بسم الله الرحمن الرحيم
Lanjutan kitab: Shalat
401. Hadits no. 459, Ciri
orang beriman saling menguatkan satu sama lain.
Dari An-Nu'man bin Basyir –radhiyallahu
‘anhuma-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi,
mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota
tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut
merasakan sakitnya)." [Shahih Bukhari no.5552]
بَابُ
تَشْبِيكِ الأَصَابِعِ فِي المَسْجِدِ وَغَيْرِهِ = Bab: Menyilangkan
jari-jari di mesjid dan lainnya.
402. Hadits no. 461, Tidak
disyari'atkan mengkhususkan shalat di tempat di mana Nabi -shallallahu ‘alaihi
wasallam- pernah shalat di situ.
Al-Ma’rur bin Suwaid –rahimahullah-
berkata: Aku pernah bersama Umar –radhiyallahu ‘anhu- di antara Mekah
dan Madinah, kemudian beliau shalat mengimami kami dan membaca surah “Al-Fiil”
dan “Al-Quraisy”. Kemudian Umar melihat beberapa kaum yang singgah di suatu tempat
kemudian shalat di Masjid, maka Umar bertanya tentang mereka, lalu mereka
menjawab: Ini adalah masjid yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
shalat di dalamnya. Maka Umar berkata:
"
إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
أَنَّهُمُ اتَّخَذُوا آثَارَ أَنْبِيَائِهِمْ بِيَعًا، مَنْ مَرَّ بِشَيْءٍ مِنَ
الْمَسَاجِدِ فَحَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وِإِلَّا فَلْيَمْضِ "
“Sesungguhnya orang-orang sebelum
kalian binasa karena mereka menjadikan tempat yang pernah disinggahi oleh
nabi-nabi mereka sebagai masjid, barangsiapa yang melewati suatu mesjid
kemudian datang waktu shalat maka shalatlah di mesjid itu, jika tidak maka
lanjutkalah perjalanannya (tidak perlu singgah di mesjid tersebut). [Mushannaf
Abdurrazzaaq no.2734: Shahih]
http://www.saaid.net/bahoth/48.htm
Bab-bab
tentang sutrah
403. Hadits no. 463, Jumhur
ulama berpendapat bahwa memakai sutrah (pembatas tempat sujud) sewaktu shalat
hukumnya sebatas sunnah dengan dalil hadits ini.
Baca selengkapnya di sini!
Koreksi terjemah:
بَابُ
سُتْرَةُ الإِمَامِ سُتْرَةُ مَنْ خَلْفَهُ = Bab: Sutrah bagi
imam juga sebagai sutrah bagi orang yang shalat di belakangnya.
404. Hadits no. 464, Tombak
dijadikan sutrah untuk imam ketika shalat ‘ied di lapangan, atau tiang mikrofon
bisa juga sebagai pengganti.
Koreksi terjemah:
بَابُ
سُتْرَةُ الإِمَامِ سُتْرَةُ مَنْ خَلْفَهُ = Bab: Sutrah bagi
imam juga sebagai sutrah bagi orang yang shalat di belakangnya.
405. Hadits no. 465, Sutrah
berfungsi untuk memberi kelonggaran orang yang ingin lewat di depan orang
shalat.
Koreksi terjemah:
بَابُ
سُتْرَةُ الإِمَامِ سُتْرَةُ مَنْ خَلْفَهُ = Bab: Sutrah bagi
imam juga sebagai sutrah bagi orang yang shalat di belakangnya.
Pertanyaan:
Mohon pencerahan ustadz, saat
sekarang jika kita sholat di masjid banyak orang yang melakukan sholat (sholat
sunah dan wajib) tanpa memakai sutrah, apakah karpet pembatas shoff bisa kita
jadikan seperti sutrah sehingga jika tidak melebihi batas karpet shoff
diperbolehka lewat? Terima kasih sebelumnya ustadz!
Jawaban:
Beberapa ulama berpendapat bahwa
garis atau ujung sejadah/karpet pembatas shaf bisa dijadikan sutrah.
Dengan dalil hadits Abu Hurairah
-radhiyallahu 'anhu-; Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-
bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat, maka
hendaklah dia meletakkan sesuatu di depannya. Jika dia tidak menemukan,
hendaklah dia menancapkan sebuah tongkat. Jika dia tidak membawa tongkat, hendaklah
dia membuat garis, kemudian tidak memudharatkannya sekalipun ada yang lewat
depannya." [Sunan Abi Daud no.591: Hadits ini lemah]
Dan jika orang yang sedang shalat
tidak memakai sutrah, maka orang lain boleh lewat di depannya jauh dari tempat
sujudnya. Wallahu a’lam!
http://fatwa.islamweb.net
406. Hadits no. 466, Jarak
antara tempat sujud dan sutrah adalah selebar untuk jalan satu kambing.
Koreksi terjemah:
بَابُ
قَدْرِ كَمْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ بَيْنَ المُصَلِّي وَالسُّتْرَةِ؟
= Bab: Berapa jarak yg semestinya antara org yg shalat dengan sutrahnya?
407. Hadits no. 467, Dalam
riwayat lain disebutkan bahwa jarak antara kaki orang yang sedang shalat dengan
sutrahnya adalah 3 hastah (1 hasta = jarak antara siku dan ujung jari)
Ibnu 'Umar –radhiyallahu
‘anhuma- berkata: Aku bertanya kepada Bilal bin Rabah: Di manakah
Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam shalat saat masuk ka'bah?
Bilal menjawab: Jarak antara
beliau dengan tembok sejauh tiga dzira' (hasta). [Musnad Ahmad no.22775:
Shahih]
Koreksi terjemah:
بَابُ
قَدْرِ كَمْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ بَيْنَ المُصَلِّي وَالسُّتْرَةِ؟
= Bab: Berapa jarak yg semestinya antara org yg shalat dengan sutrahnya?
Pertanyaan:
Apakah benda apapun bisa
dijadikan sutrah?
Jawaban:
Iya, yang penting tingginya
sekitar 2/3 hasta.
Aisyah berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam pernah ditanya mengenai sutrah (pembatas) seseorang yang
sedang shalat. Maka beliau menjawab: 'Ia ialah semisal kayu yang diletakkan di
punggung hewan tunggangan (pelana)'." [Shahih Muslim no.771]
* Hadits ini adalah salah
satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad tertingginya,
antara Imam Bukhari dan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- hanya
diperantarai oleh 3 perawi.
408. Hadits no. 468, Sutrah
berada tepat di depan orang yang sedang shalat. Adapun hadits yang menyebutkan
bahwa sutrah ditaruh di depan samping kanan atau kiri, maka hadits tersebut
lemah.
Al-Miqdad bin Al-Aswad –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam shalat menghadap kayu, tiang, dan tidak pula pohon, kecuali beliau
menjadikannya di depan sebelah kanannya atau kirinya, dan beliau tidak
menghadapnya. [Sunan Abi Daud no.594: Dha’if]
Koreksi terjemah:
يُرْكَزُ
لَهُ = ditancapkan untuknya.
409. Hadits no. 469, Jika
seorang yang shalat tidak memakai sutrah, kemudian ada perempuan atau keledai
atau anjing hitam yang lewat di hadapannya, maka shalatnya terputus.
