net
556. Hadits no.629, Boleh
menghadiri shalat jama’ah di mesjid (’aziimah) sekalipun ada udzur (rukhshah)
yg membolehkan shalat di rumah, selama tidak mengakibatkan suatu yg buruk
baginya.
Tapi mengambil rukhshah lebih
diutamakan.
Dari Ibnu Umar –radhiyallahu
‘anhuma-; Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
"Allah mencintai jika rukhshah (keringangan dari)-Nya dilaksanakan
sebagaimana Dia benci jika kemaksiatan kepada-Nya terjadi." [Musnad Ahmad
no.5606: Shahih]
Lihat: http://fatwa.islamweb.net
557. Hadits no.630, Orang yang
terlalu gendut dan sulit berjalan boleh tidak shalat berjama'ah di mesjid.
[Fathul Baari karya Ibnu Rajab 6/92 dan Fathul Baari karya Ibnu Hajar 2/158]
Lihat: Allah benci orang gemuk
558. Hadits no.631, Jika
makanan sudah dihidangkan kemudian iqamah dikumandangkan, maka dahulukanlah
makan jika khawatir akan mengganggu konsentrasinya saat shalat.
Lihat hadits no.201.
Ibnu Abi 'Atiq (Abdullah bin
Muhammad bin Abdirrahman bin Abi Bakr Ash-Shiddiq) berkata, "(Pada suatu
ketika) aku bercakap-cakap dengan Al-Qasim (ibnu Muhammad bin Abi Bakr
Ash-Shiddiiq) di sisi Aisyah -radhiyallahu'anha-. Al-Qasim adalah
seorang laki-laki yang gagu (kurang tersusun tutur katanya), dan ia anak dari
budak perempuan. Aisyah bertanya kepadanya, 'Mengapa kamu tidak dapat bicara
seperti keponakanku ini (Ibnu Abi ‘Atiiq)? ' Aku tahu sebabnya dari
permasalahan apa. Keponakanku ini dididik oleh ibunya (wanita merdeka),
sedangkan kamu dididik oleh ibumu .'
Maka al-Qasim marah dan jengkel
kepada Aisyah. Tatkala dia melihat meja Aisyah yang telah dihidangkan makanan,
maka dia pergi. Maka Aisyah bertanya, 'Hendak ke mana kamu? '
Jawab al-Qasim, 'Aku hendak pergi
shalat.'
Kata Aisyah, 'Duduklah dahulu! '
Jawab al-Qasim, 'Aku hendak pergi
shalat'.
Kata Aisyah, 'Duduklah dahulu!
Aku mendengar Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam bersabda, 'Tidak
sempurna shalat seseorang apabila makanan telah dihidangkan, atau apabila dia
menahan buang air besar atau kecil'." [Shahih Muslim no.869]
559. Hadits no.632, Mendahulukan
keperluan yang mendesak jika akan mengganggu kekhusyu’an dalam shalat.
Abu Ad-Dardaa’ –radhiyallahu
‘anhu- berkata:
مِنْ فِقْهِ المَرْءِ إِقْبَالُهُ عَلَى
حَاجَتِهِ حَتَّى يُقْبِلَ عَلَى صَلاَتِهِ وَقَلْبُهُ فَارِغٌ
“Diantara tanda
kuatnya fiqhi (pemahaman agama) seseorg adalah mendahulukan keperluannya yang
mendesak agar ia mendirikan shalatnya dengan hati (pikiran) yang kosong
(khusyu’)” [Shahih Bukhari 1/135: Mu’allaq]
560. Hadits no. 633, Sebaiknya
tidak menghidangkan makanan ketika mendekati waktu shalat agar tidak terhalang
dari keutamaan shalat berjama’ah.
561. Hadits no.634, Boleh
makan sambil memegang pisau jika dibutuhkan.
562. Hadits no.635, Berbuat
baiklah kepada istri, khususnya di bulan Ramadhan. Mereka bangun dini hari
melawan kantuk untuk menyiapkan sahur, dan menahan lelah di sore hari
menyiapkan buka puasa. Kalau tidak bisa membantu mereka di dapur, setidaknya
ucapkan terima kasih, plus hadiah spesial di hari ‘ied.
Dari Aisyah –radhiyallahu ‘anha-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap isteriku." [Sunan Tirmidzi no.3830: Shahih]
Lihat: Nasehat pernikahan
563. Hadits no.636, Boleh sengaja menampakkan ibadah di hadapan orang dengan niat agar menjadi teladan yang baik.
Jarir –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Pada suatu pagi, ketika kami berada dekat Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, tiba-tiba datang segerombongan orang tanpa sepatu, dan
berpaiakan selembar kain yang diselimutkan ke badan mereka sambil menyandang
pedang. Kebanyakan mereka, mungkin seluruhnya berasal dari suku Mudlar. Ketika
melihat mereka, wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terharu
lantaran kemiskinan mereka. Beliau masuk ke rumahnya dan keluar lagi. Maka
disuruhnya Bilal adzan dan iqamah, sesudah itu beliau shalat. Sesudah shalat,
beliau berpidato. Beliau membacakan firman Allah: "Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri…, " hingga akhir ayat, "Sesungguhnya Allah selalu
mengawasi kalian." kemudian ayat yang terdapat dalam surat Al Hasyr:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah..., "
Mendengar khutbah Nabi shallallahu
'alaihi wasallam itu, serta merta seorang laki-laki menyedekahkan dinar dan
dirhamnya, pakaiannya, satu sha' gandum, satu sha' kurma sehingga Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Meskipun hanya dengan setengah biji
kurma." Maka datang pula seorang laki-laki Anshar membawa sekantong yang
hampir tak tergenggam oleh tangannya, bahkan tidak terangkat. Demikianlah,
akhirnya orang-orang lain pun mengikuti pula memberikan sedekah mereka,
sehingga kelihatan olehku sudah terkumpul dua tumpuk makanan dan pakaian,
sehingga kelihatan olehku wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berubah menjadi bersinar bagaikan emas. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pun bersabda: "Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan
baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang
mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan
barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk, maka dia akan mendapatkan dosanya,
dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit
pun." [Shahih Muslim no.1691]
إِنِّي لَأُصَلِّي بِكُمْ وَمَا أُرِيدُ
الصَّلَاةَ أُصَلِّي كَيْفَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي
dalam riwayat lain:
إِنِّي لَأُصَلِّي بِكُمْ وَمَا أُرِيدُ
الصَّلَاةَ وَلَكِنْ أُرِيدُ أَنْ أُرِيَكُمْ كَيْفَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي
"Aku ingin shalat dgn
kalian, dan aku bukan semata ingin melaksanakan shalat, tapi aku akan
memperlihatkan kepada kalian bagaimana aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam melaksanakan shalat." [Shahih Bukhari no.781]
564. Hadits no.637, Abu
Bakr Ash-Shiddiiq –radhiyallahu ‘anhu- adalah sahabat Nabi -shallallahu ‘alaihi
wasallam- yang paling berilmu dan paling mulia.
Ibnu 'Umar radhiallahu
'anhuma berkata; "Saat kami hidup di zaman Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, kami tidak membandingkan seorangpun terhadap (tidak ada sahabat
Nabi yang lebih mulia dari) Abu Bakr, lalu 'Umar, kemudian 'Utsman. Setelah itu
kami tidak lagi membandingkan para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dan kami tidak mengutamakan seorang diantara mereka". [Shahih
Bukhari no.3421]
Muhammad bin Al Hanafiyyah -rahimahullah-
berkata; Aku bertanya kepada bapakku (yaitu, 'Ali bin Abu Thalib –radhiyallahu
‘anhu-); "Siapakah manusia paling baik setelah Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam?".
