بسم
الله الرحمن الرحيم
A. Penjelasan pertama.
Imam
Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ
الحِجَامَةِ وَالقَيْءِ لِلصَّائِمِ
“Bab: Bekam dan muntah bagi orang yang
berpuasa”
Bab ini membahas tentang hukum berbekam dan muntah
saat berpuasa, apakah membatalkan atau tidak.
Dalam bab ini Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan
beberapa atsar dan hadits yang berkaitan dengan masalah ini. Ada riwayat yang menunjukkan
batal dan ada juga yang menunjukkan tidak batal.
Imam Bukhari rahimahullah
berkata:
وَقَالَ لِي
يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى [بن أبي كثير]، عَنْ عُمَرَ
بْنِ الحَكَمِ بْنِ ثَوْبَانَ: سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ:
«إِذَا قَاءَ فَلاَ يُفْطِرُ إِنَّمَا يُخْرِجُ وَلاَ يُولِجُ»، وَيُذْكَرُ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ: «أَنَّهُ يُفْطِرُ» وَالأَوَّلُ أَصَحُّ وَقَالَ ابْنُ
عَبَّاسٍ، وَعِكْرِمَةُ: «الصَّوْمُ مِمَّا دَخَلَ وَلَيْسَ مِمَّا خَرَجَ»
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ، ثُمَّ
تَرَكَهُ، فَكَانَ يَحْتَجِمُ بِاللَّيْلِ. وَاحْتَجَمَ
أَبُو مُوسَى لَيْلًا. وَيُذْكَرُ
عَنْ سَعْدٍ
[بن أبي وقاص]، وَزَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، وَأُمِّ سَلَمَةَ:
احْتَجَمُوا صِيَامًا. وَقَالَ بُكَيْرٌ [بن عبد الله بن الأشج القرشي]، عَنْ أُمِّ
عَلْقَمَةَ
[مرجانة]: كُنَّا نَحْتَجِمُ عِنْدَ عَائِشَةَ «فَلاَ تَنْهَى»
وَيُرْوَى عَنِ الحَسَنِ [البصري]، عَنْ غَيْرِ وَاحِدٍ مَرْفُوعًا فَقَالَ:
«أَفْطَرَ الحَاجِمُ وَالمَحْجُومُ» وَقَالَ لِي عَيَّاشٌ [بن الوليد الرقام
القطان، أبو الوليد البصري]، حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى [بن عبد الأعلى السامي]،
حَدَّثَنَا يُونُسُ [بن عبيد بن دينار العبدي]، عَنِ الحَسَنِ مِثْلَهُ، قِيلَ
لَهُ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: نَعَمْ، ثُمَّ
قَالَ: اللَّهُ أَعْلَمُ
Dan Yahya bin Shalih berkata kepadaku: Mu’awiyah bin
Sallam menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya [bin Abi Katsir] menceritakan
kepada kami, dari ‘Umar bin Al-Hakam bin Tsauban, ia mendengar Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu berkata: “Jika seorang yang berpuasa muntah maka
puasanya tidak batal, ia hanya mengeluarkan (makanan) dan tidak memasukkan”.
Dan disebutkan dari Abu Hurairah: “Bahwasanya orang yang muntah saat
berpuasa maka puasanya batal”. Dan riwayat yang pertama lebih shahih. Dan Ibnu
‘Abbas dan ‘Ikrimah berkata: “Puasa menahan sesuatu yang masuk (perut)
bukan dari yang keluar”. Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma
pernah berbekam saat ia puasa kemudian ia meninggalkannya, maka ia berbekam di
malam hari. Dan Abu Musa juga berbekam di malam hari. Dan disebutkan
dari Sa’ad [bin Abi Waqqash], Zayd bin Arqam, dan Ummi Salamah
bahwasanya mereka berbekam saat berpuasa. Dan Bukair [bin Abdillah bin Al-Asyaj
Al-Qurasyiy] berkata, dari Ummi ‘Alqamah [Marjanah]: Dulu kami berbekam (saat
puasa) di sisi Aisyah, dan ia tidak melarang. Dan diriwayatkan dari Al-Hasan
[Al-Bashriy], dari beberapa orang, secara marfu’ (dari Nabi shallallahu
‘alaih wasallam) beliau bersabda: “Orang yang membekam dan yang dibekam
puasanya batal”. Dan ‘Ayyasy [bin Al-Walid Ar-Raqqam Al-Qathan, Abu Al-Waliid Al-Bashriy] berkata kepadaku,
Abdul A’laa [bin Abdil A’laa As-Samiy] menceritakan kepada kami, ia berkata:
Yunus [bin ‘Ubaid bin Dinar Al-‘Abdiy] menceritakan kepada kami, dari Al-Hasan,
seperti itu. Dikatakan kepadanya: Hadits tersebut dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam? Ia menjawab: Ya, kemudian berkata: Allah lebih
mengetahui.
