بسم
الله الرحمن الرحيم
A. Penjelasan pertama:
Imam
Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ
الصَّائِمِ يُصْبِحُ جُنُبًا
“Bab: Orang yang berpuasa junub di pagi
hari”
Dalam bab ini Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan
satu hadits muttashil yang menunjukkan bahwa orang yang berpuasa
kemudian junub di pagi harinya tidak membatalkan puasanya, dari Aisyah
dan Ummu Salamah -radhiyallahu 'anhuma- dengan dua sanad.
Kemudian menyebutkan satu hadits mu’allaq
dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- yang menunjukkan bahwa orang
yang junub di pagi hari puasanya batal.
Hadits pertama, dari Aisyah dan Ummu
Salamah diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah secara muttashil
melalui dua jalur, ia berkata:
1825
- حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ [القعنبي]، عَنْ
مَالِكٍ، عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرِ بنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بنِ الحَارِثِ
بْنِ هِشَامِ بْنِ المُغِيرَةِ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ، قَالَ: كُنْتُ أَنَا وَأَبِي حِينَ دَخَلْنَا عَلَى عَائِشَةَ،
وَأُمِّ سَلَمَةَ، (ح)
وحَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ [الحكم بن نافع البهراني]، أَخْبَرَنَا
شُعَيْبٌ [بن
أبي حمزة : دينار، القرشى الأموى مولاهم ، أبو بشر الحمصي]، عَنِ
الزُّهْرِيِّ [محمد
بن مسلم بن عبيد الله بن عبد الله بن شهاب بن عبد الله بن الحارث بن زهرة القرشي
الزهري، أبو بكر المدني]، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ
بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ، أَنَّ أَبَاهُ عَبْدَ
الرَّحْمَنِ، أَخْبَرَ مَرْوَانَ، أَنَّ عَائِشَةَ، وَأُمَّ سَلَمَةَ
أَخْبَرَتَاهُ: «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يُدْرِكُهُ الفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ، وَيَصُومُ»،
وَقَالَ مَرْوَانُ، لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الحَارِثِ، أُقْسِمُ بِاللَّهِ
لَتُقَرِّعَنَّ بِهَا أَبَا هُرَيْرَةَ، وَمَرْوَانُ، يَوْمَئِذٍ عَلَى
المَدِينَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: فَكَرِهَ ذَلِكَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ، ثُمَّ
قُدِّرَ لَنَا أَنْ نَجْتَمِعَ بِذِي الحُلَيْفَةِ، وَكَانَتْ لِأَبِي هُرَيْرَةَ
هُنَالِكَ أَرْضٌ، فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ: لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنِّي ذَاكِرٌ
لَكَ أَمْرًا وَلَوْلاَ مَرْوَانُ أَقْسَمَ عَلَيَّ فِيهِ لَمْ أَذْكُرْهُ لَكَ،
فَذَكَرَ قَوْلَ عَائِشَةَ، وَأُمِّ سَلَمَةَ: فَقَالَ: كَذَلِكَ حَدَّثَنِي
الفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ وَهُنَّ أَعْلَمُ
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah
bin Maslamah [Al-Qa'nabiy], dari Malik, dari Sumayya maulanya Abu Bakar bin
'Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah, bahwa dia mendengar Abu
Bakar bin 'Abdurrahman berkata: "Aku dan bapakku ketika menemui 'Aisyah
dan Ummu Salamah -radhiyallahu 'anhuma- ...
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Al-Yaman,
telah mengabarkan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhriy berkata: Telah
mengabarkan kepada saya Abu Bakar bin 'Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam,
bahwa bapaknya, yaitu 'Abdurrahman mengabarkan kepada Marwan bahwa 'Aisyah
dan Ummu Salamah -radhiyallahu 'anhuma- telah mengabarkan
kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
mendapatkan waktu Fajar saat Beliau sedang junub karena menggauli istrinya.