Bapakku menjawab; "Abu
Bakr".
Aku bertanya lagi;;
"Kemudian siapa?".
Dia menjawab; "'Umar".
Aku khawatir bila dia mengatakan
'Utsman". Kemudian aku tanya; "Kemudian kamu?".
Dia berkata; "Aku ini tidak
lain hanyalah seorang laki-laki biasa dari kaum Muslimin". [Shahih Bukhari
no.3395]
Lihat hadits no.447, 624 dan 625. Keistimewaan Abu Bakr Ash-Shiddiiq
فَإِنَّكُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ = "Kalian ini
seperti wanita-wanita (yang menggoda Nabi) Yusuf!
565. Hadits no.638, Hadits ini salah satu isyarat dari Nabi untuk memilih Abu Bakr sebagai khalifahnya, karena jika beliau lebih mempercayai Abu Bakr untuk memimpin umatnya dalam urusan akhirat (shalat), maka dalam urusan dunia (khalifah) lebih ringan.
Dari Anas bin Malik Al-Anshariy
–radhiyallahu ‘anhu- (salah seorang dari sahabat yang pernah mengikuti,
melayani dan mendampingi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam); Bahwa
Abu Bakar pernah mengimami mereka shalat di saat sakitnya Nabi -shallallahu
'alaihi wasallam- yang membawanya pada kewafatannya. Hingga pada suatu
hari, pada hari Senin, saat orang-orang sudah berada pada barisan (shaf)
shalat, Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- menyingkap tabir kamar dan
memandang ke arah kami sambil berdiri, sementara wajah beliau pucat seperti
kertas. Beliau tersenyum dan tertawa. Hampir saja kami terkena fitnah (keluar
dari barisan) karena sangat gembiranya melihat Nabi -shallallahu 'alaihi
wasallam-. Abu Bakar lalu berkeinginan untuk berbalik masuk ke dalam
barisan shaf karena menduga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan
keluar untuk shalat. Namun Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- memberi
isyarat kepada kami agar: "Teruskanlah shalat kalian." Setelah itu
beliau menutup tabir dan wafat pada hari itu juga." [Shahih Bukhari
no.639]
Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu
‘anhu- berkata; "Tatkala Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam
wafat, orang-orang Anshar berkata, 'Dari kami ada pemimpin dan dari kalian
(Muhajirin) juga ada pemimpin'.
Umar segera mendatangi mereka dan
berkata, 'Bukankah kalian tahu bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam
menyuruh Abu Bakar menjadi imam dalam shalat mereka? Lantas siapakah di antara
kalian yang hatinya sudi mendahului Abu Bakar? '
Mereka berkata, 'Kami berlindung
kepada Allah dari mendahului Abu Bakar." [Sunan An-Nasai no.769: Hasan]
Lihat hadits no.447.
إِنَّكُنَّ لَأَنْتُنَّ
صَوَاحِبُ يُوسُفَ= Sungguh kalian ini seperti wanita-wanita
(yang menggoda Nabi) Yusuf!
Pertanyaan:
Ustadz, afwan, apa mksd dari
kalimat "maa kuntu li ushiba minki khairan", apakah sekedar
kiasan ataukah celaan kepada Aisyah?
Jawaban:
Hafsah -radhiyallahu 'anha-
sebagai manusia biasa merasa kesal terhadap Aisyah -radhiyallahu 'anha-
karena menyebabkan dirinya mendapat marah dari Nabi -shallallahu 'alaihi
wasallam-, mungkin ia teringat ketika mereka berdua sepakat mengatakan
kepada Nabi bahwa beliau telah makan "magaafiir" padalah
beliau hanya minum madu di rumah Zainab radhiyallahu 'anha, sehingga
turun surah At-Tahriim sebagai teguran. [Shahih Bukhari no.4862]
Ucapan Hafsah ini keluar secara
sepontan tanpa menginginkan makna sesungguhnya. Wallahu a'lam!
566. Hadits no.640, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- di akhir hayatnya kagum dan bahagia melihat sahabatnya shalat berjama'ah dipimpin oleh Abu Bakr –radhiyallahu ‘anhu-, mereka bersatu dan tidak bercerai-berai.
Apakah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam juga bangga jika melihat kondisi umatnya sekarang?
Anas –radhiyallahu ‘anhu- berkata, "Pada suatu hari ketika Rasulullah di antara kami, tiba-tiba beliau tertidur, kemudian mengangkat kepalanya dalam keadaan tersenyum, maka kami bertanya, 'Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah? '
Beliau menjawab, 'Baru saja
diturunkan kepadaku suatu surat, lalu beliau membaca, 'Bismillahirrahmanirrahim,
Inna A'thainaka al-Kautsar Fashalli Lirabbika Wanhar, Inna Syani'aka Huwa
al-Abtar, ' kemudian beliau berkata, 'Apakah kalian tahu, apakah al-Kautsar
itu? '
Kami menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya
lebih tahu.'
Beliau bersabda, 'Ia adalah
sungai yang dijanjikan oleh Rabbku kepadaku. Padanya terdapat kebaikan yang
banyak. Ia adalah telaga yang umatku menemuiku pada hari kiamat, wadahnya
sebanyak jumlah bintang, lalu seorang hamba dari umatku terhalang darinya, maka
aku berkata, 'Wahai Rabbku, sesungguhnya dia termasuk umatku', maka Allah menjawab,
'Kamu tidak tahu sesuatu yang terjadi setelah (meninggalmu) '." [Shahih
Muslim no.607]
567. Hadits no.641, Mengapa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menyamakan Aisyah dan Hafsah -radhiyallahu ‘anhuma- seperti wanita-wanita yang menggoda Nabi Yusuf -’alaihissalam-?
Ada tiga kemungkinan maksud
ucapan Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- tsb:
1. Wanita-wanita yang dimaksud
adalah wanita-wanita kota yang berkata: "Isteri Al-Aziz menggoda
bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada
bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam
kesesatan yang nyata". [Yusuf: 30]
Mereka berkata demikian
sebenarnya agar dapat melihat ketampanan Nabi Yusuf -’alaihissalam-
secara langsung.
Demikian pula Aisya -radhiyallahu
‘anha-, mengatakan bahwa Abu Bakr -radhiyallahu ‘anhu- tidak pantas
jadi imam, bukan karena tidak senang, tapi untuk menguatkan bahwa memang yang
pantas jadi imam adalah bapaknya.
2. Wanita-wanita yang dimaksud
adalah istri Al-Aziz tatkala mendengar cercaan wanita-wanita di kota, ia
menjamu mereka yang sebenarnya dengan maksud agar wanita-wanita tersebut tahu bahwa
bukan hanya dirinya yang bisa tergoda dengan ketampanan Nabi Yusuf. Mereka
ia undang dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada
masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata
(kepada Yusuf): "Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka
tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan
mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: "Maha sempurna Allah, ini
bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang
mulia". [Yusuf: 31]
3. Wanita-wanita yang dimaksud
adalah wanita secara umum, mereka digelari "penggoda Yusuf" karena sering kali menggoda suaminya untuk
meninggalkan yang haq.
إِنَّكُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ =
Sungguh kalian ini seperti wanita-wanita (yang menggoda Nabi) Yusuf!
568. Hadits no.642, Makmum boleh shalat di samping imam jika tidak ada lagi tempat untuk berdiri di belakangnya.
Dari Sahal bin Sa'd As-Sa'idiy –radhiyallahu ‘anhu-, bahwa suatu hari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- pergi menemui Bani 'Amru bin 'Auf untuk menyelesaikan masalah di antara mereka. Kemudian tiba waktu shalat, lalu ada seorang mu'adzin menemui Abu Bakar seraya berkata, "Apakah engkau mau memimpin shalat berjama'ah sehingga aku kumandangkan iqamatnya?"
Abu Bakar menjawab,
"Ya."
Maka Abu Bakar memimpin shalat.
Tak lama kemudian datang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedangkan
orang-orang sedang melaksanakan shalat. Lalu beliau bergabung dan masuk ke
dalam shaf. Orang-orang kemudian memberi isyarat dengan bertepuk tangan namun
Abu Bakar tidak bereaksi dan tetap meneruskan shalatnya. Ketika suara tepukan
semakin banyak, Abu Bakar berbalik dan ternyata dia melihat ada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi
isyarat yang maksudnya: 'Tetaplah kamu pada posisimu'.
Abu Bakar mengangkat kedua
tangannya lalu memuji Allah atas perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam tersebut. Kemudian Abu Bakar mundur dan masuk dalam barisan shaf
lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maju dan melanjutkan
shalat. Setelah shalat selesai, beliau bersabda: "Wahai Abu Bakar, apa
yang menghalangimu ketika aku perintahkan agar kamu tetap pada posisimu?"
Abu Bakar menjawab,
"Tidaklah patut bagi anak Abu Quhafah untuk memimpin shalat di depan
Rasulullah".
Maka setelah shalat Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Mengapa kalian tadi banyak bertepuk
tangan? Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat,
hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan
memperhatikannya. Sedangkan tepukan hanya untuk wanita." [Shahih Bukhari
no.643]
569. Hadits no.644, Jika bacaan Al-Qur'annya sama, maka yang didahulukan jadi imam adalah yang paling paham sunnah-sunnah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- khususnya hadits-hadits tentang shalat.
Dari Abu Mas'ud Al-Asnhariy –radhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang berhak menjadi imam atas suatu kaum adalah yang paling menguasai bacaan kitabullah (Alquran), jika dalam bacaan kapasitasnya sama, maka yang paling tahu terhadap sunnah, jika dalam as sunnah (hadis) kapasitasnya sama, maka yang paling dahulu hijrah, jika dalam hijrah sama, maka yang pertama-tama masuk Islam, dan jangan seseorang mengimami seseorang di daerah wewenangnya, dan jangan duduk di rumah seseorang di ruang tamunya, kecuali telah mendapatkan izin darinya."
Dalam riwayat lain: “jika dalam
hijrah sama, maka didahulukan yg tertua”. [Shahih Muslim no.1078]
570. Hadits no.645, Tuan rumah atau imam tetap suatu mesjid lebih berhak menjadi imam sekalipun ada yang lebih alim darinya, tidak boleh ada yang jadi imam kecuali atas izinnya. [Sunan Tirmidziy no.218]
Abu Mas'ud –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
kepada kami: "Hendaknya yang berhak menjadi imam suatu kaum adalah yang
paling banyak dan paling baik bacaan kitabullah (Al-quran), jika dalam bacaan
sama, maka yang paling dahulu hijrah, jika mereka dalam hijrah sama, maka yang
lebih dewasa, dan jangan sampai seseorang menjadi imam dalam keluarga orang
lain, dan jangan pula dalam wilayah kekuasaan (wewenang) nya dan jangan duduk
di tempat duduk di rumah orang lain selain telah mendapat izin, atau
seizinnya." [Shahih Muslim no.1079]
571. Hadits no.647, Jika imam shalat dengan cara duduk karena ada udzur, apakah makmum juga harus duduk?
Madzhab Ahnaaf dan Syafi’iy
mewajibkan makmum untuk shalat berdiri jika mampu, adapun perintah duduk
mengikuti imam dlm hadits Bukhari no.647 dan 648, telah di-nasakh (hukumnya
dicabut) dengan hadits sebelumnya no.646 dimana Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam shalat dengan cara duduk sedangkan shabatnya duduk dgn
cara berdiri.
'Ubaidullah bin 'Abdullah bin
'Utbah ia berkata, "Aku masuk menemui 'Aisyah –radhiyallahu ‘anha-
aku lalu berkata kepadanya, "Maukah engkau menceritakan kepadaku tentang
peristiwa yang pernah terjadi ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
sedang sakit?"
'Aisyah menjawab, "Ya.
Pernah suatu hari ketika sakit Nabi shallallahu 'alaihi wasallam semakin
berat, beliau bertanya: "Apakah orang-orang sudah shalat?"
Kami menjawab, "Belum,
mereka masih menunggu tuan."
Beliau pun bersabda: "Kalau
begitu, bawakan aku air dalam bejana."
Maka kamipun melaksanakan apa
yang diminta beliau. Beliau lalu mandi, lalu berusaha berdiri dan berangkat,
namun beliau jatuh pingsan. Ketika sudah sadarkan diri, beliau kembali
bertanya: "Apakah orang-orang sudah shalat?"
Kami menjawab, "Belum wahai
Rasulullah, mereka masih menunggu tuan."
Kemudian beliau berkata lagi:
"Bawakan aku air dalam bejana."
Beliau lalu duduk dan mandi.
Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh
pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri kembali, beliau berkata: "Apakah
orang-orang sudah shalat?"
Kami menjawab lagi, "Belum
wahai Rasulullah, mereka masih menunggu tuan."
Kemudian beliau berkata lagi:
"Bawakan aku air dalam bejana."
Beliau lalu duduk dan mandi.
Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh dan
pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri, beliau pun bersabda: "Apakah
orang-orang sudah shalat?"
Saat itu orang-orang sudah
menunggu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di masjid untuk shalat 'Isya
yang akhir. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seseorang
untuk menemui Abu Bakar dan memintanya untuk mengimami shalat. Maka utusan
tersebut menemui Abu Bakar dan berkata, kepadanya, "Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan anda untuk
mengimami shalat jama'ah!"
Lalu Abu Bakar -orang yang
hatinya lembut- berkata, "Wahai 'Umar, pimpinlah orang-orang melaksanakan
shalat."
Umar menjawab, "Anda lebih
berhak dalam masalah ini."
Maka Abu Bakar memimpin shalat
pada hari-hari sakitnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tersebut.
kemudian ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendapati tubuhnya
lebih segar, beliau pun keluar rumah sambil berjalan dipapah oleh dua orang
laki-laki, satu diantaranya adalah 'Abbas untuk melaksanakan shalat Zhuhur.
Ketika itu Abu Bakar sedang mengimami shalat, ketika ia melihat beliau datang,
Abu Bakar berkehendak untuk mundur dari posisinya namun Nabi shallallahu
'alaihi wasallam memberi isyarat supaya dia tidak mundur. Kemudian beliau
bersabda: "Dudukkanlah aku disampingnya."
Maka kami mendudukkan beliau di
samping Abu Bakar."