Takhri atsar dan hadits yang disebutkan oleh imam Bukhari:
a. Atsar Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Yang pertama; Tentang orang yang muntah, puasanya tidak
batal.
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah
dengan sanad bersambung dalam bab ini, dengan mengatakan “Dan Yahya bin Shalih
berkata kepadaku”.
Imam Bukhari sering mempergunakan lafadz demikian jika
meriwayatkan atsar dengan sanadnya.
Yang kedua; Tentang orang yang muntah, puasanya batal.
Tidak kami dapatkan riwayat Abu Hurairah secara mauquf,
dan Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: Sepertinya Imam Bukhari
memberi isyarat akan hadits marfuu’ dari Abu Hurairah.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya “At-Tarikh
Al-Kabiir” 1/91, ia berkata:
وقال لي
مُسَدَّد: حدَّثنا عِيسَى بْنُ يُونُس، عَنْ هِشام، عَنِ ابْن سِيرين، عَنْ أَبي
هُرَيرَة، عَنِ النَّبيِّ صَلى اللَّهُ عَلَيه وسَلم، قَالَ: " مَنِ
استَقاءَ فَعَلَيهِ القَضاءُ " .
Dan Musaddad berkata kepadaku: ‘Isa bin Yunus menceritakan
kepada kami, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abi Hurairah, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau berkata: “Siapa yang sengaja muntah maka ia wajib
mengqadha’”.
Imam Bukhari berkata: “Hadits ini tidak shahih”.
b. Atsar Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam Mushannaf-nya
2/308 no.9319, ia berkata:
حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي ظَبْيَانَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، فِي
الْحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ، قَالَ: «الْفِطْرُ مِمَّا دَخَلَ وَلَيْسَ مِمَّا
يَخْرُجُ»
Waki’ telah menceritakan kepada kami, dari Al-A’masy,
dari Abi Dzabyan, dari Ibnu ‘Abbas tentang bekam bagi orang yang
berpuasa, ia berkata: “Yang membatalkan puasa adalah yang masuk (ke perut) dan
bukan yang keluar”.
c. Atsar ‘Ikrimah rahimahullah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya
2/298 no.9202, ia berkata:
حَدَّثَنَا
هُشَيْمٌ، عَنْ حُصَيْنٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، قَالَ: «الْإِفْطَارُ مِمَّا دَخَلَ،
وَلَيْسَ مِمَّا خَرَجَ»
Husyaim telah menceritakan kepada kami, dari Hushain,
dari ‘Ikrimah, ia berkata: “Yang membatalkan puasa adalah yang masuk (ke
perut) dan bukan yang keluar”.
d. Atsar Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Diriwayatkan oleh imam Malik rahimahullah dalam Al-Muwatha’
halaman 298 no.30:
عَنْ نَافِعٍ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ «أَنَّهُ كَانَ يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ» «ثُمَّ
تَرَكَ ذَلِكَ بَعْدُ. فَكَانَ إِذَا صَامَ لَمْ يَحْتَجِمْ حَتَّى يُفْطِرَ»
Dari Nafi’, dari Abdullah bin ‘Umar, bahwasanya
ia pernah berbekam saat ia sedang berpuasa, kemudian ia meninggalkannya setelah
itu. Maka apa bila ia sedang berpuasa ia tidak berbekam sampai ia berbuka
puasa”.