Abu Hurairah –radhiyallahu
'anhu- berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Yang memutuskan shalat ialah wanita, keledai, dan anjing. Dan menjaga
shalatmu dari hal itu (dengan meletakkan sutrah berupa) seperti kayu yang
diletakkan diatas punggung unta." [Shahih Muslim no.790]
Maksud salat terputus menurut
jumhur ulama adalah terputus kekhusyu’annya, ada juga yang berpendapat bahwa
shalatnya batal.
Dari Abu Sa'id –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada sesuatu yang dapat memutuskan shalat, dan cegahlah (apa yang
ingin lewat di hadapanmu saat shalat) semampu kalian, karena ia adalah
syetan." [Sunan Abi Daud no.617: Derajatnya diperselisihkan]
410. Hadits no. 470, Siapakah
sahabiy yang bersama Anas dalam hadits ini?
Ulama berselisih pendapat dlm hal
ini:
Pendapat pertama: Beliau
adalah Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu-, karena ia
terkenal dengan pemilik (pembawa) dua sendal dan air bersuci Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam.
'Alqamah berkata; "Aku
pernah berkunjung ke negeri Syam lalu shalat dua raka'at di sana kemudian aku
berdo'a; "Ya Allah, mudahkanlah aku untuk dapat bermajelis dengan orang
shalih". Kemudian aku mendatangi kaum lalu aku bermajelis bersama mereka.
Tiba-tiba datang orang yang sudah tua lalu dia duduk di sampingku. Aku bertanya;
"Siapakah orang tua ini?". Mereka menjawab; "Dia adalah Abu
ad-Darda' radliallahu 'anhu ". Maka aku berkata; "Sungguh aku telah
berdo'a kepada Allah agar memudahkanaku bisa bermajelis dengan orang shalih dan
ternyata Allah menjadikan anda untukku". Abu ad-Darda' bertanya;
"Kamu berasal dari mana?". Aku jawab; "Dari Kufah". Dia
berkata lagi; "Bukankah bersama kalian disana ada Ibnu Ummu 'Abd
(maksudnya adalah 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu) pembawa
sepasang sandal (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), bantal dan bejana
(untuk bersuci)?.. [Shahih Bukhari
no.3459]
Khaitsamah bin Abu Sabrah
berkata; "Aku datang ke Madinah, maka aku memohon kepada Allah supaya Dia
memberi kemudahan kepadaku (bertemu) dengan seorang teman yang shalih, lantas
Dia memberiku kemudahan kepadaku (bertemu) Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-,
lalu aku duduk dengannya, kataku kepadanya; "Sesungguhnya aku (tadi)
memohon kepada Allah supaya memberi kemudahan kepadaku (bertemu) seorang teman
yang Shalih, lalu Dia menetapkan kamu kepadaku." Maka Abu Hurairah
berkata; 'Dari kamu berasal?" jawabku; "Dari penduduk Kufah, aku
datang untuk menuntut kebaikan (ilmu) dan mencarinya." Abu Hurairah
berkata; "bukankah di tengah-tengah kalian ada Sa'd bin Malik seorang yang
do'anya mustajab, Ibnu Mas'ud seorang yang selalu melayani Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam ketika bersuci dan memakai sandal, ... [Sunan Tirmidziy
no.3747: Shahih]
Pendapat ini dilemahkan oleh
riwayat lain yang menyebutkan bahwa sahabat yang bersama Anas tersebut umurnya
lebih muda dari Anas, sedangkan Ibnu Mas’ud lebih tua dari Anas.
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu
‘anhu- bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memasuki
kebun dan diikuti seorang anak muda yang membawa tempat air wudhu, ia adalah
orang yang paling muda di antara kami. Lalu ia meletakkan air tersebut di samping
pohon bidara, setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menyelesaikan hajatnya, beliau keluar menemui kami, dan beliau beristinja'
dengan air tersebut." [Shahih Muslim no.398]
Pendapat kedua: Beliau
adalah Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, Abu Hurairah berkata;
Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hendak buang hajat, aku
membawakannya air di bejana, lalu beliau beristinja dengannya. [Sunan Abi Daud
no.41: Hasan]
Adapun perkataan Anas “ia adalah
orang yang paling muda di antara kami”, maksudnya adalah paling belakangan
masuk Islam.
Akan tetapi pendapat ini
dilemahkan oleh riwayat lain yang menyebutkan bahwa sahabi tersebut dari
kalangan Anshar, sedangkan Abu Hurairah bukan dari kaum Anshar. Anas berkata:
"
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي الْخَلَاءَ، فَأَتْبَعَهُ أَنَا وَغُلَامٌ مِنَ
الْأَنْصَارِ بِإِدَاوَةٍ مِنْ مَاءٍ، فَيَسْتَنْجِي بِهَا "
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah mendatangi tempat buang hajat, lalu beliau diikuti oleh aku
dan seorang dari kaum Anshar dengan membawasatu bejanah air, kemudian beliau
beristinja dengannya. [Musnad Ath-Thayalisiy no.2248]
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan:
Perkataan Anas “dari kaum Anshar” adalah kekeliruan dari salah seorang perawi
hadits ini. Atau yang dimaksud dengan “Anshar” di sini adalah secara umum semua
sahabat Nabi. [Fahul Bariy 1/252]
Lihat hadits no 148, Alasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
membawa tongkat ketika buang hajat.
411. Hadits no. 471, Bab
ini dikhususkan oleh Imam Bukhari untuk membantah pendapat yang mengatakan
bahwa sutrah tidak dianjurkan ketika di Mekah, dan larangan lewat depan orang shalat
tidak berlaku.
Dari Katsir bin Katsir bin Al
Muththalib bin Abu Wida'ah, dari sebagian keluarganya, dari Kakeknya, bahwa ia
telah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan shalat (dalam
mesjidil haram) di tempat yang terletak setelah pintu Bani Sahm, sementara
orang-orang lewat di hadapannya, dan tidak ada sutrah (pembatas shalat) antara
keduanya. Sufyan berkata; tidak ada sutrah antara beliau dan Ka'bah. [Sunan Abi
Daud no.1724: Dhaif/lemah]
412. Hadits no. 472, Menjadikan
tiang mesjid sebagai sutrah ketika shalat.
413. Hadits no. 473, Antusias
sahabat Nabi menjadikan tiang mesjid sebagai sutrah ketika shalat sunnah.
* Dianjurkan shalat sunnah
sebelum shalat fardhu magrib.
Dari 'Abdullah Al-Muzaniy
–radhiyallahu ‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Shalatlah sebelum shalat Maghrib!". Beliau berkata, pada kali
ketiganya: "Bagi siapa yang mau". Hal ini Beliau sampaikan karena
khawatir nanti orang-orang akan menjadikannya sebagai sunnah". [Shahih
Bukhari no.1111]
414. Hadits no 474, Boleh
shalat di antara dua tiang ketika shalat sendirian, adapun ketika shalat
berjama'ah maka hukumnya makruh kecuali jika mesjid telah penuh dengan jamaah.