Maka jadilah Abu Bakar shalat
dengan mengikuti shalatnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sementara
orang-orang mengikuti shalatnya Abu Bakar, dan saat itu Nabi shallallahu
'alaihi wasallam shalat sambil duduk (sedangkan Abu Bakr dan sahabat
lainnya shalat berdiri)".
'Ubaidullah berkata, "Aku
menemui 'Abdullah bin 'Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- dan berkata
kepadanya, "Maukan anda saya ceritakan sebuah hadits tentang sakitnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti yang disampaikan
'Aisyah?"
Dia menjawab,
"Sampaikanlah!"
Maka aku ceritakan hadits yang
disampaikan 'Aisyah. 'Abdullah bin 'Abbas tidak mengingkari sedikitpun apa yang
aku ceritakan selain dia bertanya kepadaku, "Apakah 'Aisyah menyebutkan
nama laki-laki yang bersama 'Abbas?
Aku menjawab, "Tidak."
Ia pun berkata, "Dia adalah
'Ali bin Abu Thalib." [Shahih Bukhari no.646]
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu
‘anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu
hari mengendarai kudanya lalu terjatuh dan terhempas pada bagian lambungnya
yang kanan. Karena sebab itu beliau pernah melaksanakan shalat sambil duduk di
antara shalat-shalatnya. Maka kamipun shalat di belakang Beliau dengan duduk.
Ketika selesai Beliau bersabda: "Sesungguhnya imam dijadikan untuk
diikuti, jika ia shalat dengan berdiri maka shalatlah kalian dengan berdiri.
Jika ia rukuk maka rukuklah kalian, jika ia mengangkat kepalanya maka angkatlah
kepala kalian. Dan jika ia mengucapkan SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH (Semoga
Allah merndengar orang yang memuji-Nya) ', maka ucapkanlah; RABBANAA WA
LAKAL HAMDU (Ya Rabb kami, milik Engkaulah segala pujian) '. Dan jika ia
shalat dengan berdiri maka shalatlah kalian dengan berdiri, dan jika ia shalat
dengan duduk maka shalatlah kalian semuanya dengan duduk."
Abu 'Abdullah (Imam Bukhari)
berkata, Al-Humaidiy ketika menerangkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam 'Dan bila dia shalat dengan duduk maka shalatlah kalian dengan
duduk' dia berkata: "Kejadian ini adalah saat sakitnya Nabi shallallahu
'alaihi wasallam di waktu yang lampau. Kemudian setelah itu Nabi shallallahu
'alaihi wasallam shalat dengan duduk sedangkan orang-orang shalat di
belakangnya dengan berdiri, dan beliau tidak memerintahkan mereka agar duduk.
Dan sesungguhnya yang dijadikan ketentuan adalah berdasarkan apa yang paling
akhir dari perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam." [Shahih
Bukhari no.648]
Adapun mazhab Hanabilah dan
Dahiriy berpendapat bahwa makmum harus ikut imam jika ia shalat duduk sejak
dari awal shalat, sebagaimana hadits Bukhari no.647 dan 648. Adapun jika imam
tiba-tiba shalat dengan cara duduk di pertengahan shalat, maka makmum tetap
shalat dengan cara berdiri, seperti yang dicontohkan Nabi pada hadits Bukhati
no.646.
Lihat: https://islamqa.info
Afwan, Kalau sujudnya cepat,
gimana? Karena pada umumnya di masjid-masjid imamnya pada cepat sholatnya.
Jawaban:
Sesuaikan kondisi, baarakallahu
fiik 😊
573. Hadits no.650, Haram mendahului imam dalam gerakan shalat.
Lihat hadits no.644.
'Abdurrahman bin Amru As-Sulamiy dan Hujr bin Hujr keduanya berkata, "Kami mendatangi ‘Irbadh bin Sariyah –radhiyallahu ‘anhu-, dan ia adalah termasuk seseorang yang turun kepadanya ayat: '{Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, suapaya kami memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan orang yang membawamu}' -Qs. At Taubah: 92-, kami mengucapkan salam kepadanya dan berkata, "Kami datang kepadamu untuk ziarah, duduk-duduk mendengar sesuatu yang berharga darimu."
Irbadh berkata, "Suatu
ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat bersama kami, beliau
lantas menghadap ke arah kami dan memberikan sebuah nasihat yang sangat
menyentuh yang membuat mata menangis dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata,
"Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat untuk perpisahan! Lalu
apa yang engkau washiatkan kepada kami?"
Beliau mengatakan: "Aku
wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, senantiasa taat dan
mendengar meskipun yang memerintah adalah seorang budak habsyi yang hitam.
Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan melihat perselisihan yang
banyak. Maka, hendaklah kalian berpegang dengan sunahku, sunah para khalifah
yang lurus dan mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah
dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru (dalam urusan
agama), sebab setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setaip bid'ah adalah
sesat." [Sunan Abi Daud no.3991: Shahih]
576. Hadits no.653, Imam bertanggung-jawab atas kesempurnaan shalat makmumnya.
Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Imam itu menjamin (bertanggung jawab terhadap shalat makmumnya), sedangkan muadzin orang yang dipercayakan (tidak bertanggung-jawab jika ia keliru). Ya Allah, berilah petunjuk kepada para imam dan ampunilah para muadzin." [Sunan Abi Daud no.434: Shahih]
577. Hadits no.654, Shalat di belakang imam yang fasik (berbuat maksiat di depan umum), hukum shalatnya shahih.
Adapun ahli bid’ah, yang
bid'ahnya menyebabkan ia kafir maka tidak sah shalat di belakangnya.
Namun jika bid’ahnya tidak menyebabkan
ia kafir maka boleh shalat di belakangnya, kecuali jika hal tersebut akan
menyebabkan orang awam menjadikannya sebagai pembenaran terhadap bid’ahnya.
Lihat: https://islamqa.info
1) بَابُ إِمَامَةِ المَفْتُونِ وَالمُبْتَدِعِ = Bab Keimaman seorang pelaku
maksiat atau ahli bid'ah.
2)إِمَامُ فِتْنَةٍ = “Imam pelaku maksiat dan bid'ah”, yang
dimaksud di sini adalah khawarij yang memberontak dan membunuh khalifah Utsaman
bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
Pertanyaan:
Maaf, bid'ah yang membuat ia
kafir contohnya apa?
Jawaban:
Seperti meyakini ada yang
pencipta di alam semesta selain Allah jalla wa 'alaa, ada yang memiliki
dan mengatur alam semesta selain Allah, ada yang memberi manfaat dan mudharat
selain Allah.
Meyakini Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam tidak maksum, dan tidak wajib ditaati, atau pemikiran lain
yang mengingkari dasar rukun iman.
Beramal dengan amalan yang
menyalahi ijma' ulama atau yang bertentangan dengan urusan agama yang sudah
sangat jelas , seperrti tidak meyakini wajibnya rukun Islam, dll.
Tapi untuk menghukumi kafir
terhadap person (orang tertentu) maka perlu extra hati-hati, masalah seperti
ini berat, tidak boleh sembarangan. Harus merujuk kepada ulama yang terpercaya. Wallahu a'lam!
Lihat: https://www.ahlalhdeeth.com
578. Hadits no.655, Tetap taat kepada pemimpin dalam perkara yang baik sekalipun dia dzalim, fasik, atau ahli bid’ah.
Hudzaifah bin Yaman –radhiyallahu
‘anhuma- berkata, "Saya bertanya, "Wahai Rasulullah, dahulu kami
berada dalam keburukan, kemudian Allah menurunkan kebaikan (agama Islam) kepada
kami, apakah setelah kebaikan ini timbul lagi keburukan?"
