بسم الله الرحمن الرحيم
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابٌ: قَدْرِ
كَمْ بَيْنَ السَّحُورِ وَصَلاَةِ الفَجْرِ
Bab: “Berapa jarak waktu antara sahur dan shalat
subuh”.
Dalam bab ini Imam Bukhari rahimahullah
meriwayatkan satu hadits dari Zayd bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata;
1821 - حَدَّثَنَا
مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ [الأزدي]، حَدَّثَنَا هِشَامٌ [الدَّسْتُوَائى]، حَدَّثَنَا
قَتَادَةُ
[بن دعامة السدوسي]، عَنْ أَنَسٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: «تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ
قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ»، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ؟
" قَالَ: «قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً»
1821 - Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim
[Al-Azdiy], telah menceritakan kepada kami Hisyam [Ad-Dastuwaiy], telah
menceritakan kepada kami Qatadah [bin Di’amah As-Sadusiy], dari Anas, dari Zaid
bin Tsabit radhiyallahu 'anhu berkata: "Kami pernah makan sahur
bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kemudian Beliau pergi untuk
melaksanakan shalat.
Aku (Anas) bertanya: "Berapa selang waktu antara
adzan dan sahur?".
Dia menjawab: "Sebanyak ukuran bacaan lima puluh
ayat".
1.
Biografi
Anas bin Malik.
Anas bin Malik bin An-Nadhr, Abu Hamzah Al-Anshariy
Al-Khazrajiy -radhiyallahu ‘anhu-.
Menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
di Madinah ketika berumur 10 tahun selama 10 tahun.
Beliau berumur panjang karena do’a Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, wafat tahun 92 atau 93 hijriyah dengan umur 103 tahun.
Beliau urutan ketiga dari 5 Sahabat yang terbanyak
meriwayatkan hadits, setelah Abu Hurairah (5374 hadits), kemudian Ibnu
Umar (2630 hadits), kemudian Anas (2286 hadits), kemudian Aisyah
(2210 hadits), kemudian Ibnu Abbas (1660 hadits), kemudian Jabir bin
Abdillah (1540 hadits).
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:
جَاءَتْ بِي
أُمِّي أُمُّ أَنَسٍ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَدْ
أَزَّرَتْنِي بِنِصْفِ خِمَارِهَا، وَرَدَّتْنِي بِنِصْفِهِ، فَقَالَتْ: يَا
رَسُولَ اللهِ، هَذَا أُنَيْسٌ ابْنِي، أَتَيْتُكَ بِهِ يَخْدُمُكَ فَادْعُ اللهَ
لَهُ، فَقَالَ: «اللهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ» قَالَ أَنَسٌ: فَوَاللهِ
إِنَّ مَالِي لَكَثِيرٌ، وَإِنَّ وَلَدِي وَوَلَدَ وَلَدِي لَيَتَعَادُّونَ عَلَى
نَحْوِ الْمِائَةِ، الْيَوْمَ [صحيح مسلم]
Pada suatu hari saya bersama ibuku datang kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ibuku menyarungkanku dengan
separuh kerudungnya dan separuhnya lagi untuk menyelendangi saya. Ibuku
berkata; 'Ya Rasulullah, inilah Unais (panggilan Anas ketika masih kecil),
putra saya. Saya ajak ia kemari agar menjadi pelayan engkau. OIeh karena itu,
doakanlah untuknya!
Kemudian Rasulullah berdoa untuk Anas; "Ya Allah,
perbanyaklah harta dan anaknya!"
Di kemudian hari Anas berkata; Demi Allah, harta saya
sekarang sungguh banyak sekali, anak dan cucu saya kini telah mencapai seratus
orang lebih." [Shahih Muslim]
Dalam riwayat lain:
قَدِمَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ لَيْسَ لَهُ
خَادِمٌ، فَأَخَذَ أَبُو طَلْحَةَ بِيَدِي، فَانْطَلَقَ بِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَنَسًا
غُلاَمٌ كَيِّسٌ فَلْيَخْدُمْكَ، قَالَ: «فَخَدَمْتُهُ فِي السَّفَرِ وَالحَضَرِ،
مَا قَالَ لِي لِشَيْءٍ صَنَعْتُهُ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا هَكَذَا؟ وَلاَ لِشَيْءٍ
لَمْ أَصْنَعْهُ لِمَ لَمْ تَصْنَعْ هَذَا هَكَذَا؟» [صحيح البخاري]
Saat tiba di Madinah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam tidak mempunyai pembantu lalu Abu Thalhah (Zayd bin Sahl
Al-Anshariy, sumai Ummu Sulaim ibu Anas) menggandeng tanganku untuk menemui
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu dia berkata: "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Anas ini adalah seorang anak yang cerdas dan
dia siap melayani Tuan".
