Rabu, 25 September 2019

Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (22) Orang yang berpuasa junub di pagi hari

بسم الله الرحمن الرحيم
A.    Penjelasan pertama:
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ الصَّائِمِ يُصْبِحُ جُنُبًا
“Bab: Orang yang berpuasa junub di pagi hari”
Dalam bab ini Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan satu hadits muttashil yang menunjukkan bahwa orang yang berpuasa kemudian junub di pagi harinya tidak membatalkan puasanya, dari Aisyah dan Ummu Salamah -radhiyallahu 'anhuma- dengan dua sanad.
Kemudian menyebutkan satu hadits mu’allaq dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- yang menunjukkan bahwa orang yang junub di pagi hari puasanya batal.
B.     Penjelasan kedua:
Hadits pertama, dari Aisyah dan Ummu Salamah diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah secara muttashil melalui dua jalur, ia berkata:
1825 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ [القعنبي]، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرِ بنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بنِ الحَارِثِ بْنِ هِشَامِ بْنِ المُغِيرَةِ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: كُنْتُ أَنَا وَأَبِي حِينَ دَخَلْنَا عَلَى عَائِشَةَ، وَأُمِّ سَلَمَةَ، (ح)
وحَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ [الحكم بن نافع البهراني]، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ [بن أبي حمزة : دينار، القرشى الأموى مولاهم ، أبو بشر الحمصي]، عَنِ الزُّهْرِيِّ [محمد بن مسلم بن عبيد الله بن عبد الله بن شهاب بن عبد الله بن الحارث بن زهرة القرشي الزهري، أبو بكر المدني]، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ، أَنَّ أَبَاهُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ، أَخْبَرَ مَرْوَانَ، أَنَّ عَائِشَةَ، وَأُمَّ سَلَمَةَ أَخْبَرَتَاهُ: «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُدْرِكُهُ الفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ، وَيَصُومُ»، وَقَالَ مَرْوَانُ، لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الحَارِثِ، أُقْسِمُ بِاللَّهِ لَتُقَرِّعَنَّ بِهَا أَبَا هُرَيْرَةَ، وَمَرْوَانُ، يَوْمَئِذٍ عَلَى المَدِينَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: فَكَرِهَ ذَلِكَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ، ثُمَّ قُدِّرَ لَنَا أَنْ نَجْتَمِعَ بِذِي الحُلَيْفَةِ، وَكَانَتْ لِأَبِي هُرَيْرَةَ هُنَالِكَ أَرْضٌ، فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ: لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنِّي ذَاكِرٌ لَكَ أَمْرًا وَلَوْلاَ مَرْوَانُ أَقْسَمَ عَلَيَّ فِيهِ لَمْ أَذْكُرْهُ لَكَ، فَذَكَرَ قَوْلَ عَائِشَةَ، وَأُمِّ سَلَمَةَ: فَقَالَ: كَذَلِكَ حَدَّثَنِي الفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ وَهُنَّ أَعْلَمُ
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah [Al-Qa'nabiy], dari Malik, dari Sumayya maulanya Abu Bakar bin 'Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah, bahwa dia mendengar Abu Bakar bin 'Abdurrahman berkata: "Aku dan bapakku ketika menemui 'Aisyah dan Ummu Salamah -radhiyallahu 'anhuma- ...
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Al-Yaman, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhriy berkata: Telah mengabarkan kepada saya Abu Bakar bin 'Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam, bahwa bapaknya, yaitu 'Abdurrahman mengabarkan kepada Marwan bahwa 'Aisyah dan Ummu Salamah -radhiyallahu 'anhuma- telah mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendapatkan waktu Fajar saat Beliau sedang junub karena menggauli istrinya. Maka kemudian Beliau mandi dan berpuasa.
Dan berkata Marwan kepada 'Abdurrahman bin Al-Harits: "Aku bersumpah dengan nama Allah, engkau mesti menyampaikan hal ini kepada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu”.
Saat itu Marwan adalah pemimpin di Madinah. Maka Abu Bakar berkata: "Perintah itu membuat 'Abdurrahman merasa tidak senang".
