Kamis, 30 Juli 2020

Syarah Kitab Tauhid bab (18); Hanya Allah yang bisa memberi hidayah

بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini syekh Muhammad bin Abdil Wahhab –rahimahullah- tidak mencantukan judul, akan tetapi langsung menyebutkan 1 ayat dan 1 hadits yang menunjukkan bahwa hidayah tidak bisa didapatkan atau diberikan kecuali atas izin Allah ‘azza wajalla.
Firman Allah subhanahu wata'ala:
{إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ} [القصص: 56]
Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk (taufiq) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. [Al-Qashash: 56]
Ø  Dari Ibnu Musayyab, bahwa bapaknya berkata:
أَنَّ أَبَا طَالِبٍ لَمَّا حَضَرَتْهُ الوَفَاةُ، دَخَلَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ أَبُو جَهْلٍ، فَقَالَ: «أَيْ عَمِّ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ» فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ، تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، فَلَمْ يَزَالاَ يُكَلِّمَانِهِ، حَتَّى قَالَ آخِرَ شَيْءٍ كَلَّمَهُمْ بِهِ: عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ، مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ» فَنَزَلَتْ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الجَحِيمِ} [التوبة: 113]. وَنَزَلَتْ: {إِنَّكَ لاَ تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ} [القصص: 56] [صحيح البخاري ومسلم]
Bahwa ketika menjelang wafatnya Abu Thalib, Nabi masuk menemuinya sementara di sampingnya ada Abu Jahal. Beliau berkata, "Wahai pamanku, katakanlah laa ilaaha illallah. Suatu kalimat yang akan aku pergunakan untuk menyelamatkan engkau di sisi Allah". Maka berkata Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah: "Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan meninggalkan agama 'Abdul Muthallib?" Keduanya terus saja mengajak Abu Thalib berbicara hingga kalimat terakhir yang diucapkannya kepada mereka adalah dia tetap mengikuti agama 'Abdul Muthallib. Maka Nabi bersabda: "Aku akan tetap memintakan ampun untukmu selama aku tidak dilarang". Maka turunlah firman Allah Ta'ala: {"Tidak patut bagi Nabi dan orang-orang beriman untuk memohonkan ampun bagi orang-orangmusyrik sekalipun mereka itu adalah kerabat-kerabat mereka setelah jelas bagi mereka (kaum mukminin) bahwa mereka adalah penghuni neraka jahim."} [At-Taubah: 113]. Dan turun pula firman Allah Ta'ala: {"Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai…"} [Al-Qashash: 56] [Shahih Bukhari dan Muslim]
Dari ayat dan hadits di atas, syekh –rahimahullah- menyebutkan 12 poin penting:
1)      Penjelasan tentang ayat 57 surat Al-Qashash.
Ayat ini menunjukkan bahwa hidayah (petunjuk) untuk masuk Islam itu hanyalah di Tangan Allah saja, tidak ada seorangpun yang dapat menjadikan seseorang menapaki jalan yang lurus ini kecuali dengan kehendak-Nya; dan mengandung bantahan terhadap orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa para Nabi dan wali itu dapat mendatangkan manfaat dan menolak madharat, sehingga diminta untuk memberikan ampunan, menyelamatkan diri dari kesulitan, dan untuk kepentingan-kepentingan lainnya.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ (128) وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ} [آل عمران: 128 - 129]
Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Ali 'Imran: 128 - 129]
2)      Penjelasan tentang ayat 113 surat Al-Bara’ah.
Ayat ini menunjukkan tentang haramnya memintakan ampun bagi orang-orang musyrik yang mati dalam kesyirikan; dan haram pula berwala’ (mencintai, memihak dan membela) mereka.
Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma berkata; "Ketika Abdullah bin Ubay meninggal dunia, anak laki-lakinya -yaitu Abdulah bin Abdullah- datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau berikan bajunya dan beliau perintahkannya untuk mengafani ayahnya dengan bajunya tersebut. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menshalati jenazah ayah Abdullah bin Abdullah bin Ubbay. Hingga akhirnya Umar menarik baju Rasulullah seraya berkata; "Ya Rasulullah, apakah engkau akan menshalati jenazah Abdullah bin Ubay sedangkan dia itu orang munafik? Padahal Allah telah melarang engkau memintakan ampun untuknya?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
" إِنَّمَا خَيَّرَنِي اللَّهُ - أَوْ أَخْبَرَنِي اللَّهُ - فَقَالَ: {اسْتَغْفِرْ لَهُمْ، أَوْ لاَ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ، إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ} [التوبة: 80] فَقَالَ سَأَزِيدُهُ عَلَى سَبْعِينَ "
"Sesungguhnya Allah -subhanahu wa ta'ala- telah memberikan pilihan kepadaku atau mengabariku." Lalu beliau membacakan ayat yang berbunyi; {Kamu memohonkun ampun bagi orang-orang munafik atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka, maka hal itu adalah sama saja. sekalipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali sekali-kali Allah tidak akan mengampuni mereka} [At-Taubah: 80]. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Aku akan menambah istighfar lebih dari tujuh puluh kali untuknya."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tetap saja menshalatinya dan kami pun shalat bersamanya hingga Allah menurunkan ayat Al-Qur'an:
{وَلاَ تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا، وَلاَ تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ} [التوبة: 84]
Janganlah kamu sekali-kali menshalati jenazah seorang di antara orang-orang munafik dan janganlah kamu berdiri di atas kuburnya, sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan munafiq. [At-Taubah: 84] [Shahih Bukhari]
Adapun jika masih hidup maka boleh dimintakan ampunan.
'Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata:
كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَحْكِي نَبِيًّا مِنَ الأَنْبِيَاءِ، ضَرَبَهُ قَوْمُهُ فَأَدْمَوْهُ، وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ وَيَقُولُ: «اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ» [صحيح البخاري ومسلم]
Sepertinya aku melihat Nabi sedang bercerita tetang seorang Nabi diantara para nabi yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah-darah sambil beliau mengusap darah yang mengalir dari wajah beliau lalu bersabda, "Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka orang-orang yang belum mengerti". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø  Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
" مَا زَالَ إِبْرَاهِيْمُ يَسْتَغْفِرُ لِأَبِيْهِ حَتَّى مَاتَ، فَلَمَّا مَاتَ تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ للهِ؛ فَلَمْ يَسْتَغْفِرْ لَهُ "
“Ibrahim ‘alaihissalam senantiasa memintakan ampunan untuk ayahnya sampai ayahnya wafat, maka ketika ayahnya wafat nampaklah baginya bahwa sanya ayahnya itu adalah musuh Allah maka ia tidak lagi memintakan ampunan untuknya”. [Ibnu Abi Hatim: Sanadnya shahih]
3)      Masalah yang sangat penting, yaitu penjelasan tentang sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Ucapkanlah kalimat la ilaha illallah”, berbeda dengan apa yang difahami oleh orang-orang yang mengaku dirinya berilmu.
Penjelasannya ialah: Diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan apa yang menjadi konsekwensinya, yaitu: memurnikan ibadah hanya kepada Allah, dan membersihkan diri dari ibadah kepada selain Nya, seperti: Malaikat, Nabi, wali, kuburan, batu, pohon, dan lain lain.
4)      Abu Jahal dan kawan-kawannya mengerti maksud Rasulullah ketika beliau masuk dan berkata kepada pamannya: “Ucapkanlah kalimat la ilaha illallah”, oleh karena itu, celakalah orang yang pemahamannya tentang asas utama Islam ini lebih rendah dari pada Abu Jahal.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ} [الصافات: 35-36]
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" [Ash-Shaaffaat: 35-36]
{وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ (4) أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ} [ص: 4، 5]
Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. [Shaad: 4-5]
5)      Kesungguhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berupaya untuk mengislamkan pamannya.
Hidayah yang dinafikan oleh Allah subhanahu wata’aalaa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hidayah taufiq untuk menerima dan mengamalkan kebenaran. Adapun hidayah dilalah atau irsyad untuk menunjuki dan mengajak kepada kebaikan maka itu adalah tugas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan pengikutnya.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ} [الشورى: 52]
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. [Asy-Syuraa: 52]
6)      Bantahan terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa Abdul Muthalib dan leluhurnya itu beragama Islam.
Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiallahu'anhu, bahwa dia mendengar Nabi ketika beliau bercerita di sampingnya, beliau menyebutkan tentang pamannya (Abu Thalib). Beliau berkata:
«لَعَلَّهُ تَنْفَعُهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنَ النَّارِ يَبْلُغُ كَعْبَيْهِ، يَغْلِي مِنْهُ أُمُّ دِمَاغِهِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Semoga syafaatku bermanfaat baginya pada hari kiamat". Maka dengan syaa'at beliau itu, Abu Thalib berada di tepian neraka dimana air neraka (yang mendidih) mencapai kedua mata kakinya dan membuat bergolak otaknya". [Shahih Bukhari dan Muslim]
7)      Permintaan ampun Rasulullah untuk Abu Thalib tidak di kabulkan, ia tidak diampuni, bahkan beliau dilarang memintakan ampun untuknya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لأُمِّى فَلَمْ يَأْذَنْ لِى وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِى» [صحيح مسلم]
“Aku minta izin kepada Tuhanku untuk memintakan ampun bagi ibuku tapi Allah tidak mengizinkan aku, dan aku minta izin untuk menziarahi kuburannya dan Allah mengizinkanku”. [Sahih Muslim]
8)      Bahaya berkawan dengan orang-orang berpikiran dan berprilaku jahat.