Qurrah –radhiyallahu ‘anhu-
berkata: "Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kami
dilarang membuat shaf di antara tiang-tiang, dan kami dijauhkan darinya (jika
membuat shaf di anrara tiang-tiang). " [Sunan Ibnu Majah no.992: Hasan]
Pertanyaan
1:
Kalau letak tiangnya ada di shaf
kedua gimana? Ini terjadi d masjid tempat kami tinggal.
Jawaban:
Shaf kedua diundurkan ke shaf yang
tidak ada tiangnya.
Pertanyaan2:
Maksudnya kebiasaan warga di sana
tidak menyarankan hal tersebut. Jadi alternatifnya selain didakwahi adalah
apakah lebih memilih shaf 3 jika kebetulan mendapatkan kesempatan d shaft 2?
Jawaban:
Mengisi shaf yang kosong dan
terdepan lebih diutamakan sekalipun berada di antara dua tiang, karena sebagian
ulama membolehkan shaf di antara dua tiang jika shaf-nya tidak terputus
(rapat). Wallahu a’lam!
* Dalam sanad hadits ini
ada rawi yg bernama: Juwairiyah bin Asmaa’ bin ‘Ubaid.
Nama “Juwairiyah” dan “Asmaa’”,
keduanya bisa untuk laki-laki dan perempuan. [Fathul Bariy karya Ibnu Hajar
2/247]
415. Hadits no. 475, Dalam hadits
ini Imam Bukhari -rahimahullah- menyebutkan dua riwayat yg seolah
kontradiksi. Riwayat pertama “وَعَمُودًا
عَنْ يَمِينِهِ “
(dan satu tiang di samping kanannya), dan riwayat kedua “عَمُودَيْنِ عَنْ يَمِينِه “ (dua tiang di
samping kanannya ).
Komentar ulama:
1. Riwayat kedua menunjukkan bahwa
pada masa Nabi jumlah tiang dalam ka’bah ada enam, kemudian setelah itu
tiangnya tinggal lima sebagaimana riwayat pertama “وَكَانَ الْبَيْتُ يَوْمَئِذ “ (dan Ka’bah pada
waktu itu di masa Nabi).
2. Kata (عمود ) pada riwayat
pertama maksudnya adalah mutlak (jins) tidak menunjukkan jumlah 1 tiang,
sedangkan riwayat kedua menjelaskan bahwa tiang yang ada di samping kanan
Rasulullah ada dua.
3. Tiga tiang yang ada di bagian
depan tidak sejajar kecuali dua yang di samping kanan dan kiri Rasulullah,
adapun yang satunya lagi berada di posisi lain samping kanan.
416. Hadits no. 476, Disunnahkan
mendekat ke sutrah saat shalat.
Dari Sahl bin Abi Hatsmah
–radhiyallahu ‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian shalat dengan sutrah,
hendaklah dia mendekat darinya hingga setan tidak dapat memutus
shalatnya." [Sunan Abi Daud no.596: Shahih]
Pertanyaan:
Berarti boleh melangkah ke depan
saat sholat biar dekat dengan sutrah ?
Jawaban:
Memang hadits Sahl bin Abi
Hatsmah ini dijadikan oleh sebagian ulama sebagai dalil bolehnya berjalan
sedikit sewaktu shalat jika diperlukan.
Akan tetapi sisi pendalilannya (wajhul
istidlal) tidak begitu jelas, karena perintah mendekat ke sutrah dalam
hadits ini memiliki dua kemungkinan: dilakukan sebelum memulai shalat, atau
bisa juga ketika sedang shalat.
Namun ada beberapa hadits lain yang
sangat jelas menunjukkan bolehnya berjalan ketika shalat jika diperlukan.
Diantaranya:
Abdullah bin ‘Amr -radhiyallahu
'anhuma-berkata; "Kami bersama Rasulullah -shallallahu 'alaihi
wasallam- pernah menuruni bukit Adzakhir, kemudian tibalah waktu shalat,
lantas beliau mengerjakan shalat dengan menjadikan dinding sebagai arah kiblat,
sedangkan kami berada di belakang beliau, tiba-tiba ada seekor anak kambing
yang lewat di depan beliau di hadapan beliau, namun beliau selalu mencegahnya
(dengan berjalan ke depan) sehingga perut beliau hampir menempel di dinding,
akhirnya anak kambing tersebut lewat di belakangnya." [Sunan Abi Daud
no.607: Hasan]
Aisyah -radhiyallahu
'anha- berkata; Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- sedang
mengerjakan shalat, sementara pintu dalam keadaan tertutup, ketika aku datang,
aku minta dibukakan pintu, maka beliau berjalan dan membukakan pintu untukku
lalu beliau kembali lagi ketempat shalatnya." Disebutkan bahwasanya ketika
itu pintu berada di arah kiblatnya. [Sunan Abi Daud no.787: Hasan]
http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=42730
Koreksi terjemah:
Pada bab ini Imam Bukhari -rahimahullah-
tidak menyebutkan judul babnya. Bab ini sebagai pemisah dengan bab sebelumnya karena
dalam riwayat ini tidak disebutkan shalat di antara dua tiang sebagaimana
riwayat sebelumnya.
Hubungan hadits ini dengan kitab
shalat, adanya penyebutan jarak antara sutrah dan kaki orang yang shalat.
Lihat
hadits no.467
417. Hadits no. 477, Dzahirnya
hadits ini menunjukkan bahwa jika hewan tunggangan yang dijadikan oleh Nabi
-shallallahu ‘alaihi wasallam- sebagai sutrah beranjak pergi di pertengahan
waktu shalat, maka beliau mengambil pelananya sebagai sutrah pengganti.
Dari makna ini diambil hukum bahwa
disunnahkan mengambil sutrah lain sebagai pengganti jika sutrah yang dipakai
sebelumnya telah hilang.
Seperti jika seseorang menjadikan
orang yang duduk di depannya sebagai sutrah kemudian orang tersebut
meninggalkan tempat duduknya, atau makmun yang masbuq (ketinggalan beberapa
raka'at) setelah imamnya salam maka dianjurkan baginya mencari sutrah
pengganti.
Namun beberapa ulama menyebutkan
makna lain dari hadits ini bahwa hewan tunggangan bisa dijadikan sutrah jika
hewan tersebut bisa diam di tempatnya sampai shalat selesai. Adapun jika
dikhawatirkan hewan tersebut bergerak pergi sementara dalam shalat, maka cukup
mengambil pelananya sebagai sutrah sebelum mulai shalat. Wallahu a'lam!
Koreksi terjemah:
1. Kalimat: قُلْتُ:
أَفَرَأَيْتَ إِذَا هَبَّتْ الرِّكَابُ = “Aku bertanya: Bagaimana menurutmu jika
tunggangan itu bergerak pergi?”
Al-Hafidz Ibnu Hajar -rahimahullah- berpendapat bahwa
secara dzahir pertanyaan ini diucapkan oleh Nafi’ dan yang ditanya adalah Ibnu
Umar, akan tetapi dalam riwayat lain dijelaskan bahwa yang bertanya adalah
Ubaidullah bin Umar dan yang ditanya adalah Nafi’.