Beliau menjawab: "Ya."
Saya bertanya lagi, "Apakah
setelah keburukan tersebut akan timbul lagi kebaikan?"
Beliau menjawab: "Ya."
Saya bertanya lagi, "Apakah
setelah kebaikan ini timbul lagi keburukan?"
Beliau menjawab: "Ya."
Aku bertanya, "Bagaimana hal
itu?"
Beliau menjawab: "Setelahku
nanti akan ada pemimpin yang memimpin tidak dengan petunjukku dan mengambil
sunah bukan dari sunahku, lalu akan datang dari mereka laki-laki yang hati
mereka seperti hatinya setan dalam rupa manusia."
Hudzaifah berkata; Saya betanya,
"Wahai Rasulullah, jika hal itu menimpaku apa yang anda perintahkan
kepadaku?"
Beliau menjawab: "Dengar dan
patuhilah kepada pemimpinmu, walaupun ia memukulmu dan merampas harta bendamu,
dengar dan patuhilah dia." [Shahih Muslim no.3435]
Lihat: https://www.almeshkat.net
بَابُ إِمَامَةِ المَفْتُونِ
وَالمُبْتَدِعِ
Bab Keimaman seorang pelaku
maksiat atau ahli bid'ah.
Pertanyaan:
Apanya yang kita patuhi jika ada
pemimpin memiliki sifat tercela demikian?
Jawaban:
Taat pada hal yang baik saja,
jika memerintahkan kepada maksiat maka tidak boleh taat dan tidak boleh juga
memberontak, harus bersabar demi keamanan dan kedamaian bersama.
Dari 'Ali -radhiallahu
'anhu-, bahwa Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- pernah mengutus
satu pasukan dan mengangkat seseorang sebagai pemimpin mereka. Pemimpin
tersebut kemudian menyalakan api dan memberi perintah, 'Masuklah kalian ke api
ini! '
Sebagian mereka ingin memasukinya
dan sebagian lain berkata, 'Bukankah kita sendiri ingin melarikan diri dari api
(neraka)? '
Akhirnya mereka laporkan kasus
tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau bersabda
kepada mereka yang ingin memasukinya: "Kalau mereka memasukinya, niscaya
mereka tetap dalam api itu hingga hari kiamat."
Dan beliau berkata kepada
sebagian lain: "Sama sekali tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, ketaatan
itu dalam kebaikan." [Shahih Bukhari no.6716]
Dari Ibnu Abbas radhiallahu
'anhuma; Nabi shallallahu'alaihiwasallam bersabda; "Siapapun
yang melihat sesuatu dari pemimpinnya yang tak disukainya, hendaklah ia
bersabar terhadapnya, sebab siapa yang memisahkan diri sejengkal dari jama'ah
kemudian mati, maka dia mati dalam jahiliyah." [Shahih Bukhari no.6531]
Tetap memberi nasehat dengan cara
yang baik dan tidak menimbulkan fitnah (kekacauan).
Syuraih bin 'Ubaid Al-Hadhromiy
dan yang lainnya berkata; 'Iyadh bin Ghonim –radhiyallahu ‘anhu- mencambuk
orang Daaraa ketika ditaklukkan. Hisyam bin Hakim –radhiyallahu ‘anhu-meninggikan
suaranya kepadanya untuk menegur sehingga 'Iyadl marah. 'Iyadh tinggal beberapa
hari, lalu Hisyam bin Hakim mendatanginya, memberikan alasan. Hisyam berkata
kepada 'Iyadh, tidakkah kau mendengar Nabi -shallallahu'alaihiwasallam-
bersabda: " Orang yang paling keras siksaannya adalah orang-orang yang
paling keras menyiksa manusia di dunia?."
'Iyadh bin Ghanim berkata; Wahai
Hisyam bin Hakim, kami pernah mendengar apa yang kau dengar dan kami juga
melihat apa yang kau lihat, namun tidakkah kau mendengar Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam-
bersabda: "Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu
perkara, maka jangan dilakukan dengan terang-terangan, tapi gandenglah
tangannya dan menyepilah berdua. Jika diterima maka itu yang diharapkan, jika
tidak maka dia telah melaksakan kewajibannya", kamu Wahai Hisyam, kamu
sungguh orang yang berani, ketika kamu berani kepada penguasa Allah, apakah kamu
tidak takut dibunuh penguasa dan kau menjadi korban penguasa Allah subhanahu
wata'ala?!. [Musnad Ahmad no.14792: Hasan ligairih]
Lihat: http://fatwa.islamweb.net
Ibnu Abbas –radhiyallahu
‘anhuma- berkata; Aku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pada akhir malam, lalu aku shalat di belakang beliau, kemudian beliau meraih
tanganku hingga menempatkanku sejajar dengan beliau. Ketika Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam kembali pada shalatnya, aku mundur, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam melanjutkan shalatnya. Selesai shalat beliau bertanya
kepadaku: "Aku telah menempatkanmu sejajar denganku, namun mengapa engkau
mundur?
Aku menjawab; Wahai Rasulullah,
apakah pantas bagi seseorang shalat sejajar dengan engkau, padahal engkau
adalah Rasulullah yang telah Allah anugerahkan kepadamu?
Rupanya Beliau kagum kepadaku
karena ucapanku, lalu beliau berdoa untukku agar Allah menambahkan ilmu dan
pemahaman kepadaku. [Musnad Ahmad no.2902: Shahih]
Lihat: https://islamqa.info
Dari Abu Qatadah Al-Anshariy –radhiyallahu
‘anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat
dengan menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, jika sujud beliau letakkan anak itu dan bila berdiri beliau
gendong lagi." [Shahih Bukhari no.486]
581. Hadits no.658, Boleh mengganti niat ketika sedang shalat dari niat shalat sendiri menjadi imam, atau dari makmum menjadi imam, atau sebaliknya.
582. Hadits no.659, Jika
seseorang telah mendirikan shalat fardhu secara sah kemudian ia mendirikannya
lagi, maka yang kedua terhitung sebagai shalat sunnah (naafilah).
Dari Yazid bin Al-Aswad –radhiyallahu
‘anhu-; bahwasanya dia pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam sementara ketika itu dia masih muda. Tatkala shalat telah
selesai dilaksanakan, ada dua orang laki-laki yang berada di salah satu sudut
masjid tidak melaksanakan shalat, maka beliau memanggil keduanya dan keduanya
pun didatangkan dalam kondisi merinding bulu kuduknya, lalu beliau bersabda:
"Apakah yang menghalangi kalian berdua untuk melaksanakan shalat bersama
kami?"
Mereka menjawab; Kami sudah
melaksanakannya di rumah kami.
Beliau bersabda: "Janganlah
kalian melakukannya lagi, apabila seseorang di antara kalian sudah melaksanakan
shalat di rumahnya, lalu mendapatkan imam sedang shalat, maka shalatlah
bersamanya, karena yang ini baginya adalah nafilah (sholat sunnah).“ [Sunan Abi
Daud no.488: Shahih]
583. Hadits no.660, Surah-Surah
Al-Mufashshal adalah mulai dari surah Qaaf sampai An-Naas. Dinamai
Al-Mufashshal krn penggalan ayatnya banyak.
Surah-surah Al-Mufashshal terbagi
tiga:
1. Thiwaal (yang panjang): Dari
surah Qaaf sampai Al-Mursalaat.
