بسم الله الرحمن الرحيم
Ulama
berselisih pendapat tentang hukum darah manusia, apakah najis atau suci.
Ada
yang mengatakan najis, ini adalah pendapat mazhab yang empat (Hanafiy, Malikiy,
Syafi’iy, dan Hanbaliy). Dan menurut mereka, darah yang sedikit dimaafkan.
Dan
ada yang berpendapat bahwa darah manusia hukumnya suci.
A.
Dalil
pendapat pertama yang mengatakan najis.
Diantaranya:
1. Ijma’ ulama.
Kesepakatan
ulama (ijma’) akan kenajisan darah dinukil oleh beberapa ulama diantaranya:
Ø
Imam Ahmad –rahimahullah- (w.241H) ditanya tentang darah;
Apakah darah dan nanah menurutmu sama?
Beliau
menjawab:
"
الدَّمُ لَمْ يَخْتَلِفِ النَّاسُ فِيهِ، وَالْقَيْحُ قَدِ اخْتَلَفَ النَّاسُ
فِيهِ "
“Darah
hukumnya tidak diperselisihkan oleh manusia, sedangkan nanah hukumnya telah
diperselisihkan manusia”. [Syarh Al-‘Umdah kitab Thaharah karya Ibnu Taimiyah
hal.105]
Ø
Ibnu Abdil Bar –rahimahullah- (w.463H) berkata:
"هَذَا
إِجْمَاعٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ أَنَّ الدَّمَ الْمَسْفُوحَ رِجْسٌ نَجِسٌ"
“Ini
ijma’ kaum muslimin bahwasanya darah yang mengalir adalah kotor najis”.
[At-Tamhiid: 22/230]
Ø
Ibnu Hazm –rahimahullah- (w.456H) berkata:
"اتفقوا
على أنّ الكثيرَ مِن أيّ دمٍ كان، حاشا دم السمك، وما لا يسيل دمُه؛ نجسٌ".
“Mereka
sepakat bahwasanya jumlah yang banyak dari darah apa pun –kecuali darah ikan
dan yang tidak punya darah mengalir- hukumnya najis”. [Maratibul Ijma’ hal.16]
Ø
Al-Qurthubiy –rahimahullah-
(w.671H) berkata:
"اتَّفَقَ
الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ الدَّمَ حَرَامٌ نَجِسٌ"
“Ulama
sepakat bahwasanya darah itu haram dan najis”. [Tafsir Al-Qurthubiy 2/221]
Ø
Imam An-Nawawiy –rahimahullah- (w.676) berkata:
"الدَّلَائِلُ عَلَى نَجَاسَةِ الدَّمِ
مُتَظَاهِرَةٌ، وَلَا أَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا عَنْ أَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ،
إلَّا مَا حَكَاهُ صَاحِبُ الْحَاوِي عَنْ بَعْضِ الْمُتَكَلِّمِينَ أَنَّهُ قَالَ:
هُوَ طَاهِرٌ؛ وَلَكِنَّ الْمُتَكَلِّمِينَ لَا يُعْتَدُّ بِهِمْ فِي الْإِجْمَاعِ"
“Dalil
akan kenajisan darah sangat jelas, dan saya tidak mengetahui dalam masalah ini
ada perselisihan dari seorang muslim, kecuali yang dihikayatkan oleh pengarang
kitab Al-Hawiy dari sebagian ahli kalam bahwasanya darah itu suci, akan tetapi
ahli kalam tidak diperhitungkan dalam ijma’”. [Al-Majmu’ 2/557]
Ø
Ibnu Hajar –rahimahullah-
(w.852H) berkata:
"الدم نجس اتفاقاً"
“Darah
itu najis sesuai kesepakatan (ulama)”. [Fathul Bariy 1/352]
2. Firman Allah
subhanahu wa ta’aalaa:
{قُلْ لَا أَجِدُ
فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ
مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا
أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ} [الأنعام:
145]
Katakanlah:
"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan
bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir, atau daging babi - karena sesungguhnya (semua) itu kotor -
atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah". [Al-An’aam:145]
Dalil ini dibantah dengan argumen:
a)
Pengharaman
memakan sesuati tidak melazimkan kenajisannya, karena ayat ini hanya menegaskan
akan keharaman memakannya.