Dengan demikian kalimat selanjutnya (...قَالَ كَانَ يَأْخُذُ هَذَا الرَّحْل) adalah jawaban dari Nafi yang ia riwayatkan secara mursal (terputus) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dengan demikian kalimat selanjutnya (...قَالَ كَانَ يَأْخُذُ هَذَا الرَّحْل) adalah jawaban dari Nafi yang ia riwayatkan secara mursal (terputus) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
2. Kalimat: كَانَ
يَأْخُذُ هَذَا الرَّحْلَ = Beliau -shallallahu ‘alaihi
wasallam- mengambil pelananya.
3. Kalimat: فَيُصَلِّي
إِلَى آخِرَتِهِ أَوْ قَالَ مُؤَخَّرِه = Kemudian beliau shalat menghadap ke
bagian belakang pelananya.
* Pohon dijadikan sebagai
sutrah.
Ali -radhiallah 'anhu-
berkata; "Saya menyaksikan pada malam peristiwa Badar bahwa tidak
seorangpun kecuali tertidur selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau shalat menghadap pohon dan berdoa sampai pagi.” [Musnad Ahmad no.1103:
Shahih]
418. Hadits no. 478, Hadits
ini adalah salah satu contoh yang menunjukkan kedalaman ilmu Aisyah ummul
mu’miniin -radhiyallahu ‘anha-, beliau terkenal banyak mengeritisi pendapat yang
dianggapnya keliru dan menyelisihi hadits Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Seperti dalam hadits ini Aisyah membantah pendapat sahabi yang mengatakan bahwa
wanita, anjing, dan keledai jika lewat depan orang shalat akan memutuskan
shalatnya.
Beberapa ulama telah mengumpulkan
beberapa keritikan Aisyah -radhiyallahu ‘anha- terhadap para sahabat,
diantaranya:
Imam Badruddin Az-Zarkasyiy
(w.794H) dalam kitabnya: الإجابة لإيراد ما استدركته عائشة على الصحابة
Dan Imam As-Suyuthiy (w.911H) dalam
kitabnya: عين الإصابة في استدراك عائشة على الصحابة
Lihat: Buku tentang Aisyah radhiyallahu 'anha
Koreksi terjemah:
1)السَّرِيرِ
=
ranjang.
2) فَيَتَوَسَّطُ السَّرِيرَ فَيُصَلِّي=
Beliau berdiri menghadap bagian tengah ranjang, kemudian shalat.
3)فَأَكْرَهُ
أَنْ أُسَنِّحَهُ فَأَنْسَلُّ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْ السَّرِيرِ = “Dan aku tdk ingin lewat di depannya, maka
aku beranjak secara perlahan melalui dua kaki ranjang”
419. Hadits no. 480, Ancaman
keras bagi orang yang lewat depan orang yang sedang shalat.
Abu Shalih As-Samman berkata,
"Pada hari jum'at aku melihat Abu Sa'id Al-Khudriy –radhiyallahu ‘anhu-
shalat menghadap sesuatu yang membatasinya dari orang-orang (yang lewat).
Kemudian ada seorang pemuda dari Bani Abu Mu'aith hendak lewat di depannya.
Maka Abu Sa'id menghalangi orang itu dengan menahan dadanya. Pemuda itu mencari
jalan tapi tidak ada kecuali di depan Abu Sa'id. Maka pemuda itu mengulangi
lagi untuk lewat. Abu Sa'id kembali menghadangnya dengan lebih keras dari yang
pertama. Kemudian pemuda itu pergi meninggalkan Abu Sa'id dan menemui Marwan,
ia lalu mengadukan peristiwa yang terjadai antara dirinya dengan Abu Sa'id.
Setelah itu Abu Sa'id ikut menemui Marwan, Marwan pun berkata, "Apa yang
kau lakukan terhadap anak saudaramu ini, wahai Abu Sa'id?" Abu Sa'id
menjawab, "Aku pernah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Jika seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang
membatasinya dari orang, kemudian ada seseorang yang hendak lewat dihadapannya
maka hendaklah dicegah. Jika dia tidak mau maka perangilah dia, karena dia
adalah setan." [Shahih Al-Bukhari no.479]
Pertanyaan
1:
Kalau di depannya ada tas yang
menghalangi, boleh atau tidak?
Jawaban:
Boleh, begitu pula kalau orang yang
sedang shalat tidak pakai sutrah, boleh lewat di depannya jauh dari tempat
sujudnya. Wallahu a’lam!
Pertanyaan
2:
Kenapa di Masjidil Haram dan
Masjid Nabawi orang sepertinya kurang perhatian dengan sutrah? Di Jakarta ada
mesjid yang punya banyak sekali sutrah, di sana malah hampir tidak ditemukan.
Apakah karena terlalu ramai lalu ada perkecualian?
Jawaban:
Untuk Masjidil haram, pada
beberapa hadits sebelumnya no.471, Imam Bukhari -rahimahullah- telah
mengkhususkan satu bab untuk membantah pendapat yang mengatakan bahwa sutrah
tidak dianjurkan ketika di Mekah, dan larangan lewat depan orang shalat tidak
berlaku.
Sedangkan di Madinah, beberapa
ulama memang menganggap bahwa pembuatan sutrah khusus dalam mesjid adalah
bentuk takalluf (memaksakan diri) dalam beribadah, karen para sahabat
Nabi tidak melakukan hal demikian dalam mesjid, mereka cukup pmenggunakan tiang
mesjid, dinding, atau orang yang duduk di depannya sebagai sutrah. Wallahu
a'lam!
420. Hadits no. 481, Boleh
shalat menghadap orang yang sedang duduk atau tidur (dijadikan sutrah) jika tidak
mengganggu kekhusyu’an dalam shalat.
Koreksi terjemah:
Koreksi 1: بَابُ
اسْتِقْبَالِ الرَّجُلِ صَاحِبَهُ أَوْ غَيْرَهُ فِي صَلاَتِهِ وَهُوَ يُصَلِّي
= Bab: Seseorang menghadap sahabatnya atau selainnya dalam shalatnya saat ia
sedang shalat.
Bab ini mengandung dua makna:
1. Orang yang sedang shalat
menghadap orang yang sedang duduk di depannya.
2. Orang yang duduk menghadapkan
wajahnya di depan orang yang sedang shalat.
Untuk makna yang kedua, beberapa
ulama menghukuminya makruh, sedangkan yang lain membolehkan jika tidak
mengganggu kekhusyu’an orang yang sedang shalat.
Koreksi 2: السَّرِيرِ
=
ranjang
421. Hadits no. 482, Membangunkan
istri untuk shalat malam walau hanya satu raka’at witir.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Semoga Allah merahmati seseorang yang bangun malam kemudian shalat lalu
membangunkan isterinya, apabila isterinya menolak, dia akan memercikkan air ke
mukanya, dan semoga Allah merahmati seorang isteri yang bangun malam lalu
shalat, kemudian dia membangunkan suaminya, apabila suaminya enggan, maka
isterinya akan memercikkan air ke muka suaminya." [Sunan Abi Daud no.1113:
Hasan]
422. Hadits no. 483, Ketika
kita melakukan sesuatu yang kemungkinan orang lain berprasangka buruk maka kita
wajib menjelaskannya untuk mencegah orang lain terjerumus pada dosa buruk sangka.
Seperti yang dilakukan oleh
Aisyah -radhiyallahu ‘anha- menjelaskan alasan kenapa ia merentangkan
kakinya ke hadapan Nabi shallallahu alaihi wasallam yaitu karena tidak
ada cahaya.
