بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil
Wahhab rahimahullah menyebutkan 2 ayat, dan 6 hadits yang menyebutkan
hukum praktek tathayyur (pemali).
a. Firman Allah ta’aalaa:
{فَإِذَا جَاءَتْهُمُ
الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا
بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ
أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ} [الأعراف: 131]
Kemudian apabila
kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka, mereka berkata, “Ini adalah karena
(usaha) kami.” Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab
kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya. Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka
di tangan Allah, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui. [Al-A’raf:
131]
b. Firman Allah ta’aalaa:
{قَالُوا إِنَّا
تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ
مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ (18) قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ
بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ} [يس: 19]
Mereka menjawab,
“Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu. Sungguh, jika kamu tidak
berhenti (menyeru kami), niscaya kami rajam kamu dan kamu pasti akan merasakan
siksaan yang pedih dari kami.” Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan
kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan?
Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” [Yasin: 18-19]
1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«لاَ عَدْوَ وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ
وَلاَ صَفَرَ»
“Tidak ada ‘Adwa, Thiyarah, Hamah,
Shafar.” [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Dan dalam riwayat lain terdapat tambahan:
«وَلاَ نَوْءَ وَلاَ غَوْلَ»
“Dan tidak ada Nau’, serta Ghaul.”
[Shahih Muslim] [1].
2. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
Rasulullah ﷺ
bersabda:
«لاَ عَدْوَ وَلاَ طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي
الْفَأْلُ» قَالُوا: وَمَا الفَأْلُ؟ قَالَ: «الكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ»
“Tidak ada ‘Adwa dan tidak ada Thiyarah,
tetapi Fa’l menyenangkan diriku”. Para sahabat bertanya: “Apakah Fa’l
itu? Beliau menjawab: “Yaitu kalimah thayyibah (kata-kata yang baik)”.
[Shahih Bukhari dan Muslim]
3. Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu berkata: Thiyarah
disebut-sebut dihadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka
beliaupun bersabda:
«أَحْسَنُهَا الْفَأْلُ، وَلاَ تَرُدُّ
مُسْلِمًا، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ لاَ
يَأْتِي بِالْحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ، وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلاَّ
أَنْتَ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ»
“Yang paling baik adalah Fa’l, dan Thiyarah
tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya, apabila salah seorang di antara kamu melihat
sesuatu yang tidak diinginkannya, maka hendaknya ia berdo’a: “Ya Allah, tiada
yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tiada yang dapat menolak
kejahatan kecuali Engkau, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali atas
pertolongan-Mu”. [Sunan Abi Daud: Hasan ligairih]
4. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ،
وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ»
“Thiyarah itu perbuatan syirik, thiyarah
itu perbuatan syirik, tidak ada seorangpun dari antara kita kecuali (telah
terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah bisa
menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” [Sunan Abi Daud: Sahih]
5. Dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ حَاجَتِهِ
فَقَدْ أَشْرَكَ» قَالُوْا: فَمَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «أَنْ تَقُوْلَ:
اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلا خَيْرُكَ، وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ، وَلاَ إِلَهَ
إِلاَّ غَيْرُكَ»
“Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya
karena thiyarah ini, maka ia telah berbuat kemusyrikan”,
Para sahabat bertanya: “Lalu apa yang bisa
menebusnya?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab: ”Hendaknya ia berdoa: “ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan
dari-Mu, dan tiada kesialan kecuali kesialan dari-Mu, dan tiada sesembahan
kecuali Engkau”. [Musnad Ahmad: Hasan]
6. Dan dalam riwayat yang lain dari Fadhl bin Abbas radhiyallahu
‘anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّمَا الطِّيَرَةُ مَا أَمْضَاكَ أَوْ
رَدَّكَ»
“Sesugguhnya Thiyarah itu adalah yang bisa
menjadikan kamu terus melangkah, atau yang bisa mengurungkan niat (dari tujuan
kamu)”.
Dari ayat dan hadits di atas, syekh –rahimahullah-
menyebutkan 11 poin penting:
1)
Penjelasan tentang kedua ayat tersebut di atas; surat Al
A’raf 131, dan Yasin 19.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{قَالُوا اطَّيَّرْنَا
بِكَ وَبِمَنْ مَعَكَ قَالَ طَائِرُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ
تُفْتَنُونَ} [النمل: 47]
Mereka menjawab,
“Kami mendapat nasib yang malang disebabkan oleh kamu dan orang-orang yang
bersamamu.” Dia (Saleh) berkata, “Nasibmu ada pada Allah (bukan kami yang
menjadi sebab), tetapi kamu adalah kaum yang sedang diuji.” [An-Naml: 47]
Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla
Yang menetapkan segala yang terjadi di alam semesta termasuk keburukan. Allah
subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ
اللَّهِ} [التغابن: 11]
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa
seseorang kecuali dengan ijin Allah. [At-Taqaabun: 11]
Akan tetapi setiap musibah pasti ada
penyebabnya dari perbuatan manusia. Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ} [الشورى: 30]
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu
maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian
besar (dari kesalahan-kesalahanmu). [Asy-Syuraa: 30]
2)
Pernyataan bahwa tidak ada “‘Adwa”.
