Jumat, 06 Desember 2019

Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (37) Orang yang membatalkan puasa dalam perjalanan jauh untuk dilihat orang

بسم الله الرحمن الرحيم
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ مَنْ أَفْطَرَ فِي السَّفَرِ لِيَرَاهُ النَّاسُ
“Bab: Orang yang membatalkan puasa dalam perjalanan jauh supaya dilihat orang”
Beberapa bab sebelumnya telah disebutkan tentang hukum berpuasa ketika bepergian jauh, kapan dibolehkan dan kapan dilarang. Dan dalam bab ini imam Bukhari ingin menjelaskan bahwa meninggalkan puasa ketika bepergian jauh lebih baik ketika ingin memberikan contoh atau pengajaran kepada orang lain.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
1846 - حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ [التَّبُوْذَكِيُّ]، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ [الوضاح بن عبد الله اليشكري]، عَنْ مَنْصُورٍ [بن المعتمر بن عبد الله بن ربيعة]، عَنْ مُجَاهِدٍ [بن جبر المكي]، عَنْ طَاوُسٍ [بن كيسان اليماني]، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِنَ المَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ، فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ عُسْفَانَ، ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ فَرَفَعَهُ إِلَى يَدَيْهِ لِيُرِيَهُ النَّاسَ، فَأَفْطَرَ حَتَّى قَدِمَ مَكَّةَ، وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ "، فَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقُولُ: «قَدْ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَفْطَرَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ»
1846 - Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il [At-Tabudzakiy], telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah [Al-Wadhdhah bin Abdillah Al-Yasykuriy], dari Manshur [bin Al-Mu’tamir bin Abdillah bin Rabi’ah], dari Mujahid [bin Jabr Al-Makkiy], dari Thawus [bin Kaisan Al-Yamaniy], dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berangkat dari Madinah menuju Makkah (untuk membebaskannya) dalam keadaan berpuasa sehingga ketika sampai di daerah 'Usfan (80 km dari Mekkah), Beliau meminta air lalu Beliau mengangkat air itu dengan tangan Beliau agar dilihat oleh orang banyak, lalu Beliau berbuka hingga tiba di Makkah. Kejadian ini di bulan Ramadhan".
Dan Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma juga berkata: "Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga pernah berpuasa dalam suatu perjalanan Beliau dan juga pernah berbuka. Maka siapa yang mau silakan berpuasa dan siapa yang mau silakan berbuka".
Penjelasan singkat hadits ini:
1.      Hadits ini telah dijelaskan pada bab sebelumnya, Bab (34) Jika seseorang berpuasa beberapa hari di bulan Ramadhan kemudian bepergian jauh.
2.      Boleh meminta bantuan orang lain.
Nabi Musa dan Khidir –‘alaihimassalam- minta diberi makan oleh penduduk kampung:
{فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا} [الكهف: 77]
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu. [Al-Kahfi: 77]
Ø  Dari Samurah bin Jundab –radhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّ المَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ، إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا، أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ» [سنن الترمذي: صححه الألباني]
“Sesungguhnya meminta adalah aib yang mencoreng wajah seseorang, kecuali seorang yang meminta kepada penguasa (haknya), atau pada urusan yang mendesak (darurat)”. [Sunan Tirmidziy: Sahih]
Ø  Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu- berkata, "Aku mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat beliau keluar untuk buang hajat, dan beliau tidak menoleh (ke kanan atau ke kiri) hingga aku pun mendekatinya. Lalu Beliau bersabda:
«ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا - أَوْ نَحْوَهُ - وَلاَ تَأْتِنِي بِعَظْمٍ، وَلاَ رَوْثٍ»
"Carikan untukku batu untuk aku gunakan beristinja' dan jangan bawakan tulang atau kotoran hewan."
Lalu aku datang kepada beliau dengan membawa kerikil di ujung kainku, batu tersebut aku letakkan di sisinya, lalu aku berpaling darinya. Setelah selesai beliau gunakan batu-batu tersebut." [Shahih Bukhari]
3.      Ketulusan sahabat Nabi melayani beliau.
4.      Anjuran melayani ulama tanpa berlebihan.
Dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَيْسَ مِنّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ» [صحيح الصغير وزيادته]
"Tidak termasuk golongan kita orang yang tidak menghormati yang tua, menyayangi yang muda, dan mengetahui hak ulama". [Sahih Al-Jami']