Kemudian kami ditakdirkan berkumpul di Dzul Hulaifah dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu memiliki tempat di sana, maka 'Abdurrahman berkata kepada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu: "Aku akan menyampaikan satu hal kepadamu yang seandainya Marwan tidak bersumpah tentangnya kepadaku maka aku tidak akan menyampaikannya kepadamu".
Maka dia menyebutkan apa yang disampaikan 'Aisyah dan Ummu Salamah -radhiyallahu 'anhuma- di atas. Maka Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: "Persoalan tadi pernah pula diceritakan kepadaku oleh Al-Fadhl bin 'Abbas (bahwa orang yang junub tidak berpuasa), sedangkan mereka ('Aisyah dan Ummu Salamah -radhiyallahu 'anhuma-) lebih mengetahui perkara ini".
Penjelasan singkat hadits ini:
1.      Biografi Aisyah radhiyallahu ‘anha.
2.      Biografi Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.
Namanya Hindun binti Abi Umayyah (Hudzaifah), Ummu Salamah Al-Qurasyiyah Al-Makhzuumiyah radhiyallahu ‘anha. Wafat tahun 62 hijriyah, dan ada yang mengatakan 61 hijriyah.
3.      Biografi Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
4.      Biografi Al-Fadhl bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Al-Fadhl bin ‘Abbas bin Abdil Muthalib Al-Qurasyiy Al-Hasyimiy, Abu Abdillah Al-Madaniy radhiyallahu ‘anhu.
Beliau anak tertua Al-‘Abbas, anak paman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau wafat pada masa khilafah Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu.
Diantara keistimewaannya:
a)      Penah dibonceng oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika hajji wada’.
'Abdullah bin 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
كَانَ الفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَشْعَمَ، فَجَعَلَ الفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَصْرِفُ وَجْهَ الفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الآخَرِ
"Suatu saat Al Fadhl membonceng di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu datang seorang wanita dari suku Khasy'am yang membuat Al-Fadhl memandang kepada wanita tersebut, dan wanita itu memandang kepadanya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memalingkan wajah Al-Fadhl ke arah yang lain. [Shahih Bukhari dan Muslim]
b)      Ikut perang Fathu Makkah dan Hunain dan termasuk yang tidak lari ketika umat Islam tercerai berai.
Jabir bin Abdullah berkata; Tatkala kami sampai pada lembah Hunain, kami menerjuni sebuah lembah dari lembah Tihamah, sebuah lembah yang begitu terjal. Kami turun hingga ke bawah lembah pada saat kegelapan subuh, ternyata musuh telah bersembunyi untuk menyerang kami di lereng perbukitan lambah, dan sekelilingnya serta pada jalan-jalan yang sempit, mereka telah berkumpul dan bersiap-siap untuk menyerang. Demi Allah tidak ada yang menggentarkan kami ketika kami turun lembah melainkan telah datang beberapa barisan pasukan yang menyerang kami satu persatu, dan orang-orang pun pada berlarian mundur, namun musuh terus menyerang tanpa ada rasa kasihan terhadap siapa saja yang ada di depan mereka, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengarah ke arah kanan, kemudian bersabda:
«إِلَيَّ أَيُّهَا النَّاسُ، هَلُمُّوا إِلَيَّ أَنَا رَسُولُ اللَّهِ، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ»
"Ikutlah berperang bersamaku wahai para sahabat, mari ikutlah berperang bersamaku, saya adalah Rasulullah, saya adalah Muhammad bin Abdullah.
Jabir bin Abdullah radhiyallahu'anhuma berkata; Namun sudah tidak ada lagi yang berada di atas unta mereka, karena mereka telah pergi, kecuali hanya ada beberapa kelompok saja yang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari kalangan Muhajirin dan Anshar beserta Ahlul Baitnya, yang jumlah mereka tidak banyak. Di antara orang yang tetap bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah; Abu Bakar dan Umar. Sedangkan dari Ahli Baitnya: 'Ali bin Abu Tholib, Al 'Abbas bin Abdul Muthollib dan anaknya Al-Fadhl bin 'Abbas, Abu Sufyan bin Al-Harits, Robi'ah bin Al-Harits, 'Aiman bin 'Ubaid, anak Ummu 'Aiman, dan Usamah bin Zaid. [Musnad Ahmad: Hasan]
c)       Memandikan jenazah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan menguburkannya.
