بسم الله الرحمن الرحيم
Hadits ini disebutkan
oleh Al-‘Ajluniy rahimahullah dalam kitabnya “Kasyful Khafa”
no.2161, dari Jabir bin Abdillah secara marfu’ (dari Nabi ﷺ), tapi yang lebih kuat hadits
ini hanya mauquf dari ucapan Jabir radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Ibnu
Al-Jauziy rahimahullah dalam kitabnya “At-Tahqiq fii ahadiitsil
Ahkam” (2/42) no.981:
عن إبراهيم بن
أيوب، ثنا عافية بن أيوب، عن ليث بن سعد، عن أبي الزبير، عن جابر، عن
النبي ﷺ:
" ليس في الحلي زكاة " .
Dari Ibrahim bin Ayyub,
ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Afiyah bin Ayyub, dari Laits bin
Sa’ad, dari Abi Az-Zubair, dari Jabir, dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau bersabda: “Tidak ada zakat
pada perhiasan”.
Ibnu Al-Jauziy rahimahullah berkata:
"قالوا: عافية
ضعيف، قلنا: ما عرفنا أحدا طعن فيه. قالوا: فقد روى الحديث موقوفا عن جابر رضي
الله عنه، قلنا: الراوي قد يسند الشيء تارة ويفتي به أخرى".
“Mereka mengatakan bahwa ‘Afiyah lemah!?,
Tapi kami mengatakan bahwa kami tidak mendapatkan seorang pun yang mencelanya.
Mereka juga mengatakan bahwa telah diriwayatkan hadits ini dari Jabir
radhiyallahu ‘anhu secara mauquf!? Tapi kami mengatakan bahwa seorang perawi
terkadang menyandarkan hadits kepada Nabi dan terkadang menjadikannya sebagai
ucapannya dalam berfatwa”.
Ucapan Ibnu Al-Jauziy ini dibantah oleh Adz-Dzahabiy
rahimahullah dalam kitab “At-Tanqih” (1/341), beliau
berkata:
"هذا كلام غير
صحيح ، والمعروف أنه موقوف".
“Perkataan ini tidak benar, yang lebih kuat bahwasanya hadits
ini mauquf”.
Sanad hadits Ibnu Jauziy lemah bukan karena ‘Afiyah tapi karena Ibrahim bin Ayyub Al-Hauraniy Ad-Dimayqiy Az-Zahid([1]) (w.238H) periwayatan haditsnya lemah;
Adz-Dzahabiy berkata: “Aku tidak mengetahui ada celaan padanya”. Sedangkan Abu
Al-‘Arab menyebutnya dalam kitab Adh-Dhu’afaa, dan menukil dari Abu Ath-Thahir
Ahmad bin Muhamad bin ‘Utsman Al-Madiniy ia berkata: Ibrahim bin Ayyub Hauraniy
lemah. Abu Al-‘Arab berkata: Abu Ath-Thahir ini
adalah seorang ahli kritik dan ilmu tentang hadits di Mesir.
Adapun ‘Afiyah bin Ayyub bin Abdirrahman bin
Muslim, Abu ‘Ubaidah Al-Mishriy([2]) (w.204H); Periwayatan haditsnya tidak mengapa (لا بأس به). Abu Zur’ah berkata: Periwayatan haditsnya tidak mengapa
(baik). Al-Mundziriy berkata: Tidak sampai kepadaku berita tentang dia yang
mengharuskan untuk menhukuminya lemah. Sedangkan Adz-Dzahabiy berkata: Ia
dihukumi lemah dan ia bukan hujjah dan ia majhul (tidak terkenal).
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah membantah ucapan Adz-Zahabiy, dengan
mengatakan:
"وذكر ابن
ماكولا في "الإكمال" إنه روى عنه حيوة بن شريح وسعيد بن عبد العزيز
ومالك بن أنس وجماعة، وآخر من روى عنه بحر بن نصر؛ كذا فيه وهو يقتضى أن يكون له
رواية عند بحر، فليس هذا مجهول".