Maka kemudian Beliau mandi dan berpuasa.
Dan berkata Marwan kepada 'Abdurrahman bin
Al-Harits: "Aku bersumpah dengan nama Allah, engkau mesti menyampaikan hal
ini kepada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu”.
Saat itu Marwan adalah pemimpin di Madinah.
Maka Abu Bakar berkata: "Perintah itu membuat 'Abdurrahman merasa tidak
senang".
Kemudian kami ditakdirkan berkumpul di Dzul
Hulaifah dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu memiliki tempat di sana,
maka 'Abdurrahman berkata kepada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
"Aku akan menyampaikan satu hal kepadamu yang seandainya Marwan tidak
bersumpah tentangnya kepadaku maka aku tidak akan menyampaikannya
kepadamu".
Maka dia menyebutkan apa yang disampaikan
'Aisyah dan Ummu Salamah -radhiyallahu 'anhuma- di atas. Maka Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: "Persoalan tadi pernah
pula diceritakan kepadaku oleh Al-Fadhl bin 'Abbas (bahwa orang yang
junub tidak berpuasa), sedangkan mereka ('Aisyah dan Ummu Salamah -radhiyallahu
'anhuma-) lebih mengetahui perkara ini".
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Lihat di sini: http://umar-arrahimy.blogspot.com/Aisyah-binti-Abi-Bakr.html
2.
Biografi Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.
Namanya Hindun binti Abi Umayyah
(Hudzaifah), Ummu Salamah Al-Qurasyiyah Al-Makhzuumiyah radhiyallahu ‘anha.
Wafat tahun 62 hijriyah, dan ada yang mengatakan 61 hijriyah.
3.
Biografi Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
4.
Biografi Al-Fadhl bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Al-Fadhl bin ‘Abbas bin Abdil Muthalib
Al-Qurasyiy Al-Hasyimiy, Abu Abdillah Al-Madaniy radhiyallahu ‘anhu.
Beliau anak tertua Al-‘Abbas, anak paman
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau wafat pada masa khilafah Umar
bin Khathab radhiyallahu ‘anhu.
Diantara keistimewaannya:
a)
Penah dibonceng oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
ketika hajji wada’.
'Abdullah bin 'Abbas radhiyallahu
'anhuma berkata:
كَانَ الفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَشْعَمَ،
فَجَعَلَ الفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَصْرِفُ وَجْهَ الفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ
الآخَرِ
"Suatu saat Al Fadhl membonceng di
belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu datang seorang
wanita dari suku Khasy'am yang membuat Al-Fadhl memandang kepada wanita
tersebut, dan wanita itu memandang kepadanya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam memalingkan wajah Al-Fadhl ke arah yang lain. [Shahih Bukhari dan
Muslim]
b)
Ikut perang Fathu Makkah dan Hunain dan termasuk yang
tidak lari ketika umat Islam tercerai berai.
Jabir bin Abdullah berkata; Tatkala
kami sampai pada lembah Hunain, kami menerjuni sebuah lembah dari lembah
Tihamah, sebuah lembah yang begitu terjal. Kami turun hingga ke bawah lembah
pada saat kegelapan subuh, ternyata musuh telah bersembunyi untuk menyerang
kami di lereng perbukitan lambah, dan sekelilingnya serta pada jalan-jalan yang
sempit, mereka telah berkumpul dan bersiap-siap untuk menyerang. Demi Allah
tidak ada yang menggentarkan kami ketika kami turun lembah melainkan telah datang
beberapa barisan pasukan yang menyerang kami satu persatu, dan orang-orang pun
pada berlarian mundur, namun musuh terus menyerang tanpa ada rasa kasihan
terhadap siapa saja yang ada di depan mereka, sedangkan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengarah ke arah kanan, kemudian bersabda:
«إِلَيَّ أَيُّهَا النَّاسُ، هَلُمُّوا
إِلَيَّ أَنَا رَسُولُ اللَّهِ، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ»
"Ikutlah berperang bersamaku wahai
para sahabat, mari ikutlah berperang bersamaku, saya adalah Rasulullah, saya
adalah Muhammad bin Abdullah.