Amir bin Syarahil -rahimahullah- berkata;
«غَسَّلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيٌّ، وَالْفَضْلُ، وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، وَهُمْ أَدْخَلُوهُ قَبْرَهُ»
“Ali, Al-Fadhl, dan Usamah bin Zaid memandikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mereka memasukkannya ke dalam kubur beliau”. [Sunan Abi Daud: Shahih]
5.      Versi lain dari riwayat ini:
Abu Bakar bin ‘Abdirrahman bin Al-Harits -rahimahullah- berkata: Saya mendengar Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu mengkisahkan. Di dalam kisahnya ia berkata:
«مَنْ أَدْرَكَهُ الْفَجْرُ جُنُبًا فَلَا يَصُمْ»
"Siapa yang junub di waktu fajar, maka janganlah ia berpuasa."
Maka saya pun menyampaikan hal itu kepada Abdurrahman bin Al-Harits dan ternyata ia mengingkarinya. Lalu ia pun segera pergi dan aku ikut bersamanya menemui Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu 'anhuma. Kemudian Abdurrahman menanyakan hal itu kepada keduanya, maka keduanya menjawab:
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ، ثُمَّ يَصُومُ»
"Di suatu pagi, Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- junub bukan karena mimpi, kemudian setelah itu beliau tetap berpuasa."
Sesudah itu, kami menemui Marwan, dan Abdurrahman menuturkan pula hal itu padanya. Maka Marwan berkata, "Aku berbuat sesuatu atas kalian, kecuali bila kalian segera menemui Abu Hurairah dan membantah apa yang telah dikatakannya."
Akhirnya kami pun segera menemui Abu Hurairah sedangkan Abu Bakar juga hadir bersamanya. Abdurrahman kemudian menuturkan perkara tersebut. Maka Abu Hurairah pun bertanya, "Apakah keduanya memang telah mengatakannya kepadamu?"
Abdurrahman menjawab: "Ya."
Abu Hurairah berkata, "Mereka berdua lebih mengetahui."
Kemudian Abu Hurairah mengembalikan ungkapan yang telah diucapkannya tersebut ke Al-Fadhl bin Al-Abbas, ia berkata, "Aku mendengar hal itu dari Al-Fadll, memang aku tidak mendengarnya langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
Akhirnya Abdurrahman menarik kembali pendapatnya dalam permasalahan tersebut.
Kemudian aku (Ibnu Juraij) bertanya kepada Abdul Malik (bin Abi Bakr): "Apakah keduanya mengatakan: 'Di bulan Ramadhan? '"
Ia menjawab, "Seperti itulah. Di suatu pagi, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam junub bukan karena mimpi, kemudian setelah itu beliau tetap berpuasa." [Shahih Muslim]
6.      Perselisihan juga terjadi pada generasi sahabat Nabi.
Dituturkan kepada Aisyah - radhiyallahu 'anha- bahwa Ibnu Umar - radhiyallahu 'anhuma- berkata:  
إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ الْحَيِّ
"Sesungguhnya mayit itu benar-benar akan disiksa lantaran tangisan mereka yang masih hidup."
Maka Aisyah pun berkata:
يَغْفِرُ اللهُ لِأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَمَا إِنَّهُ لَمْ يَكْذِبْ، وَلَكِنَّهُ نَسِيَ أَوْ أَخْطَأَ، إِنَّمَا مَرَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى يَهُودِيَّةٍ يُبْكَى عَلَيْهَا، فَقَالَ: «إِنَّهُمْ لَيَبْكُونَ عَلَيْهَا، وَإِنَّهَا لَتُعَذَّبُ فِي قَبْرِهَا»
"Semoga Allah mengampuni Abu Abdurrahman, sesungguhnya ia tidaklah berdusta, namun ia telah lupa atau salah. Peristiwa sebenarnya adalah; suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melewati jenazah wanita Yahudi dan ditangisi, maka beliau pun bersabda: 'Mereka benar-benar menangisinya, dan mayit itu benar-benar akan disiksa di dalam kuburnya.'" [Shahih Muslim]
