بسم الله الرحمن الرحيم
Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:
بَابُ مَا كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُسْأَلُ
مِمَّا لَمْ يُنْزَلْ عَلَيْهِ الوَحْيُ، فَيَقُولُ: «لاَ أَدْرِي»، أَوْ لَمْ
يُجِبْ حَتَّى يُنْزَلَ عَلَيْهِ الوَحْيُ، وَلَمْ يَقُلْ بِرَأْيٍ وَلاَ
بِقِيَاسٍ
“Bab: Ketika Nabi ﷺ ditanya tentang
perkara yang belum turun wahyu maka beliau menjawab “Saya tidak tahu”, atau
beliau menunggu sampai turun wahyu tentang perkara tersebut dan tidak menjawab
dengan pendapatnya atau kiyas”
Dalam bab ini imam Bukhari menjelaskan
bahwa seseorang jika ditanya tentang sesuau dan ia tidak punya ilmu dalam hal
itu maka hendaklah ia bekata tidak tau atau diam, sebagaimana yang dilakukan
oleh Rasulullah ﷺ.
Imam Bukhari menyebutkan dalil satu ayat
dari Al-Qur’an dan dua hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud secara mu’allaq
dan hadits Jabir bin Abdillah secara muttashil radhiyallahu
‘anhum.
A. Ayat
105 sruah An-Nisa’.
Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:
لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {بِمَا أَرَاكَ
اللَّهُ} [النساء: 105]
“Berdasarkan
firman Allah ta’aalaa: {dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu}
[An-Nisa’: 105]”
Ø Lengkap ayat ini:
{إِنَّا أَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ
وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا} [النساء: 105]
Sesungguhnya
Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu
menetapkan hukum di antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah),
karena (membela) orang-orang yang khianat. [An-Nisaa':105]
Kewajiban berhukum dengan hukum Allah:
Allah subhanahu wata’aalaa
berfirman:
{وَأَنِ احْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ
أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا
فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ
كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (49) أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ} [المائدة: 49، 50]
Dan
hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum
Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? [Al-Maidah: 49 - 50]
Lihat:
Berhukum dengan selain hukum Allah
B. Hadits
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:
وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: "سُئِلَ
النَّبِيُّ ﷺ عَنِ الرُّوحِ فَسَكَتَ حَتَّى
نَزَلَتِ الآيَةُ"
“Dan Ibnu Mas’ud berkata: Nabi
ditanya tentang ruh, lalu beliau diam sampai turun ayat”.
Nb: Hadits ini telah diriwayatkan dengan sanad dan matan yang lengkap dan sudah dijelaskan pada bab sebelumnya Kitab I’tisham, bab(03): “Hal yang dibenci dari banyak bertanya dan membebani diri terhadap seseuatu yang tidak bermanfaat baginya” dan pada Kitab Ilmu bab 47; “Tidaklah kalian diberi ilmu kecuali sedikit”
C. Hadits
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu.
Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:
7309 - حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ [بن عُيينة]، قَالَ: سَمِعْتُ
[محمّد] ابْنَ المُنْكَدِرِ، يَقُولُ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ،
يَقُولُ: مَرِضْتُ فَجَاءَنِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ
يَعُودُنِي، وَأَبُو بَكْرٍ، وَهُمَا مَاشِيَانِ فَأَتَانِي وَقَدْ أُغْمِيَ
عَلَيَّ، فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ،
ثُمَّ صَبَّ وَضُوءَهُ عَلَيَّ، فَأَفَقْتُ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، -
وَرُبَّمَا قَالَ سُفْيَانُ فَقُلْتُ: أَيْ رَسُولَ اللَّهِ - كَيْفَ أَقْضِي فِي
مَالِي؟ - كَيْفَ أَصْنَعُ فِي مَالِي؟ - قَالَ: فَمَا أَجَابَنِي بِشَيْءٍ حَتَّى
نَزَلَتْ: «آيَةُ المِيرَاثِ»
Telah menceritakan kepada kami Ali bin
Abdullah, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan [bin ‘Uyainah], ia
berkata: Aku mendengar [Muhammad] Ibnul Munkadir berkata: Aku mendengar Jabir
bin Abdullah mengatakan, "Saat aku sakit Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar membesukku dengan berjalan kaki. Keduanya
menjengukku sedang aku dalam keadaan pingsan. Lantas Rasulullah ﷺ berwudu dan menuangkan wudunya kepadaku
sehingga aku siuman. Kemudian aku katakan, "Wahai Rasulullah, " -dan
terkadang Sufyan menyebutkan "Hai Rasulullah (bukan Wahai namun Hai)-,
bagaimana harus aku putuskan masalah hartaku? -bagaimana yang harus kuperbuat
terhadap hartaku?-" Jabir berkata, "Beliau tidak menjawabku dengan
suatu apapaun hingga ayat tentang waris diturunkan."