b)
Kata
“rijs” kadang dimaksudkan sebagai najis secara makana bukan dzat,
seperti firman Allah ta’aalaa:
{إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ
عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ البَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا} [الأحزاب:
33]
Sesungguhnya
Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya. [Al-Ahzaab:33]
{فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ} [التوبة:
95]
Maka
berpalinglah dari mereka (kaum munafiq); Karena sesungguhnya mereka itu adalah
najis. [At-Taubah: 95]
3. Hadits
Asmaa’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
جَاءَتِ امْرَأَةٌ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: أَرَأَيْتَ إِحْدَانَا تَحِيضُ
فِي الثَّوْبِ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟ قَالَ: «تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ،
وَتَنْضَحُهُ، وَتُصَلِّي فِيهِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Seorang wanita datang kepada Nabi ﷺ dan bertanya "Bagaimana pendapat Tuan
jika salah seorang dari kami darah haidnya mengenai pakaiannya. Apa yang harus
dilakukannya?" Beliau menjawab, "Membersihkan darah yang menggenai
pakaiannya dengan menggosoknya dengan jari, lalu memercikinya dengan air.
Kemudian shalat dengan pakaian tersebut." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Hadits ini menunjukkan bahwa darah haid adalah najis
karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk
mencucinya, demikian pula dengan darah yang lainnya dengan memakai dalil kias.
4. Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
جَاءَتْ فَاطِمَةُ
بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ؟
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ، إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ،
وَلَيْسَ بِحَيْضٍ، فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي الصَّلاَةَ، وَإِذَا أَدْبَرَتْ
فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلِّي» [صحيح البخاري ومسلم]
"Fatimah
binti Abu Hubaiys datang menemui Nabi ﷺ dan
berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita yang keluar darah
istihadlah (darah penyakit) hingga aku tidak suci. Apakah aku boleh
meninggalkan shalat?" Rasulullah ﷺ lalu
menjawab, "Jangan, sebab itu hanyalah darah dari pembuluh darah (yang
terluka) dan bukan darah haid. Jika datang haidmu maka tinggalkan shalat, dan
jika telah terhenti maka bersihkanlah sisa darahnya lalu shalat." [Shahih Bukhari dan
Muslim]
Dalil ini dibantah dengan argumen:
Bahwasanya
pencucian ini sebagai istinja’ dari darah haid saat datang dan pergi, dan bukan
perintah untuk mencuci darah istihadah (penyakit).
B.
Dalil
pendapat kedua, yang mengatakan suci.
Diantaranya:
1) Para
sahabat -radhiyallahu 'anhum- sering berjihad dan sering berdarah, namun tidak didapatkan dalil yang jelas memerintahkan untuk mencuci darah.
Seandainya darah itu najis, maka pasti ada
dalil yang jelas menunjukkannya.
2) Orang
yang mati syahid dikuburkan dengan darah yang ada di tubuhnya, dan tidak
dimandikan.
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu
‘anhuma; Nabi ﷺ beliau bersabda
tentang korban Peperangan Uhud:
«لَا تُغَسِّلُوهُمْ،
فَإِنَّ كُلَّ جُرْحٍ - أَوْ كُلَّ دَمٍ - يَفُوحُ مِسْكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ»،
وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِمْ [مسند أحمد: صحيح]
"Janganlah kalian memandikannya,
karena setiap luka atau setiap darah akan menyerebak harum pada hari
kiamat." beliau tidak menshalatinya. [Musnad Ahmad: Shahih]
Seandainya darah itu najis maka mesti
mereka dimandikan. Adapun alasan karena mereka akan dibangkitkan dengan warna
darah tapi berbau kasturi, maka itu tidak menghalangi wajibnya mencuci najis.
Dan jika dikatakan bahwa darah syuhada’ adalah suci maka itu dikiaskan kepada
selainnya.
3) Nabi
ﷺ tidak memerintahkan
untuk membersihkan mesjid dari darah padahal beliau telah memerintahkan untuk
membersihkannya dari kecing, bahkan ludah.
'Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
أُصِيبَ سَعْدٌ يَوْمَ الخَنْدَقِ فِي
الأَكْحَلِ، «فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْمَةً فِي
المَسْجِدِ، لِيَعُودَهُ مِنْ قَرِيبٍ فَلَمْ يَرُعْهُمْ» وَفِي المَسْجِدِ
خَيْمَةٌ مِنْ بَنِي غِفَارٍ، إِلَّا الدَّمُ يَسِيلُ إِلَيْهِمْ، فَقَالُوا: يَا
أَهْلَ الخَيْمَةِ، مَا هَذَا الَّذِي يَأْتِينَا مِنْ قِبَلِكُمْ؟ فَإِذَا سَعْدٌ
يَغْذُو جُرْحُهُ دَمًا، فَمَاتَ فِيهَا [صحيح
البخاري ومسلم]
"Pada hari peperangan Khandaq, Sa'd
terluka pada bagian lengannya. Nabi ﷺ
kemudian mendirikan tenda di dalam masjid untuk menjenguk Sa'd dari dekat,
kemudian mereka tidak terkejut - sementara di Masjid ada tenda milik Bani
Ghifar - melainkan ada darah yang mengalir ke arah mereka (orang-orang Bani
Ghifar), maka mereka pun berkata, 'Wahai penghuni tenda! Apa itu yang mengenai
kami ini, yang muncul dari arah kalian? ' Dan ternyata itu adalah darah Sa'd
yang keluar sehingga ia pun meninggal." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø
'Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata:
«أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْتَكَفَ مَعَهُ بَعْضُ نِسَائِهِ
وَهِيَ مُسْتَحَاضَةٌ تَرَى الدَّمَ، فَرُبَّمَا وَضَعَتِ الطَّسْتَ تَحْتَهَا
مِنَ الدَّمِ، وَزَعَمَ أَنَّ عَائِشَةَ رَأَتْ مَاءَ العُصْفُرِ، فَقَالَتْ:
كَأَنَّ هَذَا شَيْءٌ كَانَتْ فُلاَنَةُ تَجِدُهُ» [صحيح البخاري]
"Nabi
ﷺ pernah beriktikaf bersama dengan sebagian
istri-istrinya, sementara saat itu ia sedang mengalami istihadlah dan bisa
melihat adanya darah (yang keluar). Dan kadang diletakkan sebuah baskom di
bawahnya lantaran darah tersebut. Dan Ikrimah mengklaim bahwa 'Aisyah melihat
cairan berwarna kekuningan, lalu ia berkata, "Seakan ini adalah sesuatu
yang pernah dialami oleh fulanah." [Shahih Bukhari]
Ø Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
"Ketika kami berada di masjid bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, tiba-tiba datanglah seorang Badui yang kemudian berdiri dan kencing
di masjid. Maka para sahabat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Cukup, cukup'."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lantas bersabda:
«لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ»
“Janganlah
kalian menghentikan kencingnya, biarkanlah dia hingga dia selesai kencing."
Maka
sahabat membiarkannya sampai ia selesai kencing. Kemudian Rasulullah memanggilnya
seraya berkata kepadanya:
«إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا
الْبَوْلِ، وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ،
وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ»
“Sesungguhnya
masjid ini tidak layak dari kencing ini dan tidak pula kotoran tersebut. Ia
hanya untuk berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al-Qur'an”
Lalu
beliau memerintahkan seorang laki-laki dari para sahabat (mengambil air), lalu
dia membawa air satu ember dan mengguyurnya. [Sahih Muslim]
Ø Dari Anas bin Malik
radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«البُزَاقُ فِي المَسْجِدِ خَطِيئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا» [صحيح
البخاري ومسلم]
"Meludah di dalam Masjid
adalah suatu dosa. Maka kafarahnya (tebusannya) adalah menguburnya."
[Sahih Bukhari dan Muslim]
Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk membersihkan mesjid dari kencing dan ludah,
maka darah lebih utama jika memang itu adalah najis.
4) Boleh
mendatangi istri yang sedang istihadah sekalipun darahnya mengalir.
Seandainya darah itu najis maka tentu tidak
akan dibolehkan sebagaimana diharamkannya mendatangi istri yang sedang haid.
Allah ‘azza wajalla berfirman:
{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ
أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى
يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِين} [البقرة:
222]
Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri (dgn tidak
menyetubuhi) dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci (dari haid). apabila mereka Telah suci (mandi wajib), Maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.