“Ibnu Makula menyebutkan dalam kitab “Al-Ikmal” bahwasanya
Haiwah bin Syuraih, Sa’id bin Abdil ‘Aziz, Malik bin Anas, dan beberapa orang
lainnya telah meriwayatkan hadits dari ‘Afiyah. Dan orang yang terakhir meriwayatkan
darinya dalah Bahr bin Nashr. Ini yang disebutkan dalam kitab Al-Ikmal
yang menunjukkan bahwa Bahr punya riwayat dari ‘Afiyah maka dia tidak majhul”.
Kesimpulan hadits ini secara marfu’ adalah lemah yang lebih kuat adalah riwayat yang mauquf.
Ibnu Abdil Hadi rahimahullah berkata dalam “At-Tanqih”
(2/210): “Yang benar adalah hadits ini mauquf dari perkataan Jabir”.
Dan Al-Baihaqiy rahimahullah berkata:
وَالَّذِي يَرْوِيهِ بَعْضُ
فُقَهَائِنَا مَرْفُوعًا: "لَيْسَ فِي الْحُلِيِّ زَكَاةٌ"، لَا أَصْلَ
لَهُ إِنَّمَا يُرْوَى عَنْ جَابِرٍ مِنْ قَوْلِهِ غَيْرَ مَرْفُوعٍ، وَالَّذِي
يُرْوَى عَنْ عَافِيَةَ بْنِ أَيُّوبَ، عَنِ اللَّيْثِ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ،
عَنْ جَابِرٍ، مَرْفُوعًا، بَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ، وَعَافِيَةُ بْنُ أَيُّوبَ
مَجْهُولٌ، فَمَنِ احْتَجَّ بِهِ مَرْفُوعًا كَانَ مُغَرَّرًا بِدِينِهِ، دَاخِلًا
فِيمَا نَعِيبُ بِهِ الْمُخَالِفِينَ فِي الِاحْتِجَاجِ بِرِوَايَةِ
الْكَذَّابِينَ، وَاللَّهُ يَعْصِمُنَا مِنْ أَمْثَالِهِ. اهـ [معرفة السنن والآثار (6/144)]
“Yang diriwayatkan oleh sebagian fuqaha’ kita (Syafi’iyah)
secara marfu’: “Tidak ada zakat pada perhiasan”, hadits ini tidak punya
asal, ini hanya diriwayatkan dari perkataan Jabir tidak marfu’. Dan yang diriwayatkan
dari ‘Afiyah bin Ayyub, dari Al-Laits, dari Abi Az-Zubair, dari Jabir, secara
marfu’, batil, tidak ada asalnya. ‘Afiyah bin Ayyub majhul. Maka siapa
yang berhujjah dengan riwayat yang marfu’ maka ia tertipu dengan agamanya,
masuk kategori yang kita cela terhadap lawan yang berhujjah dengan riwayat para
pendusta. Dan semoga Allah melindungi kita dari semacam ini. [Ma’rifah
As-Sunnan wal atsar 6/144]
Hadits Jabir secara
mauquf.
Diriwayatkan dari Jabir melalui tiga jalur;
Jalur pertama:
Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthniy rahimahullah dalam “As-Sunan” (2/500) no.1955;
عَنْ أَبِي
حَمْزَةَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: قَالَ:
«لَيْسَ فِي الْحُلِيِّ زَكَاةٌ».
Dari Abu Hamzah,
dari Asy-Sya’biy, dari Jabi bin Abdillah, ia berkata: “Tidak ada pada
perhiazan kewajiban zakat".
Ad-Darquthniy rahimahullah berkata:
"أَبُو حَمْزَةَ هَذَا مَيْمُونٌ ضَعِيفُ الْحَدِيثِ"
“Pada sanad ini ada Abu Hamzah yang
lemah periwayatan haditsnya”.
Abu Hamzah yaitu Maimun Al-A’war Al-Qashab Al-Kufiy Ar-Ra’iy([3]), ia terkenal dengan kuniahnya. Dilemahkan oleh Ibnu Ma’in,
Ahmad, Al-Bukhari, Abu Hatim, Ibnu Hajar dan selainnya.
