Rabu, 06 November 2019

Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (32) Bekam dan muntah bagi orang yang berpuasa

بسم الله الرحمن الرحيم
A.    Penjelasan pertama.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ الحِجَامَةِ وَالقَيْءِ لِلصَّائِمِ
“Bab: Bekam dan muntah bagi orang yang berpuasa”
Bab ini membahas tentang hukum berbekam dan muntah saat berpuasa, apakah membatalkan atau tidak.
Dalam bab ini Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan beberapa atsar dan hadits yang berkaitan dengan masalah ini. Ada riwayat yang menunjukkan batal dan ada juga yang menunjukkan tidak batal.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
وَقَالَ لِي يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى [بن أبي كثير]، عَنْ عُمَرَ بْنِ الحَكَمِ بْنِ ثَوْبَانَ: سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: «إِذَا قَاءَ فَلاَ يُفْطِرُ إِنَّمَا يُخْرِجُ وَلاَ يُولِجُ»، وَيُذْكَرُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: «أَنَّهُ يُفْطِرُ» وَالأَوَّلُ أَصَحُّ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ، وَعِكْرِمَةُ: «الصَّوْمُ مِمَّا دَخَلَ وَلَيْسَ مِمَّا خَرَجَ» وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ، ثُمَّ تَرَكَهُ، فَكَانَ يَحْتَجِمُ بِاللَّيْلِ. وَاحْتَجَمَ أَبُو مُوسَى لَيْلًا. وَيُذْكَرُ عَنْ سَعْدٍ [بن أبي وقاص]، وَزَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، وَأُمِّ سَلَمَةَ: احْتَجَمُوا صِيَامًا. وَقَالَ بُكَيْرٌ [بن عبد الله بن الأشج القرشي]، عَنْ أُمِّ عَلْقَمَةَ [مرجانة]: كُنَّا نَحْتَجِمُ عِنْدَ عَائِشَةَ «فَلاَ تَنْهَى» وَيُرْوَى عَنِ الحَسَنِ [البصري]، عَنْ غَيْرِ وَاحِدٍ مَرْفُوعًا فَقَالَ: «أَفْطَرَ الحَاجِمُ وَالمَحْجُومُ» وَقَالَ لِي عَيَّاشٌ [بن الوليد الرقام القطان، أبو الوليد البصري]، حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى [بن عبد الأعلى السامي]، حَدَّثَنَا يُونُسُ [بن عبيد بن دينار العبدي]، عَنِ الحَسَنِ مِثْلَهُ، قِيلَ لَهُ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: نَعَمْ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُ أَعْلَمُ
Dan Yahya bin Shalih berkata kepadaku: Mu’awiyah bin Sallam menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya [bin Abi Katsir] menceritakan kepada kami, dari ‘Umar bin Al-Hakam bin Tsauban, ia mendengar Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Jika seorang yang berpuasa muntah maka puasanya tidak batal, ia hanya mengeluarkan (makanan) dan tidak memasukkan”. Dan disebutkan dari Abu Hurairah: “Bahwasanya orang yang muntah saat berpuasa maka puasanya batal”. Dan riwayat yang pertama lebih shahih. Dan Ibnu ‘Abbas dan ‘Ikrimah berkata: “Puasa menahan sesuatu yang masuk (perut) bukan dari yang keluar”. Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berbekam saat ia puasa kemudian ia meninggalkannya, maka ia berbekam di malam hari. Dan Abu Musa juga berbekam di malam hari. Dan disebutkan dari Sa’ad [bin Abi Waqqash], Zayd bin Arqam, dan Ummi Salamah bahwasanya mereka berbekam saat berpuasa. Dan Bukair [bin Abdillah bin Al-Asyaj Al-Qurasyiy] berkata, dari Ummi ‘Alqamah [Marjanah]: Dulu kami berbekam (saat puasa) di sisi Aisyah, dan ia tidak melarang. Dan diriwayatkan dari Al-Hasan [Al-Bashriy], dari beberapa orang, secara marfu’ (dari Nabi shallallahu ‘alaih wasallam) beliau bersabda: “Orang yang membekam dan yang dibekam puasanya batal”. Dan ‘Ayyasy [bin Al-Walid Ar-Raqqam Al-Qathan, Abu Al-Waliid Al-Bashriy] berkata kepadaku, Abdul A’laa [bin Abdil A’laa As-Samiy] menceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus [bin ‘Ubaid bin Dinar Al-‘Abdiy] menceritakan kepada kami, dari Al-Hasan, seperti itu. Dikatakan kepadanya: Hadits tersebut dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? Ia menjawab: Ya, kemudian berkata: Allah lebih mengetahui.