Allah subhanahuu wata'aalaa berfirman:
{يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا (28) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي} [الفرقان: 27 - 29]
Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Quran ketika Al-Quran itu telah datang kepadaku. [Al-Furqaan: 27 - 29]
Ø  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ» [سنن أبى داود: حسنه الألباني]
"Seseorang itu dipengaruhi oleh perilaku orang yang dicintainnya, maka hendaklah kalian memperhatikan siapa yang ia cintai". [Sunan Abi Daud: Hasan]
9)      Bahaya terlalu mengagung-agungkan para leluhur dan orang-orang terkemuka.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ} [البقرة: 170]
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". [Al-Baqarah:170]
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوهُمْ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ} [لقمان: 21]
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? [Luqman:21]
10)  Syubhat orang-orang yang mengingkari larangan pengagungan nenek moyang karena Abu Jahl berdalil dengan hal itu.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ . وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ . قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ} [الزخرف: 22-24]
Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka". Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". (Rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya". [Az-Zukhruf: 22-24]
11)  Hadits di atas mengandung bukti bahwa amal seseorang itu yang dianggap adalah di akhir hidupnya; sebab jika Abu Thalib mau mengucapkan kalimat tauhid, maka pasti akan berguna bagi dirinya di hadapan Allah.
Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Barangsiapa yang kalimat terakhirnya (sebelum mati) adalah  لا إله إلا الله (tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah) maka ia akan masuk surga". [Sunan Abi Daud: Sahih]
Ø  Dari Sahl bin Sa'd radhiyallahu 'anhuma:
أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَعْظَمِ الْمُسْلِمِينَ غَنَاءً عَنْ الْمُسْلِمِينَ فِي غَزْوَةٍ غَزَاهَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى الرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا ". فَاتَّبَعَهُ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَلَى الْمُشْرِكِينَ حَتَّى جُرِحَ فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ فَجَعَلَ ذُبَابَةَ سَيْفِهِ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ حَتَّى خَرَجَ مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْرِعًا فَقَالَ: " أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ "، فَقَالَ: " وَمَا ذَاكَ؟ "، قَالَ: " قُلْتَ لِفُلَانٍ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَلْيَنْظُرْ إِلَيْهِ، وَكَانَ مِنْ أَعْظَمِنَا غَنَاءً عَنْ الْمُسْلِمِينَ فَعَرَفْتُ أَنَّهُ لَا يَمُوتُ عَلَى ذَلِكَ فَلَمَّا جُرِحَ اسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ فَقَتَلَ نَفْسَهُ ". فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: " إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ " [صحيح البخاري]
Bahwasanya ada seorang muslimin yang gagah berani dalam peperangan ikut serta bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memperhatikan orang itu dan berujar; "Barangsiapa ingin melihat lelaki penghuni neraka, silakan lihat orang ini." Seorang laki-laki akhirnya menguntitnya, dan rupanya lelaki tersebut merupakan orang yang paling ganas terhadap orang-orang musyrik. Akhirnya lelaki tersebut terluka dan dia ingin segera dijemput kematian sebelum waktunya, maka ia ambil pucuk pedangnya dan ia letakkan di dadanya kemudian ia hunjamkan hingga tembus di antara kedua lengannya. Orang yang menguntit lelaki tersebut langsung menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berujar; 'Saya bersaksi bahwa engkau utusan Allah.' 'Apa itu? ' Tanya Nabi. Orang tadi menjawab; 'Anda telah berkata; 'Siapa yang ingin melihat penghuni neraka, silakan lihat orang ini, ' Orang itu merupakan orang yang paling pemberani diantara kami, kaum muslimin. Lalu aku tahu, ternyata dia mati tidak di atas keIslaman, sebab dikala ia mendapat luka, ia tak sabar menanti kematian, lalu bunuh diri.' Seketika itu pula Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh ada seorang hamba yang melakukan amalan-amalan penghuni neraka, namun berakhir menjadi penghuni surga, dan ada seorang hamba yang mengamalkan amalan-amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka, sungguh amalan itu ditentukan dengan penutupan." [Shahih Bukhari]
12)  Perlu direnungkan, betapa besar syubhat ini (pengagungan kepada nenek moyang) di hati orang-orang yang sesat; sebab dalam kisah di atas disebutkan bahwa mereka tidak mendebat Abu Thalib kecuali denganya, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah berusaha semaksimal mungkin, dan berulang kali memintanya untuk mengucapkannya. Dan karena syubhat itu besar dan memiliki makna yang jelas, maka cukuplah bagi mereka dengan menolak tauhid dengan syubhat tersebut.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ} [الأعراف: 70]
Mereka berkata: "Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar". [Al-A’raaf: 70]
{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ قَالُوا مَا هَذَا إِلَّا رَجُلٌ يُرِيدُ أَنْ يَصُدَّكُمْ عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُكُمْ وَقَالُوا مَا هَذَا إِلَّا إِفْكٌ مُفْتَرًى وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ إِنْ هَذَا إِلَّا سِحْرٌ مُبِينٌ} [سبأ: 43]
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang, mereka berkata: "Orang ini tiada lain hanyalah seorang laki-laki yang ingin menghalangi kamu dari apa yang disembah oleh bapak-bapakmu", dan mereka berkata: "(Al Quran) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan saja". Dan orang-orang kafir berkata terhadap kebenaran tatkala kebenaran itu datang kepada mereka: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". [Saba’: 43]
Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...