Jalur kedua:
Diriwayatkan oleh Asy-Syafi’iy rahimahullah dalam Musnadnya (1/413) no.628, dan Al-Baihaqiy
rahimahullah dalam “As-Sunan Al-Kubra” (4/233)
no.7539, melalui riwayat Asy-Syafi’iy, ia berkata:
أخبرنا سُفْيانُ، عن عَمْرٍوبن دينارٍ: سَمِعْتُ
رَجُلاً يَسْألُ جَابِرَ بنَ عَبْدِ اللَّهِ عن الحُلِيّ، أفيهِ الزَّكاةُ؟ فقال
جابرٌ: لا، فقال: فإنْ كانَ يَبْلُغُ أَلْفَ دِينَارٍ؟ فقال جابرٌ: كثيرٌ
Telah mengabarkan kepada kami Sufyan, dari
‘Amru bin Dinar, ia berkata: Aku mendengar seseorang bertanya kepada Jabir
bin ‘Abdillah tentang perhiasan, apakah ada zakatnya? Jabir menjawab:
“Tidak ada”. Lalu orang itu bertanya: Sekalipun nilainya mencapai seribu dinar?
Jabir menjawab: “Ini banyak”.
Ibnu Al-Mulaqqin rahimahullah dalam “Al-Badrul
Munir” (5/581) berkata: “Sanadnya shahih”.
Jalur ketiga:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam “Al-Mushannaf” (4/251) no.10269,
ia berkata:
حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ،
عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: «لَا
زَكَاةَ فِي الْحُلِيِّ» قُلْتُ: إِنَّهُ فِيهِ أَلْفُ دِينَارٍ قَالَ: «يُعَارُ،
وَيُلْبَسُ»
Telah menceritakan kepada kami, ‘Abdah bin
Sulaiman, dari Abdul Malik, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, ia berkata: “Tidak
ada zakat pada pehiasan”. Aku bertanya: Ia senilai seribu dinar? Jabir
berkata: “Dipinjamkan atau dipakai”.
Sanad ini hasan,
karena Abdul Malik bin Abi Sulaiman Maisrah Al-‘Arzamiy Abu Muhammad Al-Kufiy([4]) (w.145H); Al-‘Ijliy mengatakan ia tsiqah dan kuat. Dianggap
tsiqah oleh Ibnu Ma’in dan Abu Hatim. Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab
Ats-Tsiqat dan mengatakan ia terkadan keliru. Abu Zur’ah mengatkan: Periwayatan
haditsnya tidak mengapa. Ibnu Hajar berkata: Ia shaduq (haditsnya hasan) tapi
terkadang melakukan kekeliruan.
Komentar tentang hadits
ini:
Jumhur ulama
berdalil dengan hadits ini bahwa tidak wajib mengeluarkan zakat perhiasan
emas atau perak. Ini adalah pendapat Jabir, Ibnu Umar, dan Asma’ binti Abi
Bakr radhiyallahu ‘anhum.
Dengan alasan bahwa perhiasan dimanfaatkan
untuk yang mubah sebagaimana hewan ternak yang dipekerjakan, dan pakaian yang
dipakai sehari-hari.
Dan Islam mewajibkan zakat pada harta yang
produktif, sedangkan perhiasan yang dipakai sehari-hari tidak produktif.
Berbeda dengan emas dan perak yang hanya dijadikan simpanan atau digunakan
untuk hal-hal sia-sia dan pemborosan. Atau perhiasan emas yang dipergunakan
oleh laki-laki, atau untuk bejana maka ini wajib keluar zakatnya.[5]
Sedangkan Al-Hanafiyah berpendapat
bahwa perhiasan emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya secara mutlak
apabila mencapai nisab (85 gram emas/595 gram perak) dan haulnya (satu tahun).[6]
Ini adalah pendapat Ibnu Al-Mundzir, Ibnu Hazm,
syekh Ibnu Baz, Ibnu ‘Utsaimin, dan selainnya rahimahumullah. Diantara
dalilnyanya:
1.
Keumuman perintah zakat emas dan perak.
Allah subahanahu wata’aalaa berfirman:
{وَالَّذِينَ
يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ
جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا
كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ} [التوبة: 34، 35]
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak
itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan
punggung mereka. (Lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu
yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari)
apa yang kamu simpan itu."
