بسم الله الرحمن الرحيم
Ketika Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- menyampaikan
hadits terkadang beliau menyamaikannya dengan kalimat yang gariib (aneh)
yang jarang dipergunakan oleh orang Arab, atau kata tersebut mengandung makna
lebih dari satu (musytarak).
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- terkadang sengaja
mempergunakan kata yang gariib untuk memancing perhatian sahabatnya,
kemudian mereka bertanya dan beliau pun menjelaskannya.
Sepert kata “al-wahn” dalam
hadits Tsauban radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«يُوشِكُ الْأُمَمُ
أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا»
"Sudah
dekat masanya umat-umat (kafir) saling mengajak untuk membinasakan kalian
sebagaimana orang yang mau makan saling mengajak menuju hidangannya".
Seorang bertanya: Apakah karena kami sedikit pada waktu itu?
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- mejawab:
«بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ
كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ
صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمُ
الْوَهْنَ»
"Bahkan
kalian pada waktu itu banyak akan tetapi kalian lemah seperti buih di lautan,
dan Allah mencabut dari hati musuh-musuh kalian rasa gentar kepadamu dan Allah
menamkan pada hati kalian sifat "Al-Wahan"."
Seseorang bertanya: Ya Rasulullah, apa itu “al-wahn”?
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- menjawab:
«حُبُّ الدُّنْيَا،
وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Cinta
dunia dan takut mati". [Sunan Abu Daud: Sahih]
Dan kata “magalah”
dalam hadits Abu Dzar radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
" صَوْمُ شَهْرِ
الصَّبْرِ وَثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ الدَّهْرِ، وَيُذْهِبُ مَغَلَةَ
الصَّدْرِ "
"Puasa
di bulan kesabaran (Ramadhan) dan tiga hari pada setiap bulan adalah puasa
setahun, menghilangkan magalah di dada".
Abu Dzar bertanya: Apa itu "magalah" di dada?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
رِجْسُ الشَّيْطَانِ
[مسند أحمد: صحيح]
"Godaan
setan". [Musnad Ahmad: Sahih]
Dan kata “yuhbaru”
dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
"
مَنْ عَزَّى أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فِي مُصِيبَةٍ، كَسَاهُ اللهُ حُلَّةً خَضْرَاءَ يُحْبَرُ
بِهَا " قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا يُحْبَرُ بِهَا؟ قَالَ: " يُغْبَطُ
بِهَا " [شعب الإيمان]
“Barangsiapa yang memberi ta’ziyah kepada saudaranya yang muslim
dalam satu musibah, maka Allah akan memakaikan kepadanya jubah hijau “yuhbaru
bihaa””
Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, apa maksudnya “yuhbaru bihaa”?
Beliau menjawab: “Orang-orang iri dengannya”. [Syu’abul Iman]
Untuk mengetahui makna kata gariib dalam satu hadits, ada
beberapa metode yang bisa digunakan, diantaranya:
Yang pertama: Metode
takhrijil hadits.
Dalam satu riwayat hadits matannya terkadang mempergunakan kata yang gariib
(aneh, jarang dipakai), namun dalam riwayat lain hadits tersebut mempergunakan
kata yang lebih mudah dipahami atau ada penjelasan yang memudahkan untuk
dipahami.
Seperti kata “دبر الصلاة” yang berarti akhir shalat, bisa bermakna sebelum salam atau
setelah salam.
Dari Al-Mugirah bin Syu'bah -radiyallahu 'anhu-;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوبَةٍ: «لاَ إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ، وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا
مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الجَدِّ مِنْكَ الجَدُّ»
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membaca pada setiap akhir shalat wajib: “Tiada Tuhan yang
berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya seluruh kerajaan,
dan milik-Nya lah segala pujian, dan Ia maha kuasa atas segala sesuatu. Ya
Allah .. tidak ada yang bisa menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada
yang bisa memberi apa yang Engkau halangi, dan tidak ada pemilik kekayaan yang
bermanfaat (kecuali amal saleh), karena dari-Mu lah kekayaan itu." [Shahih
Bukhari dan Muslim]
Tapi dalam riwayat lain dijelaskan bahwa do’a ini dibaca setelah salam:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ
كُلِّ صَلاَةٍ إِذَا سَلَّمَ
...
