Rabu, 13 November 2019

Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (34) Jika seseorang berpuasa beberapa hari di bulan Ramadhan kemudian bepergian jauh

بسم الله الرحمن الرحيم
A.    Penjelasan pertama.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ إِذَا صَامَ أَيَّامًا مِنْ رَمَضَانَ ثُمَّ سَافَرَ
“Bab: Jika seseorang berpuasa beberapa hari di bulan Ramadhan kemudian bepergian jauh”
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan hukum berpuasa ketika bepergian jauh secara umum, sedangkan pada bab ini imam Bukhari ingin menjelaskan secara khusus hukum ketika seseorang telah berpuasa beberapa hari di bulan Ramadhan kemudian ia berpargian jauh, apakah ia boleh tidak puasanya?
Bab ini sepertinya isyarat untuk membantah pendapat yang tidak membolehkan, seperti Abu Mijlaz Lahiq bin Humaid As-Sadusiy Al-Bashriy Al-A’war (w.106 atau 109 H) -rahimahullah-:
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur -rahimahullah- dalam kitab “At-Tafsir” 2/695 no.274, ia berkata:
نا مُعْتَمر بن سليمان، عن أَبِيهِ، عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ، قَالَ: إِذَا حَضَرَ شَهْرُ رَمَضَانَ فَلَا يُسَافِرَنَّ فِيهِ أَحَدٌ، فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ فَاعِلًا، فَلْيَصُمْ إِذَا سافر.
Mu’tamir bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, dari bapaknya, dari Abu Mijlaz, ia berkata: “Jika tiba bulan Ramadhan maka janganlah seseorang bepergian jauh (musafir), dan jika ia harus melakukannya maka hendaklah ia berpuasa jika bepergian jauh”.
Dalam bab ini, imam Bukhari -rahimahullah- menyebutkan dua hadits sebagai dalil yang membolehkan seseorang bepergian jauh di bulan Ramadhan dan boleh berpuasa atau tidak berpuasa.
Pertama: Hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
1842 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ [التنيسي]، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ [الهُذَلِيُّ]، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «خَرَجَ إِلَى مَكَّةَ فِي رَمَضَانَ، فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ الكَدِيدَ، أَفْطَرَ»، فَأَفْطَرَ النَّاسُ
1842 - Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf [At-Tinnisiy], telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihab, dari 'Ubaidullah bin 'Abdullah bin 'Utbah [Al-Hudzaliy], dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi menuju Makkah dalam bulan Ramadhan dan Beliau berpuasa. Ketika sampai di daerah Kadid (90 km dari Mekah), Beliau berbuka yang kemudian orang-orang turut pula berbuka.
Abu Abdillah (imam Bukhari) berkata:
قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: " وَالكَدِيدُ: مَاءٌ بَيْنَ عُسْفَانَ وَقُدَيْدٍ "
"Kadid adalah tempat mata air yang terletak antara 'Usfan (80 km dari Mekkah) dan Qudaid (120 km dari Mekkah)".
Hadits ini akan diriwayatkan kembali oleh Imam Bukhari dalam kitab Ash-Shaum bab (37) “Orang yang berbuka puasa dalam perjalanan jauh agar dilihat oleh orang lain”.
1)      Biografi Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
2)      Boleh bepergian jauh di bulan Ramadhan.
Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu berkata:
" غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزْوَتَيْنِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ: يَوْمَ بَدْرٍ، وَيَوْمَ الْفَتْحِ، فَأَفْطَرْنَا فِيهِمَا " [مسند أحمد: حديث قوي]
"Kami berperang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebanyak dua kali pada bulan Ramadhan, yaitu perang Badar dan penaklukan kota Makkah, kemudian kami berbuka (tidak berpuasa) pada perang tersebut." [Musnad Ahmad: Hadits ini kuat]
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
«إِنَّ أَهْلَ بَدْرٍ كَانُوا ثَلاثَ مِائَةٍ وَثَلاثَةَ عَشَرَ رَجُلًا، وَكَانَ الْمُهَاجِرُونَ سِتَّةً وَسَبْعِينَ، وَكَانَ هَزِيمَةُ أَهْلِ بَدْرٍ لِسَبْعَ عَشْرَةَ مَضَيْنَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ» [مسند أحمد: سنده ضعيف]
"Sesungguhnya Ahlu (prajurit) Badar berjumlah tiga ratus tiga belas orang, kaum Muhajirin sebanyak tujuh puluh enam orang. Dan perang Badar terjadi pada hari Jum'at tanggal tujuh belas bulan Ramadhan (tahun 2 hijriyah)." [Musnad Ahmad: Sanadnya lemah]
3)      Saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta pasukannya dalam perjalanan untuk pembebasan (fathu) kota Mekah pada tahun 8 Hijriyah.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ فِي رَمَضَانَ مِنَ المَدِينَةِ وَمَعَهُ عَشَرَةُ آلاَفٍ، وَذَلِكَ عَلَى رَأْسِ ثَمَانِ سِنِينَ وَنِصْفٍ مِنْ مَقْدَمِهِ المَدِينَةَ، فَسَارَ هُوَ وَمَنْ مَعَهُ مِنَ المُسْلِمِينَ إِلَى مَكَّةَ، يَصُومُ وَيَصُومُونَ، حَتَّى بَلَغَ الكَدِيدَ، وَهُوَ مَاءٌ بَيْنَ عُسْفَانَ، وَقُدَيْدٍ أَفْطَرَ وَأَفْطَرُوا» [صحيح البخاري ومسلم]
“Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah berangkat di bulan Ramadhan dari Madinah bersama sepuluh ribu sahabatnya, itu terjadi tahun kedelapan setengah semenjak tiba beliau di Madinah. Beliau dan kaum muslimin yang bersamanya berangkat ke Makkah berpuasa dan para sahabat juga turut berpuasa, hingga ketika beliau sampai di Kadid yaitu sebuah sumber mata air antara 'Usfan dan Qudaid beliau membatalkan puasanya dan para sahabat juga turut membatalkan puasanya”. [Shahih Bukhari dan Muslim]
4)      Boleh tidak berpuasa di bulan Ramadhan bagi yang sedang bepergian jauh.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِرَجُلٍ فِي ظِلِّ شَجَرَةٍ يُرَشُّ عَلَيْهِ الْمَاءُ، قَالَ: «مَا بَالُ صَاحِبِكُمْ هَذَا؟» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ صَائِمٌ، قَالَ: «إِنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ أَنْ تَصُومُوا فِي السَّفَرِ، وَعَلَيْكُمْ بِرُخْصَةِ اللَّهِ الَّتِي رَخَّصَ لَكُمْ فَاقْبَلُوهَا» [سنن النسائي: صحيح]
Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melewati seseorang yang berada di bawah naungan pohon, dirinya disiram air, beliau bertanya: "Apa yang telah terjadi pada teman kalian ini?!"
Mereka menjawab; "Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia sedang berpuasa."
Beliau bersabda: "Bukan termasuk kebajikan jika kalian berpuasa dalam perjalanan dan hendaklah kalian mengambil keringanan yang Allah berikan kepada kalian, terimalah keringanan tersebut." [Sunan An-Nasa’iy: Shahih]
5)      Kasih sayang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya.
Dalam riwayat lain:
فَقِيلَ لَهُ: إِنَّ النَّاسَ قَدْ شَقَّ عَلَيْهِمِ الصِّيَامُ، وَإِنَّمَا يَنْظُرُونَ فِيمَا فَعَلْتَ، فَدَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ بَعْدَ الْعَصْرِ [صحيح مسلم]
Lalu dikatakan kepada beliau; "Sebenarnya orang-orang merasa berat untuk melaksanakan puasa, tapi berhubung mereka melihat Tuan melaksanakannya maka merekapun berpuasa."
Akhirnya beliau meminta segayung air setelah shalat 'Ashar. [Shahih Muslim]
6)      Keringanan syari’at Islam khususnya dalam masalah puasa.
7)      Kapan dibolehkan berbuka bagi orang yang bepergian jauh di bulan Ramadhan?
Jika ia berangkat sebelum fajar maka ia boleh tidak berpuasa pada hari itu. Adapun jika ia berangkat setelah fajar terbit maka ulama berselisih pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Ia wajib berpuasa pada hari itu.
Ini adalah pendapat jumhur ulama, dengan alasan bahwa ibadah puasa hukumnya berbeda saat bepergian jauh atau tidak (muqim), maka ketika bercampur antara bepergian jauh dan tidak maka hukum muqim lebih kuat sehingga ia harus berpuasa pada hari itu.
Pendapat kedua: Ia boleh tidak berpuasa pada hari itu.
Ini adalah pendapat yang paling kuat, dengan dalil:
a.       Keumuman firman Allah:
{فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} [البقرة: 185]
Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu (Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan jauh (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) pada hari-hari yang lain. [Al-Baqarah:185]
b.       Hadits Ibnu ‘Abbas dalam bab ini, demikian pula hadits Jabir bin Abdillah di atas yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan Madinah dalam keadaan berpuasa kemudian beliau membatalkan puasanya di tengah perjalanan.