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.
Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
2.
Keutamaan menjenguk orang sakit.
Lihat: Hadits Sa'ad
bin Abi Waqqash; Bersedekah sepertiga harta
3.
Keberkahan sisa wudhu khusus untuk Nabi ﷺ.
4.
Berani mengatakan “saya tidak tau”.
Allah
subhanahu wata'aalaa berfirman:
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ
أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لَا يُجَلِّيهَا
لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ} [الأعراف: 187]
Mereka
menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah:
"Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku;
tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia". [Al-A'raaf:187]
Ø Ketika Jibril ‘alaihissalam
bertanya tentang hari kiamat, Rasulullah ﷺ menjawab:
"مَا المَسْئُولُ عَنْهَا
بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ" [صحيح البخاري
ومسلم]
" Tidaklah yang ditanya tentang itu lebih tau dari pada yang
bertanya". [Sahih Bukhari dan Muslim]
Ø Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ
bersabda:
«مَا أَدْرِي أَتُبَّعٌ
لَعِينٌ هُوَ أَمْ لَا، وَمَا أَدْرِي أَعُزَيْرٌ نَبِيٌّ هُوَ أَمْ لَا» [سنن أبي داود: صحيح]
"Aku
tidak tahu apakah Tubba' adalah orang yang terlaknat atau tidak, dan aku tidak
tahu apakah Uzair adalah seorang Nabi atau bukan." [Sunan Abi Daud:
Shahih]
Ø Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu berkata:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَيُّ الْبُلْدَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ وَأَيُّ الْبُلْدَانِ أَبْغَضُ
إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: «لَا أَدْرِي حَتَّى أَسْأَلَ جِبْرِيلَ ﷺ»، فَأَتَاهُ
فَأَخْبَرَهُ جِبْرِيلُ: أَنَّ أَحَبَّ الْبِقَاعِ إِلَى اللَّهِ الْمَسَاجِدُ،
وَأَبْغَضُ الْبِقَاعِ إِلَى اللَّهِ الْأَسْوَاقُ [مسند البزار: حسنه الألباني]
“Seorang laki-laki bertanya: Wahai
Rasulullah, tempat apakah yang paling dicintai oleh Allah, dan tempat apakah
yang paling dibenci oleh Allah? Nabi menjawab: Saya tidak tahu, tunggu sampai
aku bertanya kepada Jibril ﷺ”, Kemudian Jibril
mendatangi beliau dan Jibril memberitahukan kepadanya: “Bahwasanya tempat yang
paling dicintai oleh Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah
adalah pasar”. [Musnad Al-Bazzar: Hasan]
Ø Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
«مَنْ عَلِمَ شَيْئًا
فَلْيَقُلْ بِهِ، وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلِ: "اللَّهُ أَعْلَمُ"،
فَإِنَّ مِنَ العِلْمِ أَنْ يَقُولَ لِمَا لاَ يَعْلَمُ: "اللَّهُ أَعْلَمُ"،
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لِنَبِيِّهِ ﷺ:
{قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ المُتَكَلِّفِينَ} [ص: 86]» [صحيح البخاري ومسلم]
Barang siapa yang mengetahui sesuatu
hendaklah ia mengatakan apa yang diketahuinya. Dan barang siapa yang tidak
mengetahuinya maka hendaklah ia mengatakan Allah yang Mahatahu. Karena termasuk
dari ilmu ketika ia tidak mengetahuinya, ia mengatakan, 'Allah Mahatahu.' Allah
'Azza wa Jalla berfirman kepada Nabi ﷺ:
{Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu
atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan}.