Maka aku melayani Beliau baik saat bepergian maupun
muqim (tinggal), dan Beliau tidak pernah berkata kepadaku terhadap apa yang aku
lakukan,: "Kenapa kamu berbuat begini begitu" dan tidak pernah juga
mengatakan terhadap sesuatu yang tidak aku lakukan,: "Kenapa kamu tidak
berbuat begini begitu". [Shahih Bukhari]
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:
أَتَى عَلَيَّ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَا أَلْعَبُ مَعَ
الْغِلْمَانِ، قَالَ: فَسَلَّمَ عَلَيْنَا، فَبَعَثَنِي إِلَى حَاجَةٍ،
فَأَبْطَأْتُ عَلَى أُمِّي، فَلَمَّا جِئْتُ قَالَتْ: مَا حَبَسَكَ؟ قُلْتُ
بَعَثَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَاجَةٍ، قَالَتْ: مَا
حَاجَتُهُ؟ قُلْتُ: إِنَّهَا سِرٌّ، قَالَتْ: لَا تُحَدِّثَنَّ بِسِرِّ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدًا قَالَ أَنَسٌ: وَاللهِ لَوْ
حَدَّثْتُ بِهِ أَحَدًا لَحَدَّثْتُكَ يَا ثَابِتُ [صحيح مسلم]
Saya pernah didatangi oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam ketika saya sedang bermain dengan anak kecil yang lain.
Kemudian beliau mengucapkan salam kepada kami dan menyuruh saya untuk suatu
keperluan hingga saya terlambat pulang ke rumah. Sesampainya di rumah. ibu
bertanya kepada saya; 'Mengapa kamu terlambat pulang?
Maka saya pun menjawab; 'Tadi saya disuruh oleh
Rasulullah untuk suatu keperluan.'
Ibu saya terus bertanya; 'Keperluan apa? '
Saya menjawab; 'Itu rahasia.'
Ibu saya berkata; "Baiklah, Janganlah kamu
ceritakan rahasia Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada
siapapun."
Anas berkata; "Demi Allah, kalau saya boleh
menceritakan rahasia tersebut kepada seseorang, niscaya saya pun akan
menceritakannya pula kepadamu hai Tsabit!" [Shahih Muslim]
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:
أَنَّهُ كَانَ
ابْنَ عَشْرِ سِنِينَ، مَقْدَمَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
المَدِينَةَ، فَكَانَ أُمَّهَاتِي يُوَاظِبْنَنِي عَلَى خِدْمَةِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَدَمْتُهُ عَشْرَ سِنِينَ، وَتُوُفِّيَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا ابْنُ عِشْرِينَ سَنَةً [صحيح البخاري]
Saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
datang di Madinah, ia masih anak-anak usia sepuluh tahun. Ia mengkisahkan;
ibuku menyuruhku untuk berkhidmat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Maka aku pun berkhidmat untuk beliau selama sepuluh tahun, maka saat Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam wafat aku adalah pemuda yang telah berumur dua
puluh tahun. [Shahih Bukhari]
Lihat di sini: Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (11) Jika kalian melihat hilal
2.
Biografi
Zaid bin Tsabit.
Zayd bin Tsabit bin Adh-Dhak, Abu Sa’id Al-Anshariy
Al-Khazrajiy radhiyallahu ‘anhu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di
Madinah ketika Zayd bin Tsabit berumur 11 tahun.
Beliau wafat tahun 45 atau 48 hijriyah, dan ada yang
mengatakan bahwa beliau wafat setelah tahun 50 hijriyah.