[At-Taubah: 34-35]
Ø
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ
وَلَا فِضَّةٍ، لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا، إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ
الْقِيَامَةِ، صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي
نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا
بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ، فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ،
حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ، فَيَرَى سَبِيلَهُ، إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ،
وَإِمَّا إِلَى النَّارِ» [صحيح مسلم]
"Tidaklah seorang pemilik emas maupun perak yang tidak menunaikan zakatnya kecuali nanti ketika datang hari Kiamat akan dibuatkan untuknya lempengan-lempengan dari api, lalu lempengan itu dipanaskan di neraka Jahanam dan digunakan untuk menyetrika lambung, dahi, dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu dingin, ia dipanaskan lagi untuknya. Itu terjadi pada hari Kiamat yang lama harinya setara dengan 50 ribu tahun, hingga perkara seluruh hamba diputuskan lalu orang itu mengetahui kelanjutan nasibnya; ke surga atau neraka." [Shahih Muslim]
2.
Hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma;
Diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah
dalam “As-Sunan” (2/145) no.1563, dari Abdullah bin ‘Amr ia
berkata:
أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ
ﷺ وَمَعَهَا ابْنَةٌ لَهَا، وَفِي يَدِ
ابْنَتِهَا مَسَكَتَانِ غَلِيظَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ، فَقَالَ لَهَا: «أَتُعْطِينَ
زَكَاةَ هَذَا؟»، قَالَتْ: لَا، قَالَ: «أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللَّهُ
بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ؟»، قَالَ: فَخَلَعَتْهُمَا،
فَأَلْقَتْهُمَا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ،
وَقَالَتْ: هُمَا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِرَسُولِهِ
Seorang wanita datang kepada Rasulullah ﷺ membawa anak wanitanya, dan di tangan anak wanita tersebut
terdapat dua gelang tebal yang terbuat dari emas, kemudian beliau berkata
kepadanya, "Apakah engkau memberikan zakat emas ini?" Wanita tersebut
berkata, tidak. Beliau bersabda, "Apakah engkau senang karena kedua gelang
tersebut Allah memberimu gelang dari api pada hari kiamat?" Khalid
berkata, kemudian wanita tersebut melepas kedua gelang tersebut dan
melemparkannya kepada Nabi ﷺ dan berkata, kedua gelang itu untuk Allah 'Azza wa Jalla dan
rasul-Nya.
Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Al-Qathan,
Ibnu Al-Mulaqqin dan selainnya. [Al-Badrul Munir 5/564, Nashburrayah 2/370]
3.
Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha;
Diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah
dalam “As-Sunan” (2/145) no.1565, dari Aisyah istri Nabi ﷺ,
lalu ia berkata,
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَرَأَى فِي يَدَيَّ فَتَخَاتٍ مِنْ
وَرِقٍ، فَقَالَ: «مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ؟»، فَقُلْتُ: صَنَعْتُهُنَّ
أَتَزَيَّنُ لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «أَتُؤَدِّينَ زَكَاتَهُنَّ؟»،
قُلْتُ: لَا، أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ، قَالَ: «هُوَ حَسْبُكِ مِنَ النَّارِ»
Rasulullah ﷺ menemuiku dan melihat ditanganku ada cincin dari perak, lalu
beliau berkata, "Apakah ini wahai Aisyah?" Aku menjawab, aku
menggunakannya untuk berhias di hadapanmu. Beliau berkata, "Apakah kamu
mengeluarkan zakatnya?" Aku menjawab: tidak! -atau- maasyaa Allah! Beliau
berkata, Itu adalah bagianmu dari Neraka!".
Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim,
Adz-Dzahabiy, Albaniy dan selainnya.
4.