Ø
Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah
dalam Mushannaf-nya 2/309 no.9336, ia berkata:
حَدَّثَنَا
ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ يَزِيدَ، وَعُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ
عُمَرَ أَنَّهُ «كَانَ يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ، ثُمَّ تَرَكَهُ ذَلِكَ، فَلَا
أَدْرِي لِأَيِّ شَيْءٍ تَرَكَهُ كَرِهَهُ أَوْ لِلضَّعْفِ»
Ibnu Idris menceritakan kepada kami, dari Yazid, dan
‘Ubaidillah, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, “Bahwasanya ia pernah berbekam
saat ia berpuasa, kemudian ia meninggalkan hal itu, dan aku tidak tahu karena
alasan apa ia meninggalkannya, apakah karena ia tidak suka atau karena
menyebabkan ia lemah”.
e. Atsar Abu Musa radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya
2/307 no.9307, ia berkata:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ أَبِي عَدِيٍّ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ بَكْرٍ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ، قَالَ:
دَخَلْتُ عَلَى أَبِي مُوسَى وَهُوَ أَمِيرُ الْبَصْرَةِ مُمْسِيًا، فَوَجَدْتُهُ
يَأْكُلُ تَمْرًا وَكَامِخًا، وَقَدِ احْتَجَمَ،
فَقُلْتُ لَهُ: أَلَا تَحْتَجِمُ بِنَهَارٍ؟ فَقَالَ: «أَتَأْمُرُنِي أَنْ
أُهْرِيقَ دَمِي وَأَنَا صَائِمٌ»
Muhammad bin Abi ‘Adiy menceritakan kepada kami, dari
Humaid, dari Bakr, dari Abi Al-‘Aliyah, ia berkata: Aku mendatangi Abu Musa
-dan ia adalah pemimpin di Bashrah- di malam hari. Dan aku mendapatinya sedang
makan kurma dan asinan, dan ia terlah berbekam. Maka aku bertanya: Tidakkah
engkau berbekam di siang hari?
Ia menjawab: “Apakah engkau memerintahkan aku
mencucurkan darahku saat aku sedang puasa?”
f.
Atsar Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh imam Malik dalam Al-Muwatha’
halaman 298 no.31:
عَنِ ابْنِ
شِهَابٍ، أَنَّ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَا
«يَحْتَجِمَانِ وَهُمَا صَائِمَانِ»
Dari Ibnu Syihab, bahwasanya Sa’ad bin Abi Waqqash
dan Abdullah bin ‘Umar, “keduanya berbekam saat berpuasa”.
g. Atsar Zayd bin Arqam radhiyallahu
‘anhu.
Diriwayatkan oleh Abdurrazaq rahimahullah
dalam “Al-Mushannaf” 4/214 no.7543, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya
2/308 no.9324:
عَنْ يُونُسَ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْجرْمِيِّ، عَنْ دِينَارٍ قَالَ: «حَجَمْتُ زَيْدَ بْنَ
أَرْقَمَ وَهُوَ صَائِمٌ»
Dari
Yunus bin Abdillah Al-Jarmiy, dari Dinar, ia berkata: “Aku membekam Zayd bin
Arqam saat ia sedang puasa”.
h. Atsar Ummu Salamah radhiyallahu
‘anha.
Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam “Al-Mushannaf”
4/214 no.7542, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya 2/309
no.9335:
عَنِ
الثَّوْرِيِّ، عَنْ فُرَاتٍ، عَنْ قَيْسٍ، «عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا كَانَتْ تَحْتَجِمُ وَهِيَ صَائِمَةٌ»
Dari
Ats-Tsauriy, dari Furat, dari Qais, dari Ummi Salamah istri Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, bahwasanya ia pernah berbekam saat ia sedang puasa.
i.
Atsar Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya “At-Tarikh
Al-Kabiir” 2/180, ia berkata:
حَدَّثني يحيى
بْن سُليمان، قال: حدَّثنا ابْن وهب، أَخبرنا مَخرمة [بن بكير بن عبد الله بن الأشج القرشي]، عَنْ أَبيه،
عَنْ أُم علقمة [مرجانة]، كنا نحتجم عند عَائِشَةَ، ونحن صيام، وبنو أَخي
عَائِشَةَ، فلا تنهاهم.