[Shad: 86] [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Seorang telah bertanya kepada Ibnu Umar radhiallahu'anhuma
tentang satu masalah, lalu ia berkata, “Aku tidak mempunyai ilmu tentang hal
itu!”, lalu setelah orang tersebut pergi, Ibnu Umar radhiallahu'anhuma
berkata:
" نِعْمَ مَا قَالَ
ابْنُ عُمَرَ، سُئِلَ عَمَّا لَا يَعْلَمُ فَقَالَ: لَا عِلْمَ لِي بِهِ " [سنن الدارمي: إسناده صحيح]
'Alangkah bagusnya apa yang dikatakan Ibnu
Umar, ia ditanya tentang satu hal yang tidak ia ketahui lalu ia katakan: 'aku
tidak memiliki ilmu dalam hal itu'". [Sunan Ad-Darimiy: Sanadnya shahih]
Ø 'Ubaid bin Juraij rahimahullah berkata:
كُنْتُ أَجْلِسُ بِمَكَّةَ إِلَى ابْنِ
عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَوْمًا، وَإِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا يَوْمًا، فَمَا يَقُولُ ابْنُ عُمَرَ فِيمَا يُسْأَلُ: " لَا
عِلْمَ لِي، أَكْثَرُ مِمَّا يُفْتِي بِهِ [سنن الدارمي: إسناده حسن]
"Dahulu sewaktu di Makkah aku selalu
duduk di (kajian ilmu) Ibnu Umar radhiallahu'anhu sehari dan di (kajian)
Ibnu Abbas di hari lainnya. Dan Ibnu Umar ketika ditanya lebih banyak
menjawab dengan jawaban: ' Aku tidak tahu' dibandingkan berfatwa dalam masalah
tersebut". [Sunan Ad-Darimiy: Sanadnya hasan]
Ø 'Ali bin Abu Thalib radhiallahu'anhu berkata:
«إِذَا سُئِلْتُمْ عَمَّا
لَا تَعْلَمُونَ، فَاهْرُبُوا» قَالَ: وَكَيْفَ الْهَرَبُ يَا أَمِيرَ
الْمُؤْمِنِينَ؟ قَالَ: «تَقُولُونَ: اللَّهُ أَعْلَمُ» [سنن الدارمي]
"Apabila kalian ditanya tentang
sesuatu yang tidak kalian ketahui maka menghindarlah.' Mereka bertanya:
'Bagaimana cara menghindarnya wahai amirul mu`minin?', ia menjawab, 'Dengan
kalian mengatakan: Allahu a'lam '". [Sunan Ad-Darimiy]
Ø As-Sya'biy rahimahullahu berkata:
«لَا أَدْرِي نِصْفُ
الْعِلْمِ» [سنن الدارمي: إسناده صحيح]
"(kalimat): 'Aku tidak tahu' adalah
setengah ilmu". [Sunan Ad-Darimiy: Sanadnya shahih]
Ø Ibnu Sirin rahimahullahu berkata:
"مَا أُبَالِي
سُئِلْتُ عَمَّا أَعْلَمُ أَوْ مَا لَا أَعْلَمُ، لِأَنِّي إِذَا سُئِلْتُ عَمَّا
أَعْلَمُ، قُلْتُ مَا أَعْلَمُ، وَإِذَا سُئِلْتُ عَمَّا لَا أَعْلَمُ، قُلْتُ:
لَا أَعْلَمُ " [سنن الدارمي: إسناده صحيح]
"Aku tidak peduli, aku ditanya tentang
sesuatu yang aku ketahui atau yang tidak aku ketahui, karena aku jika ditanya
tentang sesuatu yang aku ketahui, aku akan jawab dengan yang aku tahu', dan
jika aku ditanya tentang sesuatu yang tidak aku ketahui, aku katakan: 'Aku
tidak tahu'". [Sunan Ad-Darimiy: Sanadnya shahih]
Lihat: Kitab Ilmu bab 10; Berilmu sebelum berucap dan beramal
5.
Ayat tentang kewarisan.
