Minggu, 21 November 2021

Apakah darah manusia najis?

بسم الله الرحمن الرحيم

Ulama berselisih pendapat tentang hukum darah manusia, apakah najis atau suci.

Ada yang mengatakan najis, ini adalah pendapat mazhab yang empat (Hanafiy, Malikiy, Syafi’iy, dan Hanbaliy). Dan menurut mereka, darah yang sedikit dimaafkan.

Dan ada yang berpendapat bahwa darah manusia hukumnya suci.

A.    Dalil pendapat pertama yang mengatakan najis.

Diantaranya:

1.      Ijma’ ulama.

Kesepakatan ulama (ijma’) akan kenajisan darah dinukil oleh beberapa ulama diantaranya:

Ø  Imam Ahmadrahimahullah- (w.241H) ditanya tentang darah; Apakah darah dan nanah menurutmu sama?

Beliau menjawab:

" الدَّمُ لَمْ يَخْتَلِفِ النَّاسُ فِيهِ، وَالْقَيْحُ قَدِ اخْتَلَفَ النَّاسُ فِيهِ "

“Darah hukumnya tidak diperselisihkan oleh manusia, sedangkan nanah hukumnya telah diperselisihkan manusia”. [Syarh Al-‘Umdah kitab Thaharah karya Ibnu Taimiyah hal.105]

Ø  Ibnu Abdil Bar rahimahullah- (w.463H) berkata:

"هَذَا إِجْمَاعٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ أَنَّ الدَّمَ الْمَسْفُوحَ رِجْسٌ نَجِسٌ"

“Ini ijma’ kaum muslimin bahwasanya darah yang mengalir adalah kotor najis”. [At-Tamhiid: 22/230]

Ø  Ibnu Hazm rahimahullah- (w.456H) berkata:

"اتفقوا على أنّ الكثيرَ مِن أيّ دمٍ كان، حاشا دم السمك، وما لا يسيل دمُه؛ نجسٌ".

“Mereka sepakat bahwasanya jumlah yang banyak dari darah apa pun –kecuali darah ikan dan yang tidak punya darah mengalir- hukumnya najis”. [Maratibul Ijma’ hal.16]

Ø  Al-Qurthubiyrahimahullah- (w.671H) berkata:

"اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ الدَّمَ حَرَامٌ نَجِسٌ"

“Ulama sepakat bahwasanya darah itu haram dan najis”. [Tafsir Al-Qurthubiy 2/221]

Ø  Imam An-Nawawiyrahimahullah- (w.676) berkata:

"الدَّلَائِلُ عَلَى نَجَاسَةِ الدَّمِ مُتَظَاهِرَةٌ، وَلَا أَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا عَنْ أَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ، إلَّا مَا حَكَاهُ صَاحِبُ الْحَاوِي عَنْ بَعْضِ الْمُتَكَلِّمِينَ أَنَّهُ قَالَ: هُوَ طَاهِرٌ؛ وَلَكِنَّ الْمُتَكَلِّمِينَ لَا يُعْتَدُّ بِهِمْ فِي الْإِجْمَاعِ"

“Dalil akan kenajisan darah sangat jelas, dan saya tidak mengetahui dalam masalah ini ada perselisihan dari seorang muslim, kecuali yang dihikayatkan oleh pengarang kitab Al-Hawiy dari sebagian ahli kalam bahwasanya darah itu suci, akan tetapi ahli kalam tidak diperhitungkan dalam ijma’”. [Al-Majmu’ 2/557]

Ø  Ibnu Hajarrahimahullah- (w.852H) berkata:

"الدم نجس اتفاقاً"

“Darah itu najis sesuai kesepakatan (ulama)”. [Fathul Bariy 1/352]

2.      Firman Allah subhanahu wa ta’aalaa:

{قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ} [الأنعام: 145]

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi - karena sesungguhnya (semua) itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah". [Al-An’aam:145]

Dalil ini dibantah dengan argumen:

a)      Pengharaman memakan sesuati tidak melazimkan kenajisannya, karena ayat ini hanya menegaskan akan keharaman memakannya.

b)      Kata “rijs” kadang dimaksudkan sebagai najis secara makana bukan dzat, seperti firman Allah ta’aalaa:

{إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ البَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا} [الأحزاب: 33]

Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. [Al-Ahzaab:33]

{فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ} [التوبة: 95]

Maka berpalinglah dari mereka (kaum munafiq); Karena sesungguhnya mereka itu adalah najis. [At-Taubah: 95]

3.      Hadits Asmaa’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

جَاءَتِ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: أَرَأَيْتَ إِحْدَانَا تَحِيضُ فِي الثَّوْبِ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟ قَالَ: «تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، وَتَنْضَحُهُ، وَتُصَلِّي فِيهِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Seorang wanita datang kepada Nabi dan bertanya "Bagaimana pendapat Tuan jika salah seorang dari kami darah haidnya mengenai pakaiannya. Apa yang harus dilakukannya?" Beliau menjawab, "Membersihkan darah yang menggenai pakaiannya dengan menggosoknya dengan jari, lalu memercikinya dengan air. Kemudian shalat dengan pakaian tersebut." [Shahih Bukhari dan Muslim]

Hadits ini menunjukkan bahwa darah haid adalah najis karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mencucinya, demikian pula dengan darah yang lainnya dengan memakai dalil kias.