Jabir bin Abdullah radhiyallahu'anhuma
berkata; Namun sudah tidak ada lagi yang berada di atas unta mereka, karena
mereka telah pergi, kecuali hanya ada beberapa kelompok saja yang bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari kalangan Muhajirin dan
Anshar beserta Ahlul Baitnya, yang jumlah mereka tidak banyak. Di antara
orang yang tetap bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
adalah; Abu Bakar dan Umar. Sedangkan dari Ahli Baitnya: 'Ali bin Abu Tholib,
Al 'Abbas bin Abdul Muthollib dan anaknya Al-Fadhl bin 'Abbas, Abu
Sufyan bin Al-Harits, Robi'ah bin Al-Harits, 'Aiman bin 'Ubaid, anak Ummu
'Aiman, dan Usamah bin Zaid. [Musnad Ahmad: Hasan]
c)
Memandikan jenazah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
dan menguburkannya.
Amir bin Syarahil -rahimahullah-
berkata;
«غَسَّلَ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيٌّ، وَالْفَضْلُ، وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ،
وَهُمْ أَدْخَلُوهُ قَبْرَهُ»
“Ali, Al-Fadhl, dan Usamah bin Zaid
memandikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mereka
memasukkannya ke dalam kubur beliau”. [Sunan Abi Daud: Shahih]
5.
Versi lain dari riwayat ini:
Abu Bakar bin ‘Abdirrahman bin Al-Harits -rahimahullah-
berkata: Saya mendengar Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu
mengkisahkan. Di dalam kisahnya ia berkata:
«مَنْ أَدْرَكَهُ
الْفَجْرُ جُنُبًا فَلَا يَصُمْ»
"Siapa yang junub di waktu fajar, maka
janganlah ia berpuasa."
Maka saya pun menyampaikan hal itu kepada
Abdurrahman bin Al-Harits dan ternyata ia mengingkarinya. Lalu ia pun segera
pergi dan aku ikut bersamanya menemui Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu
'anhuma. Kemudian Abdurrahman menanyakan hal itu kepada keduanya, maka
keduanya menjawab:
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ، ثُمَّ يَصُومُ»
"Di suatu pagi, Nabi -shallallahu
'alaihi wasallam- junub bukan karena mimpi, kemudian setelah itu beliau tetap
berpuasa."
Sesudah itu, kami menemui Marwan, dan
Abdurrahman menuturkan pula hal itu padanya. Maka Marwan berkata, "Aku
berbuat sesuatu atas kalian, kecuali bila kalian segera menemui Abu Hurairah
dan membantah apa yang telah dikatakannya."
Akhirnya kami pun segera menemui Abu
Hurairah sedangkan Abu Bakar juga hadir bersamanya. Abdurrahman kemudian
menuturkan perkara tersebut. Maka Abu Hurairah pun bertanya, "Apakah
keduanya memang telah mengatakannya kepadamu?"
Abdurrahman menjawab: "Ya."
Abu Hurairah berkata, "Mereka berdua
lebih mengetahui."
Kemudian Abu Hurairah mengembalikan
ungkapan yang telah diucapkannya tersebut ke Al-Fadhl bin Al-Abbas, ia
berkata, "Aku mendengar hal itu dari Al-Fadll, memang aku tidak
mendengarnya langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
Akhirnya Abdurrahman menarik kembali
pendapatnya dalam permasalahan tersebut.
Kemudian aku (Ibnu Juraij) bertanya kepada
Abdul Malik (bin Abi Bakr): "Apakah keduanya mengatakan: 'Di bulan
Ramadhan? '"
Ia menjawab, "Seperti itulah. Di suatu
pagi, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam junub bukan karena mimpi,
kemudian setelah itu beliau tetap berpuasa." [Shahih Muslim]
6.