[Al-Baqarah:222]
5)
Mayat
manusia hukumnya suci, maka darahnya juga suci seperti ikan.
Abu
Hurairah -radhiyallahu
'anhu- berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendapatiku
sementara aku dalam keadaan junub, lalu beliau memegang tanganku maka aku
berjalan bersamanya sampai beliau duduk, kemudian aku pergi secara diam-diam
mendatangi rumah lalu mandi dan menemui Rasulullah yang masih duduk. Lalu
Rasulullah bertanya padaku: Dari mana saja engkau wahai Abu Hurairah? Lalu aku
menceritakan keadaanku. Maka Rasulullah berkata:
«سُبْحَانَ اللَّهِ، يَا أَبَا هِرٍّ، إِنَّ المُؤْمِنَ لاَ يَنْجُسُ»
[صحيح البخاري ومسلم]
"Subhanallah, wahai Abu
Hurairah .. sesungguhnya orang mukmin itu tidak bernajis". [Sahih Bukhari
dan Muslim]
6)
Hadits
Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَعْنِي فِي غَزْوَةِ ذَاتِ الرِّقَاعِ - فَأَصَابَ
رَجُلٌ امْرَأَةَ رَجُلٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، فَحَلَفَ أَنْ لَا أَنْتَهِيَ
حَتَّى أُهَرِيقَ دَمًا فِي أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ، فَخَرَجَ يَتْبَعُ أَثَرَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْزِلًا، فَقَالَ: مَنْ رَجُلٌ يَكْلَؤُنَا؟ فَانْتَدَبَ
رَجُلٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَرَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ: «كُونَا بِفَمِ
الشِّعْبِ»، قَالَ: فَلَمَّا خَرَجَ الرَّجُلَانِ إِلَى فَمِ الشِّعْبِ اضْطَجَعَ
الْمُهَاجِرِيُّ، وَقَامَ الْأَنْصَارِيُّ يُصَلِّ، وَأَتَى الرَّجُلُ فَلَمَّا
رَأَى شَخْصَهُ عَرَفَ أَنَّهُ رَبِيئَةٌ لِلْقَوْمِ، فَرَمَاهُ بِسَهْمٍ
فَوَضَعَهُ فِيهِ فَنَزَعَهُ، حَتَّى رَمَاهُ بِثَلَاثَةِ أَسْهُمٍ، ثُمَّ رَكَعَ
وَسَجَدَ، ثُمَّ انْتَبَهَ صَاحِبُهُ، فَلَمَّا عَرَفَ أَنَّهُمْ قَدْ نَذِرُوا
بِهِ هَرَبَ، وَلَمَّا رَأَى الْمُهَاجِرِيُّ مَا بِالْأَنْصَارِيِّ مِنَ الدَّمِ،
قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ أَلَا أَنْبَهْتَنِي أَوَّلَ مَا رَمَى، قَالَ: كُنْتَ
فِي سُورَةٍ أَقْرَؤُهَا فَلَمْ أُحِبَّ أَنْ أَقْطَعَهَا [سنن أبي داود: حسن]
Kami pernah keluar bersama Rasulullah ﷺ, yakni pada perang Dzat Ar-Riqa', kemudian
ada seseorang (dari kaum muslimin) yang menangkap istri seorang laki-laki kaum
musyrikin. Maka dia (sang suami) bersumpah dengan berujar, "Saya tidak
akan henti-hentinya membalas, sehingga aku dapat menumpahkan darah seseorang
dari kalangan sahabat Muhammad." Maka dia pun pergi mengikuti jejak Nabi ﷺ. Setelah Nabi ﷺ
singgah di suatu tempat, beliau bersabda, "Siapa yang akan menjaga
kita?" Maka seorang dari kaum Muhajirin dan seorang dari Anshar
memenuhinya. Lalu beliau bersabda, "Berjagalah kalian berdua di mulut
celah kedua bukit itu!" Jabir berkata; Tatkala kedua orang tersebut pergi
ke celah bukit tersebut, laki-laki dari Muhajirin itu berbaring (tidur),
sedangkan laki-laki dari Anshar berdiri (melaksanakan shalat), lalu laki-laki
musyrik itu datang. Tatkala si musyrik itu melihat sosok orang Anshar tersebut,
dia mengetahui bahwa orang Anshar itu adalah perintis pasukan, maka dia pun
melemparkan anak panah ke arahnya dan mengenainya. Maka orang Anshar itu
mencabut anak panah tersebut, sampai si musyrik memanahnya dengan tiga anak