Shafiyyah binti Huyay –radhiyallahu
‘anha- berkata; Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
sedang melaksanakan i'tikaf aku datang menemui Beliau di malam hari, lalu aku
berbincang-bincang sejenak dengan Beliau, kemudian aku berdiri hendak pulang,
Beliau juga ikut berdiri bersama aku untuk mengantar aku. -Saat itu Shafiyyah
tingal di rumah Usamah bin Zaid-, (Ketika kami sedang berjalan berdua itu) ada
dua orang laki-laki yang lewat, dan tatkala melihat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam keduanya mempercepat langkah. Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Kalian jangan terburu-buru, sesunggungguhnya
wanita ini adalah Shofiyah binti Huyay". Maka keduanya berkata: "Maha
suci Allah, wahai Rasulullah". Lalu Nabi shallallahu'alaihiwasallam
bersabda: "Sesungguhnya setan beraksi (menggoda) manusia secepat aliran darah,
dan aku khawatir setan akan memasukkan perkara yang buruk pada hati kalian
berdua". [Shahih Bukhari no.3039]
423. Hadits 484, Aisyah -radhiyallahu
‘anha- berpendapat bahwa perempuan, keledai, dan anjing tidak memutuskan
shalat seseorang jika lewat di depannya. Kemungkinan besar karena hadits dalam
masalah ini tidak sampai kepadanya.
Abu Dzarr –radhiyallahu
‘anhu- berkata, Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam bersabda,
"Apabila salah seorang dari kalian hendak shalat, maka sesungguhnya ia
terlindungi jika ia meletakkan sutrah di hadapannya (sutrah) seperti bagian
belakang pelana (kayu yang diletakkan diatas hewan tunggangan), apabila di
hadapannya tidak ada (sutrah) seperti bagian belakang pelana, maka shalatnya
akan terputus oleh keledai, wanita, dan anjing hitam (jika lewat di
hadapannya).' Aku bertanya, 'Wahai Abu Dzarr, apa perbedaan anjing hitam dari
anjing merah dan kuning? Dia menjawab, 'Aku pernah pula menanyakan hal itu
kepada Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam sebagaimana kamu
menanyakannya kepadaku, maka jawab beliau, 'Anjing hitam itu setan'."
[Shahih Muslim no.789]
Lihat
hadits no.469.
Koreksi terjemah:
السرير = ranjang
424. Hadits no. 485, Alasan
ulama yang berpendapat bahwa perempuan, keledai, dan anjing tidak memutuskan
shalat seseorang jika lewat di depannya. Karena Aisyah -radhiyallahu’anha-
pernah tidur di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam- yang sedang shalat.
[Lihat hadits no.483]
Bagaimana ulama menyikapi hadits
Aisyah yang nampaknya bertentangan dengan hadits Abu Dzar yang menunjukkan bahwa
jika wanita lewat di depan org shalat maka akan memutuskan shlatnya? [Shahih
Muslim no.789]
1. Hadits Aisyah menasakh
(menbatalkan hukum) hadits Abu Dzar. Tapi jawaban ini lemah karena tidak ada
bukti yang menunjukkan bahwa hadits Abu Dzar lebih dahulu ditetapkan dari pada
hadits Aisyah.
Kalaupun hadits Abu Dzar telah
dibatalkan hukumnya oleh hadits Aisyah, maka yang dibatalkan cuma hukum
perempuan, sedangkan himar dan anjing tetap berlaku.
2. Sebab wanita memutuskan shalat
karena akan mengganggu kekhusyu’an orang yang shalat, sedangkan hadits Aisyah
terjadi dalam situasi gelap gulita sehingga tidak mengganggu kekhusyu’an Nabi -shallallahu
‘alaihi wasallam-. [Lihat hadits sebelumnya no.483]
3. Hadits Abi Dzar umum untuk
semua wanita, sedangkan hadits Aisyah memberi pengkhususan untuk istri.
4. Hadits Aisyah mengandung
kemungkinan hukum tersebut khusus untuk Nabi shallallahu'alaihiwasallam,
sedangkan hadits Abu Dzar sangat jelas hukumnya untuk seluruh umat Islam.
5. Hadits Abu Dzar sifatnya umum
jika wanita lewat/melintas di depan orang shalat, sedangkan hadits Aisyah
memberi pengkhususan jika sedang duduk atau tidur maka itu tidak memutuskan
shalat. Wallahu a’lam!
425. Hadits no. 486, Boleh
shalat sambil menggendong anak kecil, dengan demikian jika anak perempuan yang
masih kecil lewat depan orang shalat juga tidak memutuskan shalatnya, karena
mengendongnya lebih besar kemungkinan mengganggu dari pada hanya sekedar lewat
di depannya.
Tapi sebaiknya agar anak kecil
tetap dihalau agar tidak lewat depan orang shalat.
Abdullah bin ‘Amr -radhiyallahu
'anhuma- berkata; "Kami bersama Rasulullah -shallallahu 'alaihi
wasallam- pernah menuruni bukit Adzakhir, kemudian tibalah waktu shalat,
lantas beliau mengerjakan shalat dengan menjadikan dinding sebagai arah kiblat,
sedangkan kami berada di belakang beliau, tiba-tiba ada seekor anak kambing
yang lewat di depan beliau di hadapan beliau, namun beliau selalu mencegahnya
(dgn berjalan kedepan) sehingga perut beliau hampir menempel di dinding,
akhirnya anak kambing tersebut lewat di belakangnya." [Sunan Abi Daud
no.607: Hasan]
Koreksi terjemah:
وَلِأَبِي
الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ = “Dan (Umamah adalah) putri dari Abu Al-'Ash
bin Rabi'ah bin 'Abdu Syamsi -radhiyallahu ‘anhu-”.
* Hadits ini menunjukkan bahwa
boleh membawa anak kecil ke mesjid, karena kejadian dalam hadits ini terjadi dalam
mesjid sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain:
Abu Qatadah Al-Anshari –radhiyallahu
‘anhu- berkata, "Saya melihat Nabi shallallahu'alaihi wasallam
mengimami shalat orang-orang sambil menggendong Umamah binti Abu al-'Ash, bayi
Zainab binti Muhammad shallallahu'alaihi wasallam di atas pundak beliau.
Apabila beliau rukuk maka beliau meletakkan bayi itu, dan apabila beliau
berdiri dari sujud maka mengembalikannya (maksudnya menggendongnya
kembali)." [Shahih Muslim no.845]
426. Hadits no. 487, Hubungan
hadits ini dengan judul bab dijelaskan dalam riwayat lain bahwasanya Maimunah
-radhiyallahu ‘anha- waktu itu sedang haid. [Lihat
hadits no.321 dan 488]
427. Hadits no. 488, Keistimewaan
Maimunah bint Al-Harits: Ia dan 3 saudarinya mendapatkan gelar iman dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari Ibnu Abbas –radhiyallahu
‘anhuma-; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْأَخَوَاتُ مُؤْمِنَاتٌ: مَيْمُونَةُ
زَوْجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأُخْتُهَا أُمُّ الْفَضْلِ
بِنْتُ الْحَارِثِ، وَأُخْتُهَا سَلْمَى بِنْتُ الْحَارِثِ امْرَأَةُ حَمْزَةِ،
وَأَسْمَاءُ بِنْتُ عُمَيْسٍ أُخْتُهُنَّ لِأُمِّهِنَّ
“(Empat) bersaudara yg
beriman: Maimunah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan
saudarinya yaitu Ummul Fadhl binti Al-Harits, dan saidarinya yaitu Salma binti
Al-Harits istri Hamzah, dan Asmaa’ binti ‘Umais saudari seibu mereka”.