Muhammad bin Ka'ab -rahimahullah- berkata;
أَتَيْتُ أَنَسَ بْنِ مَالِكٍ فِي رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ سَفَرًا، وَقَدْ رُحِلَتْ لَهُ رَاحِلَتُهُ، وَلَبِسَ ثِيَابَ السَّفَرِ، فَدَعَا بِطَعَامٍ فَأَكَلَ، فَقُلْتُ لَهُ: سُنَّةٌ؟ قَالَ: «سُنَّةٌ» ثُمَّ رَكِبَ
"Saya menemui Anas bin Malik pada bulan Ramadhan, ketika itu hendak melakukan perjalanan, dia telah mempersiapkan kendaraannya. Dia mengenakan pakaian khusus kemudian meminta dihidangkan makanan lalu beliau memakannya."
Aku bertanya: "Apakah ini sunnah?"
Dia menjawab: "Sunnah."
Kemudian dia menaiki kendaraannya. [Sunan Tirmidziy: Shahih]
Ø  Ja'far bin Jabr -rahimahullah- berkata;
كُنْتُ مَعَ أَبِي بَصْرَةَ الْغِفَارِيِّ صَاحِبِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفِينَةٍ مِنَ الْفُسْطَاطِ فِي رَمَضَانَ، فَرُفِعَ ثُمَّ قُرِّبَ غَدَاهُ، فَلَمْ يُجَاوِزِ الْبُيُوتَ حَتَّى دَعَا بِالسُّفْرَةِ، قَالَ: اقْتَرِبْ قُلْتُ: أَلَسْتَ تَرَى الْبُيُوتَ؟!، قَالَ أَبُو بَصْرَةَ: «أَتَرْغَبُ عَنْ سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟» فَأَكَلَ
Aku pernah bersama Abu Bashrah Al-Ghifariy seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah kapal dari Al-Fusthath pada bulan Ramadhan, kemudian dihidangkan makan siangnya. Ia belum melewati rumah-rumah hingga ia meminta sufrah (makanan musafir). Ia berkata; Mendekatlah!
Aku katakan; Bukankah engkau masih melihat rumah-rumah tersebut (belum meninggalkan pemukiman)?
Abu Bashrah mengatakan; “Apakah engkau membenci sunah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?”
Kemudian ia memakannya. [Sunan Abi Daud: Shahih]
8)      Hadits ini adalah hadits “mursal sahabiy”.
Karena Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma tidak ikut dalam perjalanan ini, saat itu ia tinggal bersama kedua orang tuanya di Mekah. [Fathul Bari karya Ibnu Hajar 4/212]
Mursal Sahabiy” adalah hujjah (bisa dijadikan dalil) karena yang menyampaikan hadits tersebut kepada sahabat adalah kemungkinan Nabi shallallahu 'alaih wasallam sendiri, atau sahabat lain yang menyaksikan kejadian tersebut.
B.     Penjelasan kedua.
Hadits kedua: Hadits Abu Ad-Dardaa’ radhiyallahu ‘anhu.
Dalam nuskhah lain kitab Shahih Bukhari, hadits ini disebutkan dalam satu bab tersendiri bab (35) tanpa judul.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
1843 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ [التنيسي]، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ [بنِ وَاقِدٍ الحَضْرَمِيُّ]، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ [الأزدي]، أَنَّ إِسْمَاعِيلَ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ [بن أبى المهاجر]، حَدَّثَهُ عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ [الصغرى، هجيمة أو جهيمة بنت حيي]، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: «خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ فِي يَوْمٍ حَارٍّ حَتَّى يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الحَرِّ، وَمَا فِينَا صَائِمٌ إِلَّا مَا كَانَ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَابْنِ رَوَاحَةَ»
1843 - Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf [At-Tinisiy], telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamzah [bin Waqid Al-Hadhramiy], dari 'Abdurrahman bin Yazid bin Jabir [Al-Azdiy], bahwa Isma'il bin 'Ubaidullah [bin Abi Al-Muhajir] menceritakan kepada kami dari Ummu Ad-Darda' [Ash-Shugraa, Hujaimah atau Juhaimah binti Huyaiy], dari Abu Ad-Darda' radhiyallahu 'anhu berkata; Kami pernah bepergian bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada sebagian perjalanan Beliau pada hari yang sangat panas sehingga ada seseorang yang meletakkan tangannya di atas kepalanya karena amat panasnya dan tidak ada diantara kami yang berpuasa kecuali Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan Ibnu Rawahah.
Penjelasan singkat hadits ini:
1.      Biografi Abu Ad-Dardaa’ radhiyallahu ‘anhu.
Namanya: ‘Uwaimir bin Zayd Al-Anshariy Al-Khazrajiy. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah ‘Amir sedangkan ‘Uwaimir adalah gelarnya.