7.      Boleh mendatangi umara’ untuk menasehati dan menyampaikan ilmu.
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ»
“Tuannya para syuhada adalah Hamzah bin Abdil Muthalib, dan seorang yang berbicara kepada imam (pemimpin) yang dzalim lalu ia memerintahkannya kepada yang ma’ruf dan melarangnya dari kemungkaran, dan imam tersebut membunuhnya”. [Silsilah Ash-Shahihah no.374]
8.      Wajib taat kepada umara dalam perkara yang ma’ruf sekalipun memberatkan.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ} [النساء: 59]
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. [An-Nisaa':59]
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ» [صحيح البخاري ومسلم]
“Kewajiban seorang muslim adalah patuh dan taat pada perintah yang ia sukai maupun yang ia tidak sukai, kecuali jika diperintahkan kepada maksiat, jika ia diperintahkan melakukan maksiat maka tidak ada kepatuhan dan ketaatan”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
9.      Keistimewaan Marwan bin Al-Hakam yang peduli terhadap ilmu syar’i.
Marwan bin Al-Hakam bin Abi Al-‘Ash bin Umayyah Al-Qurasyiy Al-Umawiy, Abu Abdul Malik Al-Madaniy rahimahullah.
Lahir dua tahun setelah hijrah, ada yang mengatakan empat tahun. Dia lebih muda dari Abdullah bin Az-Zubair empat bulan, dan ia tidak pernah meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Beliau adalah juru tulis Usman di masanya, kemudian diangkat menjadi gubernur Madinah di masa Mu’awiyah, kemudian dibaiat menjadi khalifah setelah wafatnya Mu’awiyah bin Yazid bin Mu’awiyah. Masa kekhalifaannya hanya selama 10 tahun kurang beberapa hari.
Wafat tahun 65 hijriyah di Damaskus.
10.  Menyampaikan kekeliruan seorang ulama atau orang yang kita cintai dengan cara yang baik.
Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al-Harits rahimahullah berkata; "Telah sampai berita kepada Marwan, bahwa Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- menceritakan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
«أَنَّهُ مَنْ أَدْرَكَهُ الصُّبْحُ، وَهُوَ جُنُبٌ فَلَا يَصُومَنَّ يَوْمَئِذٍ»
“Bahwa siapa saja yang mendapati waktu Subuh sementara ia masih dalam keadaan junub, maka janganlah berpuasa pada hari tersebut."
Lalu Marwan mengirim utusan kepada Aisyah untuk menanyakan akan hal itu. Aisyah pun menemui utusan tersebut dan ia pun bertanya kepadanya. Aisyah -radhiyallahu 'anha- menjawab;
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ غَيْرِ احْتِلَامٍ، ثُمَّ يَصُومُ»
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah junub di pagi hari yang bukan dikarenakan bermimpi, tetapi beliau berpuasa."
Lalu utusan tersebut kembali kepada Marwan dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya. Marwan berkata (kepada Abdurrahman bin Al-Harits); "Temuilah Abu Hurairah dan ceritakan kepadanya."
Ia berkata; "Sesungguhnya dia adalah tetanggaku, aku tidak senang bertemu dengannya dengan membawa apa yang tidak ia sukai."
Marwan berkata; "Engkau harus menemuinya."
Ia pun menemuinya dan berkata; 'Wahai Abu Hurairah, sebenarnya aku tidak senang bertemu denganmu dengan membawa apa yang tidak engkau senangi, akan tetapi Sang amir (Marwan) mendesakku'."
Ia berkata; "Lalu aku menceritakan kepadanya."
Abu Hurairah berkata; "Al-Fadhl telah menceritakan hal itu kepadaku." [Musnad Ahmad: Shahih]
Dari Abi Bakar bin Abdurrahman rahimahullah, dari ayahnya, bahwasanya dia berkata; Saya menemui Aisyah -radhiyallahu 'anha-, lalu dia berkata;
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا، ثُمَّ يَغْتَسِلُ، ثُمَّ يَغْدُو إِلَى الْمَسْجِدِ، وَرَأْسُهُ يَقْطُرُ، ثُمَّ يَصُومُ ذَلِكَ الْيَوْمَ»
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah dalam keadaan junub, kemudian beliau mandi, lalu pergi ke masjid sedangkan air (masih) bertetesan dari kepalanya. Kemudian pada hari itu juga beliau berpuasa”.
