Rabu, 15 Juli 2020

7 Pondasi utama aqidah Ahlissunah wal Jama’ah

بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam memahami aqidah Islam yang benar, ahli sunnah wal jama’ah membangun pemahamannya dengan beberapa pondasi kuat sehingga tidak terjerumus dalam pemahaman yang melenceng dari pemahaman yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diantara pondasi tersebut:
1.       Hanya meyakini aqidah yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah, dan kesepakatan ulama Salaf.
2.       Berhujjah dengan hadits shahih secara muthlaq.
3.       Memahami nash berdasarkan pemahaman ulama Salaf.
4.       Menerima semua yang bersumber dari wahyu.
5.       Memadukan seluruh nash yang ada dalam satu masalah.
6.       Mengimani dalil mutasyabih, memahami dan mengamalkannya sejalan dengan dalil muhkam.
7.       Tidak terjun dalam pembahasan ilmu kalam.
Berikut penjelasan singkat dari 7 pondasi ini:
Pondasi pertama: Hanya meyakini aqidah yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah, dan kesepakatan ulama Salaf.
Karena masalah aqidah adalah perkara gaib yang tidak bisa diketahui kecuali melalui tiga sumber tersebut. Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{إِنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ فَمَنِ اهْتَدَى فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ} [الزمر: 41]
Sesungguhnya kami menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. [Az-Zumar:41]
{وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى} [النجم: 3 - 4]
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [An-Najm: 3 - 4]
Ø  Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي - أَوْ قَالَ: أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَلَى ضَلَالَةٍ " [سنن الترمذي: صححه الألباني]
"Sesungguhnya Allah tidak menyatukan umatku (atau umat Muhammad) di atas kesesatan". [Sunan Tirmidziy: Sahih]
Pondasi kedua: Berhujjah dengan hadits shahih secara muthlaq.
Tidak membedakan antara yang mutawatir dan ahad dalam pengamalan. Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [النور: 63]
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. [An-Nuur:63]
Ø  Dari Zayd bin Tsabit radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا، فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Allah memberi cahaya pada wajah (atau kenimatan) pada orang yang mendengar dariku suatu hadits kemudian ia menghafalnya untuk ia sampaikan kepada orang lain. Karena bisa jadi seorang yang menghafal suatu pemahaman (hadits) kemudian menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan bisa jadi orang yang menghafal suatu pemahaman (hadits) tapi ia tidak paham". [Sunan Abu Daud: Sahih]
Lihat penjelasan tentang hadits mutawatir dan ahad di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
Pondasi ketiga: Memahami nash berdasarkan pemahaman ulama Salaf.
Terkhusus sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, karena mereka lebih fasih berbahasa Arab, lebih paham makna Al-Qur’an, dan lebih mengerti hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ} [البقرة: 137]
Maka jika mereka beriman seperti apa yang kamu (Rasulullah dan sahabatnya) telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al-Baqarah:137]
{وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا} [النساء: 115]
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. [An-Nisaa':115]
Ø  Dari 'Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" خَيْرُ أُمَّتِي قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ " [صحيح البخاري]
"Yang paling baik dari umatku adalah orang yang hidup di masaku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya". [Sahih Bukhari]
Ø  Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma berkata:
«مَنْ كَانَ مُسْتَنًّا فَلْيَسْتَنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ، أُولَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانُوا خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ، أَبَّرَهَا قُلُوبًا، وَأَعْمَقَهَا عِلْمًا، وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفًا، قَوْمٌ اخْتَارَهُمُ اللهُ لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ صلّى الله عليه وسلم وَنَقْلِ دِينِهِ، فَتَشَبَّهُوا بِأَخْلَاقِهِمْ وَطَرَائِقِهِمْ فَهُمْ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانُوا عَلَى الْهُدَى الْمُسْتَقِيمِ» [حلية الأولياء]
"Siapa yang mencari tuntunan maka hendaklah ia mengikuti tuntunan mereka yang sudah wafat, mereka itu adalah sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, mereka adalah generasi tebaik umat ini, hati mereka lebih suci, ilmu mereka lebih dalam, dan tidak suka melampaui batas. Mereka adalah generasi yang Allah pilih untuk menemani nabi-Nya -shallallahu 'alaihi wasallam- dan menyampaikan agama-Nya, maka hendaklah kalian mencontoh akhlak dan metode mereka (dalam beragama), mereka adalah sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, mereka berada di atas petunjuk yang lurus." [Hilyatul Auliyaa']
Pondasi keempat: Menerima semua yang bersumber dari wahyu.