5.      Memberikan penjelasan dengan contoh (praktek).
Sahl bin Sa'd As-Sa'idiy radhiyallahu 'anhuma berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat di atas mimbar. Beliau bertakbir dalam posisi di atas mimbar lalu rukuk dalam posisi masih di atas mimbar. Kemudian Beliau turun dengan mundur ke belakang, lalu sujud di dasar mimbar, kemudian Beliau mengulangi lagi (hingga shalat selesai). Setelah selesai, beliau menghadap kepada orang banyak lalu bersabda:
«أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا صَنَعْتُ هَذَا لِتَأْتَمُّوا وَلِتَعَلَّمُوا صَلاَتِي»
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku berbuat seperti tadi agar kalian mengikuti dan agar kalian dapat mengambil pelajaran tentang tata cara shalatku." [Shahih Bukhari dan Muslim]
6.      Teladan yang baik lebih cepat dipahami dari pada teori.
Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selesai menulis perjanjian Hudaibiyah, beliau bersabda kepada para sahabatnya:
«قُومُوا فَانْحَرُوا ثُمَّ احْلِقُوا»
“Bangkitlah kalian semua, dan sembelihlah hewan kurban kalian, kemudian bercukurlah”
Namun tidak seorangpun dari mereka yang bangkit, sampai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengulanginya tiga kali.
Ketika tidak ada seorang pun dari mereka yang bangkit, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menemui Ummi Salamah dan menceritakan apa yang dilakukan sahabatnya.
Maka Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata:
يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَتُحِبُّ ذَلِكَ، اخْرُجْ ثُمَّ لاَ تُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ كَلِمَةً، حَتَّى تَنْحَرَ بُدْنَكَ، وَتَدْعُوَ حَالِقَكَ فَيَحْلِقَكَ
“Wahai Nabi Allah, apakah engkau menyukai hal tersebut? Keluarlah, kemudian jangan berbicara kepada seorang pun dari mereka, sampai engkau menyembelih hewan kurbanmu, dan memanggil tukang cukurmu kemudian mencukur rambutmu”.
Beliau pun keluar dan tidak berbicara kepada seorangpun dari mereka, sampai melakukan arahan Ummi Salamah, beliau menyembelih hewan kurbannya, dan memanggil tukang cukurnya, kemudian mencukur rambut beliau.
Maka ketika para sahabat melihat hal tersebut, mereka pun bangkit kemudian menyembelih hewan kurban merekan, dan saling cukur satu sama lain, sampai ada yang hampir saling membunuh (tanpa sengaja) karena rasa kecewa (tidak bisa menunaikan umrah). [Sahih Bukhari]
7.      Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah teladan yang mulia.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا} [الأحزاب: 21]
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [Al-Ahzaab:21]
8.      Orang yang bepergian jauh di bulan Ramadhan boleh tidak berpuasa selama tidak berniat muqim (tinggal menetap).
Dalam riwayat lain:
«صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا بَلَغَ الكَدِيدَ - المَاءَ الَّذِي بَيْنَ قُدَيْدٍ وَعُسْفَانَ - أَفْطَرَ، فَلَمْ يَزَلْ مُفْطِرًا حَتَّى انْسَلَخَ الشَّهْرُ» [صحيح البخاري]
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berpuasa, hingga ketika beliau sampai Kadid, sebuah mata air antara Qudaid dan Usfan, beliau membatalkan puasanya dan terus beliau tidak puasa hingga bulan yang dijadikan beliau puasa selesai”. [Shahih Bukhari]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membebaskan kota Mekah sepuluh hari sebelum Ramadhan berakhir, dengan demikian beliau tidak berpuasa selama di Mekah selama sepuluh atau sebelas hari karena tidak ada niat untuk menetap di sana.
9.      Sesekali meninggalkan amalan sunnah untuk pengajaran.
'Aisyah Ummul Mu'minin radhiyallahu 'anha berkata;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي المَسْجِدِ، فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ القَابِلَةِ، فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ، فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ: «قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ»  وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ [صحيح البخاري ومسلم]
"Pada suatu malam Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat di masjid, maka orang-orang mengikuti shalat Beliau. Pada malam berikutnya Beliau kembali melaksanakan shalat di masjid dan orang-orang yang mengikuti bertambah banyak. Pada malam ketiga atau keempat, orang-orang banyak sudah berkumpul namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat bersama mereka. Ketika pagi harinya, Beliau bersabda: "Sungguh aku mengetahui apa yang kalian lakukan tadi malam dan tidak ada yang menghalangi aku untuk keluar shalat bersama kalian. Hanya saja aku khawatir nanti diwajibkan atas kalian". Kejadian ini di bulan Ramadhan. [Shahih Bukhari dan Muslim]