Lalu saya (Abdurrahman) mengabarkan kepada Marwan bin Al-Hakam terhadap apa yang dikatakan (Aisyah). Lalu dia berkata kepadaku; “Kabarilah Abu Hurairah dengan perkataan Aisyah”.
Maka saya berkata; “Sesungguhnya dia (Abu Hurairah) adalah temanku, maka hendaknya kamu memaafkanku (tidak mengutusku untuk menyampaikan ini kepadanya)”.
Lalu dia berkata; “Saya berkeinginan agar kamu pergi kepadanya”.
Maka saya dan dia pun pergi kepada Abi Hurairah, kemudian saya mengabarkannya dengan apa yang dikatakan oleh Aisyah.
Maka Abu Hurairah berkata; "Kalau begitu, Aisyah paling tahu terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." [Musnad Ahmad: Shahih]
11.  Menyerahkan urusan kepada ahlinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ» [صحيح البخاري]
“Jika urusan disandarkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah datangnya hari kiamat". [Shahih Bukhari]
Lihat: Hadits Abu Hurairah; Jika amanah sudah dilalaikan
12.  Kewajiban merujuk pada kebenaran.
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ [صحيح مسلم]
"Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain". [Sahih Muslim]
13.  Orang pintar dan mulia tetap tidak luput dari kesalahan selain para Nabi dan Rasul.
Qabishah bin Dzuaib radhiyallahu 'anhu berkata: Seorang nenek datang kepada Abu Bakr -radhiyallahu 'anhu- menanyakan tentang hak warisnya. Maka Abu Bakr berkata:
مَا لَكِ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى شَيْءٌ، وَمَا عَلِمْتُ لَكِ فِي سُنَّةِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا، فَارْجِعِي حَتَّى أَسْأَلَ النَّاسَ
Engkau tidak mendapatkan sesuatu dalam Al-Qur'an, dan aku tidak mengetahui bagian untukmu disebutkan dalam sunnah Nabiyullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka kembalilah sampai aku bertanya kepada orang-orang.
Kemudian Abu Bakr bertanya kepada orang-orang, maka Al-Mugirah bin Syu'bah -radhiyallahu 'anhu- berkata:
«حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهَا السُّدُسَ»
Aku menghadiri majlis Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberinya seperenam.
Abu Bakr berkata: Apakah ada yang hadir selainmu?
Maka Muhammad bin Maslamah berdiri dan berkata seperti yang dikatakan Al-Mugirah bin Syu'bah.
Kemudian Abu Bakr menjalankannya untuk nenek itu. [Sunan Abu Daud: Sahih]
Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu berkata: Suatu hari aku berada di salah satu majlis kaum Anshar, tiba-tiba datang Abu Musa -radhiyallahu 'anhu- seperti sedang cemas, lalu ia berkata: Aku minta izin tiga kali untuk menemui Umar -radhiyallahu 'anhu- dan ia tidak memberiku izin maka aku kembali.
Umar berkata: Apa yang mencegahmu untuk langsung masuk?
Abu Musa berkata: Aku sudah minta izin sebanyak tiga kali lalu tidak diberi izin maka aku kembali. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
«إِذَا اسْتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فَلْيَرْجِعْ»
"Jika seorang dari kalian minta izin tiga kali kemudian tidak diberi izin maka kembalilah"
Umar berkata: Demi Allah kamu harus memberi bukti, apakah ada dari kalian yang juga mendengarnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?
Maka Ubaiy bin Ka'b -radhiyallahu 'anhu- berkta: Demi Allah, tidak ada yang bangkit bersamamu kecuali orang yang paling muda dari yang hadir, dan aku adalah yang paling muda maka aku pergi bersamanya, lalu aku sampaikan kepada Umar bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan hal itu. [Sahih Bukhari]
14.  Orang yang memasuki waktu fajar dalam keadaan junub bisa melanjutkan puasanya.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata; Ada seorang laki-laki datang meminta fatwa kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sementara Aisyah waktu itu mendengar dari balik pintu. Lakli-laki itu bertanya: "Wahai Rasulullah, waktu shalat telah tiba sedangkan aku dalam keadaan junub. Bolehkah aku meneruskan puasaku?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
«وَأَنَا تُدْرِكُنِي الصَّلَاةُ وَأَنَا جُنُبٌ فَأَصُومُ»
"Aku pun pernah mendapati waktu Subuh dalam keadaan junub, namun aku tetap berpuasa."