[Mustadrak Al-Hakim: Hasan]
428. Hadits no. 489, Hadits
Aisyah -radhiyallau ‘anha- ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama bahwa
menyentuh perempuan tidak membatalkan wudhu.
Dalam hadits lain, Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata: "Aku kehilangan Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam
pada suatu malam dari kasur peraduanku, lalu aku mencarinya, lalu tanganku
mendapatkan kedua telapak kakinya dalam keadaan beliau berada di masjid. Kedua
telapak kakinya tegak lurus (sdg sujud), dan beliau berdoa, 'Ya Allah, aku
berlindung dengan ridhaMu dari bahaya murkaMu, dan berlindung dengan ampunanMu
dari bahaya hukumanMu, dan aku berlindung kepadaMu dar adzabMu, aku tidak bisa
menghitung pujian atasMu. Engkau adalah sebagaimana Engkau memuji atas
diriMu'." [Shahih Muslim no.751]
Adapun ayat: {atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah}
[An-Nisaa’: 43, Al-Maidah: 6]
Maka “menyentuh perempuan”
maksudnya adalah bersetubuh (jima’), sebagaimana ditafsirkan oleh Ibnu Abbas -radhiyallahu
‘anhuma-.
Pendapat lain, bahwa
menyentuh perempuan membatalkan wudhu, dengan dalil dzahir ayat di atas, adapun
hadits Aisyah maka kemungkinan sentuhan tersebut dengan memakai pembatas kain
dan tidak secara langsung (kulit dengan kulit).
Pendapat ketiga, bahwa
menyentuh perempuan membatalkan wudhu jika mengandung syahwat, dengan dalil
dzahir ayat di atas, adapun hadits Aisyah maka sentuhan tersebut tidak dengan
syahwat.
Pendapat yang lebih kuat
adalah pendapat pertama, dengan alasan:
1. Tidak ada dalil yang jelas
menyebutkan bahwa menyentuh perempuan dapat membatalkan wudhu, padahal masalah
ini adalah permasalahan yang terjadi dalam keseharian.
2. Hukum asal bagi orang yang sudah
berwudhu adalah tetap dalam kondisi suci sampai ada dalil kuat yang
membatalkannya.
3. Penafsiran Ibnu Abbas –radhiyallahu
‘anhuma- lebih didahulukan dari penafairan selainnya.
4. Dalam ayat tayammum disebutkan
penyebab hadat kecil, dan tidak disebutkan hadats besar kecuali menafsirkan
makna menyentuh sebagai jimaa’ (bersetubuh).
5. Kata menyentuh dalam hadits Aisyah
tidak bisa diartikan dengan memakai lapisan tanpa ada dalil.
6. Jika menyentuh membatalkan
wudhu jika dengan syahwat, maka dengan demikian melihat wanita dengan syahwat,
atau menyentuh laki-laki cantik dengan syahwat juga bisa membatalkan, dan tidak
ada yang berpendapat demikian. Wallahu a’lam!
Kitab:
Waktu-Waktu Shalat
429. Hadits no. 492, Mendirikan
shalat berarti menjalankannya pada waktunya.
Allah subhanahu wata'aalaa
berfirman: {Maka dirikanlah shalat itu. Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.} [An-Nisaa’:
103]
Koreksi terjemah:
1) وَأَنِّي
رَسُولُ اللَّهِ = Dan sesungguhnya
aku adalah utusan Allah.
2) وَأَنْ
تُؤَدُّوا إِلَيَّ خُمُسَ مَا غَنِمْتُمْ =
dan kalian menyerahkan kepadaku seperlima dari apa yang kalian peroleh dari
rampasan perang.
3) Ad-Dubaa’= Bejana yang terbuat
dari labu.
4) Al-Hantam= Bejana yang terbuat
dari tanah liat.
5) Al-Muqayyar= Bejana yang
dilapisi dengan ter/aspal.
6) An-Naqiir= Bejana yang terbuat
dari batang pohon kurma.
Pertanyaan:
Ustadz, apa maksud melarang dari
ke-4 perkara di atas? Kita penduduk bumi ini, masih lebih banyak pengguna
bejana yang terbuat dari tanah liat! Mohon penjelasan Ustadz, syukran!
Jawaban:
Maksudnya dilarang membuat
minuman dari rendaman kurma atau anggur kering dengan 4 jenis bejana tersebut,
karena akan cepat menjadikannya khamar (memabukkan).
Tapi larangan tersebut sudah di-nasakh
(hukumnya tidak berlaku lagi).
Buraidah –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah.
Dahulu aku melarang kalian untuk menyimpan daging hewan kurban lebih dari tiga
hari, maka sekarang simpanlah selama jelas bagimu manfaatnya. Dahulu aku
melarang kalian membuat nabidz (minuman rendaman anggur kering) selain dalam
qirbah, maka sekarang minumlah dari segala tempat air, asal jangan kamu minum
yang memabukkan." [Shahih Muslim
no.1623]
430. Hadits no. 493, Inti
bai’at itu adalah loyal kepada Islam dan umat Islam, bukan kepada jama’ah atau
kelompok tertentu.
* Mendirikan shalat adalah
salah satu poin baiat kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Koreksi terjemah:
وَالنُّصْحِ = Dan memberi nasehat.
431. Hadits no. 495, Shalat
sebagai penghapus dosa-dosa kecil jika dilkukan dengan wudhu yang baik, serta
khusyu’ dan sempurna gerakannya.
Hudzaifah –radhiyallahu
‘anhu- berkata, "Kami pernah bermajelis bersama 'Umar, lalu ia
berkata, "Siapa di antara kalian yang masih ingat sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam tentang masalah fitnah? ' Aku lalu menjawab, 'Aku masih
ingat seperti yang beliau sabdakan! ' 'Umar bertanya, "Kamu memang
ahlinya, dan lebih berhak menyampaikannya" Aku menjawab, 'Yaitu fitnah
(cobaan) seseorang dalam keluarganya, harta, anak dan tetangganya. Dan fitnah
itu akan terhapus oleh amalan shalat, puasa, sedekah, amar ma'ruf dan nahi
munkar." 'Umar berkata, "Bukan itu yang aku mau. Tapi fitnah yang
dahsyat seperti dahsyatnya ombak laut." Hudzaifah berkata, "Wahai
Amirul Mukminin, sesungguhnya fitnah itu tidak akan membahayakan engkau! antara
engkau dengannya terhalang oleh pintu yang tertutup." 'Umar bertanya;
"Pintu itu akan dirusak atau dibuka?" Hudzaifah menjawab,
"Dirusak." 'Umar pun berkata, "Kalau begitu tidak akan bisa
ditutup selamanya! ' Kami (perawi) bertanya, "Apakah 'Umar mengerti pintu
yang dimaksud?" Hudzaifah menjawab, "Ya. Sebagaimana mengertinya dia
bahwa sebelum esok adalah malam hari. Aku telah menceritakan kepadanya suatu
hadits yang tidak ada kerancuannya." Namun kami takut untuk bertanya
kepada Hudzaifah, lalu aku suruh Masruq, lalu ia pun menanyakannya kepadanya.
