Rabu, 28 Agustus 2019

Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (19) Berapa selang waktu antara sahur dan shalat subuh

بسم الله الرحمن الرحيم
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابٌ: قَدْرِ كَمْ بَيْنَ السَّحُورِ وَصَلاَةِ الفَجْرِ
Bab: “Berapa jarak waktu antara sahur dan shalat subuh”.
Dalam bab ini Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan satu hadits dari Zayd bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata;
1821 - حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ [الأزدي]، حَدَّثَنَا هِشَامٌ [الدَّسْتُوَائى]، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ [بن دعامة السدوسي]، عَنْ أَنَسٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: «تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ»، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ؟ " قَالَ: «قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً»
1821 - Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim [Al-Azdiy], telah menceritakan kepada kami Hisyam [Ad-Dastuwaiy], telah menceritakan kepada kami Qatadah [bin Di’amah As-Sadusiy], dari Anas, dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu berkata: "Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kemudian Beliau pergi untuk melaksanakan shalat.
Aku (Anas) bertanya: "Berapa selang waktu antara adzan dan sahur?".
Dia menjawab: "Sebanyak ukuran bacaan lima puluh ayat".
Penjelasan singkat hadits ini:
1.      Biografi Anas bin Malik.
Anas bin Malik bin An-Nadhr, Abu Hamzah Al-Anshariy Al-Khazrajiy -radhiyallahu ‘anhu-.
Menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah ketika berumur 10 tahun selama 10 tahun.
Beliau berumur panjang karena do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, wafat tahun 92 atau 93 hijriyah dengan umur 103 tahun.
Beliau urutan ketiga dari 5 Sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits, setelah Abu Hurairah (5374 hadits), kemudian Ibnu Umar (2630 hadits), kemudian Anas (2286 hadits), kemudian Aisyah (2210 hadits), kemudian Ibnu Abbas (1660 hadits), kemudian Jabir bin Abdillah (1540 hadits).
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:
جَاءَتْ بِي أُمِّي أُمُّ أَنَسٍ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَدْ أَزَّرَتْنِي بِنِصْفِ خِمَارِهَا، وَرَدَّتْنِي بِنِصْفِهِ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، هَذَا أُنَيْسٌ ابْنِي، أَتَيْتُكَ بِهِ يَخْدُمُكَ فَادْعُ اللهَ لَهُ، فَقَالَ: «اللهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ» قَالَ أَنَسٌ: فَوَاللهِ إِنَّ مَالِي لَكَثِيرٌ، وَإِنَّ وَلَدِي وَوَلَدَ وَلَدِي لَيَتَعَادُّونَ عَلَى نَحْوِ الْمِائَةِ، الْيَوْمَ [صحيح مسلم]
Pada suatu hari saya bersama ibuku datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ibuku menyarungkanku dengan separuh kerudungnya dan separuhnya lagi untuk menyelendangi saya. Ibuku berkata; 'Ya Rasulullah, inilah Unais (panggilan Anas ketika masih kecil), putra saya. Saya ajak ia kemari agar menjadi pelayan engkau. OIeh karena itu, doakanlah untuknya!
Kemudian Rasulullah berdoa untuk Anas; "Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya!"
Di kemudian hari Anas berkata; Demi Allah, harta saya sekarang sungguh banyak sekali, anak dan cucu saya kini telah mencapai seratus orang lebih." [Shahih Muslim]
Dalam riwayat lain:
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ لَيْسَ لَهُ خَادِمٌ، فَأَخَذَ أَبُو طَلْحَةَ بِيَدِي، فَانْطَلَقَ بِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَنَسًا غُلاَمٌ كَيِّسٌ فَلْيَخْدُمْكَ، قَالَ: «فَخَدَمْتُهُ فِي السَّفَرِ وَالحَضَرِ، مَا قَالَ لِي لِشَيْءٍ صَنَعْتُهُ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا هَكَذَا؟ وَلاَ لِشَيْءٍ لَمْ أَصْنَعْهُ لِمَ لَمْ تَصْنَعْ هَذَا هَكَذَا؟» [صحيح البخاري]
Saat tiba di Madinah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mempunyai pembantu lalu Abu Thalhah (Zayd bin Sahl Al-Anshariy, sumai Ummu Sulaim ibu Anas) menggandeng tanganku untuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu dia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anas ini adalah seorang anak yang cerdas dan dia siap melayani Tuan".