Yahya bin Sulaiman menceritakan kepadaku, ia berkata:
Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ia berkata: Makhramah [bin Bukair]
meberitakan kepada kami, dari bapaknya, dari Ummi ‘Alqamah [Marjanah], ia
berkata: “Kami pernah berbekam di sisi ‘Aisyah saat kami berpuasa, demikian
pula beberapa anak saudara Aisyah, dan ia tidak melarang mereka”.
j.
Hadits dari Al-Hasan rahimahullah.
Diriwayatkan melalui beberapa jalur:
1)
Al-Hasan dari
beberapa Sahabat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dengan sanad bersambung dalam bab ini, dengan mengatakan “Dan ‘Ayyasy berkata
kepadaku”.
2)
Al-Hasan dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah
dalam “Al-Musnad” 14/373 no.8768:
عن عَبْد
الْوَهَّابِ بْن عَبْدِ الْمَجِيدِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ، حَدَّثَنَا يُونُسُ،
عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
3)
Al-Hasan dari Ma’qil
bin Sinan Al-Asyja’iy radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam “Al-Musnad”
25/238 no.15901:
عَنْ عَطَاءِ
بْنِ السَّائِبِ، قَالَ: حَدَّثَنِي نَفَرٌ مِنْ أَهْلِ الْبَصْرَةِ، مِنْهُمُ
الْحَسَنُ، عَنْ مَعْقِلِ بْنِ سِنَانٍ الْأَشْجَعِيِّ، أَنَّهُ قَالَ: مَرَّ
عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَحْتَجِمُ فِي
ثَمَانِ عَشْرَةَ لَيْلَةً، خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ، فَقَالَ: «أَفْطَرَ
الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
Dari
Atha' bin Saib ia berkata; Telah menceritakan kepadaku beberapa orang dari
penduduk Bashrah di antaranya Al-Hasan, dari Ma'qil bin Sinan Al-Asyja'iy
sesungguhnya dia berkata; Rasulullah shallallahu'alahiwasallam
melewatiku ketika saya sedang berbekam setelah malam ke delapan belas dari
bulan Ramadhan, beliau bersabda: "Orang yang membekam dan dibekam berarti
telah batal puasanya".
4)
Al-Hasan dari
Tsauban radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy rahimahullah
dalam “As-Sunan Al-Kubra” 3/326 no.3148:
عن اللَّيْث، عَنْ
قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ ثَوْبَانَ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
5)
Al-Hasan dari ‘Ali radhiyallahu
‘anhu.
Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dalam “As-Sunan
Al-Kubra” 3/326 no.3149:
عَنْ عُمَرَ
بْنِ إِبْرَاهِيمَ بَصْرِيٌّ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عَلِيٍّ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ
وَالْمَحْجُومُ»
6)
Al-Hasan dari Usamah
bin Zayd radhiyallahu ‘anhuma.
Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dalam “As-Sunan
Al-Kubra” 3/327 no.3153:
عن أَشْعَث، عَنِ
الْحَسَنِ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْطَرَ يَعْنِي الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
Hadits Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma tentang berberkam ketika puasa, diriwiwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah
melalui dua jalur:
Jalur
pertama: Dari Wuhaib, dari Ayyub As-Sakhtiyaniy.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
1836 -
حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ [العَمِّيُّ]، حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ [بن خالد بن
عجلان]، عَنْ أَيُّوبَ [بن أبى تميمة كيسان السختياني]، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ، وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ»
1836 - Telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Asad [Al-‘Ammiy]
telah menceritakan kepada kami Wuhaib [bin Khalid bin ‘Ajlan], dari Ayyub [bin Abi
Tamimah Kaisan As-Sakhtiyaniy], dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berbekam ketika
sedang berihram dan juga berbekam ketika sedang berpuasa.
Jalur
kedua: Dari Abdul Warits, dari Ayyub As-Sakhtiyaniy.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
1837 -
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ [عَبْدُ اللهِ بنُ عَمْرِو بنِ أَبِي الحَجَّاجِ]،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الوَارِثِ [بن سعيد بن ذكوان التميمي]، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ،
عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ:
«احْتَجَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ»
1837 - Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar [Abdullah
bin ‘Amr bin Abi Al-Hajjaj] telah menceritakan kepada kami 'Abdul Warits [bin
Sa’id bin Dzakwan At-Tamimiy] telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari
'Ikrimah, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam berbekam ketika sedang berpuasa.
1. Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma.
Lihat biografinya di sini: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas
2.
Nabi shallallahu ‘alaih wasallam berberkam saat
ihram dan berpuasa.
3.
Bekam tidak dilarang saat ihram.
C.
Penjelasan ketiga.
Hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu tentang berberkam ketika puasa, imam Bukhari berkata:
1838 -
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: سَمِعْتُ
ثَابِتًا البُنَانِيَّ، قَالَ: سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ:
أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ؟ قَالَ: «لاَ، إِلَّا مِنْ أَجْلِ
الضَّعْفِ»، وَزَادَ شَبَابَةُ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
1838 - Telah
menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas telah menceritakan kepada kami
Syu'bah berkata, aku mendengar Tsabit Al Bunaniy berkata; Anas bin Malik
radhiyallahu 'anhu pernah ditanya; Apakah kalian membenci berbekam
ketika berpuasa?
Dia
menjawab: "Tidak, kecuali jika fisik lemah".
Syababah
menambahkan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah: "Yaitu pada masa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam”.
Penjelasan singkat hadits ini:
1)
Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu-.
Lihat biografinya di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
2)
Hukum berbekam ketika sedang
berpuasa.
Ulama
berselisih pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Membatalkan puasa.
Dengan
dalil hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hasan dari beberapa sahabat Nabi, dan
riwayat lain dari beberapa sahabat Nabi:
a)
Hadits Syaddad bin Aus radhiyallahu 'anhu.
Diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam
“As-Sunan” 2/308 no.2369, ia berkata:
حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي
قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ، عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى عَلَى رَجُلٍ بِالْبَقِيعِ، وَهُوَ
يَحْتَجِمُ، وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِي لِثَمَانِ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ،
فَقَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah
menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu
Qilabah, dari Abu Al-Asy'ats, dari Syaddad bin Aus bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam datang kepada seseorang di Baqi' sementara orang tersebut
sedang berbekam, sementara beliau menggandeng tanganku- ketika delapan belas
hari yang telah berlalu pada bulan Ramadhan. Kemudian beliau berkata: "Telah
batal puasa orang yang membekam dan yang dibekam."
b)
Hadits Rafi’ bin
Khadij radhiyallahu 'anhu.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy rahimahullah
dalam Al-Jami’ 3/135 no.774, ia berkata:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ النَّيْسَابُورِيُّ، وَمَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ،
وَيَحْيَى بْنُ مُوسَى، قَالُوا: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَرٍ،
عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
قَارِظٍ، عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَفْطَرَ الحَاجِمُ
وَالمَحْجُومُ»
Abu 'Isa At-Tirmidziy berkata; "Hadits yang
semakna diriwayatkan dari 'Ali, Sa'ad, Syaddad bin Aus, Tsauban,
Usamah bin Zaid, 'Aisyah, Ma'qil bin Sinan atau yang
bernama Ibnu Yasar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Abu Musa, dan
Bilal. Hadits Rafi' bin Khadij merupakan hadits hasan shahih. Disebutkan bahwa Ahmad bin Hambal
berkata; 'Hadits yang paling shahih dalam
hal ini ialah haditsnya Rafi' bin Khudaij.' Ali bin Abdullah berkata;
'Hadits yang paling shahih dalam hal ini
ialah haditsnya Tsauban dan Syaddad bin Aus karena Yahya bin Abu
Katsir meriwayatkan dari Abu Qilabah kedua hadits tersebut.
Sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu
'alaihi wasallam membenci berbekam untuk orang yang sedang berpuasa hingga
sebagian sahabat Nabi berbekam pada malam hari. Di antaranya adalah: Abu Musa
dan Ibnu Umar. Hal ini juga merupakan pendapatnya Ibnul Mubarak."