Perselisihan juga terjadi pada generasi sahabat Nabi.
Dituturkan kepada Aisyah - radhiyallahu
'anha- bahwa Ibnu Umar - radhiyallahu 'anhuma- berkata:
إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ
الْحَيِّ
"Sesungguhnya mayit itu benar-benar
akan disiksa lantaran tangisan mereka yang masih hidup."
Maka Aisyah pun berkata:
يَغْفِرُ اللهُ لِأَبِي عَبْدِ
الرَّحْمَنِ أَمَا إِنَّهُ لَمْ يَكْذِبْ، وَلَكِنَّهُ نَسِيَ أَوْ أَخْطَأَ،
إِنَّمَا مَرَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى يَهُودِيَّةٍ
يُبْكَى عَلَيْهَا، فَقَالَ: «إِنَّهُمْ لَيَبْكُونَ عَلَيْهَا، وَإِنَّهَا
لَتُعَذَّبُ فِي قَبْرِهَا»
"Semoga Allah mengampuni Abu
Abdurrahman, sesungguhnya ia tidaklah berdusta, namun ia telah lupa atau salah.
Peristiwa sebenarnya adalah; suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
melewati jenazah wanita Yahudi dan ditangisi, maka beliau pun bersabda: 'Mereka
benar-benar menangisinya, dan mayit itu benar-benar akan disiksa di dalam
kuburnya.'" [Shahih Muslim]
7.
Boleh mendatangi umara’ untuk menasehati dan menyampaikan
ilmu.
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ
حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ
فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ»
“Tuannya para syuhada adalah Hamzah bin
Abdil Muthalib, dan seorang yang berbicara kepada imam (pemimpin) yang dzalim
lalu ia memerintahkannya kepada yang ma’ruf dan melarangnya dari kemungkaran, dan
imam tersebut membunuhnya”. [Silsilah Ash-Shahihah no.374]
8.
Wajib taat kepada umara dalam perkara yang ma’ruf sekalipun
memberatkan.
Allah
subhanahu wata’aalaa berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ} [النساء: 59]
Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu.
[An-Nisaa':59]
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«عَلَى
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلَّا
أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَلَا سَمْعَ وَلَا
طَاعَةَ» [صحيح
البخاري ومسلم]
“Kewajiban seorang muslim adalah patuh dan
taat pada perintah yang ia sukai maupun yang ia tidak sukai, kecuali jika
diperintahkan kepada maksiat, jika ia diperintahkan melakukan maksiat maka
tidak ada kepatuhan dan ketaatan”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
9.
Keistimewaan Marwan bin Al-Hakam yang peduli terhadap ilmu
syar’i.
Marwan
bin Al-Hakam bin Abi Al-‘Ash bin Umayyah Al-Qurasyiy Al-Umawiy, Abu Abdul Malik
Al-Madaniy rahimahullah.
Lahir
dua tahun setelah hijrah, ada yang mengatakan empat tahun. Dia lebih muda dari
Abdullah bin Az-Zubair empat bulan, dan ia tidak pernah meriwayatkan hadits
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Beliau
adalah juru tulis Usman di masanya, kemudian diangkat menjadi gubernur Madinah
di masa Mu’awiyah, kemudian dibaiat menjadi khalifah setelah wafatnya Mu’awiyah
bin Yazid bin Mu’awiyah. Masa kekhalifaannya hanya selama 10 tahun kurang beberapa
hari.
Wafat
tahun 65 hijriyah di Damaskus.
10. Menyampaikan kekeliruan seorang
ulama atau orang yang kita cintai dengan cara yang baik.
Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al-Harits rahimahullah berkata; "Telah
sampai berita kepada Marwan, bahwa Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-
menceritakan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
«أَنَّهُ مَنْ أَدْرَكَهُ
الصُّبْحُ، وَهُوَ جُنُبٌ فَلَا يَصُومَنَّ يَوْمَئِذٍ»
“Bahwa siapa saja yang mendapati waktu
Subuh sementara ia masih dalam keadaan junub, maka janganlah berpuasa pada hari
tersebut."
Lalu Marwan mengirim utusan kepada Aisyah
untuk menanyakan akan hal itu. Aisyah pun menemui utusan tersebut dan ia pun
bertanya kepadanya. Aisyah -radhiyallahu 'anha- menjawab;
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ غَيْرِ احْتِلَامٍ، ثُمَّ
يَصُومُ»
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah junub di pagi hari yang bukan dikarenakan bermimpi, tetapi
beliau berpuasa."
Lalu utusan tersebut kembali kepada Marwan
dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya. Marwan berkata (kepada
Abdurrahman bin Al-Harits); "Temuilah Abu Hurairah dan ceritakan
kepadanya."
Ia berkata; "Sesungguhnya dia adalah tetanggaku,
aku tidak senang bertemu dengannya dengan membawa apa yang tidak ia
sukai."
Marwan berkata; "Engkau harus
menemuinya."
Ia pun menemuinya dan berkata; 'Wahai Abu
Hurairah, sebenarnya aku tidak senang bertemu denganmu dengan membawa apa yang
tidak engkau senangi, akan tetapi Sang amir (Marwan) mendesakku'."
Ia berkata; "Lalu aku menceritakan
kepadanya."
Abu Hurairah berkata; "Al-Fadhl telah
menceritakan hal itu kepadaku." [Musnad Ahmad: Shahih]
Dari Abi Bakar bin Abdurrahman rahimahullah, dari ayahnya,
bahwasanya dia berkata; Saya menemui Aisyah -radhiyallahu 'anha-,
lalu dia berkata;
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا، ثُمَّ يَغْتَسِلُ، ثُمَّ
يَغْدُو إِلَى الْمَسْجِدِ، وَرَأْسُهُ يَقْطُرُ، ثُمَّ يَصُومُ ذَلِكَ الْيَوْمَ»
"Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah dalam keadaan junub, kemudian beliau mandi, lalu pergi ke
masjid sedangkan air (masih) bertetesan dari kepalanya. Kemudian pada hari itu
juga beliau berpuasa”.
Lalu saya (Abdurrahman) mengabarkan kepada
Marwan bin Al-Hakam terhadap apa yang dikatakan (Aisyah). Lalu dia berkata
kepadaku; “Kabarilah Abu Hurairah dengan perkataan Aisyah”.
Maka saya berkata; “Sesungguhnya dia (Abu
Hurairah) adalah temanku, maka hendaknya kamu memaafkanku (tidak mengutusku
untuk menyampaikan ini kepadanya)”.
Lalu dia berkata; “Saya berkeinginan agar
kamu pergi kepadanya”.
Maka saya dan dia pun pergi kepada Abi
Hurairah, kemudian saya mengabarkannya dengan apa yang dikatakan oleh Aisyah.
Maka Abu Hurairah berkata; "Kalau
begitu, Aisyah paling tahu terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam."
[Musnad Ahmad: Shahih]
11. Menyerahkan urusan kepada ahlinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا
وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ» [صحيح البخاري]
“Jika urusan disandarkan kepada yang bukan
ahlinya maka tunggulah datangnya hari kiamat". [Shahih Bukhari]
Lihat: Hadits Abu
Hurairah; Jika amanah sudah dilalaikan
12. Kewajiban merujuk pada kebenaran.
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الْكِبْرُ
بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ [صحيح مسلم]
"Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan
orang lain". [Sahih Muslim]
13. Orang pintar dan mulia tetap tidak
luput dari kesalahan selain para Nabi dan Rasul.