Maka aku melayani Beliau baik saat bepergian maupun muqim (tinggal), dan Beliau tidak pernah berkata kepadaku terhadap apa yang aku lakukan,: "Kenapa kamu berbuat begini begitu" dan tidak pernah juga mengatakan terhadap sesuatu yang tidak aku lakukan,: "Kenapa kamu tidak berbuat begini begitu". [Shahih Bukhari]
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:
أَتَى عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَا أَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ، قَالَ: فَسَلَّمَ عَلَيْنَا، فَبَعَثَنِي إِلَى حَاجَةٍ، فَأَبْطَأْتُ عَلَى أُمِّي، فَلَمَّا جِئْتُ قَالَتْ: مَا حَبَسَكَ؟ قُلْتُ بَعَثَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَاجَةٍ، قَالَتْ: مَا حَاجَتُهُ؟ قُلْتُ: إِنَّهَا سِرٌّ، قَالَتْ: لَا تُحَدِّثَنَّ بِسِرِّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدًا قَالَ أَنَسٌ: وَاللهِ لَوْ حَدَّثْتُ بِهِ أَحَدًا لَحَدَّثْتُكَ يَا ثَابِتُ [صحيح مسلم]
Saya pernah didatangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika saya sedang bermain dengan anak kecil yang lain. Kemudian beliau mengucapkan salam kepada kami dan menyuruh saya untuk suatu keperluan hingga saya terlambat pulang ke rumah. Sesampainya di rumah. ibu bertanya kepada saya; 'Mengapa kamu terlambat pulang?
Maka saya pun menjawab; 'Tadi saya disuruh oleh Rasulullah untuk suatu keperluan.'
Ibu saya terus bertanya; 'Keperluan apa? '
Saya menjawab; 'Itu rahasia.'
Ibu saya berkata; "Baiklah, Janganlah kamu ceritakan rahasia Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada siapapun."
Anas berkata; "Demi Allah, kalau saya boleh menceritakan rahasia tersebut kepada seseorang, niscaya saya pun akan menceritakannya pula kepadamu hai Tsabit!" [Shahih Muslim]
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:
أَنَّهُ كَانَ ابْنَ عَشْرِ سِنِينَ، مَقْدَمَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ، فَكَانَ أُمَّهَاتِي يُوَاظِبْنَنِي عَلَى خِدْمَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَدَمْتُهُ عَشْرَ سِنِينَ، وَتُوُفِّيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا ابْنُ عِشْرِينَ سَنَةً [صحيح البخاري]
Saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang di Madinah, ia masih anak-anak usia sepuluh tahun. Ia mengkisahkan; ibuku menyuruhku untuk berkhidmat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka aku pun berkhidmat untuk beliau selama sepuluh tahun, maka saat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam wafat aku adalah pemuda yang telah berumur dua puluh tahun. [Shahih Bukhari]
2.      Biografi Zaid bin Tsabit.
Zayd bin Tsabit bin Adh-Dhak, Abu Sa’id Al-Anshariy Al-Khazrajiy radhiyallahu ‘anhu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah ketika Zayd bin Tsabit berumur 11 tahun.
Beliau wafat tahun 45 atau 48 hijriyah, dan ada yang mengatakan bahwa beliau wafat setelah tahun 50 hijriyah.