Takhri atsar dan hadits yang disebutkan oleh imam Bukhari:
a.      Atsar Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Yang pertama; Tentang orang yang muntah, puasanya tidak batal.
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dengan sanad bersambung dalam bab ini, dengan mengatakan “Dan Yahya bin Shalih berkata kepadaku”.
Imam Bukhari sering mempergunakan lafadz demikian jika meriwayatkan atsar dengan sanadnya.
Yang kedua; Tentang orang yang muntah, puasanya batal.
Tidak kami dapatkan riwayat Abu Hurairah secara mauquf, dan Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: Sepertinya Imam Bukhari memberi isyarat akan hadits marfuu’ dari Abu Hurairah.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya “At-Tarikh Al-Kabiir” 1/91, ia berkata:
وقال لي مُسَدَّد: حدَّثنا عِيسَى بْنُ يُونُس، عَنْ هِشام، عَنِ ابْن سِيرين، عَنْ أَبي هُرَيرَة، عَنِ النَّبيِّ صَلى اللَّهُ عَلَيه وسَلم، قَالَ: " مَنِ استَقاءَ فَعَلَيهِ القَضاءُ " .
Dan Musaddad berkata kepadaku: ‘Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abi Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata: “Siapa yang sengaja muntah maka ia wajib mengqadha’”.
Imam Bukhari berkata: “Hadits ini tidak shahih”.
b.      Atsar Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam Mushannaf-nya 2/308 no.9319, ia berkata:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي ظَبْيَانَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، فِي الْحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ، قَالَ: «الْفِطْرُ مِمَّا دَخَلَ وَلَيْسَ مِمَّا يَخْرُجُ»
Waki’ telah menceritakan kepada kami, dari Al-A’masy, dari Abi Dzabyan, dari Ibnu ‘Abbas tentang bekam bagi orang yang berpuasa, ia berkata: “Yang membatalkan puasa adalah yang masuk (ke perut) dan bukan yang keluar”.
c.       Atsar ‘Ikrimah rahimahullah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya 2/298 no.9202, ia berkata:
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ حُصَيْنٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، قَالَ: «الْإِفْطَارُ مِمَّا دَخَلَ، وَلَيْسَ مِمَّا خَرَجَ»
Husyaim telah menceritakan kepada kami, dari Hushain, dari ‘Ikrimah, ia berkata: “Yang membatalkan puasa adalah yang masuk (ke perut) dan bukan yang keluar”.
d.      Atsar Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Diriwayatkan oleh imam Malik rahimahullah dalam Al-Muwatha’ halaman 298 no.30:
عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ «أَنَّهُ كَانَ يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ» «ثُمَّ تَرَكَ ذَلِكَ بَعْدُ. فَكَانَ إِذَا صَامَ لَمْ يَحْتَجِمْ حَتَّى يُفْطِرَ»
Dari Nafi’, dari Abdullah bin ‘Umar, bahwasanya ia pernah berbekam saat ia sedang berpuasa, kemudian ia meninggalkannya setelah itu. Maka apa bila ia sedang berpuasa ia tidak berbekam sampai ia berbuka puasa”.
Ø  Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya 2/309 no.9336, ia berkata:
حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ يَزِيدَ، وَعُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ «كَانَ يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ، ثُمَّ تَرَكَهُ ذَلِكَ، فَلَا أَدْرِي لِأَيِّ شَيْءٍ تَرَكَهُ كَرِهَهُ أَوْ لِلضَّعْفِ»
Ibnu Idris menceritakan kepada kami, dari Yazid, dan ‘Ubaidillah, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, “Bahwasanya ia pernah berbekam saat ia berpuasa, kemudian ia meninggalkan hal itu, dan aku tidak tahu karena alasan apa ia meninggalkannya, apakah karena ia tidak suka atau karena menyebabkan ia lemah”.