Diantara keistimewaannya:
a) Menghafal Al-Qur'an di masa Rasulullah
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
" جَمَعَ القُرْآنَ عَلَى عَهْدِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعَةٌ، كُلُّهُمْ مِنَ
الأَنْصَارِ: أُبَيٌّ، وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ، وَأَبُو زَيْدٍ، وَزَيْدُ بْنُ
ثَابِتٍ " [صحيح البخاري ومسلم]
"Empat orang yang menghafal Al-Qur'an di masa
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, semuanya dari kaum Anshar: Ubay,
Mu'adz bin Jabal, Abu Zayd [bin As-Sakan, salah seorang paman Anas], dan Zayd bin Tsabit". [Sahih Bukhari
dan Muslim]
b)
Paling mengetahui
tentang fara'idh (ilmu tentang pembagian harta warisan)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«أَرْحَمُ أُمَّتِي بِأُمَّتِي أَبُو
بَكْرٍ، وَأَشَدُّهُمْ فِي أَمْرِ اللَّهِ عُمَرُ، وَأَصْدَقُهُمْ حَيَاءً
عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، وَأَعْلَمُهُمْ بِالحَلَالِ وَالحَرَامِ مُعَاذُ بْنُ
جَبَلٍ، وَأَفْرَضُهُمْ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ، وَأَقْرَؤُهُمْ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَمِينٌ وَأَمِينُ هَذِهِ الأُمَّةِ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ
الجَرَّاحِ» [سنن الترمذي: صححه الألباني]
"Diantara ummatku
yang paling belas kasih terhadap ummatku (yang lain) adalah Abu Bakr, sedangkan
yang paling tegas terhadap perintah Allah adalah Umar, yang paling pemalu
adalah Utsman, yang paling mengetahui halal haram adalah Mu'adz bin Jabal, dan yang paling mengetahui tentang fara'idh (ilmu tentang pembagian
harta waris) adalah Zaid bin Tsabit, serta yang paling bagus
bacaannya adalah Ubay bin Ka'ab, dan setiap ummat memiliki orang kepercayaan,
sedangkan orang kepercayaan ummat ini adalah Abu 'Ubaidah bin Jarrah."
[Sunan Tirmidziy: Sahih]
c)
Rasulullah memerintahkannya
untuk mempelajari Bahasa Yahudi.
Zaid bin Tsabit berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam memerintahkanku mempelajari bahasa orang-orang Yahudi untuk
beliau, beliau bersabda:
«إِنِّي
وَاللَّهِ مَا آمَنُ يَهُودَ عَلَى كِتَابٍ»
"Demi Allah, aku tidak percaya orang Yahudi atas
suratku."
Zaid berkata; "Tidak berlalu setengah bulan
hingga aku dapat menguasainya untuk beliau. Saat aku mengusainya, apabila
beliau hendak mengirim surat kepada orang-orang Yahudi, aku menulisnya kepada
mereka dan apabila mereka mengirim surat kepada beliau, maka aku membacakan
surat mereka untuk beliau."
Diriwayatkan melalui sanad lain dari Zaid bin Tsabit, ia
berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkanku
untuk mempelajari bahasa Suryani." [Sunan Tirmidziy: Shahih]
d)
Membukukan Al-Qur’an
di masa Abu Bakr dan Usman.
Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu berkata; Abu Bakr
mengirim utusan untuk memanggilku ketika terjadi korban perang Yamamah, dan
ternyata Umar bin Al Khaththab ada di sisinya. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu
berkata, "Sesungguhnya Umar mendatangiku dan berkata, 'Mayoritas korban
perang Yamamah adalah para penghafal Al-Qur`an. Dengan gugurnya mayoritas
penghafal Al Qur`an, maka aku khawatir sebagian besar Al Qur`an juga akan
hilang. Maka aku berpendapat, sebaiknya Anda segera memerintahkan guna
melakukan dokumentasi Al-Quran.'
Maka aku (Abu Bakr) pun bertanya kepada Umar,
'Bagaimana kamu akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? '
Umar menjawab, 'Perkara ini, demi Allah adalah ide
yang baik.'
Umar selalu membujukku hingga Allah memberikan
kelapangan dadaku, dan akhirnya aku sependapat dengan Umar."
Zaid berkata; Abu Bakar berkata, "Sesungguhnya
kamu adalah seorang pemuda yang cerdas, kami sama sekali tidak curiga sedikit
pun padamu. Dan sungguh, kamulah yang telah menulis wahyu untuk Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam. Karena itu, telusurilah Al Qur`an dan kumpulkanlah."
Zaid berkata, "Demi Allah, sekiranya mereka
memerintahkanku untuk memindahkan gunung, niscaya hal itu tidaklah lebih berat
daripada apa yang mereka perintahkan padaku, yakni dokumentasi Al-Quran."
Zaid bertanya, "Bagaimana kalian melakukan
sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam?"
Ia menjawab, "Demi Allah, itu adalah
kebaikan."
