بسم
الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini syekh Muhammad bin Abdil
Wahhab –rahimahullah- tidak mencantukan judul, akan tetapi langsung
menyebutkan 1 ayat dan 1 hadits yang menunjukkan bahwa hidayah tidak bisa
didapatkan atau diberikan kecuali atas izin Allah ‘azza wajalla.
Firman Allah subhanahu wata'ala:
{إِنَّكَ
لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ} [القصص:
56]
Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak akan
dapat memberi petunjuk (taufiq) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah
memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. [Al-Qashash: 56]
Ø Dari Ibnu Musayyab,
bahwa bapaknya berkata:
أَنَّ أَبَا طَالِبٍ لَمَّا حَضَرَتْهُ
الوَفَاةُ، دَخَلَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَعِنْدَهُ أَبُو جَهْلٍ، فَقَالَ: «أَيْ عَمِّ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ» فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ
اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ، تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ
المُطَّلِبِ، فَلَمْ يَزَالاَ يُكَلِّمَانِهِ، حَتَّى قَالَ آخِرَ شَيْءٍ
كَلَّمَهُمْ بِهِ: عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ، مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ»
فَنَزَلَتْ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا
لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ
أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الجَحِيمِ} [التوبة: 113]. وَنَزَلَتْ: {إِنَّكَ لاَ تَهْدِي مَنْ
أَحْبَبْتَ} [القصص: 56] [صحيح البخاري ومسلم]
Bahwa
ketika menjelang wafatnya Abu Thalib, Nabi ﷺ
masuk menemuinya sementara di sampingnya ada Abu Jahal. Beliau berkata,
"Wahai pamanku, katakanlah laa ilaaha illallah. Suatu kalimat yang akan
aku pergunakan untuk menyelamatkan engkau di sisi Allah". Maka berkata Abu
Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah: "Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan
meninggalkan agama 'Abdul Muthallib?" Keduanya terus saja mengajak Abu
Thalib berbicara hingga kalimat terakhir yang diucapkannya kepada mereka adalah
dia tetap mengikuti agama 'Abdul Muthallib. Maka Nabi ﷺ bersabda: "Aku akan tetap memintakan ampun untukmu selama aku tidak
dilarang". Maka turunlah firman Allah Ta'ala: {"Tidak patut
bagi Nabi dan orang-orang beriman untuk memohonkan ampun bagi
orang-orangmusyrik sekalipun mereka itu adalah kerabat-kerabat mereka setelah
jelas bagi mereka (kaum mukminin) bahwa mereka adalah penghuni neraka jahim."}
[At-Taubah: 113]. Dan turun pula firman Allah Ta'ala: {"Sesungguhnya
engkau (wahai Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
engkau cintai…"} [Al-Qashash: 56] [Shahih Bukhari dan Muslim]
Dari ayat dan hadits di atas, syekh –rahimahullah-
menyebutkan 12
poin penting:
1) Penjelasan
tentang ayat 57 surat Al-Qashash.
Ayat ini
menunjukkan bahwa hidayah (petunjuk) untuk masuk Islam itu hanyalah di Tangan Allah
saja, tidak ada seorangpun yang dapat menjadikan seseorang menapaki jalan yang
lurus ini kecuali dengan kehendak-Nya; dan mengandung bantahan terhadap
orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa para Nabi dan wali itu dapat
mendatangkan manfaat dan menolak madharat, sehingga diminta untuk
memberikan ampunan, menyelamatkan diri dari kesulitan, dan untuk kepentingan-kepentingan
lainnya.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{لَيْسَ
لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ
فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ (128) وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي
الْأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ} [آل
عمران: 128 - 129]
Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam
urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka
karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. Kepunyaan Allah apa yang
ada di langit dan yang ada di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia
kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. [Ali 'Imran: 128 - 129]
2) Penjelasan
tentang ayat 113 surat Al-Bara’ah.
Ayat ini
menunjukkan tentang haramnya memintakan ampun bagi orang-orang musyrik yang mati dalam kesyirikan;
dan haram pula berwala’ (mencintai, memihak dan membela) mereka.
Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma
berkata; "Ketika Abdullah bin Ubay meninggal dunia, anak laki-lakinya
-yaitu Abdulah bin Abdullah- datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, maka beliau berikan
bajunya dan beliau perintahkannya untuk mengafani ayahnya dengan bajunya
tersebut. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menshalati
jenazah ayah Abdullah bin Abdullah bin Ubbay. Hingga akhirnya Umar menarik baju
Rasulullah seraya berkata; "Ya Rasulullah, apakah engkau akan menshalati
jenazah Abdullah bin Ubay sedangkan dia itu orang munafik? Padahal Allah telah
melarang engkau memintakan ampun untuknya?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab:
"
إِنَّمَا خَيَّرَنِي اللَّهُ - أَوْ أَخْبَرَنِي اللَّهُ - فَقَالَ: {اسْتَغْفِرْ
لَهُمْ، أَوْ لاَ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ، إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ
مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ} [التوبة: 80] فَقَالَ
سَأَزِيدُهُ عَلَى سَبْعِينَ "
"Sesungguhnya Allah -subhanahu wa ta'ala- telah
memberikan pilihan kepadaku atau mengabariku." Lalu beliau membacakan ayat
yang berbunyi; {Kamu memohonkun ampun bagi orang-orang munafik atau tidak
kamu mohonkan ampun bagi mereka, maka hal itu adalah sama saja. sekalipun kamu
memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali sekali-kali Allah tidak akan
mengampuni mereka} [At-Taubah: 80]. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: Aku akan menambah istighfar lebih dari tujuh puluh kali
untuknya."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam tetap saja menshalatinya dan kami pun shalat bersamanya hingga
Allah menurunkan ayat Al-Qur'an:
{وَلاَ
تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا، وَلاَ تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ
إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ} [التوبة: 84]
Janganlah kamu sekali-kali menshalati
jenazah seorang di antara orang-orang munafik dan janganlah kamu berdiri di
atas kuburnya, sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan
mereka mati dalam keadaan munafiq. [At-Taubah: 84] [Shahih Bukhari]
Adapun jika
masih hidup maka boleh dimintakan ampunan.
'Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
'anhu berkata:
كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَحْكِي نَبِيًّا مِنَ الأَنْبِيَاءِ، ضَرَبَهُ
قَوْمُهُ فَأَدْمَوْهُ، وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ وَيَقُولُ: «اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ» [صحيح
البخاري ومسلم]
Sepertinya aku melihat Nabi ﷺ sedang bercerita tetang seorang Nabi
diantara para nabi yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah-darah sambil
beliau mengusap darah yang mengalir dari wajah beliau lalu bersabda, "Ya
Allah, ampunilah kaumku karena mereka orang-orang yang belum mengerti".
[Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
"
مَا زَالَ
إِبْرَاهِيْمُ يَسْتَغْفِرُ لِأَبِيْهِ حَتَّى مَاتَ، فَلَمَّا مَاتَ تَبَيَّنَ
لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ للهِ؛ فَلَمْ يَسْتَغْفِرْ لَهُ "
“Ibrahim
‘alaihissalam senantiasa memintakan ampunan untuk ayahnya sampai ayahnya
wafat, maka ketika ayahnya wafat nampaklah baginya bahwa sanya ayahnya itu
adalah musuh Allah maka ia tidak lagi memintakan ampunan untuknya”. [Ibnu Abi
Hatim: Sanadnya shahih]
3) Masalah
yang sangat penting, yaitu penjelasan tentang sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam: “Ucapkanlah kalimat la ilaha illallah”, berbeda dengan apa
yang difahami oleh orang-orang yang mengaku dirinya berilmu.
Penjelasannya
ialah: Diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan apa yang
menjadi konsekwensinya, yaitu: memurnikan ibadah hanya kepada Allah, dan
membersihkan diri dari ibadah kepada selain Nya, seperti: Malaikat, Nabi, wali,
kuburan, batu, pohon, dan lain lain.
4) Abu
Jahal dan kawan-kawannya mengerti maksud Rasulullah ketika beliau masuk dan berkata
kepada pamannya: “Ucapkanlah kalimat la ilaha illallah”, oleh karena
itu, celakalah orang yang pemahamannya tentang asas utama Islam ini lebih
rendah dari pada Abu Jahal.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو
آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ} [الصافات: 35-36]
Sesungguhnya
mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah"
(Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,
dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" [Ash-Shaaffaat: 35-36]
{وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ
مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ (4) أَجَعَلَ الْآلِهَةَ
إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ} [ص:
4، 5]
Dan mereka heran karena mereka
kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan
orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak
berdusta". Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja?
Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. [Shaad:
4-5]
5) Kesungguhan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berupaya untuk
mengislamkan pamannya.