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering
membaca di akhir shalat ketika selesai salam ...”
[Shahih Bukhari]
Abu Umamah radiyallahu
'anhu berkata:
مَا صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَا
قَرِيبٌ مِنْهُ إِلَّا سَمِعْتُهُ يَقُولُ فِي دُبُرِ
كُلِّ صَلَاةٍ: «اللهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطَايَايَ وَذُنُوبِي كُلَّهَا، اللهُمَّ
أَنْعِشْنِي وَأَجِرْنِي، وَاهْدِنِي لِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالْأَخْلَاقِ، فَإِنَّهُ
لَا يَهْدِي لِصَالِحِهَا، وَلَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ»
Aku tidak pernah shalat di
belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku dekat dengan
beliau kecuali aku mendengarnya berdo’a di akhir setiap shalat: “Ya Allah ampunilah kesalahanku dan dosa-dosaku
semuanya, Ya Allah angkatlah derajatku dan lindungilah aku, dan tunjukilah aku
kepada amalan saleh dan akhlak yang mulia, karena sesungguhnya tidak ada yang
memberi hidayah kepada amal dan akhlak yang saleh dan tidak ada yang menjauhkan
aku dari amal dan akhlak yang buruk kecuali Engkau”. [Al-Mu'jam Al-Kabir karya Ath-Thabaraniy: Hasan
ligairih]
Dalam riwayat lain, Abu Umamah berkata:
مَا دَنَوْتُ مِنْ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةٍ
مَكْتُوبَةٍ، أَوْ تَطَوُّعٍ إِلَّا سَمِعْتُهُ يَدْعُو
بِهَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ الدَّعَوَاتِ، لَا يَزِيدُ فِيهِنَّ وَلَا يَنْقُصُ
مِنْهُنَّ: «اللهُمَّ، اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَخَطَايَايَ، اللهُمَّ أَنْعِشْنِي، وَاجْبِرْنِي،
وَاهْدِنِي لِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالْأَخْلَاقِ، فَإِنَّهُ لَا يَهْدِي لِصَالِحِهَا،
وَلَا يَصْرِفُ سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ»
Aku tidak mendekat kepada Nabi
kalian -shallallahu 'alaihi wasallam- pada saat shalat wajib atau
sunnah kecuali aku mendengarnya membaca kalimat do'a ini, tidak ia tambah dan
tidak ia kurangi: “Ya Allah
ampunilah dosa-dosa dan kesalahanku, Ya Allah angkatlah derajatku dan tutupilah
kekuranganku , dan tunjukilah aku kepada amalan saleh dan akhlak yang mulia,
karena sesungguhnya tidak ada yang memberi hidayah kepada amal dan akhlak yang
saleh dan tidak ada yang menjauhkannya dari amal dan akhlak yang buruk kecuali
Engkau”. [Al-Mu'jam Al-Kabir
karya Ath-Thabaraniy: Dihasankan oleh syekh Albaniy]
Abu Ayyub Al-Anshariy radhiyallahu 'anhu berkata:
مَا صَلَّيْتُ خَلْفَ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
إِلَّا سَمِعْتُهُ حِينَ يَنْصَرِفُ يَقُولُ:
«اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطَايَايَ وَذُنُوبِي كُلَّهَا, اللَّهُمَّ انْعَشْنِي, وَاجْبُرْنِي,
وَاهْدِنِي لِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالْأَخْلَاقِ؛ إِنَّهُ لَا يَهْدِي لِصَالِحِهَا
, وَلَا يَصْرِفُ سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ»
Aku tidak pernah shalat di
belakang Nabi kalian -shallallahu 'alaihi wa alihi wasallam-
kecuali aku mendengarnya setelah beliau selesai shalat berdo’a: “Ya Allah ampunilah kesalahanku dan dosa-dosaku
semuanya, Ya Allah angkatlah derajatku dan tutupilah kekuranganku, dan tunjukilah
aku kepada amalan saleh dan akhlak yang mulia, sesungguhnya tidak ada yang
memberi hidayah kepada amal dan akhlak yang saleh dan tidak ada yang
menjauhkannya dari amal dan akhlak yang buruk kecuali Engkau”. [Al-Mu'jam Al-Kabir karya Ath-Thabaraniy: Hasan
ligairih]
Sa'ad bin Abi Waqqash radiyallahu
'anhu berkata:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ «اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ
مِنَ الْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ
إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَعَذَابِ الْقَبْرِ»
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam sering meminta perlindungan dari 5 hal di setiap akhir shalat: "Ya Allah .. sesungguhnya
aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari
sifat penakut, dan aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan kepada umur yang
paling lemah (pikun), dan aku berlindung kepada-Mu dari cobaan dunia dan
siksaan kubur. [Sunan An-Nasa'i: Sahih]
Dalam riwayat lain, Sa'ad bin Abi Waqqash berkata:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَعَوَّذُ
بِهِنَّ بَعْدَ كُلِّ صَلَاةٍ: «اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ
أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا،
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ».