Hadits Asma’ bin Yazid radhiyallahu ‘anha;
Diriwayatkan oleh imam Ahmad rahimahullah
dalam Musnadnya (45/586) no.27614:
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ،
قَالَتْ: دَخَلْتُ أَنَا وَخَالَتِي عَلَى النَّبِيِّ ﷺ وَعَلَيْهَا أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ،
فَقَالَ لَنَا: «أَتُعْطِيَانِ زَكَاتَهُ؟» قَالَتْ: فَقُلْنَا: لَا، قَالَ: «أَمَا
تَخَافَانِ أَنْ يُسَوِّرَكُمَا اللَّهُ أَسْوِرَةً مِنْ نَارٍ؟ أَدِّيَا
زَكَاتَهُ»
Dari Asma' binti Yazid dia berkata,
"Aku bersama dengan bibiku masuk menemui Nabi ﷺ,
sedangkan bibiku memakai gelang yang terbuat dari emas, maka beliau bersabda
kepada kami, "Apakah kamu telah menunaikan zakatnya?" Asma' berkata,
"Maka kami berkata, "Tidak, " Beliau bersabda, "Apakah
kalian tidak takut jika Allah memakaikan buat kalian gelang dari api neraka?
Tunaikanlah segera zakatnya."
Hadits ini dihukumi hasan oleh Al-Mundziriy
dalam kitab “At-Targib wa At-Tarhib” (1/312), dan Syekh Albaniy
menghukumi hadits ini Shahih ligairih dalam kitab “Shahih At-Targib”
(1/473) no.770.
5.
Atsar Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu;
Diriwayatkan oleh Abdurrazaq rahimahullah
dalam “Al-Mushannaf” (4/83) no.7055;
عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ ابْنِ
مَسْعُودٍ قَالَ: سَأَلَتْهُ امْرَأَةٌ عَنْ حُلِيٍّ، لَهَا فِيهِ زَكَاةٌ؟ قَالَ:
«إِذَا بَلَغَ مِائَتَيْ دِرْهَمٍ فَزَكِّيهِ» قَالَتْ: إِنَّ فِي حِجْرِي
يَتَامَى لِي أَفَأَدْفَعَهُ إِلَيْهِمْ؟ قَالَ: «نَعَمْ»
Dari Ibrahim, dari Ibnu Mas’ud, ia
ditanya oleh seorang wanita tentang perhiasan, apakah wajib ia membayar
zakatnya? Ibnu Mas’ud menjawab: “Jika mencapai 200 dirham maka tunaikan
zakatnya”. Wanita itu bertanya lagi: Sesunggunya di rumahku ada anak yatim,
apakah aku boleh membayar zakat kepada mereka? Ibnu Mas’ud menjawab: Iya.
6.
Atsar Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu;
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah
dalam “Al-Mushannaf” (2/382) no.10160;
عَنْ شُعَيْبٍ قَالَ: كَتَبَ
عُمَرُ إِلَى أَبِي مُوسَى «أَنْ اؤْمُرْ مَنْ قِبَلَكَ مِنْ نِسَاءِ
الْمُسْلِمِينَ، أَنْ يُصَدِّقْنَ مِنْ حُلِيِّهِنَّ، وَلَا يَجْعَلْنَ
الْهَدِيَّةَ، وَالزِّيَادَةَ تَعَارُضًا بَيْنَهُنَّ»
Dari Syu’aib, ia berkata: Umar mengirim
surat kepada Abu Musa untuk memerintahkan orang yang di wilayahnya dari kaum
wanita muslimin agar mengeluarkan zakat perhiasan mereka, dan tidak
menjadikannya hadiyah dan tambahannya sebagai perselisihan diantara mereka.
Al-Baihaqiy
rahimahullah berkata:
"وَهَذَا مُرْسَلٌ،
شُعَيْبُ بْنُ يَسَارٍ لَمْ يُدْرِكْ عُمَرَ" [السنن الكبرى للبيهقي (4/ 234)]
“Atsar ini mursal (terputus sanadnya); Syu’aib bin Yasar
tidak pernah bertemu dengan Umar”. [As-Sunan Al-Kubra]
7.
Atsar Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma;
Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthniy rahimahullah
dalam Sunannya (2/500) no.1957;
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ،
عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ أَنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ إِلَى خَازِنِهِ سَالِمٍ: «أَنْ يُخْرِجَ زَكَاةَ حُلِيِّ بَنَاتِهِ
كُلَّ سَنَةٍ»
Dari ‘Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari
kakeknya (Abdullah bih ‘Amr), bahwasanya ia menulis surat kepada penjaga
hartanya yaitu Salim, “untuk mengeluarkan zakat perhiasan putri-putrinya setiap
tahun”.