Abu Bakar terus membujukku, hinnga Allah pun
memberikan kelapangan dadaku, sebagaimana Abu Bakar dan Umar radhiyallahu
'anhuma. Maka aku pun mulai menelusuri Al Qur`an, mengumpulkannya dari
tulang-tulang, kulit-kulit dan dari hafalan para Qari`. Dan akhirnya aku pun
mendapatkan bagian akhir dari surat At-Taubah bersama Abu Khuzaimah Al Anshari,
yang aku tidak mendapatkannya pada seorang pun selainnya. Yakni ayat:
{لَقَدْ
جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ} [التوبة: 128]
'Sungguh, telah datang pada kalian seorang Rasul dari
kaum kalian sendiri, yang sangat berat olehnya kesulitan yang menimpa
kalian..'" hingga akhir surat Al Bara`ah.
Lembaran-lembaran Al Qur`an itu pun tetap tersimpan
pada Abu Bakr hingga Allah mewafatkannya. Kemudian beralih kepada Umar semasa
hidupnya, lalu berpindah lagi ke tangan Hafshah binti Umar radhiyallahu
'anhu. [Shahih Bukhari]
Anas bin Malik berkata; Hudzaifah bin Al-Yaman datang kepada
Utsman setelah sebelumnya memerangi Ahlus Syam yakni pada saat penaklukan
Armenia dan Azerbaijan bersama penduduk Irak. Dan ternyata perselisihan mereka
dalam Qira`ah mengejutkan Hudzaifah. Maka Hudzaifah pun berkata kepada Utsman, "Rangkullah
ummat ini sebelum mereka berselisih tentang Al Qur`an sebagaimana perselisihan
yang telah terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani."
Akhirnya, Utsman mengirim surat kepada Hafshah yang
berisikan, "Tolong, kirimkanlah lembaran Al-Quran kepada kami, agar kami
dapat segera menyalinnya ke dalam lembaran yang lain, lalu kami akan segera
mengembalikannya pada Anda."
Maka Hafshah pun mengirimkannya kepada Utsman. Lalu
Utsman memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id
bin Al Ash, dan Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, sehingga mereka pun
menyalinnya ke dalam lembaran shuhuf yang lain.
Utsman berkata kepada tiga orang Quraisy dari mereka,
"Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit terkait dengan Al Qur`an,
maka tulislah dengan bahasa Quraisy, sebab Al Qur`an turun dengan bahasa
mereka."
Kemudian mereka melaksanakan perintah itu hingga
penyalinan selesai dan Utsman pun mengembalikannya ke Hafshah. Setelah itu,
Utsman mengirimkan sejumlah Mushaf yang telah disalin ke berbagai penjuru
negeri kaum muslimin, dan memerintahkan untuk membakar lembaran Al Qur`an yang ada
selain Mushaf tersebut.
[Shahih Bukhari]
3.
Maksud
pertanyaan Anas: "Berapa antara adzan dan sahur?"
Adzan
yang dimaksud adalah iqamat, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain; Anas radhiyallahu
'anhu berkata:
«أَنَّ
نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ، تَسَحَّرَا
فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا، قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلاَةِ، فَصَلَّى»، قُلْنَا لِأَنَسٍ: كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا
مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلاَةِ؟ قَالَ: «قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ
خَمْسِينَ آيَةً» [صحيح البخاري]
Bahwasanya Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan Zayd bin Tsabir sahur bersama, kemudian setelah keduanya selesai sahur,
Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit menuju shalat, kemudian
beliau shalat.
Qatadah berkata: Kami bertanya kepada Anas: Berapa
lama jarak antara keduanya selesai sahur dan keduanya mulai shalat?
Anas menjawab: Sekitar apa yang dibaca seseorang
sebanyak lima puluh ayat. [Sahih Bukhari]
4.
Iqamat terkadang dinamai adzan.
Dari Abdullah
bin Mugaffal Al-Muzaniy radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu'alaihi
wa sallam bersabda:
«بَيْنَ
كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ» [صحيح
البخاري ومسلم]
"Diantara setiap
dua adzan itu ada shalat sunnah". [Sahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Do'a azan dan iqamah
5.
Jarak antara adzan dan iqamah
sekitar bacaan lima puluh atau enam puluh ayat atau kurang lebih 25 menit.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu;
أَنَّ زَيْدَ
بْنَ ثَابِتٍ، حَدَّثَهُ: " أَنَّهُمْ تَسَحَّرُوا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامُوا إِلَى الصَّلاَةِ، قُلْتُ: كَمْ
بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِينَ أَوْ سِتِّينَ "، يَعْنِي آيَةً [صحيح البخاري]
Bahwa Zaid bin Tsabit telah menceritakan kepadanya,
bahwa mereka pernah sahur bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
kemudian mereka berdiri untuk melaksanakan shalat."