e.      Atsar Abu Musa radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya 2/307 no.9307, ia berkata:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَدِيٍّ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ بَكْرٍ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى أَبِي مُوسَى وَهُوَ أَمِيرُ الْبَصْرَةِ مُمْسِيًا، فَوَجَدْتُهُ يَأْكُلُ تَمْرًا وَكَامِخًا، وَقَدِ احْتَجَمَ، فَقُلْتُ لَهُ: أَلَا تَحْتَجِمُ بِنَهَارٍ؟ فَقَالَ: «أَتَأْمُرُنِي أَنْ أُهْرِيقَ دَمِي وَأَنَا صَائِمٌ»
Muhammad bin Abi ‘Adiy menceritakan kepada kami, dari Humaid, dari Bakr, dari Abi Al-‘Aliyah, ia berkata: Aku mendatangi Abu Musa -dan ia adalah pemimpin di Bashrah- di malam hari. Dan aku mendapatinya sedang makan kurma dan asinan, dan ia terlah berbekam. Maka aku bertanya: Tidakkah engkau berbekam di siang hari?
Ia menjawab: “Apakah engkau memerintahkan aku mencucurkan darahku saat aku sedang puasa?”
f.        Atsar Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh imam Malik dalam Al-Muwatha’ halaman 298 no.31:
عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَا «يَحْتَجِمَانِ وَهُمَا صَائِمَانِ»
Dari Ibnu Syihab, bahwasanya Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin ‘Umar, “keduanya berbekam saat berpuasa”.
g.      Atsar Zayd bin Arqam radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Abdurrazaq rahimahullah dalam “Al-Mushannaf” 4/214 no.7543, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya 2/308 no.9324:
عَنْ يُونُسَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْجرْمِيِّ، عَنْ دِينَارٍ قَالَ: «حَجَمْتُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ وَهُوَ صَائِمٌ»
Dari Yunus bin Abdillah Al-Jarmiy, dari Dinar, ia berkata: “Aku membekam Zayd bin Arqam saat ia sedang puasa”.
h.      Atsar Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha.
Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam “Al-Mushannaf” 4/214 no.7542, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya 2/309 no.9335:
عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ فُرَاتٍ، عَنْ قَيْسٍ، «عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا كَانَتْ تَحْتَجِمُ وَهِيَ صَائِمَةٌ»
Dari Ats-Tsauriy, dari Furat, dari Qais, dari Ummi Salamah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya ia pernah berbekam saat ia sedang puasa.
i.        Atsar Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya “At-Tarikh Al-Kabiir” 2/180, ia berkata:
حَدَّثني يحيى بْن سُليمان، قال: حدَّثنا ابْن وهب، أَخبرنا مَخرمة [بن بكير بن عبد الله بن الأشج القرشي]، عَنْ أَبيه، عَنْ أُم علقمة [مرجانة]، كنا نحتجم عند عَائِشَةَ، ونحن صيام، وبنو أَخي عَائِشَةَ، فلا تنهاهم.
Yahya bin Sulaiman menceritakan kepadaku, ia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ia berkata: Makhramah [bin Bukair] meberitakan kepada kami, dari bapaknya, dari Ummi ‘Alqamah [Marjanah], ia berkata: “Kami pernah berbekam di sisi ‘Aisyah saat kami berpuasa, demikian pula beberapa anak saudara Aisyah, dan ia tidak melarang mereka”.
j.        Hadits dari Al-Hasan rahimahullah.
Diriwayatkan melalui beberapa jalur:
1)      Al-Hasan dari beberapa Sahabat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad bersambung dalam bab ini, dengan mengatakan “Dan ‘Ayyasy berkata kepadaku”.
2)      Al-Hasan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dalam “Al-Musnad” 14/373 no.8768:
عن عَبْد الْوَهَّابِ بْن عَبْدِ الْمَجِيدِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
3)      Al-Hasan dari Ma’qil bin Sinan Al-Asyja’iy radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam “Al-Musnad” 25/238 no.15901:
عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، قَالَ: حَدَّثَنِي نَفَرٌ مِنْ أَهْلِ الْبَصْرَةِ، مِنْهُمُ الْحَسَنُ، عَنْ مَعْقِلِ بْنِ سِنَانٍ الْأَشْجَعِيِّ، أَنَّهُ قَالَ: مَرَّ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَحْتَجِمُ فِي ثَمَانِ عَشْرَةَ لَيْلَةً، خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ، فَقَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
Dari Atha' bin Saib ia berkata; Telah menceritakan kepadaku beberapa orang dari penduduk Bashrah di antaranya Al-Hasan, dari Ma'qil bin Sinan Al-Asyja'iy sesungguhnya dia berkata; Rasulullah shallallahu'alahiwasallam melewatiku ketika saya sedang berbekam setelah malam ke delapan belas dari bulan Ramadhan, beliau bersabda: "Orang yang membekam dan dibekam berarti telah batal puasanya".