Laki-laki itu berkata, "Anda tidaklah sama dengan kami wahai Rasulullah. Sebab Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda baik telah berlalu atau pun yang akan datang."
Maka beliau pun bersabda:
«وَاللهِ، إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَخْشَاكُمْ لِلَّهِ، وَأَعْلَمَكُمْ بِمَا أَتَّقِي»
"Sesunguhnya saya berharap, bahwa sayalah yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan paling tahu bagaimana caranya bertakwa." [Shahih Muslim]
15.  Wanita yang suci dari haid dan nifas di malam hari dan belum sempat mandi kecuali setelah fajar maka ia boleh berpuasa pada hari itu.
16.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mimpi basah, karena itu adalah khayalan setan ketika tidur.
Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ مِنَ اللَّهِ، وَالحُلُمُ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا حَلَمَ أَحَدُكُمْ حُلُمًا يَخَافُهُ فَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ، وَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا، فَإِنَّهَا لاَ تَضُرُّهُ»
"Mimpi baik dari Allah sedangkan mimpi buruk datangnya dari setan, maka apabila salah seorang dari kalian mimpi sesuatu yang dibencinya, hendaknya ia menidupkan tiga kali tiaupan ketika bangun, lalu meminta perlindungan dari kejahatannya, sebab kejahatan tersebut tidak akan membahayakan dirinya." [Shahih Bukhari dan Muslim]
17.  Mursal sahabiy hujjah.
“Mursal Sahabiy” adalah riwayat seorang sahaba dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang suatu kejadian yang tidak ia saksikan langsung.
Mursal Sahabiy adalah hujjah bisa dijadikan dalil karena yang menyampaikan hadits tersebut kepada sahabat adalah kemungkinan Nabi shallallahu ‘alaih wasallam sendiri yang menyampaikan kepadanya, atau sahabat lain yang menyampaikan kepadanya.
C.     Penjelasan ketiga:
Hadits kedua, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah secara mu’allaq (sanad terputus) melalui dua jalur, ia berkata:
وَقَالَ هَمَّامٌ، وَابْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بِالفِطْرِ
“Dan berkata Hammam dan Ibnu 'Abdullah bin 'Umar, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu: "Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk berbuka (dalam kasus junub setelah masuk waktu Fajar)”.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
«وَالأَوَّلُ أَسْنَدُ»
“Namun hadits pertama di atas lebih kuat sanadnya".
Takhrij hadits Abu Hurairah:
Jalur Hammam bin Munabbih, diriwayatkan dengan sanad lengkap oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (13/490) no.8145, ia berkata:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ بْنُ هَمَّامٍ، حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ، قَالَ: هَذَا مَا حَدَّثَنَا بِهِ أَبُو هُرَيْرَةَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ، صَلَاةِ الصُّبْحِ، وَأَحَدُكُمْ جُنُبٌ، فَلَا يَصُمْ يَوْمَئِذٍ»
Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq bin Hammam berkata; telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Hammam bin Munabbih berkata: ini adalah yang diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika adzan shalat Subuh telah diserukan sedang salah seorang dari kalian dalam keadaan junub, maka janganlah berpuasa pada hari itu."