Diantara keistimewaannya:
a)      Menghafal Al-Qur'an di masa Rasulullah
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
" جَمَعَ القُرْآنَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعَةٌ، كُلُّهُمْ مِنَ الأَنْصَارِ: أُبَيٌّ، وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ، وَأَبُو زَيْدٍ، وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ " [صحيح البخاري ومسلم]
"Empat orang yang menghafal Al-Qur'an di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, semuanya dari kaum Anshar: Ubay, Mu'adz bin Jabal, Abu Zayd [bin As-Sakan, salah seorang paman Anas], dan Zayd bin Tsabit". [Sahih Bukhari dan Muslim]
b)      Paling mengetahui tentang fara'idh (ilmu tentang pembagian harta warisan)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«أَرْحَمُ أُمَّتِي بِأُمَّتِي أَبُو بَكْرٍ، وَأَشَدُّهُمْ فِي أَمْرِ اللَّهِ عُمَرُ، وَأَصْدَقُهُمْ حَيَاءً عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، وَأَعْلَمُهُمْ بِالحَلَالِ وَالحَرَامِ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ، وَأَفْرَضُهُمْ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ، وَأَقْرَؤُهُمْ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَمِينٌ وَأَمِينُ هَذِهِ الأُمَّةِ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الجَرَّاحِ» [سنن الترمذي: صححه الألباني]
"Diantara ummatku yang paling belas kasih terhadap ummatku (yang lain) adalah Abu Bakr, sedangkan yang paling tegas terhadap perintah Allah adalah Umar, yang paling pemalu adalah Utsman, yang paling mengetahui halal haram adalah Mu'adz bin Jabal, dan yang paling mengetahui tentang fara'idh (ilmu tentang pembagian harta waris) adalah Zaid bin Tsabit, serta yang paling bagus bacaannya adalah Ubay bin Ka'ab, dan setiap ummat memiliki orang kepercayaan, sedangkan orang kepercayaan ummat ini adalah Abu 'Ubaidah bin Jarrah." [Sunan Tirmidziy: Sahih]
c)       Rasulullah memerintahkannya untuk mempelajari Bahasa Yahudi.
Zaid bin Tsabit berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkanku mempelajari bahasa orang-orang Yahudi untuk beliau, beliau bersabda:
«إِنِّي وَاللَّهِ مَا آمَنُ يَهُودَ عَلَى كِتَابٍ»
"Demi Allah, aku tidak percaya orang Yahudi atas suratku."
Zaid berkata; "Tidak berlalu setengah bulan hingga aku dapat menguasainya untuk beliau. Saat aku mengusainya, apabila beliau hendak mengirim surat kepada orang-orang Yahudi, aku menulisnya kepada mereka dan apabila mereka mengirim surat kepada beliau, maka aku membacakan surat mereka untuk beliau."
Diriwayatkan melalui sanad lain dari Zaid bin Tsabit, ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkanku untuk mempelajari bahasa Suryani." [Sunan Tirmidziy: Shahih]
d)      Membukukan Al-Qur’an di masa Abu Bakr dan Usman.
Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu berkata; Abu Bakr mengirim utusan untuk memanggilku ketika terjadi korban perang Yamamah, dan ternyata Umar bin Al Khaththab ada di sisinya. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya Umar mendatangiku dan berkata, 'Mayoritas korban perang Yamamah adalah para penghafal Al-Qur`an. Dengan gugurnya mayoritas penghafal Al Qur`an, maka aku khawatir sebagian besar Al Qur`an juga akan hilang. Maka aku berpendapat, sebaiknya Anda segera memerintahkan guna melakukan dokumentasi Al-Quran.'
Maka aku (Abu Bakr) pun bertanya kepada Umar, 'Bagaimana kamu akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? '
Umar menjawab, 'Perkara ini, demi Allah adalah ide yang baik.'
Umar selalu membujukku hingga Allah memberikan kelapangan dadaku, dan akhirnya aku sependapat dengan Umar."
Zaid berkata; Abu Bakar berkata, "Sesungguhnya kamu adalah seorang pemuda yang cerdas, kami sama sekali tidak curiga sedikit pun padamu. Dan sungguh, kamulah yang telah menulis wahyu untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Karena itu, telusurilah Al Qur`an dan kumpulkanlah."
Zaid berkata, "Demi Allah, sekiranya mereka memerintahkanku untuk memindahkan gunung, niscaya hal itu tidaklah lebih berat daripada apa yang mereka perintahkan padaku, yakni dokumentasi Al-Quran."
Zaid bertanya, "Bagaimana kalian melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?"
Ia menjawab, "Demi Allah, itu adalah kebaikan."