Aku bertanya, "Berapa jarak antara sahur dengan
shalat subuh?"
Dia menjawab, "Antara lima puluh hingga enam
puluh ayat." [Shahih Bukhari]
6.
Hadits ini
menunjukkan anjuran mengakhirkan sahur.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda -ketika sahur-:
«يَا أَنَسُ إِنِّي أُرِيدُ
الصِّيَامَ، أَطْعِمْنِي شَيْئًا»
"Wahai Anas, aku ingin berpuasa,
berilah sedikit makanan."
Lalu aku datang dengan membawa kurma dan
wadah yang berisi air -yaitu setelah Bilal adzan-.
Lalu beliau bersabda:
«يَا أَنَسُ، انْظُرْ رَجُلًا يَأْكُلْ
مَعِي»
"Wahai Anas, lihatlah seorang yang
-mau- makan bersamaku."
Maka aku memanggil Zaid bin Tsabit, lalu ia
datang dan berkata; "Aku sudah minum seteguk minuman yang terbuat dari
tepung (sawiiq) dan aku ingin berpuasa."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
«وَأَنَا أُرِيدُ الصِّيَامَ»
"Aku juga ingin berpuasa."
Lalu beliau sahur bersamanya, kemudian
berdiri lalu shalat sunnah dua rakaat, kemudian keluar untuk melaksanakan
shalat subuh." [Sunan An-Nasa’iy: Shahih]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّا مَعْشَرَ
الْأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا بِتَعْجِيلِ فِطْرِنا، وَتَأْخِيرِ سُحُورِنا، وَوَضَعِ
أيمَانِنَا عَلَى شمائِلِنا فِي الصَّلَاةِ» [المعجم
الكبير للطبراني: صحيح]
“Sesungguhnya kami para Nabi diperintahkan
untuk menyegerakan waktu berbuka kami, mengakhirkan sahur kami, dan meletakkan
tangan kanan kami di atas tangan kiri ketika shalat”. [Al-Mu’jam Al-Kabiir
karya Ath-Thabaraniy: Sahih]
7.
Ada riwayat
yang menunjukkan bahwa Nabi sahur sampai langit terang.
Zirr -rahimahullah- berkata; Kami bertanya
kepada Hudzaifah radhiyallahu 'anhu, "Pada saat apakah engkau makan sahur bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?
Ia menjawab:
«هُوَ
النَّهَارُ إِلَّا أَنَّ الشَّمْسَ لَمْ تَطْلُعْ»
"Yaitu di waktu siang, hanya saja matahari belum
terbit." [Sunan An-Nasa’iy]
Ulama berbeda pendapat memahami hadits ini:
a.
Ada yang memahaminya
secara dzahir bahwa boleh makan sekalipun waktu fajar shadiq sudah masuk.
عن عَاصِم بْن
بَهْدَلَةَ، عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ قَالَ: تَسَحَّرْتُ ثُمَّ انْطَلَقْتُ إِلَى
الْمَسْجِدِ، فَمَرَرْتُ بِمَنْزِلِ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ فَدَخَلْتُ
عَلَيْهِ، فَأَمَرَ بِلَقْحَةٍ فَحُلِبَتْ، وَبِقِدْرٍ فَسُخِّنَتْ، ثُمَّ قَالَ:
" ادْنُ فَكُلْ "، فَقُلْتُ: إِنِّي أُرِيدُ الصَّوْمَ، فَقَالَ: "
وَأَنَا أُرِيدُ الصَّوْمَ "، فَأَكَلْنَا وَشَرِبْنَا، ثُمَّ أَتَيْنَا
الْمَسْجِدَ، فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، ثُمَّ قَالَ حُذَيْفَةُ: " هَكَذَا
فَعَلَ بِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "، قُلْتُ:
أَبَعْدَ الصُّبْحِ؟ قَالَ: " نَعَمْ، هُوَ الصُّبْحُ غَيْرَ أَنْ لَمْ
تَطْلُعِ الشَّمْسُ " [مسند أحمد]
'Ashim bin Bahdalah dari Zirr bin Hubaisy berkata; Aku makan
sahur kemudian aku pergi ke masjid, aku melewati rumah Hudzaifah bin Al Yaman,
aku masuk kemudian ia meminta unta perahan, kemudian dimasak dalam tungku. Ia
Hudzaifah bin Al Yaman berkata; Mendekatlah lalu makanlah. Aku Zirr berkata;
Aku mau puasa. Ia Hudzaifah bin Al Yaman berkata; Aku juga mau puasa. Lalu kami
pun makan dan minum, setelah itu kami pergi ke masjid, shalat pun diiqamati
kemudian Hudzaifah bin Al Yaman berkata; Seperti itulah yang Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa salam lakukan bersamaku.