2. Ausath (sedang): Dari surah
An-Naba’ sampai Adh-Dhuhaa.
3. Qishaar (pendek): Dari surah
Asy-Syarh sampai An-Naas.
Koreksi terjemah:
Fitnah yang dimaksud dalam hadits
ini adalah segala sesuatu yang bisa menjauhkan seseorg dari kebaikan dan
kebenaran.
584. Hadits no.661, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- sangat membenci perilaku yang bisa menyebabkan orang menjauhi/membenci Islam.
Lihat hadits no.88.
1)لَأَتَأَخَّرُ = aku tidak ikut.
2)مُنَفِّرِينَ = orang yang
menyebabkan orang lain menjauhi dan membenci Islam.
585. Hadits no.662, Hadits ini menunjukkan bahwa anjuran mempersingkat khutbah dan memanjangkan shalat tidak dipahami secara mutlak, akan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi jama’ah.
Abu Wa`il berkata; Ammar bin
Yasir –radhiyallahu ‘anhuma- pernah menyampaikan khutbah Jum'at
kepada kami dengan bahasa yang singkat dan padat. Maka ketika ia turun dari
mimbar, kami pun berkata kepadanya, "Wahai Abu Yaqzhan! Khutbah Anda
begitu singkat dan padat. Alangkah baiknya kalau Anda panjangkan lagi."
Ammar berkata; Saya mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya
lamanya shalat dan pendeknya khutbah seseorang itu menunjukkan tentang
pemahaman ia tentang agamanya. Karena itu, panjangkanlah shalat dan
pendekkanlah khutbah, karena sebagian dari bayan (penjelasan) adalah
sihir." [Shahih Muslim no.1437]
Jabir bin Samurah berkata;
Saya pernah shalat (Jum'at) bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
lama shalat dan khutbah beliau pertengahan (tidak terlalu panjang atau terlalu
pendek). [Shahih Muslim no.1433-1434]
Lihat: http://www.alukah.net
586. Hadits no.663, Makmum boleh mengadukan imamnya kepada yang berwenang jika melakukan sesuatu yang menyalahi sunnah/tuntunan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Jabir bin 'Abdullah
Al-Anshariy –radhiyallahu ‘anhuma- berkata: "Seoranglaki-laki
datang dengan membawa dua unta penimba
air saat malam sudah gelap gulita. Laki-laki itu kemudian tinggalkan untanya
dan ikut shalat bersama Mu'adz. Dalam shalatnya Mu'adz membaca surah Al Baqarah
atau surah An-Nisaa' sehingga laki-laki tersebut meninggalkan Mu'adz. Maka
sampailah kepadanya berita bahwa Mu'adz mengecam tindakannya. Akhirnya
laki-laki tersebut mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan
mengadukan persoalannya kepada beliau.
Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam lalu bersabda: "Wahai Mu'adz, apakah kamu membuat
fitnah?" Atau kata Beliau: "Apakah kamu menjadi pembuat fitnah?
-Beliau ulangi perkataannya tersebut hingga tiga kali- "Mengapa kamu tidak
membaca saja surat 'Sabbihisma rabbika', atau dengan 'Wasysyamsi wa
dluhaahaa' atau 'Wallaili idzaa yaghsyaa'? Karena yang ikut shalat
di belakangmu mungkin ada orang yang lanjut usia, orang yang lemah atau orang
yang punya keperluan." [Shahih Bukhari no.664]
Koreksi terjemah:
مُنَفِّرِينَ = orang yang dapat menyebabkan orang
lain menjauhi dan membenci Islam.
587. Hadits no.665, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- terkadang memanjangkan shalatnya.
Hudzaifah -radhiyallahu
' anhu- berkata; Pada suatu malam, saya shalat (Qiyamul Lail) bersama
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-, lalu beliau mulai membaca
surat Al-Baqarah. Kemudian saya pun berkata (dalam hati bahwa beliau) akan
ruku' pada ayat yang ke seratus. Kemudian (seratus ayat pun) berlalu, lalu saya
berkata (dalam hati bahwa) beliau akan shalat dengan (surat itu) dalam satu
raka'at. Namun (surat Al-Baqarah pun) berlalu, maka saya berkata (dalam hati
bahwa) beliau akan segera sujud. Ternyata beliau melanjutkan dengan mulai
membaca surat An-Nisa` hingga selesai membacanya. Kemudian beliau melanjutkan
ke surat Ali ‘Imran hingga selesai. Beliau membaca ayat dgn pelan, bila beliau
membaca ayat tasbih, beliau bertasbih dan bila beliau membaca ayat yang
memerintahkan untuk memohon, beliau memohon, dan bila beliau membaca ayat
ta'awwudz (ayat yang memerintahkan untuk memohon perlindungan) beliau memohon
perlindungan. Kemudian beliau ruku'. Dalam ruku', beliau membaca: "SUBHAANA
RABBIYAL 'AZHIIM (Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung)." Dan lama beliau
ruku' hampir sama dengan berdirinya. Kemudian beliau membaca: "SAMI'ALLAHU
LIMAN HAMIDAH (Maha Mendengar Allah akan orang yang memuji-Nya)."
Kemudian beliau berdiri dan lamanya berdiri lebih kurang sama dengan lamanya
ruku'. Sesudah itu beliau sujud, dan dalam sujud beliau membaca: "SUBHAANA
RABBIYAL A'LAA (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi)." Lama beliau
sujud hampir sama dengan lamanya berdiri.” [Shahih Muslim no.1291]
Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu
' anhu- berkata; "Saya pernah shalat bersama Rasulullah -shallallahu
'alaihi wasallam- lalu beliau memanjangkannya hingga saya berkeinginan
untuk berbuat sesuatu yang tidak baik."
Ditanyakan kepadanya,
"Perbuatan apa yang hendak kamu lakukan?"
588. Hadits no.666, Sewaktu
shalat jama’ah berlangsung, imam tetap memperhatikan situasi dan kondisi
makmum.
Mohon penjelasan korelasi sholat
khusyu' dengan peka terhadap situasi dalam persfektif hadits ini!
Jawaban:
Jika khusyu’ (konsentrasi) dalam
shalat terganggu karena sesuatu yang tidak disengaja atau darurat untuk
kemaslahatan shalat maka itu dimaafkan. Wallahu a'lam, baarakallahu fiik
😊
589. Hadits no.667, Hadits ini menunjukkan bahwa anak kecil boleh dibawa ke mesjid.
Buraidah -radhiyallahu ' anhu- berkata; Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- tengah berkhutbah di tengah-tengah kami, tiba-tiba Hasan dan Husain -radhiyallahu ‘anhuma- datang memakai baju yang berwarna merah. Keduanya lalu terjatuh kemudian berdiri, Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- turun dari mimbar dan menggendong keduanya lalu kembali ke mimbar dengan bersabda: "Maha benar Allah atas firman-Nya: 'Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan'. (Qs. Al-Anfaal (8): 28). Aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh dgn bajunya, maka aku tidak sabar (hingga aku turun dan menggendong keduanya).
Kemudian beliau melanjutkan
khutbahnya." [Sunan Abi Daud no.935: Shahih]
Syaddad -radhiyallahu '
anhu- berkata; "Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- datang
kepada kami pada salah satu shalat 'Isya', ia membawa Hasan atau Husain.