Abu 'Isa berkata; "Saya mendengar Ishaq bin
Manshur berkata; 'Abdurrahman bin Mahdi berkata; "Barang siapa yang
berbekam ketika berpuasa maka wajib mengqadlanya." Ishaq bin Manshur
berkata; "Demikian itu pendapatnya Ahmad dan Ishaq, telah menceritakan
kepada kami Az Za'faraniy berkata; Syafi'iy berkata; 'Telah diriwayatkan dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau berbekam ketika
berpuasa. Diriwayatkan juga dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau
bersabda: "Orang yang membekam dan yang dibekam puasanya telah
batal". Namun saya tidak tahu hadits mana yang tsabit (dapat dijadikan
pedoman) dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Jika orang yang
berpuasa berhati-hati dan tidak berbekam itu lebih aku sukai, akan tetapi jika
dia berbekam menurutku hal itu tidak membatalkan puasa.
Abu 'Isa berkata; "Perkataan tadi merupakan
pendapatnya Syafi'i di Bagdad. Adapun pendapatnya di Mesir, beliau berpendapat
bolehnya orang yang berpuasa untuk berbekam dan tidak membatalkan puasa, beliau
berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau berbekam pada
waktu Haji Wada' dalam keadaan sedang ihramdan berpuasa."
c)
Hadits Bilal radhiyallahu
'anhu.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam “Al-Musnad”
39/322 no.23888, ia berkata:
حَدَّثَنَا
يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا أَبُو الْعَلَاءِ، وَمُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ،
عَنْ أَبِي الْعَلَاءِ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ بِلَالٍ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ
وَالْمَحْجُومُ»
d)
Hadits Aisyah radhiyallahu
'anha.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam “Al-Musnad”
42/137 no.25242, ia berkata:
حَدَّثَنَا
أَبُو النَّضْرِ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ يَعْنِي شَيْبَانَ، عَنْ لَيْثٍ،
عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
Pendapat kedua: Tidak membatalkan puasa.
Dengan
dalil hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berbekam saat berpuasa.
Adapun
hadits yang menunjukkan bahwa yang membekam dan yang dibekam puasanya batal,
maka ulama memberikan beberapa jawaban:
Ø Hadits tersebut sudah
dinasakh oleh hadits Ibnu ‘Abbas yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berbekam saat berpuasa ketika menunaikan haji wada’.
Ø Maksud hadits tersebut
bahwa orang yang membekam dan yang dibekam akan menyebabkan ia lemah sehingga
membatalkan puasanya.
Adapun
perbuatan sahabat Nabi yang tidak senang berbekan saat berpuasa, maka hal
tersebut disebabkan karena mereka takut menjadi lemah setelah berbekam.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
3) Donor darah
sama hukumnya dengan bekam.
4) Anjuran
berbekam.
Salma -radhiyallahu 'anha- berkata:
"
مَا كَانَ أَحَدٌ يَشْتَكِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: وَجَعًا فِي رَأْسِهِ إِلَّا قَالَ: احْتَجِمْ، وَلَا وَجَعًا فِي
رِجْلَيْهِ، إِلَّا قَالَ اخْضِبْهُمَا " [سنن أبي داود]
"Tidak ada seorangpun yang mengeluhkan penyakit kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada kepalanya melainkan beliau
berkata: "Berbekamlah!" Dan tidaklah ia mengeluhkan sakit pada
kedua kakinya melainkan beliau berkata: "Warnailah dengan pacar!"
[Sunan Abi Daud: Hasan]
Ø Dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَاحْتَجِمُوا
يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالثُّلَاثَاءِ ، فَإِنَّهُ الْيَوْمُ الَّذِي عَافَى
اللَّهُ فِيهِ أَيُّوبَ مِنَ الْبَلَاءِ [سنن ابن ماجه: حسنه الألباني]
"Berbekamlah pada
hari Senin dan Selasa karena sesungguhnya pada hari itu Allah menyembuhkan
Ayyub dari penyakit". [Sunan Ibnu Majah: Hasan]
5)
Hukum muntah ketika berpuasa:
Ulama
berselisih pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Membatalkan puasa.