Akal dipakai untuk memahami wahyu bukan untuk menilai dan memilih mana yang sesuai dan mana yang tidak. Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا} [الأحزاب: 36]
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata". [Al-Ahzab:36]
{وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ} [الحشر: 7]
Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. [Al-Hasyr:7]
Pondasi kelima: Memadukan seluruh nash yang ada dalam satu masalah.
Tidak mengambil satu nash dan meninggalkan nash yang lain sehingga terjadi kepincangan dalam pemahaman. Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا} [النساء: 82]
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. [An-Nisaa':82]
Ø  ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash berkata: Aku bersama saudaraku duduk dalam sebuah majelis yang aku tidak berharap mendapatkan unta merah (sebagai bandingannya), aku dan saudaraku datang ketika beberapa seorang sahabat Rasulullah duduk di salah satu sisi pintu. Maka aku dan saudaraku tidak ingin memisahkan mereka, maka kamipun duduk sendiri-sendiri dipojokan. Disaat mereka menyebutkan salah satu ayat dari Al Quran, mereka saling membantah dan berselisih hingga suara mereka bergerumuh, lalu datanglah Rasulullah dalam keadaan marah sampai wajahnya terlihat merah sambil melempari mereka dengan tanah, lalu Beliau bersabda:
«مَهْلًا يَا قَوْمِ، بِهَذَا أُهْلِكَتِ الْأُمَمُ مِنْ قَبْلِكُمْ، بِاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، وَضَرْبِهِمُ الْكُتُبَ بَعْضَهَا بِبَعْضٍ، إِنَّ الْقُرْآنَ لَمْ يَنْزِلْ يُكَذِّبُ بَعْضُهُ بَعْضًا، بَلْ يُصَدِّقُ بَعْضُهُ بَعْضًا، فَمَا عَرَفْتُمْ مِنْهُ، فَاعْمَلُوا بِهِ، وَمَا جَهِلْتُمْ مِنْهُ، فَرُدُّوهُ إِلَى عَالِمِهِ» [مسند أحمد: صحيح]
"Tenanglah kalian, beginilah umat-umat sebelum kalian binasa karena berpecah belah dan berselisih dengan para Nabi mereka dan pertentangan mereka terhadap kitab-kitab suci mereka antara satu dengan yang lainnya. Sesungguhnya Al-Quran tidaklah turun untuk mendustakan satu sama lain, melainkan untuk membenarkan satu dengan yang lainnya, maka apapun yang kalian ketahui darinya (Al-Quran), amalkanlah, dan apa yang kalian tidak ketahui, serahkanlah (tanyakanlah) pada yang mengetahuinya. [Musnad Ahmad: Shahih]
Pondasi keenam: Mengimani dalil mutasyabih, memahami dan mengamalkannya sejalan dengan dalil muhkam.
Dalil mutasyabih adalah dali yang maknanya samar, atau mengandung makna luas, atau membutuhkan penafsiran. Sedangkan dalil muhkam adalah dalil yang maknanya jelas, penafsiranya satu, dan tidak membutuhkan penjelasan dari dalil lain.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ} [آل عمران: 7]
Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat (terang dan tegas maksudnya), itulah pokok-pokok isi Al-qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat (samar maksudnya). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan (mengikuti hawa nafsu), maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya, berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. [Ali 'Imran:7]
Pondasi ketujuh: Tidak terjun dalam pembahasan ilmu kalam (filsafat).
Karena hanya mengandalkan logika dan mengabaikan nash Al-Qur’an dan hadits yang tidak selaras dengan logika. Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا} [الإسراء: 36]
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [Al-Israa':36]
{وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (168) إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ} [البقرة: 168، 169]
Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. [Al-Baqarah: 168-169]
Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...