Abu Bakar terus membujukku, hinnga Allah pun memberikan kelapangan dadaku, sebagaimana Abu Bakar dan Umar radhiyallahu 'anhuma. Maka aku pun mulai menelusuri Al Qur`an, mengumpulkannya dari tulang-tulang, kulit-kulit dan dari hafalan para Qari`. Dan akhirnya aku pun mendapatkan bagian akhir dari surat At-Taubah bersama Abu Khuzaimah Al Anshari, yang aku tidak mendapatkannya pada seorang pun selainnya. Yakni ayat:
{لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ} [التوبة: 128]
'Sungguh, telah datang pada kalian seorang Rasul dari kaum kalian sendiri, yang sangat berat olehnya kesulitan yang menimpa kalian..'" hingga akhir surat Al Bara`ah.
Lembaran-lembaran Al Qur`an itu pun tetap tersimpan pada Abu Bakr hingga Allah mewafatkannya. Kemudian beralih kepada Umar semasa hidupnya, lalu berpindah lagi ke tangan Hafshah binti Umar radhiyallahu 'anhu. [Shahih Bukhari]
Anas bin Malik berkata; Hudzaifah bin Al-Yaman datang kepada Utsman setelah sebelumnya memerangi Ahlus Syam yakni pada saat penaklukan Armenia dan Azerbaijan bersama penduduk Irak. Dan ternyata perselisihan mereka dalam Qira`ah mengejutkan Hudzaifah. Maka Hudzaifah pun berkata kepada Utsman, "Rangkullah ummat ini sebelum mereka berselisih tentang Al Qur`an sebagaimana perselisihan yang telah terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani."
Akhirnya, Utsman mengirim surat kepada Hafshah yang berisikan, "Tolong, kirimkanlah lembaran Al-Quran kepada kami, agar kami dapat segera menyalinnya ke dalam lembaran yang lain, lalu kami akan segera mengembalikannya pada Anda."
Maka Hafshah pun mengirimkannya kepada Utsman. Lalu Utsman memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Al Ash, dan Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, sehingga mereka pun menyalinnya ke dalam lembaran shuhuf yang lain.
Utsman berkata kepada tiga orang Quraisy dari mereka, "Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit terkait dengan Al Qur`an, maka tulislah dengan bahasa Quraisy, sebab Al Qur`an turun dengan bahasa mereka."
Kemudian mereka melaksanakan perintah itu hingga penyalinan selesai dan Utsman pun mengembalikannya ke Hafshah. Setelah itu, Utsman mengirimkan sejumlah Mushaf yang telah disalin ke berbagai penjuru negeri kaum muslimin, dan memerintahkan untuk membakar lembaran Al Qur`an yang ada selain Mushaf tersebut.  [Shahih Bukhari]
3.      Maksud pertanyaan Anas: "Berapa antara adzan dan sahur?"
Adzan yang dimaksud adalah iqamat, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain; Anas radhiyallahu 'anhu berkata:
«أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ، تَسَحَّرَا فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا، قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلاَةِ، فَصَلَّى»، قُلْنَا لِأَنَسٍ: كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلاَةِ؟ قَالَ: «قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً» [صحيح البخاري]
Bahwasanya Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zayd bin Tsabir sahur bersama, kemudian setelah keduanya selesai sahur, Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit menuju shalat, kemudian beliau shalat.
Qatadah berkata: Kami bertanya kepada Anas: Berapa lama jarak antara keduanya selesai sahur dan keduanya mulai shalat?
Anas menjawab: Sekitar apa yang dibaca seseorang sebanyak lima puluh ayat. [Sahih Bukhari]
4.      Iqamat terkadang dinamai adzan.
Dari Abdullah bin Mugaffal Al-Muzaniy radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
«بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Diantara setiap dua adzan itu ada shalat sunnah". [Sahih Bukhari dan Muslim]
5.      Jarak antara adzan dan iqamah sekitar bacaan lima puluh atau enam puluh ayat atau kurang lebih 25 menit.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu;
أَنَّ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ، حَدَّثَهُ: " أَنَّهُمْ تَسَحَّرُوا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامُوا إِلَى الصَّلاَةِ، قُلْتُ: كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِينَ أَوْ سِتِّينَ "، يَعْنِي آيَةً [صحيح البخاري]
Bahwa Zaid bin Tsabit telah menceritakan kepadanya, bahwa mereka pernah sahur bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian mereka berdiri untuk melaksanakan shalat."
Aku bertanya, "Berapa jarak antara sahur dengan shalat subuh?"