Dengan
dalil hadits Abu Ad-Dardaa’ dan Tsauban, yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dalam “As-Sunan” 2/310 no.2381, ia berkata:
حَدَّثَنَا
أَبُو مَعْمَرٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ،
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ، عَنْ يَحْيَى، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
عَمْرٍو الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ يَعِيشَ بْنِ الْوَلِيدِ بْنِ هِشَامٍ، أَنَّ
أَبَاهُ، حَدَّثَهُ، حَدَّثَنِي مَعْدَانُ بْنُ طَلْحَةَ، أَنَّ أَبَا
الدَّرْدَاءِ، حَدَّثَهُ، «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَاءَ فَأَفْطَرَ»، فَلَقِيتُ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ، فَقُلْتُ إِنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ،
حَدَّثَنِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «قَاءَ
فَأَفْطَرَ»، قَالَ: صَدَقَ، وَأَنَا صَبَبْتُ لَهُ وَضُوءَهُ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Ma'mar Abdullah bin 'Amr, telah menceritakan
kepada kami Abdul Warits, telah menceritakan kepada kami Al Husain dari Yahya,
telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin 'Amr Al Auza'i dari Ya'isy bin Al
Walid bin Hisyam bahwa ayahnya telah menceritakan kepadanya; telah menceritakan
kepadaku Ma'dan bin Thalhah bahwa Abu Ad-Darda` telah menceritakan
kepadanya bahwa “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam muntah kemudian beliau
berbuka”.
Kemudian
aku bertemu dengan Tsauban mantan budak Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam di masjid Damaskus. Kemudian aku katakan; Sesungguhnya Abu
Ad Darda` telah menceritakan kepadaku bahwa “Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam muntah kemudia beliau berbuka”.
Tsauban
berkata; Ia telah benar, dan aku yang menuangkan untuk beliau tempat wudhunya shallallahu
'alaihi wasallam.
Pendapat kedua:
Tidak membatalkan puasa.
Ini
pendapat Abu Hurairah, Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum,
dan ‘Ikrimah rahimahullah; Sebagimana disebutkan oleh Imam
Bukhari rahimahullah.
Pendapat ketiga:
Sengaja muntah membatalkan puasa,
jika tidak sengaja maka tidak membatalkan.
Dengan dalil hadits Abu Hurairah, yang
diriwayatkan At-Tirmidziy dalam “Al-Jami’” 3/89 no.720, ia
berkata:
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ
حَسَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ ذَرَعَهُ القَيْءُ، فَلَيْسَ
عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ»
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr, telah
menceritakan kepada kami Isa bin Yunus, dari Hisyam bin Hasan, dari Muhammad
bin Sirin, dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi shallallaahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Barangsiapa yang didesak muntah, maka tidak
wajib baginya untuk mengqadla' puasanya, namun bagi siapa yang muntah dengan
sengaja, maka wajib baginya untuk mengqhadha' puasanya."
Imam Tirmidziy berkata: Dalam bab ini (ada juga
riwayat) dari Abu Darda', Tsauban dan Fadhalah bin 'Ubaid. Dan hadits Abu
Hurairah adalah hadits hasan gharib, kami
tidak mengetahui hadits dari riwayat Hisyam dari Ibnu Sirin dari Abu
Hurairah dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam kecuali dari
riwayat 'Isa bin Yunus. Muhammad (Al-Bukhari) berkata: “Menurut saya hadits ini
tidak mahfuzh (lemah)”.
Abu 'Isa At-Tirmidziy berkata: Hadits ini telah
diriwayatkan melalui banyak jalur, namun tidak ada
satupun yang shahih. Telah diriwayatkan juga dari Abu Darda', Tsauban
dan Fadlalah bin 'Ubaid bahwa “Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam
pernah muntah lalu berbuka”, adapun makna hadits ini ialah Nabi shallallaahu
'alaihi wasallam muntah ketika sedang puasa tathawwu' (sunnah)
beliau merasa lemah kemudian berbuka, makna hadits ini sebagaimana disebutkan
di dalam riwayat lain beserta tafsirnya. Para ulama juga mengamalkan hadits ini
dengan mengambil kesimpulan hukum, bahwa orang yang berpuasa kemudian terpaksa
muntah, maka dirinya tidak wajib berqhadha', namun jika muntah dengan sengaja,
maka dirinya wajib mengqhadla' puasanya. Di antara ulama yang berpendapat
seperti ini ialah Sufyan Ats Tsauri, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq.
Wallahu
a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...