Qabishah bin Dzuaib radhiyallahu
'anhu berkata: Seorang nenek datang kepada Abu Bakr -radhiyallahu
'anhu- menanyakan tentang hak warisnya. Maka Abu Bakr berkata:
مَا
لَكِ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى شَيْءٌ، وَمَا عَلِمْتُ لَكِ فِي سُنَّةِ
نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا، فَارْجِعِي حَتَّى
أَسْأَلَ النَّاسَ
Engkau tidak mendapatkan sesuatu dalam
Al-Qur'an, dan aku tidak mengetahui bagian untukmu disebutkan dalam sunnah
Nabiyullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka kembalilah sampai aku bertanya
kepada orang-orang.
Kemudian Abu Bakr bertanya kepada
orang-orang, maka Al-Mugirah bin Syu'bah -radhiyallahu 'anhu- berkata:
«حَضَرْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهَا السُّدُسَ»
Aku menghadiri majlis Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberinya seperenam.
Abu Bakr berkata: Apakah ada yang hadir
selainmu?
Maka Muhammad bin Maslamah berdiri dan
berkata seperti yang dikatakan Al-Mugirah bin Syu'bah.
Kemudian Abu Bakr menjalankannya untuk
nenek itu. [Sunan Abu Daud: Sahih]
Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu
'anhu berkata: Suatu hari aku berada di salah satu majlis kaum Anshar,
tiba-tiba datang Abu Musa -radhiyallahu 'anhu- seperti sedang
cemas, lalu ia berkata: Aku minta izin tiga kali untuk menemui Umar -radhiyallahu
'anhu- dan ia tidak memberiku izin maka aku kembali.
Umar berkata: Apa yang mencegahmu untuk
langsung masuk?
Abu Musa berkata: Aku sudah minta izin
sebanyak tiga kali lalu tidak diberi izin maka aku kembali. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam telah bersabda:
«إِذَا
اسْتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فَلْيَرْجِعْ»
"Jika seorang dari kalian minta izin tiga kali kemudian
tidak diberi izin maka kembalilah"
Umar berkata: Demi Allah kamu harus memberi
bukti, apakah ada dari kalian yang juga mendengarnya dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam?
Maka Ubaiy bin Ka'b -radhiyallahu
'anhu- berkta: Demi Allah, tidak ada yang bangkit bersamamu kecuali orang
yang paling muda dari yang hadir, dan aku adalah yang paling muda maka aku
pergi bersamanya, lalu aku sampaikan kepada Umar bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam mengatakan hal itu. [Sahih Bukhari]
14. Orang yang memasuki waktu fajar
dalam keadaan junub bisa melanjutkan puasanya.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata;
Ada seorang laki-laki datang meminta fatwa kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, sementara Aisyah waktu itu mendengar dari balik pintu. Lakli-laki
itu bertanya: "Wahai Rasulullah, waktu shalat telah tiba sedangkan aku
dalam keadaan junub. Bolehkah aku meneruskan puasaku?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab:
«وَأَنَا تُدْرِكُنِي
الصَّلَاةُ وَأَنَا جُنُبٌ فَأَصُومُ»
"Aku pun pernah mendapati waktu Subuh
dalam keadaan junub, namun aku tetap berpuasa."
Laki-laki itu berkata, "Anda tidaklah
sama dengan kami wahai Rasulullah. Sebab Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda
baik telah berlalu atau pun yang akan datang."
Maka beliau pun bersabda:
«وَاللهِ، إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ
أَكُونَ أَخْشَاكُمْ لِلَّهِ، وَأَعْلَمَكُمْ بِمَا أَتَّقِي»
"Sesunguhnya saya berharap, bahwa
sayalah yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan paling tahu
bagaimana caranya bertakwa." [Shahih Muslim]
15.
Wanita yang suci dari haid dan nifas di malam hari dan
belum sempat mandi kecuali setelah fajar maka ia boleh berpuasa pada hari itu.
16.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mimpi
basah, karena itu adalah khayalan setan ketika tidur.
Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu
berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ
مِنَ اللَّهِ، وَالحُلُمُ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا حَلَمَ أَحَدُكُمْ حُلُمًا
يَخَافُهُ فَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ، وَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا،
فَإِنَّهَا لاَ تَضُرُّهُ»
"Mimpi baik dari Allah sedangkan mimpi
buruk datangnya dari setan, maka apabila salah seorang dari kalian mimpi
sesuatu yang dibencinya, hendaknya ia menidupkan tiga kali tiaupan ketika
bangun, lalu meminta perlindungan dari kejahatannya, sebab kejahatan tersebut
tidak akan membahayakan dirinya." [Shahih Bukhari dan Muslim]
17. Mursal sahabiy hujjah.
“Mursal Sahabiy” adalah riwayat seorang
sahaba dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang suatu kejadian yang
tidak ia saksikan langsung.
Mursal Sahabiy adalah hujjah bisa dijadikan
dalil karena yang menyampaikan hadits tersebut kepada sahabat adalah
kemungkinan Nabi shallallahu ‘alaih wasallam sendiri yang menyampaikan
kepadanya, atau sahabat lain yang menyampaikan kepadanya.
C.
Penjelasan ketiga:
Hadits kedua, dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah secara mu’allaq
(sanad terputus) melalui dua jalur, ia berkata:
وَقَالَ
هَمَّامٌ، وَابْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بِالفِطْرِ
“Dan berkata Hammam dan Ibnu
'Abdullah bin 'Umar, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu: "Adalah Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk berbuka (dalam kasus junub
setelah masuk waktu Fajar)”.
Imam Bukhari
rahimahullah berkata:
«وَالأَوَّلُ
أَسْنَدُ»
“Namun hadits pertama di atas lebih
kuat sanadnya".
Takhrij hadits Abu Hurairah:
Jalur Hammam bin Munabbih,
diriwayatkan dengan sanad lengkap oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya
(13/490) no.8145, ia berkata:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ بْنُ
هَمَّامٍ، حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ، قَالَ: هَذَا مَا
حَدَّثَنَا بِهِ أَبُو هُرَيْرَةَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ، صَلَاةِ الصُّبْحِ، وَأَحَدُكُمْ جُنُبٌ،
فَلَا يَصُمْ يَوْمَئِذٍ»
Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq
bin Hammam berkata; telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Hammam bin
Munabbih berkata: ini adalah yang diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika adzan
shalat Subuh telah diserukan sedang salah seorang dari kalian dalam keadaan
junub, maka janganlah berpuasa pada hari itu."
Jalur Ibnu Abdillah bin Umar,
diriwayatkan dengan sanad lengkap oleh An-Nasa’iy dalam “As-Sunan
Al-Kubraa” (3/260) no.2937, ia berkata:
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
الْمَلِكِ، قَالَ: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ شُعَيْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي،
عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللهِ
بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ احْتَلَمَ لَيْلًا فِي رَمَضَانَ
فَاسْتَيْقَظَ قَبْلَ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ، ثُمَّ نَامَ قَبْلَ أَنْ
يَغْتَسِلَ فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ حَتَّى أَصْبَحَ، قَالَ: فَلَقِيتُ أَبَا
هُرَيْرَةَ حِينَ أَصْبَحْتُ فَاسْتَفْتَيْتُهُ فِي ذَلِكَ فَقَالَ: أَفْطِرْ «فَإِنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ كَانَ يَأْمُرُ بِالْفِطْرِ
إِذَا أَصْبَحَ الرَّجُلُ جُنُبًا». قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ اللهِ:
فَجِئْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ فَذَكَرْتُ لَهُ الَّذِي أَفْتَانِي بِهِ أَبُو
هُرَيْرَةَ، فَقَالَ: أُقْسِمُ بِاللهِ لَئِنْ أَفْطَرْتَ لَأُوجِعَنَّ مَتْنَيْكَ
صُمْ، وَإِنْ بَدَا لَكَ أَنْ تَصُومَ يَوْمًا آخَرَ فَافْعَلْ
Muhammad
bin Abdil Malik telah menyampaikan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Syu’aib
menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, dari
Az-Zuhriy, ia berkata: Abdullah bin Abdullah bin
Umar menyampaikan kepadaku bahwasanya ia mimpi basah di suatu malam di bulan
Ramadhan, kemudian ia bangun sebelum terbit fajar, kemudian kembali tidur
sebelum mandi dan tidak bangun lagi sampai pagi. Ia berkata: Maka aku menemui
Abu Hurairah di pagi hari dan aku minta fatwa tentang hal itu, maka ia
menjawab: Batalkan puasamu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam telah memerintahkan berbuka jika seseorang bangun di pagi hari dalam
keadaan junub.