Aku Zirr berkata; Setelah Subuh?
Hudzaifah bin Al Yaman berkata; Ya, itulah Subuh hanya
saja matahari belum terbit. [Musnad Ahmad]
b.
Hadits ini sudah
dinasakh dengan ayat puasa yang menunjukkan bahwa batas akhir makan dan minum
sampai terbit fajar.
c.
Hadits ini hanya
bersifat mubalagah yang menunjukkan begitu dekatnya waktu sahur dengan shalat
subuh.
d.
Maksud kata “siang”
di sini adalah fajar shadiq.
e.
Hadits ini lemah secara marfuu’ dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, karena perawi ‘Ashim bin Bahdalah[1]
seorang yang shaduuq (periwayatan haditsnya hasan) tapi terkadang melakukan
kekeliruan, dan apa yang ia riwayatkan ini menyelisihi riwayat yang lebih kuat
yang menjadikan hadits ini hanya mauquuf dari Hudzifah. Hadits ini juga menyalahi
hadits yang lebih shahih.
8. Anjuran makan sahur bersama.
Dari Wahsyiy bin Harb radhiyallahu 'anhu;
Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: Ya Rasulullah
kenapa kami makan tapi tidak bisa kenyang?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata:
«فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ؟»
"Mungking kalian
makan sendiri-sendiri".
Sahabat menjawab: Betul.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ،
وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ [سنن أبي داود: حسن]
"Kumpulkanlah makanan
kalian (makan bersama) dan sebutlah nama Allah ketika makan maka kalian akan
diberkahi pada makanan tersebut". [Sunan Abu Daud: Hadits hasan]
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«طَعَامُ الْوَاحِدِ يَكْفِي
الِاثْنَيْنِ، وَطَعَامُ الِاثْنَيْنِ يَكْفِي الْأَرْبَعَةَ، وَطَعَامُ
الْأَرْبَعَةِ يَكْفِي الثَّمَانِيَةَ» [صحيح مسلم]
"Makanan untuk satu orang cukup untuk dua orang,
dan makanan untuk dua orang cukup untuk empat orang, dan makan empat orang
cukup untuk delapan orang". [Sahih Muslim]
9.
Sifat
dermawan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata;
«كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْرِ،
وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ، حَتَّى
يَنْسَلِخَ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
القُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ أَجْوَدَ
بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ»
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
manusia yang paling dermawan dengan kebaikan, dan beliau lebih dermawan lagi
pada bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril, dan Jibril ‘alaihissalam
menemuinya setiap malam di bulan Ramadhan sampai berlalu, Jibril membacakan
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Al-Qur’an. Maka jika Jibril 'alaihissalam
menemuinya, sungguh beliau sangat dermawan dengan kebaikan seperti angin yang
berhembus”. [Shahih Bukhari]
10. Boleh makan dua kali untuk memuliakan seseorang.
'Abdurrahman bin Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma berkata:
إِنَّ أَبَا بَكْرٍ تَعَشَّى عِنْدَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ لَبِثَ حَيْثُ صُلِّيَتِ
العِشَاءُ، ثُمَّ رَجَعَ، فَلَبِثَ حَتَّى تَعَشَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَ بَعْدَ مَا مَضَى مِنَ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ،
قَالَتْ لَهُ امْرَأَتُهُ: وَمَا حَبَسَكَ عَنْ أَضْيَافِكَ - أَوْ قَالَتْ:
ضَيْفِكَ - قَالَ: أَوَمَا عَشَّيْتِيهِمْ؟ قَالَتْ: أَبَوْا حَتَّى تَجِيءَ، قَدْ
عُرِضُوا فَأَبَوْا، قَالَ: فَذَهَبْتُ أَنَا فَاخْتَبَأْتُ، فَقَالَ يَا غُنْثَرُ