Hidayah yang dinafikan oleh Allah subhanahu
wata’aalaa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hidayah
taufiq untuk menerima dan mengamalkan kebenaran. Adapun hidayah
dilalah atau irsyad untuk menunjuki dan mengajak kepada
kebaikan maka itu adalah tugas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan
pengikutnya.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَإِنَّكَ لَتَهْدِي
إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ} [الشورى: 52]
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi
petunjuk kepada jalan yang lurus. [Asy-Syuraa: 52]
6) Bantahan
terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa Abdul Muthalib dan leluhurnya itu
beragama Islam.
Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiallahu'anhu,
bahwa dia mendengar Nabi ﷺ ketika beliau bercerita di sampingnya, beliau menyebutkan
tentang pamannya (Abu Thalib). Beliau berkata:
«لَعَلَّهُ
تَنْفَعُهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنَ
النَّارِ يَبْلُغُ كَعْبَيْهِ، يَغْلِي مِنْهُ أُمُّ دِمَاغِهِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Semoga syafaatku bermanfaat baginya pada hari
kiamat". Maka dengan syaa'at beliau itu, Abu Thalib berada di tepian
neraka dimana air neraka (yang mendidih) mencapai kedua mata kakinya dan
membuat bergolak otaknya". [Shahih Bukhari dan Muslim]
7) Permintaan
ampun Rasulullah untuk Abu Thalib tidak di kabulkan, ia tidak diampuni, bahkan
beliau dilarang memintakan ampun untuknya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى أَنْ
أَسْتَغْفِرَ لأُمِّى فَلَمْ يَأْذَنْ لِى وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ
قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِى» [صحيح مسلم]
“Aku minta izin kepada Tuhanku untuk
memintakan ampun bagi ibuku tapi Allah tidak mengizinkan aku, dan aku minta izin
untuk menziarahi kuburannya dan Allah mengizinkanku”. [Sahih Muslim]
8) Bahaya
berkawan dengan orang-orang berpikiran dan berprilaku jahat.
Allah subhanahuu wata'aalaa
berfirman:
{يَا
وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا (28) لَقَدْ أَضَلَّنِي
عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي} [الفرقان: 27 - 29]
Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku
(dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah
menyesatkan aku dari Al-Quran ketika Al-Quran itu telah datang kepadaku.
[Al-Furqaan: 27 - 29]
Ø Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
«الرَّجُلُ
عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ» [سنن أبى داود: حسنه الألباني]
"Seseorang itu dipengaruhi oleh perilaku orang yang
dicintainnya, maka hendaklah kalian memperhatikan siapa yang ia cintai".
[Sunan Abi Daud: Hasan]
9) Bahaya
terlalu mengagung-agungkan para leluhur dan orang-orang terkemuka.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا
أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا
أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ} [البقرة: 170]
Dan
apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah
mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". [Al-Baqarah:170]
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا
أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا
أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوهُمْ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ} [لقمان: 21]
Dan
apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan
Allah". mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa
yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan
mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam
siksa api yang menyala-nyala (neraka)? [Luqman:21]
10) Syubhat
orang-orang yang mengingkari larangan pengagungan nenek moyang karena Abu Jahl
berdalil dengan hal itu.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{بَلْ قَالُوا إِنَّا
وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ . وَكَذَلِكَ
مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ
مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ
مُقْتَدُونَ . قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آبَاءَكُمْ
قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ} [الزخرف:
22-24]
Bahkan mereka berkata:
"Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan
sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka".
Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun
dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu
agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". (Rasul itu)
berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa
untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu
dapati bapak-bapakmu menganutnya?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya
kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya".
[Az-Zukhruf: 22-24]
11) Hadits
di atas mengandung bukti bahwa amal seseorang itu yang dianggap adalah di akhir
hidupnya; sebab jika Abu Thalib mau mengucapkan kalimat tauhid, maka pasti akan
berguna bagi dirinya di hadapan Allah.
Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ
كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Barangsiapa yang kalimat terakhirnya (sebelum mati)
adalah لا إله إلا الله (tiada Tuhan yang
berhak disembah selain Allah) maka ia akan masuk surga". [Sunan Abi Daud:
Sahih]
Ø Dari Sahl bin Sa'd radhiyallahu 'anhuma:
أَنَّ
رَجُلًا مِنْ أَعْظَمِ الْمُسْلِمِينَ غَنَاءً عَنْ الْمُسْلِمِينَ فِي غَزْوَةٍ
غَزَاهَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ
إِلَى الرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا ".