4)      Al-Hasan dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy rahimahullah dalam “As-Sunan Al-Kubra” 3/326 no.3148:
عن اللَّيْث، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ ثَوْبَانَ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
5)      Al-Hasan dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dalam “As-Sunan Al-Kubra” 3/326 no.3149:
عَنْ عُمَرَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بَصْرِيٌّ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عَلِيٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
6)      Al-Hasan dari Usamah bin Zayd radhiyallahu ‘anhuma.
Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dalam “As-Sunan Al-Kubra” 3/327 no.3153:
عن أَشْعَث، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْطَرَ يَعْنِي الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»

Hadits Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang berberkam ketika puasa, diriwiwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah melalui dua jalur:
Jalur pertama: Dari Wuhaib, dari Ayyub As-Sakhtiyaniy.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
1836 - حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ [العَمِّيُّ]، حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ [بن خالد بن عجلان]، عَنْ أَيُّوبَ [بن أبى تميمة كيسان السختياني]، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ، وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ»
1836 - Telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Asad [Al-‘Ammiy] telah menceritakan kepada kami Wuhaib [bin Khalid bin ‘Ajlan], dari Ayyub [bin Abi Tamimah Kaisan As-Sakhtiyaniy], dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berbekam ketika sedang berihram dan juga berbekam ketika sedang berpuasa.
Jalur kedua: Dari Abdul Warits, dari Ayyub As-Sakhtiyaniy.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
1837 - حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ [عَبْدُ اللهِ بنُ عَمْرِو بنِ أَبِي الحَجَّاجِ]، حَدَّثَنَا عَبْدُ الوَارِثِ [بن سعيد بن ذكوان التميمي]، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «احْتَجَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ»
1837 - Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar [Abdullah bin ‘Amr bin Abi Al-Hajjaj] telah menceritakan kepada kami 'Abdul Warits [bin Sa’id bin Dzakwan At-Tamimiy] telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari 'Ikrimah, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berbekam ketika sedang berpuasa.
1.      Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma
Lihat biografinya di sini: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas
2.      Nabi shallallahu ‘alaih wasallam berberkam saat ihram dan berpuasa.
3.      Bekam tidak dilarang saat ihram.
C.     Penjelasan ketiga.
Hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu tentang berberkam ketika puasa, imam Bukhari berkata:
1838 - حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: سَمِعْتُ ثَابِتًا البُنَانِيَّ، قَالَ: سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ؟ قَالَ: «لاَ، إِلَّا مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ»، وَزَادَ شَبَابَةُ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
1838 - Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas telah menceritakan kepada kami Syu'bah berkata, aku mendengar Tsabit Al Bunaniy berkata; Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu pernah ditanya; Apakah kalian membenci berbekam ketika berpuasa?
Dia menjawab: "Tidak, kecuali jika fisik lemah".
Syababah menambahkan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah: "Yaitu pada masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam”.
Penjelasan singkat hadits ini:
1)      Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu-.
Lihat biografinya di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
2)      Hukum berbekam ketika sedang berpuasa.
Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Membatalkan puasa.
Dengan dalil hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hasan dari beberapa sahabat Nabi, dan riwayat lain dari beberapa sahabat Nabi:
a)      Hadits Syaddad bin Aus radhiyallahu 'anhu.
Diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam “As-Sunan” 2/308 no.2369, ia berkata:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ، عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى عَلَى رَجُلٍ بِالْبَقِيعِ، وَهُوَ يَحْتَجِمُ، وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِي لِثَمَانِ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ، فَقَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abu Al-Asy'ats, dari Syaddad bin Aus bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang kepada seseorang di Baqi' sementara orang tersebut sedang berbekam, sementara beliau menggandeng tanganku- ketika delapan belas hari yang telah berlalu pada bulan Ramadhan. Kemudian beliau berkata: "Telah batal puasa orang yang membekam dan yang dibekam."