فَجَدَّعَ وَسَبَّ، وَقَالَ: كُلُوا لاَ هَنِيئًا، فَقَالَ: وَاللَّهِ لاَ
أَطْعَمُهُ أَبَدًا، وَايْمُ اللَّهِ، مَا كُنَّا نَأْخُذُ مِنْ لُقْمَةٍ إِلَّا
رَبَا مِنْ أَسْفَلِهَا أَكْثَرُ مِنْهَا - قَالَ: يَعْنِي حَتَّى شَبِعُوا -
وَصَارَتْ أَكْثَرَ مِمَّا كَانَتْ قَبْلَ ذَلِكَ، فَنَظَرَ إِلَيْهَا أَبُو
بَكْرٍ فَإِذَا هِيَ كَمَا هِيَ أَوْ أَكْثَرُ مِنْهَا، فَقَالَ لِامْرَأَتِهِ:
يَا أُخْتَ بَنِي فِرَاسٍ مَا هَذَا؟ قَالَتْ: لاَ وَقُرَّةِ عَيْنِي، لَهِيَ
الآنَ أَكْثَرُ مِنْهَا قَبْلَ ذَلِكَ بِثَلاَثِ مَرَّاتٍ، فَأَكَلَ مِنْهَا أَبُو
بَكْرٍ، وَقَالَ: إِنَّمَا كَانَ ذَلِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ - يَعْنِي يَمِينَهُ -
ثُمَّ أَكَلَ مِنْهَا لُقْمَةً، ثُمَّ حَمَلَهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَصْبَحَتْ عِنْدَهُ، وَكَانَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمٍ
عَقْدٌ، فَمَضَى الأَجَلُ، فَفَرَّقَنَا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا، مَعَ كُلِّ رَجُلٍ
مِنْهُمْ أُنَاسٌ، اللَّهُ أَعْلَمُ كَمْ مَعَ كُلِّ رَجُلٍ، فَأَكَلُوا مِنْهَا
أَجْمَعُونَ
"Saat
itu Abu Bakar makan malam di sisi Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-
hingga waktu isya, dan ia tetap di sana hingga shalat dilaksanakan. Ketika Abu
Bakar pulang di waktu yang sudah malam isterinya (ibuku) berkata, "Apa
yang menghalangimu untuk menjamu tamu-tamumu?"
Abu
Bakar balik bertanya, "Kenapa tidak engkau jamu mereka?"
Isterinya
menjawab, "Mereka enggan untuk makan hingga engkau kembali, padahal mereka
sudah ditawari."
'Abdurrahman berkata, "Kemudian aku
pergi dan bersembunyi."
Abu
Bakar lantas berkata, "Wahai Ghuntsar (kalimat celaan)!"
Abu
Bakar terus saja marah dan mencela (aku). Kemudian ia berkata (kepada
tamu-tamunya), "Makanlah kalian semua."
Kemudian
tamunya mengatakan, "Selamanya kami tidak akan makan (sampai engkau
datang). Demi Allah, tidaklah kami ambil satu suap kecuali makanan tersebut
justru bertambah semakin banyak dari yang semula."
'Abdurrahman berkata, "Mereka kenyang
semua, dan makanan tersebut menjadi tiga kali lebih banyak dari yang semula.
Abu Bakar memandangi makanan tersebut tetap utuh bahkan lebih banyak lagi.
Kemudian ia berkata kepada isterinya, "Wahai saudara perempuan Bani Firas,
bagaimana ini?"
Isterinya
menjawab, "Tak masalah, bahkan itu suatu kebahagiaan, ia bertambah tiga
kali lipatnya."
Abu
Bakar kemudian memakannya seraya berkata, "Itu pasti dari setan -yakni
sumpah yang ia ucapkan-."
Kemudian
ia memakan satu suap lantas membawanya ke hadapan Nabi -shallallahu 'alaihi
wasallam-. Waktu itu antara kami mempunyai perjanjian dengan suatu kaum dan
masanya pun telah habis. Kemudian kami membagi orang-orang menjadi dua belas
orang, dan setiap dari mereka diikuti oleh beberapa orang -dan Allah yang lebih
tahu berapa jumlah mereka-. Kemudian mereka menyantap makanan tersebut hingga
kenyang." [Shahih Bukhari no.567]
Lihat:
Makan sampai kenyang.
11. Anjuran memenuhi undangan makan.
Dari Abu Hurairah; Rasulullah bersabda:
"
حَقُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِمِ خَمْسٌ: رَدُّ السَّلاَمِ، وَعِيَادَةُ
المَرِيضِ، وَاتِّبَاعُ الجَنَائِزِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيتُ
العَاطِسِ " [صحيح البخاري ومسلم]
"Hak
muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit,
mengiringi jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan orang yang bersin".