فَاتَّبَعَهُ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ مِنْ أَشَدِّ
النَّاسِ عَلَى الْمُشْرِكِينَ حَتَّى جُرِحَ فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ فَجَعَلَ
ذُبَابَةَ سَيْفِهِ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ حَتَّى خَرَجَ مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ
فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مُسْرِعًا فَقَالَ: " أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ "، فَقَالَ:
" وَمَا ذَاكَ؟ "، قَالَ: " قُلْتَ لِفُلَانٍ مَنْ أَحَبَّ أَنْ
يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَلْيَنْظُرْ إِلَيْهِ، وَكَانَ مِنْ
أَعْظَمِنَا غَنَاءً عَنْ الْمُسْلِمِينَ فَعَرَفْتُ أَنَّهُ لَا يَمُوتُ عَلَى ذَلِكَ
فَلَمَّا جُرِحَ اسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ فَقَتَلَ نَفْسَهُ ". فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: " إِنَّ
الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
وَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّمَا
الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ " [صحيح البخاري]
Bahwasanya ada seorang muslimin yang gagah
berani dalam peperangan ikut serta bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memperhatikan orang itu dan
berujar; "Barangsiapa ingin melihat lelaki penghuni neraka, silakan lihat
orang ini." Seorang laki-laki akhirnya menguntitnya, dan rupanya lelaki
tersebut merupakan orang yang paling ganas terhadap orang-orang musyrik. Akhirnya
lelaki tersebut terluka dan dia ingin segera dijemput kematian sebelum
waktunya, maka ia ambil pucuk pedangnya dan ia letakkan di dadanya kemudian ia
hunjamkan hingga tembus di antara kedua lengannya. Orang yang menguntit lelaki
tersebut langsung menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berujar;
'Saya bersaksi bahwa
engkau utusan Allah.' 'Apa itu? ' Tanya Nabi. Orang tadi menjawab; 'Anda telah berkata;
'Siapa yang ingin melihat penghuni neraka, silakan lihat orang ini, ' Orang itu
merupakan orang yang paling pemberani diantara kami, kaum muslimin. Lalu aku
tahu, ternyata dia mati tidak di atas keIslaman, sebab dikala ia mendapat luka,
ia tak sabar menanti kematian, lalu bunuh diri.' Seketika itu pula Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh ada seorang hamba yang melakukan
amalan-amalan penghuni neraka, namun berakhir menjadi penghuni surga, dan ada
seorang hamba yang mengamalkan amalan-amalan penghuni surga, namun berakhir
menjadi penghuni neraka, sungguh amalan itu ditentukan dengan penutupan."
[Shahih Bukhari]
12) Perlu
direnungkan, betapa besar syubhat ini (pengagungan kepada nenek moyang) di hati
orang-orang yang sesat; sebab dalam kisah di atas disebutkan bahwa mereka tidak
mendebat Abu Thalib kecuali denganya, padahal Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam sudah berusaha semaksimal mungkin, dan berulang kali
memintanya untuk mengucapkannya. Dan karena syubhat itu besar dan memiliki
makna yang jelas, maka cukuplah bagi mereka dengan menolak tauhid dengan
syubhat tersebut.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{قَالُوا أَجِئْتَنَا
لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا
بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ} [الأعراف:
70]
Mereka
berkata: "Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah
saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka
datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang
yang benar".
[Al-A’raaf: 70]
{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا
بَيِّنَاتٍ قَالُوا مَا هَذَا إِلَّا رَجُلٌ يُرِيدُ أَنْ يَصُدَّكُمْ عَمَّا
كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُكُمْ وَقَالُوا مَا هَذَا إِلَّا إِفْكٌ مُفْتَرًى وَقَالَ
الَّذِينَ كَفَرُوا لِلْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ إِنْ هَذَا إِلَّا سِحْرٌ مُبِينٌ}
[سبأ: 43]
Dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat Kami yang terang, mereka berkata: "Orang ini tiada lain hanyalah
seorang laki-laki yang ingin menghalangi kamu dari apa yang disembah oleh
bapak-bapakmu", dan mereka berkata: "(Al Quran) ini tidak lain
hanyalah kebohongan yang diada-adakan saja". Dan orang-orang kafir berkata
terhadap kebenaran tatkala kebenaran itu datang kepada mereka: "Ini tidak
lain hanyalah sihir yang nyata". [Saba’: 43]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Syarah Kitab Tauhid bab (17); Syafa’at
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...