Beliau memeluk Islam beberapa saat setelah perang Badr. Wafat tahun 32 hijriyah.
Diantara keistimewaannya:
Beliau salah seorang sahabat yang menghafal seluruh Al-Qur’an di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
" مَاتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَجْمَعِ القُرْآنَ غَيْرُ أَرْبَعَةٍ: أَبُو الدَّرْدَاءِ، وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ، وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ، وَأَبُو زَيْدٍ " قَالَ: «وَنَحْنُ وَرِثْنَاهُ» [صحيح البخاري]
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam wafat, dan belum ada yang mengumpulkan Al Qur`an (menghafal seluruhnya) kecuali empat orang: yaitu Abu Ad-Darda`, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, dan Abu Zaid (salah seorang paman Anas). Dan kami akan mewarisinya (dari mereka). [Shahih Bukhari]
2.      Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa saat bepergian jauh di bulan Ramadhan.
Dalam riwayat lain:
«خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ، حَتَّى إِنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ، وَمَا فِينَا صَائِمٌ، إِلَّا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ» [صحيح مسلم]
"Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan saat terik matahari begitu menyengat hingga salah seorang dari kami meletakkan tangannya di atas kepala. Di antara kami tidak ada yang berpuasa kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Abdullah bin Rawahah." [Shahih Muslim]
3.      Kekuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berpuasa.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«قَدْ عَلِمْتُمْ أَنِّي أَتْقَاكُمْ لِلَّهِ وَأَصْدَقُكُمْ وَأَبَرُّكُمْ» [صحيح البخاري ومسلم]
“Kalian tahu bahwa aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah diantara kalian, paling jujur, dan paling baik”. [Shahih Bukhari dan Muslim]
4.      Keistimewaan Abdullah bin Rawahah yang kuat berpuasa.
Nama lengkapnya: Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah Al-Khazrajiy Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu.
Beliau menghadiri semua peperangan bersama Nabi kecuali Fathu Makkah dan peperangan setelahnya, karena beliau mati syahid pada perang Mu’tah pada bulan Jumadil Ula tahun 8 hijriyah.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyampaiklan khothbah lalu bersabda:
«أَخَذَ الرَّايَةَ زَيْدٌ فَأُصِيبَ، ثُمَّ أَخَذَهَا جَعْفَرٌ فَأُصِيبَ، ثُمَّ أَخَذَهَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ فَأُصِيبَ، ثُمَّ أَخَذَهَا خَالِدُ بْنُ الوَلِيدِ عَنْ غَيْرِ إِمْرَةٍ فَفُتِحَ لَهُ»، وَقَالَ: «مَا يَسُرُّنَا أَنَّهُمْ عِنْدَنَا» أَوْ قَالَ: «مَا يَسُرُّهُمْ أَنَّهُمْ عِنْدَنَا» وَعَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ
"Zaid (bin Haritsah) memegang bendera perang lalu dia gugur, kemudian bendera itu dipegang oleh Ja'far (bin Abi Thalib) lalu dia pun gugur, kemudian bendera itu dipegang oleh 'Abdullah bin Rawahah namun diapun gugur pula. Akhirnya bendera itu diambil oleh Khalid bin Al-Walid padahal sebelumnya dia tidak ditunjuk. Maka lewat dialah kemenangan dapat diraih”.
Nabi bersabda: "Kita tidak gembira jika mereka ada bersama kita (karena kenikmatan yang telah mereka peroleh dengan mati syahid)". Atau beliau besabda: "Mereka tidak gembira jika mereka ada bersama kita”.
Dan kedua mata beliau berlinang air mata. [Shahih Bukhari]
5.      Boleh bepergian jauh saat cuaca sangat panas.
Tapi sebaiknya bepergian jauh di pagi hari, sore hari, atau malam hari.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«اسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ»
“Minta tolonglah dengan bepergian jauh pada waktu “Al-Ghadwah” (berangkat di awal pagi) dan “Ar-Rauhah” (berangkat sore hari) dan sebagian di waktu “Ad-Duljah” (berangkat di waktu malam) ". [Shahih Bukhari]
Ø  Anas radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam bersabda:
«عَلَيْكُمْ بِالدُّلْجَةِ، فَإِنَّ الْأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ»
"Hendaknya kalian pergi pada malam hari, karena sesungguhnya bumi diperpendek jaraknya pada malam hari." [Sunan Abi Daud: Shahih]
6.      Cuaca sangat panas hembusan neraka.
Dari Abu Hurairah, Ibnu Umar, Abu Dzar, Mu’adz, dan Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhum; Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ شِدَّةَ الحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ»
“Sesungguhnya cuaca panas yang sangat menyengat itu berasal dari hembusan api neraka jahannam." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...