10.      Boleh meninggalkan pendapat yang dianggap lebih kuat untuk kemaslahatan.
 Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya:
«يَا عَائِشَةُ، لَوْلاَ أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ لَأَمَرْتُ بِالْبَيْتِ، فَهُدِمَ، فَأَدْخَلْتُ فِيهِ مَا أُخْرِجَ مِنْهُ، وَأَلْزَقْتُهُ بِالأَرْضِ، وَجَعَلْتُ لَهُ بَابَيْنِ، بَابًا شَرْقِيًّا، وَبَابًا غَرْبِيًّا، فَبَلَغْتُ بِهِ أَسَاسَ إِبْرَاهِيمَ»
"Seandainya bukan karena keberadaan kaummu yang masih lekat dengan kejahiliyahan, tentu aku sudah perintahkan agar Ka'bah Baitulloh dirobohkan lalu aku masukkan ke dalamnya apa yang sudah dikeluarkan darinya dan aku akan jadikan (pintunya yang ada sekarang) rata dengan permukaan tanah, lalu aku buat pintu timur dan pintu barat dengan begitu aku membangunya di atas pondasi yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Dalam riwayat lain:
«وَلَوْلاَ أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيثٌ عَهْدُهُمْ بِالْجَاهِلِيَّةِ، فَأَخَافُ أَنْ تُنْكِرَ قُلُوبُهُمْ»
“Seandainya bukan karena pertimbangan keberadaan kaummu yang masih lekat dengan jahiliyyah (tentu aku sudah melakukannya) namun aku khawatir hati mereka mengingkarinya”. [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø  Abdurrahman bin Zayd radhiyallahu 'anhu berkata: Usman -radhiyallahu 'anhu- melakukan shalat di Mina empat raka'at. Lalu Abdullah bin Mas'ud -radhiyallahu 'anhu- berkata:
صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ، وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ رَكْعَتَيْنِ، وَمَعَ عُمَرَ رَكْعَتَيْنِ وَمَعَ عُثْمَانَ صَدْرًا مِنْ إِمَارَتِهِ، ثُمَّ أَتَمَّهَا، ثُمَّ تَفَرَّقَتْ بِكُمُ الطُّرُقُ فَلَوَدِدْتُ أَنْ لِي مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ مُتَقَبَّلَتَيْنِ
“Aku telah shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (di Mina) dua raka'at, bersama Abu Bakr dua raka'at, bersama Umar dua raka'at, dan bersama Usman di awal khilafahnya kemudian ia menyempurnakan shalat empat raka'at. Kemudian kalian berselisih arah, maka aku berharap andai saja shalat yang aku lakuan empat raka'at, yang dua raka'atnya pun diterimah”.
Lalu ia ditanya: Engkau mencela Usman kemudian engkaupun shalat bersamanya empat raka'at?
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu menjawab:
«الْخِلَافُ شَرٌّ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Perselisihan itu buruk". [Sunan Abi Daud: Sahih]
Lihat: Adab berdebat dan berselisih pendapat
11.      Boleh memperlihatkan amal ibadah untuk dijadikan teladan.
Jarir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu berakata:
جَاءَ نَاسٌ مِنَ الْأَعْرَابِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمِ الصُّوفُ فَرَأَى سُوءَ حَالِهِمْ قَدْ أَصَابَتْهُمْ حَاجَةٌ، فَحَثَّ النَّاسَ عَلَى الصَّدَقَةِ، فَأَبْطَئُوا عَنْهُ حَتَّى رُئِيَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ. قَالَ: ثُمَّ إِنَّ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ جَاءَ بِصُرَّةٍ مِنْ وَرِقٍ، ثُمَّ جَاءَ آخَرُ، ثُمَّ تَتَابَعُوا حَتَّى عُرِفَ السُّرُورُ فِي وَجْهِهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ»
"Pada suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Lalu Rasulullah memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menganjurkan para sahabat untuk memberikan sedekahnya kepada mereka. Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau. Tak lama kemudian seorang sahabat dari kaum Anshar datang memberikan bantuan sekantong perak dan kemudian diikuti oleh seorang sahabat lainnya. Setelah itu, berurutan beberapa orang sahabat yang turut serta menyumbangkan sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-orang Arab Badui tersebut) hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Barangsiapa dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh. Sebaliknya, barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun.' [Shahih Muslim]
Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...