Hudzaifah lalu menjawab, "Pintu itu adalah Umar." [Shahih Bukhari
no.494]
Utsman bin ‘Affan –radhiyallahu
‘anhu- berkata; 'Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidaklah seorang muslim yang ketika waktu shalat telah tiba
kemudian dia membaguskan wudhunya, khusyu'nya serta shalatnya, melainkan hal
itu menjadi penebus dosa-dosanya yang telah lalu, selama tidak melakukan dosa
besar. Dan itu (berlaku) pada seluruh waktu'." [Shahih Muslim no.335]
432. Hadits no. 496, Shalat
pada waktunya adalah salah satu amalan yang paling dicintai oleh Allah subhanahu
wata’aalaa-.
433. Hadits no. 497, Shalat
lima waktu bisa menghapuskan dosa-dosa kecil jika meninggalkan dosa-dosa besar.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Shalat lima waktu, dan shalat Jum'at ke Jum'at berikutnya, dan puasa
Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya
apabila dia menjauhi dosa besar." [Shahih Muslim no.344]
434. Hadits no. 498, Allah subhanahu
wata’aalaa berfirman: {Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya}. [Al-Ma’un:4-5]
Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibnu
Mas’ud, dan Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhum- menafsirkan makna “lalai
dari shalat” dengan menunda-nunda
pelaksanaannya sampai keluar waktunya tanpa sebab. [Tafsir Ath-Thabariy
15/569 dan 34/659]
Koreksi terjemah:
Anas berkata: Aku tidak mengenal
sesuatu amalan (di masa ini) yang perna dilakukan pada masa Nabi -shallallahu
‘alaihi wasallam-. Dikatakan (kepadanya): Shalat (pernah ada di masa
Nabi)!. Anas menjawab: Bukankah kalaian sudah memalaikannya seperti yang kalian
lakukan saat ini (melaksanakannya di luar waktu)?
435. Hadits no. 499, Menunda-nunda
shalat sampai hampir habis waktunya adalah sifat munafiq.
Al-'Ala` bin Abdurrahman -rahimahullah-
pernah menemui Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- di rumahnya di
Bashrah, ketika selesai shalat zhuhur,
sementara rumahnya berada di samping masjid. Ketika kami menemuinya, dia
bertanya; "Apakah kalian sudah shalat ashar?"
Kami jawab; "Baru
saja kami tinggalkan waktu shalat zhuhur."
Kata Anas; "Lakukanlah
shalat 'Ashar." Maka kami pun melakukan shalat ashar. Ketika kami selesai
mengerjaan shalat Ashar, aku mendengar dia mengatakan; Aku mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ashar itulah shalat (yang
biasanya ditelantarkan) orang munafik, ia duduk mengamat-amati matahari, jika
matahari telah berada di antara dua tanduk setan (sdh mau tenggelam), ia
melakukannya dan ia mematuk empat kali (sangat cepat) ia tidak
mengingat Allah kecuali sedikit sekali." [Shahih Muslim no.987]
436. Hadits no. 500, Allah
Yang Maha Suci berbicara dengan suara, tidak menyerupai suara makhluk-Nya,
{Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar
dan Melihat} [Asy-Syuraa:11]
Abu Said Al-Khudriy radliyallahu'anhu
berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah
berfirman: 'Wahai Adam!' Adam menjawab: 'Aku penuhi panggilan-Mu!', lantas
Adam dipanggil dengan suara: 'Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta'ala menyuruhmu
untuk mengeluarkan utusan-utusan dari anak cucumu ke neraka'." [Shahih
Bukhari no.6929]
Abdullah bin Mas'ud –radhiyallahu
‘anhu- berkata:
" إِذَا تَكَلَّمَ
اللَّهُ بِالْوَحْيِ، سَمِعَ صَوْتَهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، فَيَخِرُّونَ سُجَّدًا،
حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ، نَادَى أَهْلُ السَّمَاءِ أَهْلَ
السَّمَاءِ: مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا: الْحَقَّ، قَالَ: كَذَا وَكَذَا "
“Ketika
Allah berbicara dengan wahyu, suaranya didengar oleh penduduk langir kemudian
mereka semua tersungkur sujud, sampa ketika hati mereka sudah tenang, penduduk
langit berseru, apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian? Mereka menjawab:
Kebenaran, Allah berfirman ini dan itu. [Al- Ibanah Al-Kubraa no.16: Hasan]
437. Hadits no. 501, Perbaiki
posisi sujudmu, jangan meniru gaya anjing (kedua siku menyentuh lantai), karena
pada saat itu engkau sangat dekat dgn Rabb-mu.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam bersabda,
"Keadaan seorang hamba yang paling dekat dari Rabb-nya adalah ketika dia
sujud, maka perbanyaklah doa." [Shahih Muslim no.744]
Koreksi terjemah:
يناجي
ربه = berbicara secara rahasia dengan Rabb-nya.
438. Hadits no. 502, Yang
diperintahkan untuk menunda shalat dzuhur ketika cuaca sangat panas adalah
imam, adapun makmum tetap mengikuti imam. Kecuali jika seseorang shalat
sendirian, maka ia juga boleh menunda shalat dzuhur sampai cuaca dingin.
Koreksi terjemah:
فَأَبْرِدُوا
عَنْ الصَّلَاةِ = Maka tundalah
shalat sampai cuaca terasa dingin”
Pertanyaan:
Untuk batasan cuaca dingin di
kira kira sampai kapan?
Jawaban:
Di hadits berikutnya (no.503)
disebutkan sampai bayangan bukit atau suatu benda terlihat.
439. Hadits no. 503, Islam
adalah agama yang penuh rahmat, di mana ada kesulitan di situ ada kemudahan.
Ibnu 'Abbas –radhiyallahu
‘anhuma- berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam; "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?"
Maka
beliau bersabda: "Al-Hanifiyyah (yang lurus sesuai agama Ibrahim) As-Samhah
(yang mudah, tidak memberatkan)". [Musnad Ahmad no.2003: Shahih ligairih]
Koreksi terjemah:
1) أَبْرِدْ
أَبْرِدْ = “Tundalah hingga cuaca dingin, tundalah hingga cuaca dingin”
2) فَأَبْرِدُوا
عَنْ الصَّلَاةِ = Maka tundalah shalat sampai cuaca terasa dingin”
440. Hadits no. 504, Cuaca
yang sangat panas atau sangat dingin, keduanya adalah hembusan dari neraka
jahannam.
441. Hadits no. 505, Neraka
sudah ada dan sudah tercipta.
Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu- berkata: Kami bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
tiba-tiba beliau mendengar suara sesuatu yang jatuh berdebuk, Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bertanya: "Tahukah kalian apa itu?"
Kami
menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.