Adwa: penularan penyakit.
Maksud sabda Nabi di sini ialah untuk menolak anggapan mereka ketika masih
hidup di zaman jahiliyah, bahwa penyakit berjangkit atau menular dengan
sendirinya, tanpa kehendak dan takdir Allah ta’aalaa. Anggapan inilah
yang ditolak oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bukan
keberadaan penjangkitan atau penularan; sebab, dalam riwayat lain, setelah
hadits ini, disebutkan:
«وَفَرُّوْا مِنَ المَجْذُوْمِ كَمَا
تَفِرَّوْا مِنَ الأَسَدِ»
“Dan menjauhlah dari orang yang terkena
penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa.” [Shahih Bukhari]
Ini menunjukkan bahwa penjangkitan atau
penularan penyakit dengan sendirinya tidak ada, tetapi semuanya atas kehendak
dan takdir Ilahi, namun sebagai insan
muslim di samping iman kepada takdir tersebut haruslah berusaha melakukan
tindakan pencegahan sebelum terjadi penularan sebagaimana usahanya menjauh
dari terkaman singa. Inilah hakikat iman
kepada takdir Ilahi.
Lihat: Sikap seorang mukmin menyikapi wabah penyakit menular (covid-19)
3)
Pernyataan bahwa tidak ada “thiyarah”.
Thiyarah: Merasa bernasib
sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa
saja.
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ
فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ، وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ،
يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ، وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ} [يونس: 107]
Dan jika Allah menimpakan suatu bencana
kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah
menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya.
Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara
hamba-hamba-Nya. Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. [Yunus: 107]
4)
Pernyataan bahwa tidak ada “hamah”.
Hamah: burung hantu. Orang-orang jahiliyah
merasa bernasib sial dengan melihatnya, apabila ada burung hantu hinggap di
atas rumah salah seorang di antara mereka, dia merasa bahwa burung ini membawa
berita kematian tentang dirinya sendiri, atau salah satu anggota keluarganya.
Dan maksud beliau adalah untuk menolak anggapan yang tidak benar ini. Bagi
seorang muslim, anggapan seperti ini harus tidak ada, semua adalah dari Allah
dan sudah ditentukan oleh-Nya.
Ada juga yang beranggapan bahwa ruh atau tulang orang yang terbunuh akan
menjadi burung hantu jika belum dibalaskan dendamnya.
Keyakinan ini dibatalkan oleh Islam, dan yang
benar bahwa ruh orang yang mati syahid berada di dalam perut burung.
Dari Ka'b bin Malik radiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ أَرْوَاحَ الشُّهَدَاءِ فِي
طَيْرٍ خُضْرٍ تَعْلُقُ مِنْ ثَمَرِ الجَنَّةِ أَوْ شَجَرِ الجَنَّةِ» [سنن الترمذي: صحيح]
Sesungguhnya ruh para syuhada berada di
dalam perut burung hijau, makan dari
buah surga atau tanaman surga. [Sunan Tirmidzi: Sahih]
Ø
Dalam riwayat lain:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّمَا نَسَمَةُ الْمُؤْمِنِ
طَائِرٌ فِي شَجَرِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى جَسَدِهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ» [سنن النسائي: صحيح]
"Sesungguhnya ruh seorang
mukmin (yang mati syahid) dalam perut burung (berada) di pohon surga sampai
Allah mengembalikannya ke jasadnya pada hari kiamat". [Sunan An-Nasa'i:
Sahih]
5)
Pernyataan bahwa tidak ada Shafar.
Ada yang berpendapat tentang makna shafar dalam hadits ini:
Pertama: Yang dimaksud dengan Shafar adalah penyakit pada perut, orang
dahulu meyakininya sebagai ular besar yang ada di dalam perut dan bisa menular.
Pendapat kedua: Yang dimaksud adalah bulan Shafar, kemudian
mereka berselisih apa maksud dari hadits ini:
a.
Ada mengatakan bahwa orang
jahiliyah dahulu sering menukarkan bulan Muharram dengan Shafar. Ketika mereka
akan berperang dan ternyata saat itu adalah bulan Muharram yang mereka agungkan
untuk tidak berperang, mereka mengatakan "kita undurkan Muharram tahun ini
dan kita jadikan bulan ini adalah bulan Shafar dan bulan depannya baru Muharram".
Kemudian Islam datang melarangnya tindakan seperti ini.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ
فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ
عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ}
[التوبة: 37]
Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu
adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan
mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan
mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan
bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah. [At-Taubah:37]
Ø
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
" كَانُوا يَجْعَلُونَ المُحَرَّمَ صَفَرًا "
[صحيح البخاري ومسلم]
“Orang-orang jahiliyah dulu menggantikan
bulan Muharram dengan bulan Shafar”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
b.
Yang lain berpendapat bahwa
orang jahiliyah dulu menganggap bahwa bulan Shafar membawa sial, mereka tidak
mau bepergian atau melakukan sesuatu di bulan itu. Kemudian Islam datang membatalkan
keyakinan itu.