8.
Atsar Aisyah radhiyallahu ‘anha;
Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthniy rahimahullah
dalam Sunannya (2/500) no.1956;
عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ،
قَالَتْ: «لَا بَأْسَ بِلُبْسِ الْحُلِيِّ
إِذَا أُعْطِيَ زَكَاتُهُ».
Dari ‘Urwah, dari Aisyah, ia berkata:
“Tidak mengapa memakai perhiasan jika ditunaikan zakatnya”.
Kesimpulan:
a.
Hadits
tentang tidak wajibnya zakat perhiasan emas dan perak derajatnya lemah secara marfu’ yang paling kuat adalah mauquf.
b.
Pendapat
yang lebih kuat dalam masalah zakat perhiasan emas dan perak adalah pendapat
yang mewajibkan karena hadits yang dijadikan hujjah lebih kuat dan banyak.
c.
Adapun
zakat perhiasan selain emas dan perak maka tidak ada zakatnya, karena tidak ada
dalil yang mewajibkannya. Kecuali jika diperjual-belikan maka wajib zakat
perdagagan.
Wallahu a’lam!
Referensi:
صحيح فقه السنة
2/23
Lihat juga: Takhrij hadits "Larangan meninggalkan shalat berjama’ah tanpa udzur" - “Simpan sampah dalam rumah mencegah rezki?!” - Terjemah "Draft Penulisan Tesis" كشف الخفاء
[1] Lihat biografi "Ibrahim bin Ayyub"
dalam kitab: Al-Jarh wa At-Ta'diil karya Ibnu Abi Hatim 2/88, Tarikh Dimasyq
6/358, Tarikh Al-Islam karya Adz-Dzahabiy 17/60, Lisaan Al-Miizaan karya Ibnu
Hajar 1/246.
[2] Lihat biografi "’Afiyah bin Ayyub"
dalam kitab: Al-Jarh wa At-Ta'diil 7/44, Al-Ikmal karya
Ibnu Makula 6/24, Miizaan Al-I'tidaal karya Adz-Dzahabiy 4/15, Al-Mugni fi
Adh-Dhu’afaa karya Adz-Dzahabiy 1/459 , Lisaan Al-Miizaan 4/375.
[3] Lihat biografi "Abu Hamzah" dalam kitab: Adh-Dhu'afaa'
Ash-Shagiir karya Al-Bukhariy hal.113 , Adh-Dhu'afaa' karya An-Nasa'iy hal.240,
Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 4/187, Al-Jarh wa At-Ta'diil 8/235, Al-Majruhiin karya Ibnu Hibban 3/5, Al-Kaamil karya Ibnu
'Adiy 6/412, Adh-Dhu'afaa' karya Ad-Daraquthniy hal.235, Adh-Dhu'afaa' karya
Ibnu Al-Jauziy 3/152, Tahdziib Al-Kamaal karya Al-Mizziy 29/237, Al-Mugni fi
Adh-Dhu’afaa 2/343, Al-Kaasyif karya Adz-Dzahabi 2/312,
Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal.990.
[4] Lihat biografi "Abdul Malik" dalam kitab: Ats-Tsiqat karya
Al-‘Ijliy 2/103, Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir 3/31, Al-Jarh wa
At-Ta'diil 5/366, Ats-Tsiqat karya Ibnu Hibban 7/97,
Al-Kaamil 5/302, Tahdziib Al-Kamaal 18/322, Al-Kasyif1/665, Tadzkiratul Huffadz karya Adz-Dzahabiy 1/155, Taqriib
At-Tahdziib hal.623.
[5] Lihat: Al-Mudawwanah
Al-Kubra karya imam Malik 1/305, Al-Hawiy Al-Kabir karya Al-Mawardiy 3/271,
Al-Mugniy karya Ibnu Qudamah 2/605.
[6] Lihat: Al-Hujjah
‘alaa ahlil Madinah karya Asy-Syaibaniy 1/448, An-Natfu fil Fatwa karya
As-Sa’diy 1/200.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...