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam sering meminta perlindungan dari 5 hal setiap selesai shalat ... [Shahih Ibnu
Hibban]
Metode kedua: Kutub
Garaaibi matnil hadits.
Mencari makna kata gharib hadits dalam buku khusus yang mengumpulkan
penjelasan terhadap kata-kata gharib yang terdapat dalam hadits-hadits Nabi shalallahu
‘alaih wasallam.
Diantara buku tersebut:
1. Gariibul Hadits karya Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallaam bin
Abdillah Al-Harawiy (w.224H).
2. Gariibul Hadits karya Abdullah bin Muslim bin Qutaibah, Abu
Muhammad Ad-Dainawariy (w.276H).
3. Gariibul Hadits karya Ibrahim bin Ishaq, Abu Ishaq Al-Harbiy
(w.285H).
4. Ad-Dalaail fii Gariibil
Hadits karya Qasim bin
Tsabit bin Hazm Al-‘Aufiy, Abu Muhammad As-Saraqusthiy (w.302H)
5. Gariibul Hadits karya Abu Sulaiman Hamd bin Muhammad bin
Ibrahim, Al-Khathabiy (w.388H).
6. Al-Faaiq fii Gariibil
Hadits wal Atsar karya
Mahmud bin ‘Amr bin Ahmad, Abul Qasim Az-Zamakhsyariy (w.538H).
7. Gariibul Hadits karya Ibnul Jauziy, Jamaluddin Abul Faraj
Abdurrahman bin Ali bin Muhammad (w.597H).
8. An-Nihayah fii Gariibil
Hadits wal Atsar karya
Majduddin Abu As-Sa’aadaat Al-Mubarak bin Muhammad bin Abdil Kariim, Ibnul
Atsiir Al-Jazariy (w.606H).
9. Tafsiir Gariibil Hadits
karya Al-Hafidz Ibnu Hajar
Al-‘Asqalaniy (w.852H).
10. Al-Jaami’ fii Gariibil
Hadits karya Abdussalam bin
Muhammad bin Umar ‘Alusy.
11. Al-Mu’jam
Al-Mufashal fii Tafsiir Gariibil Hadits karya Dr. Muhammad Al-Tuwabkhiy.
Metode ketiga: Kutub
Syuruuhil Hadits.
Mencari makna kata garib dalam suatu hadits melalui buku-buku yang
mensyarah hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Beberapa buku syarah hadits bisa dilihat dan di-download di sini:
Metode keempat:
Kutub Al-Ma’aajim wal Qawaamiis.
Kita bisa mencari makna kata gharib dalam hadits melalui kamus
bahasa Arab, khususnya kamus-kamus yang banyak menjelaskan kalimat-kalimat
hadits.
Metode ulama dalam menyusun kamus bahasa Arab beraneka ragam,
diantaranya:
a. Metode makharijil
huruf.