Dia menjawab, "Antara lima puluh hingga enam puluh ayat." [Shahih Bukhari]
6.      Hadits ini menunjukkan anjuran mengakhirkan sahur.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda -ketika sahur-:
«يَا أَنَسُ إِنِّي أُرِيدُ الصِّيَامَ، أَطْعِمْنِي شَيْئًا»
"Wahai Anas, aku ingin berpuasa, berilah sedikit makanan."
Lalu aku datang dengan membawa kurma dan wadah yang berisi air -yaitu setelah Bilal adzan-.
Lalu beliau bersabda:
«يَا أَنَسُ، انْظُرْ رَجُلًا يَأْكُلْ مَعِي»
"Wahai Anas, lihatlah seorang yang -mau- makan bersamaku."
Maka aku memanggil Zaid bin Tsabit, lalu ia datang dan berkata; "Aku sudah minum seteguk minuman yang terbuat dari tepung (sawiiq) dan aku ingin berpuasa."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«وَأَنَا أُرِيدُ الصِّيَامَ»
"Aku juga ingin berpuasa."
Lalu beliau sahur bersamanya, kemudian berdiri lalu shalat sunnah dua rakaat, kemudian keluar untuk melaksanakan shalat subuh." [Sunan An-Nasa’iy: Shahih]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّا مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا بِتَعْجِيلِ فِطْرِنا، وَتَأْخِيرِ سُحُورِنا، وَوَضَعِ أيمَانِنَا عَلَى شمائِلِنا فِي الصَّلَاةِ» [المعجم الكبير للطبراني: صحيح]
“Sesungguhnya kami para Nabi diperintahkan untuk menyegerakan waktu berbuka kami, mengakhirkan sahur kami, dan meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri ketika shalat”. [Al-Mu’jam Al-Kabiir karya Ath-Thabaraniy: Sahih]
7.      Ada riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi sahur sampai langit terang.
Zirr -rahimahullah- berkata; Kami bertanya kepada Hudzaifah radhiyallahu 'anhu, "Pada saat apakah engkau makan sahur bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?
Ia menjawab:
«هُوَ النَّهَارُ إِلَّا أَنَّ الشَّمْسَ لَمْ تَطْلُعْ»
"Yaitu di waktu siang, hanya saja matahari belum terbit." [Sunan An-Nasa’iy]
Ulama berbeda pendapat memahami hadits ini:
a.       Ada yang memahaminya secara dzahir bahwa boleh makan sekalipun waktu fajar shadiq sudah masuk.
عن عَاصِم بْن بَهْدَلَةَ، عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ قَالَ: تَسَحَّرْتُ ثُمَّ انْطَلَقْتُ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَمَرَرْتُ بِمَنْزِلِ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ فَدَخَلْتُ عَلَيْهِ، فَأَمَرَ بِلَقْحَةٍ فَحُلِبَتْ، وَبِقِدْرٍ فَسُخِّنَتْ، ثُمَّ قَالَ: " ادْنُ فَكُلْ "، فَقُلْتُ: إِنِّي أُرِيدُ الصَّوْمَ، فَقَالَ: " وَأَنَا أُرِيدُ الصَّوْمَ "، فَأَكَلْنَا وَشَرِبْنَا، ثُمَّ أَتَيْنَا الْمَسْجِدَ، فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، ثُمَّ قَالَ حُذَيْفَةُ: " هَكَذَا فَعَلَ بِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "، قُلْتُ: أَبَعْدَ الصُّبْحِ؟ قَالَ: " نَعَمْ، هُوَ الصُّبْحُ غَيْرَ أَنْ لَمْ تَطْلُعِ الشَّمْسُ " [مسند أحمد]
'Ashim bin Bahdalah dari Zirr bin Hubaisy berkata; Aku makan sahur kemudian aku pergi ke masjid, aku melewati rumah Hudzaifah bin Al Yaman, aku masuk kemudian ia meminta unta perahan, kemudian dimasak dalam tungku. Ia Hudzaifah bin Al Yaman berkata; Mendekatlah lalu makanlah. Aku Zirr berkata; Aku mau puasa. Ia Hudzaifah bin Al Yaman berkata; Aku juga mau puasa. Lalu kami pun makan dan minum, setelah itu kami pergi ke masjid, shalat pun diiqamati kemudian Hudzaifah bin Al Yaman berkata; Seperti itulah yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam lakukan bersamaku.