b)      Hadits Rafi’ bin Khadij radhiyallahu 'anhu.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy rahimahullah dalam Al-Jami’ 3/135 no.774, ia berkata:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ النَّيْسَابُورِيُّ، وَمَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ، وَيَحْيَى بْنُ مُوسَى، قَالُوا: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قَارِظٍ، عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَفْطَرَ الحَاجِمُ وَالمَحْجُومُ»
Abu 'Isa At-Tirmidziy berkata; "Hadits yang semakna diriwayatkan dari 'Ali, Sa'ad, Syaddad bin Aus, Tsauban, Usamah bin Zaid, 'Aisyah, Ma'qil bin Sinan atau yang bernama Ibnu Yasar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Abu Musa, dan Bilal. Hadits Rafi' bin Khadij merupakan hadits hasan shahih. Disebutkan bahwa Ahmad bin Hambal berkata; 'Hadits yang paling shahih dalam hal ini ialah haditsnya Rafi' bin Khudaij.' Ali bin Abdullah berkata; 'Hadits yang paling shahih dalam hal ini ialah haditsnya Tsauban dan Syaddad bin Aus karena Yahya bin Abu Katsir meriwayatkan dari Abu Qilabah kedua hadits tersebut.
Sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membenci berbekam untuk orang yang sedang berpuasa hingga sebagian sahabat Nabi berbekam pada malam hari. Di antaranya adalah: Abu Musa dan Ibnu Umar. Hal ini juga merupakan pendapatnya Ibnul Mubarak."
Abu 'Isa berkata; "Saya mendengar Ishaq bin Manshur berkata; 'Abdurrahman bin Mahdi berkata; "Barang siapa yang berbekam ketika berpuasa maka wajib mengqadlanya." Ishaq bin Manshur berkata; "Demikian itu pendapatnya Ahmad dan Ishaq, telah menceritakan kepada kami Az Za'faraniy berkata; Syafi'iy berkata; 'Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau berbekam ketika berpuasa. Diriwayatkan juga dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Orang yang membekam dan yang dibekam puasanya telah batal". Namun saya tidak tahu hadits mana yang tsabit (dapat dijadikan pedoman) dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Jika orang yang berpuasa berhati-hati dan tidak berbekam itu lebih aku sukai, akan tetapi jika dia berbekam menurutku hal itu tidak membatalkan puasa.
Abu 'Isa berkata; "Perkataan tadi merupakan pendapatnya Syafi'i di Bagdad. Adapun pendapatnya di Mesir, beliau berpendapat bolehnya orang yang berpuasa untuk berbekam dan tidak membatalkan puasa, beliau berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau berbekam pada waktu Haji Wada' dalam keadaan sedang ihramdan berpuasa."
c)       Hadits Bilal radhiyallahu 'anhu.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam “Al-Musnad” 39/322 no.23888, ia berkata:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا أَبُو الْعَلَاءِ، وَمُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي الْعَلَاءِ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ بِلَالٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
d)      Hadits Aisyah radhiyallahu 'anha.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam “Al-Musnad” 42/137 no.25242, ia berkata:
حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ يَعْنِي شَيْبَانَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
Pendapat kedua: Tidak membatalkan puasa.
Dengan dalil hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berbekam saat berpuasa.
Adapun hadits yang menunjukkan bahwa yang membekam dan yang dibekam puasanya batal, maka ulama memberikan beberapa jawaban:
Ø  Hadits tersebut sudah dinasakh oleh hadits Ibnu ‘Abbas yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berbekam saat berpuasa ketika menunaikan haji wada’.
Ø  Maksud hadits tersebut bahwa orang yang membekam dan yang dibekam akan menyebabkan ia lemah sehingga membatalkan puasanya.
Adapun perbuatan sahabat Nabi yang tidak senang berbekan saat berpuasa, maka hal tersebut disebabkan karena mereka takut menjadi lemah setelah berbekam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
3)      Donor darah sama hukumnya dengan bekam.
4)      Anjuran berbekam.
Salma -radhiyallahu 'anha- berkata:
" مَا كَانَ أَحَدٌ يَشْتَكِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَجَعًا فِي رَأْسِهِ إِلَّا قَالَ: احْتَجِمْ، وَلَا وَجَعًا فِي رِجْلَيْهِ، إِلَّا قَالَ اخْضِبْهُمَا " [سنن أبي داود]
"Tidak ada seorangpun yang mengeluhkan penyakit kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada kepalanya melainkan beliau berkata: "Berbekamlah!" Dan tidaklah ia mengeluhkan sakit pada kedua kakinya melainkan beliau berkata: "Warnailah dengan pacar!" [Sunan Abi Daud: Hasan]
Ø  Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَاحْتَجِمُوا يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالثُّلَاثَاءِ ، فَإِنَّهُ الْيَوْمُ الَّذِي عَافَى اللَّهُ فِيهِ أَيُّوبَ مِنَ الْبَلَاءِ [سنن ابن ماجه: حسنه الألباني]
"Berbekamlah pada hari Senin dan Selasa karena sesungguhnya pada hari itu Allah menyembuhkan Ayyub dari penyakit". [Sunan Ibnu Majah: Hasan]
5)      Hukum muntah ketika berpuasa:
Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Membatalkan puasa.