Metode ini dipakai oleh Imam Abu Abdirrahman Al-Khalil bin Ahmad
Al-Farahidiy (w.170H) rahimahullah dalam kitabnya “Al-‘Ain”,
beliau menyusun setiap kata dasar bahasa Arab dalam kamusnya sesuai dengan susunan huruf menurut
makhraj (tempat keluar) penyebutan huruf Arab. Susunan hurut tersebut adalah:
ع، ح، هـ، خ، غ،
- ق، ك- ج، ش، ض، - ص، س، ز- ط، د، ت- ظ، ث، ذ- ر، ل، ن- ف، ب، م- و، ا، ي- ء
b. Metode jumlah huruf pada
bentuk dasar kata.
Metode ini dipakai oleh Abu Bakr bin Duraid Al-Azdiy (w.223H) rahimahullah
dalam kitabnya “Jamharatul lugah”. Beliau membagi bentuk dasar kata
menjadi empat: Ats-Tsuna’iy (dasar kata yang terdiri dua huruf, maksunya
tsulatsiy mudha’af), tsulatsiy shahih, ruba’iy, dan khumasiy.
c. Metode huruf hijaiyah
dan jumlah huruf pada bentuk dasar kata.
Metode ini dipakai oleh Ahmad bin Faris bin Zakariya Al-Qazwainiy, Abul
Husain Ar-Raziy (w.395H) rahimahullah dalam kitabnya “mu’jam
maqayiisil lugah”.
Beliu membagi kitabnya sesuai huruf hijaiyah (أ، ب، ت، ث،
...), kemudian
setiap huruf dibagi menurut jumlah huruf bentuk dasar katanya.
d.
Metode huruf
hijaiyah pada akhir kata.
Metode ini membagi kata menjadi beberapa bab sesuai dengan huruf
hijaiyah pada akhir setiap kata, kemudian setiap bab dibagi menjadi beberapa
fasal sesuai dengan huruf hijaiyah pada awal setiap kata.
Contoh: Bab huruf hamzah, fasal hamzah. Artinya kata yang diakhiri huruf
hamzah dan diawali dengan hamzah.
Kemudian bab hamzah, fasal baa’, bab hamzah fasal taa’, bab hamzah fasal
tsaa’, dan seterusnya.
Kemudian bab huruf baa’ fasal hamzah, bab huruf baa’ fasal baa’, bab
huruf baa’ fasal taa’, dan seterusnya.
Diantara kamus yang memakai metode ini:
1) Ash-Shihah taajul
lugah wa shihahul ‘arabiyah karya
Isma’il bin Hammadd Al-Farabiy, Abu Nashr Al-Jauhariy (w.393H).
2) Lisanul ‘Arab karya Muhammad bin Makram bin ‘Alily, Abu
Al-Fadl Jamaluddinn, Ibnu Mandzur Al-Anshariy (w.711H).
3) Al-Qaamus Al-Muhiith
karya Majduddin Muhammad bin Ya’quub, Abu Thahir Al-Fairuz Abadiy (w.817H).
4) Taajul ‘Aruus min
Jawaahiril Qaamuus karya
Muhammad bin Abdurrazaaq Al-Husainiy, Abul Faidh Murtadha Az-Zubaidiy (w.1205H)
e.
Metode huruf hijaiyah pada awal setiap kata.
Metode ini menyusun kata dasar bahasa Arab sesuai dengan huruf hijaiyah pada awal setiap
kata. Metode ini adalah yang paling mudah dan paling banyak dipakai di masa
ini.
Diantara kamus yang memakai metode ini:
1)
Asaasul lugah karya
Az-Zamakhsyariy (w.538H).
2)
Al-Munajjad fil lugah
karya Ali bin Al-Hasan Al-Azdiy, Abul Hasan Al-Hunaiy (w.+309H)
3)
Al-Mu’jamul Wasiith karya
yayasan “majma’ul lugatul ‘arabiyah” di Kairo.
4)
Al-Mu’jamul Kabiir karya
yayasan “majma’ul lugatul ‘arabiyah” di Kairo.
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Makna “Dubur Ash-Shalaah” = akhir shalat, dalam beberapa hadits - Belajar Ilmu Takhrij - Mengenal Turats Hadist
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...