panah, lalu orang Anshar itu rukuk dan sujud. Kemudian sahabatnya (orang
Muhajirin) terbangun. Tatkala si musyrik itu mengetahui bahwa para sahabat
telah mengetahuinya, maka dia pun lari. Pada saat laki-laki Muhajirin itu
melihat tubuh laki-laki Anshar itu berlumuran darah, dia berkata; Subhaanallah
(Mahasuci Allah), mengapa kamu tidak membangunkanku ketika dia memanahmu
pertama kali? Dia menjawab, Waktu itu saya sedang membaca suatu surah,
sementara aku tidak suka memotong bacaan tersebut (hingga selesai). [Sunan Abi
Daud: Hasan]
7)
Atsar
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:
Bakr bin Abdullah Al-Muzaniy –rahimahullah-
berkata:
«رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ
عَصَرَ بَثْرَةً فِي وَجْهِهِ فَخَرَجَ شَيْءٌ مِنْ دَمٍ فَحَكَّهُ بَيْنَ
إِصْبَعَيْهِ ثُمَّ صَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ» [مصنف
ابن أبي شيبة: سنده صحيح]
Aku melihat Ibnu Umar memencet bisul di
wajahnya lalu keluar sedikit darah, kemudian ia menggaruknya di antara dua
jarinya kemudian ia shalat dan tidak berwudhu”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah:
Sanadnya shahih]
8)
Atsar
Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhuma:
‘Atha’ bin As-Saib –rahimahullah- berkata:
«رَأَيْتُ عَبْدَ اللهِ
بْنَ أَبِي أَوْفَى بَزَقَ دَمًا ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى» [الأوسط
لابن المنذر: حسن]
“Aku melihat Abdullah bin Abi Aufa meludah
dengan darah kemudian ia berdiri dan shalat”. [Al-Ausath karya Ibnu Al-Mundzir:
Hasan]
9)
Atsar
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
Dari Yahya bin Al-Jazzar –rahimahullah-;
«أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ،
صَلَّى وَعَلَى بَطْنِهِ فَرَثٌ وَدَمٌ، فَلَمْ يُعِدَّ الصَّلَاةَ» [مصنف ابن أبي شيبة: سنده صحيح]
“Bahwasanya Ibnu Mas’ud shalat dan di perutnya
ada kotoran ternak dan darah, dan ia tidak mengulangi shalatnya”. [Mushannaf
Ibnu Abi Syaibah: Sanadnya shahih]
Adapun yang mengatakan bahwa darah yang
disebutkan dalam atsar di atas adalah darah yang sedikit maka dimaafkan, maka
anggapan ini keliru, karena tidak ada perbedaan dalam masalah najis antara
sedikit dan banyak, sebagaimana kencing dan najis lainnya.
Kesimpulan:
Kedua pendapat ini sangat kuat, karena
pendapat pertama menukil ijma’ dan merupakan pendapat jumhur ulama, sedangkan
pendapat kedua didukung dengan dalil-dalil yang kuat sekalipun hanya pendapat
sebagian ulama. Wallahu a’lam!
Referensi:
موسوعة
أحكام الطهارة
المؤلف:
أبو عمر دُبْيَانِ بن محمد الدُّبْيَانِ
Lihat
juga: Najis Anjing - Najis kencing dan kotoran hewan - Takhriij hadits: Hari Selasa, hari darah
Maaf bertnya jika seprai terkena darah kerana luka kemudian sudah dibasuh menggunakan mesin basuh setelah itu apabila sdh dijemur dan digunakan saya bru sedar yang warna darahnya msih ada. Adkh seprai itu sudah suci saya bimbang akn perkara ini.
BalasHapusSudah suci. Wallahu a'lam!
HapusBerarti darah adalah najis ustad?
BalasHapusKarena orang disekelling saya ketika terluka hanya di lap dgn tisu kering
Tanpa di sucikan dgn air,
Mohon jawabannya
BalasHapusDarah luka yang sedikit tidak najis, wallahu a'lam!
Hapus