Jalur Ibnu Abdillah bin Umar, diriwayatkan dengan sanad lengkap oleh An-Nasa’iy dalam “As-Sunan Al-Kubraa” (3/260) no.2937, ia berkata:
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، قَالَ: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ شُعَيْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ احْتَلَمَ لَيْلًا فِي رَمَضَانَ فَاسْتَيْقَظَ قَبْلَ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ، ثُمَّ نَامَ قَبْلَ أَنْ يَغْتَسِلَ فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ حَتَّى أَصْبَحَ، قَالَ: فَلَقِيتُ أَبَا هُرَيْرَةَ حِينَ أَصْبَحْتُ فَاسْتَفْتَيْتُهُ فِي ذَلِكَ فَقَالَ: أَفْطِرْ «فَإِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ كَانَ يَأْمُرُ بِالْفِطْرِ إِذَا أَصْبَحَ الرَّجُلُ جُنُبًا». قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ اللهِ: فَجِئْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ فَذَكَرْتُ لَهُ الَّذِي أَفْتَانِي بِهِ أَبُو هُرَيْرَةَ، فَقَالَ: أُقْسِمُ بِاللهِ لَئِنْ أَفْطَرْتَ لَأُوجِعَنَّ مَتْنَيْكَ صُمْ، وَإِنْ بَدَا لَكَ أَنْ تَصُومَ يَوْمًا آخَرَ فَافْعَلْ
Muhammad bin Abdil Malik telah menyampaikan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Syu’aib menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, dari Az-Zuhriy, ia berkata: Abdullah bin Abdullah bin Umar menyampaikan kepadaku bahwasanya ia mimpi basah di suatu malam di bulan Ramadhan, kemudian ia bangun sebelum terbit fajar, kemudian kembali tidur sebelum mandi dan tidak bangun lagi sampai pagi. Ia berkata: Maka aku menemui Abu Hurairah di pagi hari dan aku minta fatwa tentang hal itu, maka ia menjawab: Batalkan puasamu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan berbuka jika seseorang bangun di pagi hari dalam keadaan junub.
Abdullah bin Abdullah berkata: Lulu aku mendatangi Abdullah bin Umar dan aku ceritakan fatwa yang diberikan Abu Hurairah kepadaku, maka ia menjawab: “Aku bersumpah demi Allah, jika engkau berbuka maka aku akan memukul punggungmu, berpuasalah, dan jika engkau ingin menggantinya dengan berpuasa di hari yang lain maka lakukanlah”.
An-Nasa’iy -rahimahullah- berkata:
خَالَفَهُ عُقَيْلُ بْنُ خَالِدٍ فَرَوَاهُ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ
“‘Uqail bin Khalid menyelisihi Syu’aib, ia meriwayatkannya dari Az-Zuhriy, dari ‘Ubaidillah (bin Abdillah bin ‘Umar)”.
Ulama berselisih pandang dalam menyikapi perbedaan hadits Aisyah dan Ummu Salamah dengan hadits Abu Hurairah:
a)       Imam Bukhari -rahimahullah- memilih jalur tarjih dengan mengatakan bahwa riwayat Aisyah dan Ummu Salamah lebih kuat dari sisi sanad dari pada hadits Abu Hurairah.
b)      Sedangkan sebagian ulama menganggap bahwa hadits Abu Hurairah telah dinasakh (dihapus hukumnya) oleh hadits Aisyah dan Ummu Salamah.
Ibnu Daqiq Al-‘Ied -rahimahullah- berkata:
أَنَّ قَوْلَهُ تَعَالَى {أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَث إِلَى نِسَائِكُم} يَقْتَضِي إِبَاحَةَ الْوَطْءِ فِي لَيْلَةِ الصَّوْمِ وَمِنْ جُمْلَتِهَا الْوَقْتُ الْمُقَارِنُ لِطُلُوعِ الْفَجْرِ فَيَلْزَمُ إِبَاحَةُ الْجِمَاعِ فِيهِ وَمِنْ ضَرُورَتِهِ أَنْ يُصْبِحَ فَاعِلُ ذَلِكَ جُنُبًا وَلَا يَفْسُدُ صَوْمُهُ فَإِنَّ إِبَاحَةَ التَّسَبُّبِ لِلشَّيْءِ إِبَاحَةٌ لِذَلِكَ الشَّيْءِ
“Bahwasanya firman Allah ta’aalaa: {Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu} menunjukkan bolehnya menggauli istri di malam hari berpuasa, dan itu termasuk waktu yang berdekatan dengan terbitnya fajar. Maka tentu dibolehkan melakukan jima’ pada waktu tersebut, dan tentunya orang yang melakukan itu akan mendapati waktu pagi dalam keadaan junub dan tidak merusak puasanya. Karena bolehnya melakukan sebab terjadinya sesuatu menunjukkan bolehnya melakukan sesuatu tersebut”. [Fathul Bariy karya Ibnu Hajar: 4/148]
Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...