Beliau bersabda: "Itu adalah batu
yang dilemparkan ke neraka sejak tujuhpuluh tahun lalu, ia jatuh ke neraka
sampai sekarang dan baru mencapai keraknya (paling bawah)."
Dalam riwayat lain: "Ia (batu)
yang jatuh ke paling bawah neraka lalu kalian mendengar debukannya."
[Shahih Muslim no.5078]
442. Hadits no. 506, Muadzin
ikut perintah Imam untuk adzan dan iqomah ketika bepergian jauh, adapun ketika
muqim maka muadzin mengikuti waktu setiap shalat untuk adzan dan mengikuti
arahan imam ketika iqomah. [Syarah Shahih Al-Bukhariy kry Syekh Ibnu
Utsaimin 2/472]
Koreksi terjemah:
1) أَبْرِدْ
= “Tundalah hingga cuaca dingin”
2) Firman Allah: Tatafayya’u
443. Hadits no. 508, Awal
masuk waktu dzuhur ketika matahari sudah tergelincir ke barat dari pertengahan
langit.
Abdullah bin 'Amru bin 'Ash
–radhiyallahu ‘anhuma- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah ditanya tentang waktu shalat, beliau lalu bersabda:
"Waktu shalat fajar (subuh) sebelum tanduk matahari pertama (sisi bagian
atasnya) muncul, dan waktu shalat zhuhur jika matahari telah miring dari
pertengahan langit, selama belum tiba waktu shalat ashar, dan waktu shalat
ashar selama matahari belum menguning dan tanduk pertamanya (sisi bagian
atasnya) menghilang, dan waktu shalat maghrib jika matahari menghilang selama
mega merah (syafaq) menghilang, dan waktu shalat isya' hingga
pertengahan malam." [Shahih Muslim no.967]
Koreksi terjemah:
1) وَنَسِيتُ
مَا قَالَ فِي الْمَغْرِبِ = Abu Al-Minhal berkata: Dan aku lupa apa
yg dikatakan Abu Barzah tentang waktu magrib.
2) Syu'bah berkata; "Aku
pernah berjumpa denganya (Abu Al-Minhal) pada suatu hari, ia berkata: ...
444. Hadits no. 509, Hadits
ini menunjukkan bhw perintah menunda shalat dzuhur sampai cuaca dingin bukan
perintah wajib tapi sekedar anjuran (sunnah).
Lihat
hadits no.502.
445. Hadits no. 510, Kata ( سبعا ) maksudnya 7 raka’at,
setelah shalat magrib 3 raka’at dilanjutkan dengan isya 4 raka’at.
Sedangkan kata (ثمانية ) maksudnya 8
raka'at, setelah shalat dzuhur 4 raka'at langsung dilanjut dengan 4 raka’a
ashar.
Imam Bukhari -rahimahullah- memahami hadits ini
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat dzuhur di akhir waktu hingga dilanjut dengan ashar di
awal waktu. Ulama mengenalnya dengan jama’ shuriy.
Dalam riwayat lain: Amru bin
Dinar berkata: Aku tanyakan: "Wahai Abu Asy-Sya'tsa' (Jabir bin Zayd), dugaanku Beliau mengakhirkan Zhuhur
(di akhir waktunya) dan menyegerakan 'Ashar (di awal waktunya), dan
menyegerakan 'Isya (di awal waktunya) dan mengakhirkan Maghrib" (di akhir
waktunya)?"
Dia (Jabir bin Zayd) berkata: "Aku juga menduga begitu".
[Shahih Bukhari no.1103]
Sedangkan ulama lain memahami bahwa
dalam hadits ini Rasulullah menjamak haqiqi, yaitu shalat dzuhur di
waktu ashar atau ashar di waktu dzuhur, begitu pula dengan magrib dan isya.
Dalam riwayat lain:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjamak antara
zhuhur dan ashar, maghrib dan isya` di Madinah, bukan karena ketakutan dan
bukan pula karena hujan."
Sa’id bin Jubair berkata; aku tanyakan kepada
Ibnu Abbas; "Mengapa beliau lakukan hal itu?"
Dia menjawab;
"Beliau ingin supaya tidak memberatkan umatnya (jika dibutuhkan untuk
menjamak shalat)." [Shahih Muslim no.1151]
Koreksi terjemah:
فَقَالَ
أَيُّوبُ لَعَلَّهُ فِي لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ قَالَ عَسَى = Ayyub
(As-Sakhtiyaniy) berkata, "Barangkali hal itu ketika pada malam itu
hujan." Jabir bin Zayd berkata: "Bisa jadi."
446. Hadits no. 511, Awal
masuk waktu shalat Ashar ketika bayangan seseorang sama panjang dengan dirinya.
Jabir bin Abdullah –radhiyallahu
‘anhuma- berkata, "Jibril 'alaihissalam datang kepada
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam ketika matahari telah condong ke
barat, ia berkata: 'Wahai Muhammad, bangkitlah dan tegakkanlah shalat! '
Lalu
beliau shalat Zhuhur ketika matahari condong ke barat. Kemudian dia menetap
hingga tatkala bayangan seseorang seperti aslinya. Ia datang untuk shalat
Ashar, lantas berkata: 'Wahai Muhammad, bangkitlah dan tegakkanlah shalat! '
Lalu beliau shalat Ashar, ... [Sunan An-Nasaiy no.523: Shahih]
447. Hadits no. 512, Hadits
ini menunjukkan anjuran mempercepat pelaksanaan shalat Ashar pada awal
waktunya, karena kamar Aisyah ukurannya kecil dan dindingnya rendah, jika
bayang-bayang belum mendominasi di kamarnya, berarti matahari masih tinggi.
448. Hadits no. 513, Hadits
ini membantah pendapat Imam Abu Hanifah -rahimahullah- yang mengatakan bahwa
awal waktu ashar adalah ketika bayang-bayang dua kali lebih panjang dari ukuran
suatu benda.
449. Hadits no. 514, Biasakan
membawa anak bertemu dengan ulama dan orang-orang shalih.
Abu Rimtsah –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Aku dan bapakku berangkat menemui Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bertanya kepada bapakku: "Apakah ini anakmu?"
Bapakku menjawab,
"Benar, demi Tuhannya Ka'bah."
Beliau bertanya lagi: "Apakah itu
benar?"
Bapakku menjawab, "Aku bersaksi atasnya."
Abu Rismtsah
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu tersenyum
karena aku mirip dengan bapakku dan karena sumpah yang dilakukannya atas
diriku. Kemudian beliau bersabda: "Ketahuilah, dia tidak akan memikul
dosamu dan kamu tidak akan memikul dosanya."
Lalu beliau membaca ayat:
'{dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain} ' -Qs. Al Isra:
15-. [Sunan Abi Daud no.3897]
Koreksi terjemah:
1)إلى
رحْلِهِ =
ke rumahnya.
2) وَنَسِيتُ
مَا قَالَ فِي الْمَغْرِبِ = Sayyar bin Salamah (Abu Al-Minhal)
berkata: Dan aku lupa apa yang dikatakan Abu Barzah tentang waktu magrib.
450. Hadits 515, Bani ‘Amru
bin ‘Auf maksudnya di masjid Qubaa’, karena mereka tinggal di sekitar sana.
Lihat hadits no.518.
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...