Aku Zirr berkata; Setelah Subuh?
Hudzaifah bin Al Yaman berkata; Ya, itulah Subuh hanya saja matahari belum terbit. [Musnad Ahmad]
b.      Hadits ini sudah dinasakh dengan ayat puasa yang menunjukkan bahwa batas akhir makan dan minum sampai terbit fajar.
c.       Hadits ini hanya bersifat mubalagah yang menunjukkan begitu dekatnya waktu sahur dengan shalat subuh.
d.      Maksud kata “siang” di sini adalah fajar shadiq.
e.       Hadits ini lemah secara marfuu’ dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, karena perawi ‘Ashim bin Bahdalah[1] seorang yang shaduuq (periwayatan haditsnya hasan) tapi terkadang melakukan kekeliruan, dan apa yang ia riwayatkan ini menyelisihi riwayat yang lebih kuat yang menjadikan hadits ini hanya mauquuf dari Hudzifah. Hadits ini juga menyalahi hadits yang lebih shahih.
8.      Anjuran makan sahur bersama.
Dari Wahsyiy bin Harb radhiyallahu 'anhu; Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: Ya Rasulullah kenapa kami makan tapi tidak bisa kenyang?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:
«فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ؟»
"Mungking kalian makan sendiri-sendiri".
Sahabat menjawab: Betul.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ [سنن أبي داود: حسن]
"Kumpulkanlah makanan kalian (makan bersama) dan sebutlah nama Allah ketika makan maka kalian akan diberkahi pada makanan tersebut". [Sunan Abu Daud: Hadits hasan]
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«طَعَامُ الْوَاحِدِ يَكْفِي الِاثْنَيْنِ، وَطَعَامُ الِاثْنَيْنِ يَكْفِي الْأَرْبَعَةَ، وَطَعَامُ الْأَرْبَعَةِ يَكْفِي الثَّمَانِيَةَ» [صحيح مسلم]
"Makanan untuk satu orang cukup untuk dua orang, dan makanan untuk dua orang cukup untuk empat orang, dan makan empat orang cukup untuk delapan orang". [Sahih Muslim]
9.      Sifat dermawan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata;
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ، حَتَّى يَنْسَلِخَ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ القُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ أَجْوَدَ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ»
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan dengan kebaikan, dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril, dan Jibril ‘alaihissalam menemuinya setiap malam di bulan Ramadhan sampai berlalu, Jibril membacakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Al-Qur’an. Maka jika Jibril 'alaihissalam menemuinya, sungguh beliau sangat dermawan dengan kebaikan seperti angin yang berhembus”. [Shahih Bukhari]
10.  Boleh makan dua kali untuk memuliakan seseorang.
'Abdurrahman bin Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma berkata:
إِنَّ أَبَا بَكْرٍ تَعَشَّى عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ لَبِثَ حَيْثُ صُلِّيَتِ العِشَاءُ، ثُمَّ رَجَعَ، فَلَبِثَ حَتَّى تَعَشَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَ بَعْدَ مَا مَضَى مِنَ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ، قَالَتْ لَهُ امْرَأَتُهُ: وَمَا حَبَسَكَ عَنْ أَضْيَافِكَ - أَوْ قَالَتْ: ضَيْفِكَ - قَالَ: أَوَمَا عَشَّيْتِيهِمْ؟ قَالَتْ: أَبَوْا حَتَّى تَجِيءَ، قَدْ عُرِضُوا فَأَبَوْا، قَالَ: فَذَهَبْتُ أَنَا فَاخْتَبَأْتُ، فَقَالَ يَا غُنْثَرُ فَجَدَّعَ وَسَبَّ، وَقَالَ: كُلُوا لاَ هَنِيئًا، فَقَالَ: وَاللَّهِ لاَ أَطْعَمُهُ أَبَدًا، وَايْمُ اللَّهِ، مَا كُنَّا نَأْخُذُ مِنْ لُقْمَةٍ إِلَّا رَبَا مِنْ أَسْفَلِهَا أَكْثَرُ مِنْهَا - قَالَ: يَعْنِي حَتَّى شَبِعُوا - وَصَارَتْ أَكْثَرَ مِمَّا كَانَتْ قَبْلَ ذَلِكَ، فَنَظَرَ إِلَيْهَا أَبُو بَكْرٍ فَإِذَا هِيَ كَمَا هِيَ أَوْ أَكْثَرُ مِنْهَا، فَقَالَ لِامْرَأَتِهِ: يَا أُخْتَ بَنِي فِرَاسٍ مَا هَذَا؟ قَالَتْ: لاَ وَقُرَّةِ عَيْنِي، لَهِيَ الآنَ أَكْثَرُ مِنْهَا قَبْلَ ذَلِكَ بِثَلاَثِ مَرَّاتٍ، فَأَكَلَ مِنْهَا أَبُو بَكْرٍ، وَقَالَ: إِنَّمَا كَانَ ذَلِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ - يَعْنِي يَمِينَهُ - ثُمَّ أَكَلَ مِنْهَا لُقْمَةً، ثُمَّ حَمَلَهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَصْبَحَتْ عِنْدَهُ، وَكَانَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمٍ عَقْدٌ، فَمَضَى الأَجَلُ، فَفَرَّقَنَا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا، مَعَ كُلِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ أُنَاسٌ، اللَّهُ أَعْلَمُ كَمْ مَعَ كُلِّ رَجُلٍ، فَأَكَلُوا مِنْهَا أَجْمَعُونَ
"Saat itu Abu Bakar makan malam di sisi Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- hingga waktu isya, dan ia tetap di sana hingga shalat dilaksanakan. Ketika Abu Bakar pulang di waktu yang sudah malam isterinya (ibuku) berkata, "Apa yang menghalangimu untuk menjamu tamu-tamumu?"
Abu Bakar balik bertanya, "Kenapa tidak engkau jamu mereka?"
Isterinya menjawab, "Mereka enggan untuk makan hingga engkau kembali, padahal mereka sudah ditawari."
'Abdurrahman berkata, "Kemudian aku pergi dan bersembunyi."
Abu Bakar lantas berkata, "Wahai Ghuntsar (kalimat celaan)!"
Abu Bakar terus saja marah dan mencela (aku). Kemudian ia berkata (kepada tamu-tamunya), "Makanlah kalian semua."
Kemudian tamunya mengatakan, "Selamanya kami tidak akan makan (sampai engkau datang). Demi Allah, tidaklah kami ambil satu suap kecuali makanan tersebut justru bertambah semakin banyak dari yang semula."
'Abdurrahman berkata, "Mereka kenyang semua, dan makanan tersebut menjadi tiga kali lebih banyak dari yang semula. Abu Bakar memandangi makanan tersebut tetap utuh bahkan lebih banyak lagi. Kemudian ia berkata kepada isterinya, "Wahai saudara perempuan Bani Firas, bagaimana ini?"
Isterinya menjawab, "Tak masalah, bahkan itu suatu kebahagiaan, ia bertambah tiga kali lipatnya."
Abu Bakar kemudian memakannya seraya berkata, "Itu pasti dari setan -yakni sumpah yang ia ucapkan-."
Kemudian ia memakan satu suap lantas membawanya ke hadapan Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-. Waktu itu antara kami mempunyai perjanjian dengan suatu kaum dan masanya pun telah habis. Kemudian kami membagi orang-orang menjadi dua belas orang, dan setiap dari mereka diikuti oleh beberapa orang -dan Allah yang lebih tahu berapa jumlah mereka-. Kemudian mereka menyantap makanan tersebut hingga kenyang." [Shahih Bukhari no.567]