Abdullah
bin Abdullah berkata: Lulu aku mendatangi Abdullah bin Umar dan aku ceritakan
fatwa yang diberikan Abu Hurairah kepadaku, maka ia menjawab: “Aku bersumpah
demi Allah, jika engkau berbuka maka aku akan memukul punggungmu, berpuasalah,
dan jika engkau ingin menggantinya dengan berpuasa di hari yang lain maka
lakukanlah”.
An-Nasa’iy
-rahimahullah- berkata:
خَالَفَهُ عُقَيْلُ بْنُ خَالِدٍ
فَرَوَاهُ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ
“‘Uqail
bin Khalid menyelisihi Syu’aib, ia meriwayatkannya dari Az-Zuhriy, dari ‘Ubaidillah (bin Abdillah bin ‘Umar)”.
Ulama
berselisih pandang dalam menyikapi perbedaan hadits Aisyah dan Ummu Salamah
dengan hadits Abu Hurairah:
a)
Imam Bukhari -rahimahullah- memilih jalur tarjih dengan
mengatakan bahwa riwayat Aisyah dan Ummu Salamah lebih kuat dari sisi sanad
dari pada hadits Abu Hurairah.
b)
Sedangkan sebagian ulama menganggap bahwa hadits Abu Hurairah telah
dinasakh (dihapus hukumnya) oleh hadits Aisyah dan Ummu Salamah.
Ibnu
Daqiq Al-‘Ied -rahimahullah- berkata:
أَنَّ قَوْلَهُ تَعَالَى {أُحِلَّ
لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَث إِلَى نِسَائِكُم} يَقْتَضِي إِبَاحَةَ
الْوَطْءِ فِي لَيْلَةِ الصَّوْمِ وَمِنْ جُمْلَتِهَا الْوَقْتُ الْمُقَارِنُ
لِطُلُوعِ الْفَجْرِ فَيَلْزَمُ إِبَاحَةُ الْجِمَاعِ فِيهِ وَمِنْ ضَرُورَتِهِ
أَنْ يُصْبِحَ فَاعِلُ ذَلِكَ جُنُبًا وَلَا يَفْسُدُ صَوْمُهُ فَإِنَّ إِبَاحَةَ
التَّسَبُّبِ لِلشَّيْءِ إِبَاحَةٌ لِذَلِكَ الشَّيْءِ
“Bahwasanya
firman Allah ta’aalaa: {Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isteri kamu} menunjukkan bolehnya menggauli istri
di malam hari berpuasa, dan itu termasuk waktu yang berdekatan dengan terbitnya
fajar. Maka tentu dibolehkan melakukan jima’ pada waktu tersebut, dan tentunya
orang yang melakukan itu akan mendapati waktu pagi dalam keadaan junub dan
tidak merusak puasanya. Karena bolehnya melakukan sebab terjadinya sesuatu
menunjukkan bolehnya melakukan sesuatu tersebut”. [Fathul Bariy karya Ibnu
Hajar: 4/148]
Wallahu
a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...