Jabir radhiallahu'anhu
berkata:
«عَادَنِي النَّبِيُّ ﷺ
وَأَبُو بَكْرٍ فِي بَنِي سَلِمَةَ مَاشِيَيْنِ، فَوَجَدَنِي النَّبِيُّ ﷺ لاَ
أَعْقِلُ شَيْئًا، فَدَعَا بِمَاءٍ، فَتَوَضَّأَ مِنْهُ، ثُمَّ رَشَّ عَلَيَّ
فَأَفَقْتُ»، فَقُلْتُ: مَا تَأْمُرُنِي أَنْ أَصْنَعَ فِي مَالِي يَا رَسُولَ
اللَّهِ؟ فَنَزَلَتْ: {يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ} [النساء: 11] [صحيح البخاري]
Nabi ﷺ
bersama Abu Bakr menjengukku dengan berjalan kaki ketika aku sakit di bani
Salamah. Beliau mendapatkanku dalam keadaan pingsan. Lalu beliau meminta air
kemudian beliau berwudu dengan air itu setelah itu beliau memercikiku hingga
aku pun sadar kembali. Lalu aku bertanya; Ya Rasulullah, apa yang engkau
perintahkan kepadaku mengenai hartaku? Maka turulah ayat: {Allah mewasiatkan
kalian mengenai anak-anak kalian} [An-Nisa: 11]. [Shahih Bukhari]
Ø Dalam riwayat lain;
مَرِضْتُ فَأَتَانِي رَسُولُ اللهِ ﷺ،
وَأَبُو بَكْرٍ يَعُودَانِي مَاشِيَيْنِ، فَأُغْمِيَ عَلَيَّ، فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ
صَبَّ عَلَيَّ مِنْ وَضُوئِهِ، فَأَفَقْتُ، قُلْتُ: " يَا رَسُولَ اللهِ،
كَيْفَ أَقْضِي فِي مَالِي؟ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ شَيْئًا، حَتَّى نَزَلَتْ
آيَةُ الْمِيرَاثِ: {يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ} [النساء: 176] " [صحيح مسلم]
"Saat aku sakit Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar menjengukku dengan berjalan
kaki, dan saat itu aku sedang pingsan. Lalu beliau berwudu dan memercikkan air
wudunya kepadaku sehingga aku pun sadar. Kemudian aku berkata, "Wahai
Rasulullah, bagaimana seharusnya saya mengatur hartaku?" Sedikitpun beliau
tidak menjawabnya, hingga turunlah ayat tentang waris: '{Mereka meminta
fatwa kepadamu (wahai Muhammad) tentang kalalah (yaitu seseorang yang meninggal
dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak), katakanlah, Allah lah yang memberi
fatwa kepadamu tentang kalalah…}' [An-Nisa`: 176]. [Shahih Muslim]
6.
Kewajiban mengamalkan hukum waris yang Allah tetapkan.
Allah subhanahu wata’aalaa menyebutkan
hikmah penetapan hukum kewarisan:
{آبَاؤُكُمْ
وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ
اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا} [النساء:
11]
Orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini
adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. [An-Nisa': 11]
Ø Setelah menyebutkan hukum kewarisan, Allah subhanahu
wata’aalaa menutup dengan berfirman:
{تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (13) وَمَنْ يَعْصِ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا
وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ} [النساء: 13، 14]
Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah
kemenangan yang agung. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan
melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan. [An-Nisa': 13-14]
7.
Hendaklah seseorang memperhatikan bagaimana hartanya dibagi
setelah kematiannya.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ
يُوصِي فِيهِ، يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ» [صحيح
البخاري ومسلم]
“Tidak berhak seorang muslim yang memiliki
sesuatu yang bisa diwasiatkan padanya, kemudian ia tidur dua malam kecuali
wasiatnya telah tertulis di sisinya". [Sahih Bukhari dan Muslim]
8.
Sebaiknya orang tua meninggalkan anaknya dalam keadaan
berkecukupan.
Allah subhanahu wata’aalaa
berfirman:
{وَلْيَخْشَ الَّذِينَ
لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا} [النساء:
9]
Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar. [An-Nisaa':9]
Ø Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ؟ قَالَ: «لاَ»، قُلْتُ:
فَالشَّطْرُ، قَالَ: «لاَ»، قُلْتُ: الثُّلُثُ، قَالَ: «فَالثُّلُثُ، وَالثُّلُثُ
كَثِيرٌ، إِنَّكَ أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ
عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Wahai Rasulullah, aku mau berwasiat
untuk menyerahkan seluruh hartaku". Beliau bersabda, "Jangan".
Aku katakan, "Setengahnya" Beliau bersabda, "Jangan". Aku
katakan lagi, "Sepertiganya". Beliau bersabda, "Ya, sepertiganya
dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli
warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka
dalam keadaan miskin lalu mengemis kepada manusia dengan menengadahkan tangan
mereka. [Shahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Hadits Sa'ad
bin Abi Waqqash; Bersedekah sepertiga harta
9.
Ulama sepakat bahwa Nabi ﷺ boleh
berijtihad dalam perkara yang tidak ada nashnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu; Nabi ﷺ ditanya
tentang keutamaan keledai (dalam perang), maka beliau menjawab:
«لَمْ يُنْزَلْ عَلَيَّ فِيهَا شَيْءٌ إِلَّا هَذِهِ الآيَةُ
الجَامِعَةُ الفَاذَّةُ: {فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ،
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ} [الزلزلة: 7-8]» [صحيح البخاري
ومسلم]
“Tidak turun wahyu kepadaku tentangnya
kecuali ayat ini yang komplit dan tidak ada duanya: {Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula}. [Az-Zalzalah: 7-8] [Shahih Bukhari dan Muslim]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Kitab I’tisham, bab (07): Logika yang tercela dan qiyas yang berlebihan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...