11.  Anjuran memenuhi undangan makan.
Dari Abu Hurairah; Rasulullah bersabda:
" حَقُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِمِ خَمْسٌ: رَدُّ السَّلاَمِ، وَعِيَادَةُ المَرِيضِ، وَاتِّبَاعُ الجَنَائِزِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيتُ العَاطِسِ " [صحيح البخاري ومسلم]
"Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan orang yang bersin". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Dari Abu Hurairah; Rasulullah bersabda:
«لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَاعٍ لَأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِيَ إِلَيَّ كُرَاعٌ لَقَبِلْتُ» [صحيح البخاري]
"Seandainya aku diundang untuk jamuan makan sebesar satu paha depan (kambing) atau satu paha belakangnya, pasti aku penuhi dan seandainya aku diberi hadiah makanan satu paha depan (kambing) atau satu paha belakang pasti aku terima". [Shahih Bukhari]
12.  Hadits ini menunjukkan anjuran mempercepat pelaksanaan shalat subuh.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata:
«وَالصُّبْحَ كَانُوا - أَوْ كَانَ - النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيهَا بِغَلَسٍ» [صحيح البخاري]
"Sementara untuk shalat Subuh, mereka (para sahabat) atau Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- melaksanakannya saat masih gelap". [Shahih Bukhari]
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
«كُنَّ نِسَاءُ المُؤْمِنَاتِ يَشْهَدْنَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةَ الفَجْرِ مُتَلَفِّعَاتٍ بِمُرُوطِهِنَّ، ثُمَّ يَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوتِهِنَّ حِينَ يَقْضِينَ الصَّلاَةَ، لاَ يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الغَلَسِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Kami, wanita-wanita Mukminat, pernah ikut shalat fajar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan menutup wajahnya dengan kerudung, kemudian kembali ke rumah mereka masing-masing setelah selesai shalat tanpa diketahui oleh seorangpun karena hari masih gelap." [Sahih Bukhari dan Muslim]
·         Sebagian ulama berpendapat bahwa dianjurkan mengakhirkan shalat Subuh sampai langit sedikit terang.
Dalilnya hadits Rafi’ bin Khadiij radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«أَسْفِرُوا بِالفَجْرِ، فَإِنَّهُ أَعْظَمُ لِلأَجْرِ»
"Shalatlah subuh ketika agak terang (isfaar), karena itu lebih banyak pahalanya." [Sunan Tirmidziy: Shahih]
Akan tetapi makna yang benar dari hadits ini adalah anjuran untuk meyakinkan masuknya waktu fajar sebelum melakukan shalat subuh.
Imam Tirmidziy -rahimahullah- setelah meriwayatkan hadits tersebut, beliau mengatakan:
وقَالَ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ مَعْنَى الْإِسْفَارِ أَنْ يَضِحَ الْفَجْرُ فَلَا يُشَكَّ فِيهِ وَلَمْ يَرَوْا أَنَّ مَعْنَى الْإِسْفَارِ تَأْخِيرُ الصَّلَاةِ
"Imam Asy-Syafi'iy, Ahmad, dan Ishaq (bin Rahawaih) mengatakan bahwa makna "Al-Isfaar" (terangnya langit) adalah adanya cahaya fajar nampak sangat jelas hingga tidak ada keraguan padanya, dan mereka (para imam tersebut) tidak berpendapat bahwa makna "al-isfaar" adalah mengakhirkan shalat subuh."
Pendapat lain bahwa maksud hadits ini adalah anjuran memanjangkan bacaan shalat subuh hingga ketika selesai shalat langit sudah agak terang, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslamiy radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
«وَكَانَ يَنْفَتِلُ مِنْ صَلاَةِ الغَدَاةِ حِينَ يَعْرِفُ الرَّجُلُ جَلِيسَهُ، وَيَقْرَأُ بِالسِّتِّينَ إِلَى المِائَةِ» [صحيح البخاري]
"Dan beliau selesai melaksanakan shalat Shubuh ketika seseorang dapat mengetahui siapa yang ada di sebelahnya, beliau membaca enam hingga seratus ayat." [Shahih Bukhari] 
Wallahu a’lam!



[1] Lihat biografi “’Ashim” dalam kitab: Sualaat Abi Daud kepada Ahmad hal.293, Ats-Tsiqat karya Al-‘Ijliy 2/5, Adh-Dhu’afaa’ karya Al-‘Uqailiy 3/336, Al-Jarh wa At-Ta’diil karya Ibnu Abi Hatim 6/340, Ats-Tsiqaat karya Ibnu Hibban 7/256, Ats-Tsiqaat karya Ibnu Syahin hal.220, Sualaat Al-Burqaniy kepada Ad-Daraquthniy hal.49, Tahdziibul Kamal karya Al-Mizziy 13/473, Miizaan Al-I’tidaal karya Adz-Dzahabiy 4/13, Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal.471.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...