Kemudian Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- ke depan dan meletakkan
(Hasan atau Husain), kemudian beliau bertakbir untuk shalat lalu mengerjakan
shalat. Saat shalat beliau sujud yang lama. 'Lalu aku mengangkat kepalaku, dan
ternyata anak kecil itu di atas punggung Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam-
yang sedang sujud, lalu aku kembali sujud'. Setelah Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam-
selesai shalat, orang-orang berkata, 'Wahai Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam-
saat shalat engkau memperlama sujud, hingga kami mengira bahwa ada sesuatu yang
telah terjadi atau ada wahyu yang diturunkan kepadamu? '
Beliau -shallallahu'alaihiwasallam-
menjawab, 'Bukan karena semua itu, tetapi cucuku (Hasan atau Husain)
menjadikanku sebagai kendaraan, maka aku tidak mau membuatnya terburu-buru,
(aku biarkan) hingga ia selesai dari bermainnya'." [Sunan An-Nasaiy
no.1129: Shahih]
Rubayyi' binti Mu'awwidz bin
Afra' -radhiyallahu 'anha- berkata; Suatu pagi di hari 'Asyura`,
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- mengirim petugas ke
perkampungan orang Anshar yang berada di sekitar Madinah, untuk menyampaikan
pengumuman; "Siapa yang berpuasa sejak pagi hari, hendaklah ia
menyempurnakan puasanya, dan siapa yang tidak berpuasa hendaklah ia puasa sejak
mendengar pengumuman ini."
Semenjak itu, kami berpuasa di
hari 'Asyura`, dan kami suruh pula anak-anak kecil kami, insya Allah. Kami bawa
mereka ke Masjid dan kami buatkan mereka main-mainan dari bulu. Apabila ada
yang menangis minta makan, kami berikan setelah waktu berbuka tiba. [Shahih
Muslim no.1919]
Koreksi terjemah:
أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ = konsentrasi
ibunya terganggu.
Pertanyaan 1:
Apakah anak kecil dibawa ke
masjid secara mutlak tanpa batasan umur (selama dikondisikan orang tua)?
Jawaban:
Iya, saya belum menemukan dalil yang
menyebutkan batasan umur, hanya saja ulama tetap memberikan syarat untuk tetap
memperhatikan maslahat dan mafsadat. Dan butuh kesabaran extra bagi semua
jama'ah dalam mendidik anak-anak yang datang ke mesjid.
Lihat: https://islamqa.info
Pertanyaan 2:
Sebagian orang membawa anak
perempuan dalam shaf sholat, adakah dalil shorih yang membahas tentang ini,
Ustadz? 'Alal Aqoll mim aqwaalil quruun at-tsalaatsah.
Jawaban:
Allahua’lam!
590. Hadits no.668, Hadits ini menunjukkan betapa besar kasih sayang dan perhatian Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- terhadap umatnya.
“Sungguh telah datang kepadamu
seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin.” [At-Taubah: 128]
1)مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ =
sebab aku tahu betapa besar rasa cinta dan kasih sayang ibunya sehingga ia
merasa resah dan sedih mendengar tangisan anaknya.
2)الوجد al-wajd = rasa
sedih krn sangat cinta
591. Hadits no.669, Kasih sayang Allah ‘azza wajalla kpd hamba-Nya lebih besar dari kasih sayang dan cinta ibu kepada anaknya.
Umar bin Al-Khatthab radhiallahu
'anhu berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
memperoleh beberapa orang tawanan perang. Ternyata dari tawanan tersebut ada
seorang perempuan yang memeras susunya untuk menyusui anak kecil, apabila dia
mendapatkan anak kecil dalam tawanan tersebut, maka ia akan mengambilnya dan
menyusuinya, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada
kami: 'Menurut kalian, apakah perempuan itu tega melemparkan bayinya ke dalam
api? '
Kami menjawab; 'Sesungguhnya ia
tidak akan tega melemparkan anaknya ke dalam api selama ia masih sanggup
menghindarkannya dari api tersebut.'
Lalu beliau bersabda: 'Sungguh,
kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya melebihi kasih sayang perempuan itu
terhadap anaknya.' [Shahih Bukhari no.5540]
1)مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ =
sebab aku tahu betapa besar rasa cinta dan kasih sayang ibunya sehingga ia
merasa resah dan sedih mendengar tangisan anaknya.
2)الوجد al-wajd = rasa
sedih karena sangat cinta
592. Hadits no.670, Mu'adz bin Jabal -radhiyallahu ‘anhu- salah satu sahabat Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam yang ahli dalam bacaan Al-Qur'an.
Dari 'Abdullah bin 'Amru radhiallahu
'anhuma; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ambillah
bacaan al-Qur'an dari empat orang. Yaitu dari Ibnu Mas'ud, Salim maula Abu
Hudzaifah, Ubay bin Ka'ab dan Mu'adz bin Jabal". [Shahih Bukhari no.3522]
Lihat hadits no.659. Keistimewaan Muadz bin Jabal
593. Hadits no.673, Hadits ini dijadikan oleh sebagian ulama sebagai salah satu dalil bahwa hadits yang hanya bersumber dari satu orang saja (khabar ahaad) tidak diterima, sebagaimana Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak menerima informasi dari Dzul Yadain -radhiyallahu ' anhu-.
Namun anggapan ini dibantah bahwa
Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- tidak langsung menerima
informasi Dzul Yadain bukan karena tidak menerima khabar ahaad, tapi karena
informasi Dzul Yadain bertentangan dengan apa yang diyakini beliau bahwa beliau
telah shalat sempurna empat raka'at tanpa qashar. Dan ketika terjadi dua
informasi yang bertentangan maka dibutuhkan penguat dari orang ketiga.
Abu Hurairah -radhiyallahu'anhu-
berkata, "Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- bersama kami
melaksanakan salah satu dari shalat yang berada di waktu sore. Beliau shalat
bersama kami dua rakaat kemudian salam, kemudian beliau mendatangi kayu yang
tergeletak di masjid. Beliau lalu berbaring pada kayu tersebut seolah sedang
marah dengan meletakkan lengan kanannya di atas lengan kirinya serta menganyam
jari jemarinya, sedangkan pipi kanannya diletakkan pada punggung telapak tangan
kiri. Dan org-org yg tergesa-gesa keluar dari pintu masjid, mereka berkata,
"Shalat telah diqashar (diringkas)?"
Padahal di tengah-tengah orang
banyak tersebut ada Abu Bakar dan 'Umar, dan keduanya enggan menanyakannya kpd
beliau. Sementara di tengah kerumunan tersebut ada seseorang yang tangannya
panjang dan dipanggil dengan nama Dzul Yadain, dia berkata, "Wahai
Rasulullah, apakah Tuan lupa atau shalat diqashar?"
Beliau menjawab: "Aku tidak
lupa dan shalat juga tidak diqashar."
Beliau kemudian bertanya kpd yg
lain: "Apakah benar yang dikatakan Dzul Yadain?"
Orang-orang menjawab,
"Benar."
Beliau kemudian maju ke depan dan
mengerjakan shalat yang tertinggal kemudian salam. Setelah itu beliau takbir
dan sujud seperti sujudnya yang dilakukannya atau lebih lama lagi. Kemudian
beliau mengangkat kepalanya dan takbir, kemudian takbir dan sujud seperti sujudnya
atau lebih lama lagi, kemudian mengangkat kepalanya dan takbir, kemudian beliau
salam'." [Shahih Bukhari no.460]
594. Hadits no.674, Sujud sahwi dilakukan sebelum salam atau setelah salam?
Jika terlupa dan menambah gerakan
dalam shalat maka sujud sahwi setelah salam, dan jika terlupa dan mengurangi
gerakan shalat maka sujud sahwi sebelum salam.