[Shahih Bukhari dan Muslim]
Dari Abu Hurairah; Rasulullah bersabda:
«لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَاعٍ
لَأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِيَ إِلَيَّ كُرَاعٌ لَقَبِلْتُ» [صحيح البخاري]
"Seandainya
aku diundang untuk jamuan makan sebesar satu paha depan (kambing) atau satu
paha belakangnya, pasti aku penuhi dan seandainya aku diberi hadiah makanan
satu paha depan (kambing) atau satu paha belakang pasti aku terima".
[Shahih Bukhari]
12. Hadits ini menunjukkan anjuran mempercepat pelaksanaan shalat subuh.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata:
«وَالصُّبْحَ
كَانُوا - أَوْ كَانَ - النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيهَا
بِغَلَسٍ» [صحيح البخاري]
"Sementara untuk shalat Subuh, mereka (para sahabat) atau
Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- melaksanakannya saat masih gelap".
[Shahih Bukhari]
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
«كُنَّ نِسَاءُ المُؤْمِنَاتِ
يَشْهَدْنَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةَ
الفَجْرِ مُتَلَفِّعَاتٍ بِمُرُوطِهِنَّ، ثُمَّ يَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوتِهِنَّ
حِينَ يَقْضِينَ الصَّلاَةَ، لاَ يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الغَلَسِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Kami, wanita-wanita
Mukminat, pernah ikut shalat fajar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dengan menutup wajahnya dengan kerudung, kemudian kembali ke rumah
mereka masing-masing setelah selesai shalat tanpa diketahui oleh seorangpun
karena hari masih gelap." [Sahih Bukhari dan Muslim]
·
Sebagian ulama berpendapat bahwa dianjurkan
mengakhirkan shalat Subuh sampai langit sedikit terang.
Dalilnya hadits Rafi’ bin Khadiij radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«أَسْفِرُوا
بِالفَجْرِ، فَإِنَّهُ أَعْظَمُ لِلأَجْرِ»
"Shalatlah subuh ketika agak terang (isfaar),
karena itu lebih banyak pahalanya." [Sunan Tirmidziy: Shahih]
Akan tetapi makna yang benar dari hadits ini adalah
anjuran untuk meyakinkan masuknya waktu fajar sebelum melakukan shalat subuh.
Imam Tirmidziy -rahimahullah- setelah
meriwayatkan hadits tersebut, beliau mengatakan:
وقَالَ
الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ مَعْنَى الْإِسْفَارِ أَنْ يَضِحَ الْفَجْرُ
فَلَا يُشَكَّ فِيهِ وَلَمْ يَرَوْا أَنَّ مَعْنَى الْإِسْفَارِ تَأْخِيرُ
الصَّلَاةِ
"Imam Asy-Syafi'iy, Ahmad, dan Ishaq (bin
Rahawaih) mengatakan bahwa makna "Al-Isfaar" (terangnya
langit) adalah adanya cahaya fajar nampak sangat jelas hingga tidak ada
keraguan padanya, dan mereka (para imam tersebut) tidak berpendapat bahwa makna
"al-isfaar" adalah mengakhirkan shalat subuh."
Pendapat lain bahwa maksud hadits ini adalah anjuran
memanjangkan bacaan shalat subuh hingga ketika selesai shalat langit sudah agak
terang, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslamiy radhiyallahu
'anhu, ia berkata:
«وَكَانَ
يَنْفَتِلُ مِنْ صَلاَةِ الغَدَاةِ حِينَ يَعْرِفُ الرَّجُلُ جَلِيسَهُ،
وَيَقْرَأُ بِالسِّتِّينَ إِلَى المِائَةِ» [صحيح البخاري]
"Dan beliau selesai melaksanakan shalat Shubuh
ketika seseorang dapat mengetahui siapa yang ada di sebelahnya, beliau membaca
enam hingga seratus ayat." [Shahih Bukhari]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (18) Mengakhirkan santap sahur
[1]
Lihat biografi “’Ashim” dalam kitab: Sualaat Abi
Daud kepada Ahmad hal.293, Ats-Tsiqat karya Al-‘Ijliy 2/5, Adh-Dhu’afaa’ karya
Al-‘Uqailiy 3/336, Al-Jarh wa At-Ta’diil karya Ibnu Abi Hatim 6/340,
Ats-Tsiqaat karya Ibnu Hibban 7/256, Ats-Tsiqaat karya Ibnu Syahin hal.220,
Sualaat Al-Burqaniy kepada Ad-Daraquthniy hal.49, Tahdziibul Kamal karya
Al-Mizziy 13/473, Miizaan Al-I’tidaal karya Adz-Dzahabiy 4/13, Taqriib
At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal.471.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...