Dengan dalil hadits Abu Ad-Dardaa’ dan Tsauban, yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam “As-Sunan” 2/310 no.2381, ia berkata:
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ، عَنْ يَحْيَى، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ يَعِيشَ بْنِ الْوَلِيدِ بْنِ هِشَامٍ، أَنَّ أَبَاهُ، حَدَّثَهُ، حَدَّثَنِي مَعْدَانُ بْنُ طَلْحَةَ، أَنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ، حَدَّثَهُ، «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاءَ فَأَفْطَرَ»، فَلَقِيتُ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ، فَقُلْتُ إِنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ، حَدَّثَنِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «قَاءَ فَأَفْطَرَ»، قَالَ: صَدَقَ، وَأَنَا صَبَبْتُ لَهُ وَضُوءَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar Abdullah bin 'Amr, telah menceritakan kepada kami Abdul Warits, telah menceritakan kepada kami Al Husain dari Yahya, telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin 'Amr Al Auza'i dari Ya'isy bin Al Walid bin Hisyam bahwa ayahnya telah menceritakan kepadanya; telah menceritakan kepadaku Ma'dan bin Thalhah bahwa Abu Ad-Darda` telah menceritakan kepadanya bahwa “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam muntah kemudian beliau berbuka”.
Kemudian aku bertemu dengan Tsauban mantan budak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di masjid Damaskus. Kemudian aku katakan; Sesungguhnya Abu Ad Darda` telah menceritakan kepadaku bahwa “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam muntah kemudia beliau berbuka”.
Tsauban berkata; Ia telah benar, dan aku yang menuangkan untuk beliau tempat wudhunya shallallahu 'alaihi wasallam.
Pendapat kedua: Tidak membatalkan puasa.
Ini pendapat Abu Hurairah, Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum, dan ‘Ikrimah rahimahullah; Sebagimana disebutkan oleh Imam Bukhari rahimahullah.
Pendapat ketiga: Sengaja muntah membatalkan puasa, jika tidak sengaja maka tidak membatalkan.
Dengan dalil hadits Abu Hurairah, yang diriwayatkan At-Tirmidziy dalam “Al-Jami’” 3/89 no.720, ia berkata:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ ذَرَعَهُ القَيْءُ، فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ»
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr, telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus, dari Hisyam bin Hasan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang didesak muntah, maka tidak wajib baginya untuk mengqadla' puasanya, namun bagi siapa yang muntah dengan sengaja, maka wajib baginya untuk mengqhadha' puasanya."
Imam Tirmidziy berkata: Dalam bab ini (ada juga riwayat) dari Abu Darda', Tsauban dan Fadhalah bin 'Ubaid. Dan hadits Abu Hurairah adalah hadits hasan gharib, kami tidak mengetahui hadits dari riwayat Hisyam dari Ibnu Sirin dari Abu Hurairah dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam kecuali dari riwayat 'Isa bin Yunus. Muhammad (Al-Bukhari) berkata: “Menurut saya hadits ini tidak mahfuzh (lemah)”.
Abu 'Isa At-Tirmidziy berkata: Hadits ini telah diriwayatkan melalui banyak jalur, namun tidak ada satupun yang shahih. Telah diriwayatkan juga dari Abu Darda', Tsauban dan Fadlalah bin 'Ubaid bahwa “Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pernah muntah lalu berbuka”, adapun makna hadits ini ialah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam muntah ketika sedang puasa tathawwu' (sunnah) beliau merasa lemah kemudian berbuka, makna hadits ini sebagaimana disebutkan di dalam riwayat lain beserta tafsirnya. Para ulama juga mengamalkan hadits ini dengan mengambil kesimpulan hukum, bahwa orang yang berpuasa kemudian terpaksa muntah, maka dirinya tidak wajib berqhadha', namun jika muntah dengan sengaja, maka dirinya wajib mengqhadla' puasanya. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini ialah Sufyan Ats Tsauri, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq.
Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...