Kalau ragu saat shalat, dan bisa
memperkuat salah satu anggapannya maka ia sujud setelah salam. Namun jika ia tidak
mampu mengingat mana yang lebih kuat dari keraguannya, maka ia memilih yang
paling meyakinkan kemudian sujud sahwi sebelum salam.
Lihat: http://www.alukah.net
Kalau sujud sahwi setelah salam,
apakah setelah selesai sujud sahwi lalu kita salam lagi dua kali layaknya salam
untuk akhir salat? Jazakumullah khairan sebelumnya.
Jawaban:
Iya, sebagaimana diriwayatkan
dari ‘Imran bin Hushain –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam
shalat Ashar, lalu mengucapkan salam pada rakaat ketiga, kemudian masuk
rumahnya. Lalu seorang laki-laki yang dipanggil al-Khirbaq berdiri menujunya,
-orang ini memiliki tangan yang panjang- seraya dia bertanya, 'Wahai
Rasulullah, ... ' lalu dia menyebutkan apa yang telah beliau berbuat. Dan
Rasulullah keluar dalam keadaan marah dengan menyeret pakaiannya hingga
berhenti pada orang-orang seraya bersabda, 'Apakah benar yang dikatakan orang
ini? '
Mereka menjawab, 'Ya benar.'
Lalu beliau shalat satu rakaat
kemudian mengucapkan salam kemudian bersujud dua kali kemudian mengucapkan
salam." [Shahih Muslim no.898]
Lihat penjelasan hadits
sebelumnya no.673 [Shahih Bukhari no.460].
595. Hadits no.676, Diantara sebab perselisihan dan perpecahan umat Islam adalah shaf-nya tidak lurus saat shalat.
An-Numan bin Basyir –radhiyallahu
‘anhuma- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa
menghadap kepada jamaah, lalu bersabda: "Luruskanlah shaf shaf kalian!
-beliau mengucapkannya tiga kali- Demi Allah, hendaklah kalian benar-benar
meluruskan shaf shaf kalian, atau Allah benar-benar akan membuat hati kalian
saling berselisih."
Kata Nu'man; Maka saya melihat
setiap orang melekatkan (merapatkan) pundaknya dengan pundak temannya (orang di
sampingnya), demikian pula antara lutut dan mata kakinya dengan lutut dan mata
kaki temannya. [Sunan Abi Daud no.566: Shahih]
Lihat: Faktor perpecahan umat
أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ =
atau Allah benar-benar akan membuat cara pandang kalian saling berselisih.
Pertanyaan:
Mohon pencerahan tentang rapatnya
shaf, ada perdebatan tentang kata "saya melihat seseorang melekatkan
(merapatkan) pundaknya dengan pundak temannya (orang di sampingnya)" sehingga
ada yang berpendapat tidak semua sahabat waktu itu yang merapatkannya, apakah
rapatnya ini menempelkan kaki dengan kaki bahu dengan bahu ataukah rapat
berarti tidak menempel, serta ukuran lurusnya shaf, terima kasih sebelumnya
ustadz!
Jawaban:
Beberapa bab kemudian Imam
Bukhari –rahimahullah- mengkhususkan satu bab yang diberi judul:
“Merapatkan bahu dan kaki dalam barisan shalat”. Dlm bab ini beliau menyebutkan
perkataan An-Nu'man bin Basyir –radhiyallahu ‘anhuma- secqra mu'allaq
(tanpa sanad) dan hadits Anas –radhiyallahu ‘anhu- no.683: Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Luruskanlah shaf-shaf kalian, sesungguhnya
aku dapat melihat kalian dari balik punggungku." Anas berkata: Dan setiap
orang dari kami merapatkan bahunya kepada bahu temannya, dan kakinya pada kaki
temannya."
Ini menunjukkan kalau imam
Bukhari berpendapat bahwa merapatkan shaf adalah dengan menempelkan bahu dan
kaki sebagaimana yang dilakukan sahabat Nabi di masa beliau.
Lafadz hadits Nu’man: فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَلْزَقُ ... ,
alif laam pada kata “ar-rajul” bermakna umum (istigraaq),
diartikan: setiap orang.
Begitu pula hadits Anas,
lafadznya: وَكَانَ أَحَدُنَا
يُلْزِقُ ... , kata “ahad” adalah
lafadz mufrad ketika disandarkn pada dhamir “naa” maka bermaknan umum (mufrad
mudhaaf tufiidul umuum), diartikan: setiap org dari kami.
Dan dzahir kedua hadits diatas
menceritakan kondisi shaf para sahabat saat mereka shalat di belakang Nabi yang
menunjukkan bahwa perbuatan mereka adalah penjelasan makna merapatkan shaf yang
diperintahkan oleh Nabi sebelum shalat, dan perbuatan ini mendapat persetujuan
dari Nabi saat itu (taqrir).
Adapun meluruskan shaf maka yang
jadi patokan adalah bagian belakang kaki bukan ujungnya. Wallahu a’lam!
Dari Abu Sa'id Al-Khudriy –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika
kalian akan menegakkan shalat maka luruskan barisan shalat kalian dan
rapatkanlah, serta penuhilah tempat yang kosong, karena sesungguhnya aku dapat
melihat kalian dari belakang punggungku.” [Musnad Ahmad no.10571: Shahih]
Pertanyaan:
Mohon penjelasannya ust.soal
hadis merapatkan shaf, apakah memang harus betul-betul rapat hingga mengejar
kaki orang di samping kita?
Jawaban:
Tidak usah dikejar kakinya orang,
semampunya saja jika orang yang shalat di samping kita belum paham.
597. Hadits no.678, Setan mengisi celah shaf yang kosong.
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Rapatkan shaf-shaf kalian, dekatkanlah jarak antara keduanya, dan
sejajarkanlah antara leher-leher (bahu). Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya,
sesungguhnya saya melihat setan masuk ke dalam celah-celah shaf itu, tak
ubahnya bagai anak kambing hitam kecil." [Sunan Abi Daud no.571: Shahih]
Dari Abu Umamah –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda;
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat untuk shaf
pertama."
Mereka bertanya; Dan shaf kedua!
Rasulullah shallallahu'alaihi
wasallam bersabda; "Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat
untuk shaf pertama."
Mereka bertanya; Dan shaf kedua!
599. Hadits no.680, Keutamaan
mengisi celah shaf yang kosong:
Dari Abdullah bin Umar –radhiyallahu
‘anhuma-, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Tegakkanlah shaf-shaf, sejajarkanlah antara pundak-pundak, tutuplah
celah-celah dan lemah lembutlah terhadap kedua tangan saudara kalian, dan
janganlah kalian membiarkan celah-celah itu untuk setan, barangsiapa yang
menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya (dgn pahala dan rahmat) dan
barang siapa yang memutusnya maka Allah Allah akan memutusnya (dari pahala dan
rahmat)." [Sunan Abi Daud no.570: Shahih]
Dari Ibnu Abbas –radhiyallahu
‘anhuma-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sebaik baik kalian adalah orang yang paling berlaku lunak menyentuh bahu
bahu temannya (ketika meluruskan dan merapatkan shaf shalat).” [Sunan Abi Daud
no.575: Shahih]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...