Sebagaimana mereka juga berkeyakinan buruk pada
hari Rabu dan bulan Syawal.
Lihat: Bulan Shafar tidak membawa sial
6)
Al-Fa’l tidak termasuk yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, bahkan dianjurkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«لاَ طِيَرَةَ، وَخَيْرُهَا الفَأْلُ»
قَالُوا: وَمَا الفَأْلُ؟ قَالَ: «الكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ»
[صحيح البخاري ومسلم]
"Tidak ada pengaruh jahat karena burung (pemali). Dan yang
paling baik adalah Al-Fa'l”. Lalu beliau ditanya; 'Apa itu Al-Fa'l, Ya
Rasulullah? ' Jawab beliau; “Ucapan baik yang di dengar oleh salah seorang di
antara kalian.” [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø
Dalam riwayat lain:
«لَا عَدْوَى، وَلَا طِيَرَةَ، وَأُحِبُّ
الْفَأْلَ الصَّالِحَ» [صحيح مسلم]
"Tidak ada 'adwa
(penyakit menular dengan sendirinya), dan tidak ada thiyarah, dan aku menyukai
Al-fa'l yang baik". [Sahih Muslim]
7)
Penjelasan tentang makna Al-Fa’l.
Al-Fa’l adalah harapan atau ucapan do’a
kepada Allah agar memberi kebaikan ketika melihat atau mendengarkan suatu yang
baik.
Lihat: Sugesti nama
8)
Apabila terjadi tathayyur dalam hati seseorang,
tetapi dia tidak menginginkannya, maka hal itu tidak apa-apa baginya, bahkan
Allah ta’aalaa akan menghilangkannya dengan bertawakkal kepada-Nya.
Dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ
أَنْفُسَهَا، مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Sesungguhnya Allah memaafkan
apa yang dikatakan oleh hati mereka, selama tidak melakukan atau pun
mengungkapnya." [Sahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Syarah
Arba'in hadits (37) Ibnu 'Abbas; Allah mencatat kebaikan dan keburukan
9)
Penjelasan tentang doa yang dibacanya, saat seseorang
menjumpai hal tersebut (pemali dalam dirinya).
10)
Ditegaskan bahwa thiyarah itu termasuk syirik.
Dari Fadhalah bin Ubaid Al-Anshariy radhiyallahu
'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ فَقَدْ
قَارَفَ الشِّرْكَ» [الجامع لابن وهب: حسنه الألباني]
"Barangsiapa yang tidak
melaksanakan sesuatu karena "thiyarah" maka ia telah mendekati
kemusyrikan". [Al-Jami' karya Ibnu Wahb: Hasan]
Kategori syirik dalam hal ini adalah syirik
kecil yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, kecuali jika ia meyakini
hal tersebut memberi manfaat atau keburukan dengan sendirinya tanpa ada kuasa
Allah, maka ini adalah kategori syirik besar yang bisa mengeluarkan pelakunya
dari Islam.
11)
Penjelasan tentang thiyarah yang tercela dan
terlarang.
Lihat: Larangan keyakinan Thiyarah dan Tasyaum (Pemali)
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Syarah Kitab Tauhid bab (27); Nusyrah (penangkal sihir)
([1]) Nau’: bintang; arti asalnya adalah: tenggelam
atau terbitnya suatu bintang. Orang-orang jahiliyah menisbatkan turunnya hujan
kepada bintang ini, atau bintang itu. Maka Islam datang mengikis anggapan
seperti ini, bahwa tidak ada hujan turun karena suatu bintang tertentu, tetapi
semua itu adalah ketentuan dari Allah ta’aalaa.
Ghaul: hantu, salah satu makhluk jenis jin. Mereka beranggapan bahwa hantu
ini dengan perubahan bentuk maupun warnanya dapat menyesatkan seseorang dan
mencelakakannya. Sedang maksud sabda Nabi di sini bukanlah tidak mengakui
keberadaan makhluk seperti ini, tetapi menolak anggapan mereka yang tidak baik
tersebut yang akibatnya takut kepada selain Allah, serta tidak bertawakkal
kepada-Nya, inilah yang ditolak oleh beliau.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Fudhail Adh-Dhabbiy dalam kitabnya Ad-Du’aa’ no.119:
Bahwasanya cerita tentang makhluk aneh (yang bisa berubah wujud sejenis jin)
disebutkan di sisi Umar, maka beliau bekata:
إِنَّهُ
لَيْسَ مِنْ شَيْءٍ يَسْتَطِيعُ أن يتغير عَن خَلْقِ اللهِ خَلْقَهُ ، وَلَكِنْ
لَهُمْ سَحَرَةٌ كَسَحَرَتِكُمْ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَأَذِّنُوا.
“Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang mampu berubah dari wujud
yang Allah ciptakan padanya, akan tetapi mereka punya tukang sihir sebagaimana
tukang sihir kalian (dari kalangan manusia), maka jika kalian melihat suatu hal
yang demikian (makluk berubah wujud) maka adzan-lah”. [Sanadnya shahih]
Lihat: Takhrij hadits; Mengumandangkan adzan ketika melihat jin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...