4.      Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ، إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ، وَلَيْسَ بِحَيْضٍ، فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي الصَّلاَةَ، وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلِّي» [صحيح البخاري ومسلم]

"Fatimah binti Abu Hubaiys datang menemui Nabi dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita yang keluar darah istihadlah (darah penyakit) hingga aku tidak suci. Apakah aku boleh meninggalkan shalat?" Rasulullah lalu menjawab, "Jangan, sebab itu hanyalah darah dari pembuluh darah (yang terluka) dan bukan darah haid. Jika datang haidmu maka tinggalkan shalat, dan jika telah terhenti maka bersihkanlah sisa darahnya lalu shalat." [Shahih Bukhari dan Muslim]

Dalil ini dibantah dengan argumen:

Bahwasanya pencucian ini sebagai istinja’ dari darah haid saat datang dan pergi, dan bukan perintah untuk mencuci darah istihadah (penyakit).

B.     Dalil pendapat kedua, yang mengatakan suci.

Diantaranya:

1)      Para sahabat -radhiyallahu 'anhum- sering berjihad dan sering berdarah, namun tidak didapatkan dalil yang jelas memerintahkan untuk mencuci darah.

Seandainya darah itu najis, maka pasti ada dalil yang jelas menunjukkannya.

2)      Orang yang mati syahid dikuburkan dengan darah yang ada di tubuhnya, dan tidak dimandikan.

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma; Nabi beliau bersabda tentang korban Peperangan Uhud:

«لَا تُغَسِّلُوهُمْ، فَإِنَّ كُلَّ جُرْحٍ - أَوْ كُلَّ دَمٍ - يَفُوحُ مِسْكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ»، وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِمْ [مسند أحمد: صحيح]

"Janganlah kalian memandikannya, karena setiap luka atau setiap darah akan menyerebak harum pada hari kiamat." beliau tidak menshalatinya. [Musnad Ahmad: Shahih]

Seandainya darah itu najis maka mesti mereka dimandikan. Adapun alasan karena mereka akan dibangkitkan dengan warna darah tapi berbau kasturi, maka itu tidak menghalangi wajibnya mencuci najis. Dan jika dikatakan bahwa darah syuhada’ adalah suci maka itu dikiaskan kepada selainnya.

3)      Nabi tidak memerintahkan untuk membersihkan mesjid dari darah padahal beliau telah memerintahkan untuk membersihkannya dari kecing, bahkan ludah.

'Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

أُصِيبَ سَعْدٌ يَوْمَ الخَنْدَقِ فِي الأَكْحَلِ، «فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْمَةً فِي المَسْجِدِ، لِيَعُودَهُ مِنْ قَرِيبٍ فَلَمْ يَرُعْهُمْ» وَفِي المَسْجِدِ خَيْمَةٌ مِنْ بَنِي غِفَارٍ، إِلَّا الدَّمُ يَسِيلُ إِلَيْهِمْ، فَقَالُوا: يَا أَهْلَ الخَيْمَةِ، مَا هَذَا الَّذِي يَأْتِينَا مِنْ قِبَلِكُمْ؟ فَإِذَا سَعْدٌ يَغْذُو جُرْحُهُ دَمًا، فَمَاتَ فِيهَا [صحيح البخاري ومسلم]

"Pada hari peperangan Khandaq, Sa'd terluka pada bagian lengannya. Nabi kemudian mendirikan tenda di dalam masjid untuk menjenguk Sa'd dari dekat, kemudian mereka tidak terkejut - sementara di Masjid ada tenda milik Bani Ghifar - melainkan ada darah yang mengalir ke arah mereka (orang-orang Bani Ghifar), maka mereka pun berkata, 'Wahai penghuni tenda! Apa itu yang mengenai kami ini, yang muncul dari arah kalian? ' Dan ternyata itu adalah darah Sa'd yang keluar sehingga ia pun meninggal." [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  'Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْتَكَفَ مَعَهُ بَعْضُ نِسَائِهِ وَهِيَ مُسْتَحَاضَةٌ تَرَى الدَّمَ، فَرُبَّمَا وَضَعَتِ الطَّسْتَ تَحْتَهَا مِنَ الدَّمِ، وَزَعَمَ أَنَّ عَائِشَةَ رَأَتْ مَاءَ العُصْفُرِ، فَقَالَتْ: كَأَنَّ هَذَا شَيْءٌ كَانَتْ فُلاَنَةُ تَجِدُهُ» [صحيح البخاري]

"Nabi pernah beriktikaf bersama dengan sebagian istri-istrinya, sementara saat itu ia sedang mengalami istihadlah dan bisa melihat adanya darah (yang keluar). Dan kadang diletakkan sebuah baskom di bawahnya lantaran darah tersebut. Dan Ikrimah mengklaim bahwa 'Aisyah melihat cairan berwarna kekuningan, lalu ia berkata, "Seakan ini adalah sesuatu yang pernah dialami oleh fulanah." [Shahih Bukhari]

Ø  Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: "Ketika kami berada di masjid bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seorang Badui yang kemudian berdiri dan kencing di masjid. Maka para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Cukup, cukup'." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lantas bersabda:

«لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ»

Janganlah kalian menghentikan kencingnya, biarkanlah dia hingga dia selesai kencing."

Maka sahabat membiarkannya sampai ia selesai kencing. Kemudian Rasulullah memanggilnya seraya berkata kepadanya:

«إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ، وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ»

Sesungguhnya masjid ini tidak layak dari kencing ini dan tidak pula kotoran tersebut. Ia hanya untuk berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al-Qur'an”

Lalu beliau memerintahkan seorang laki-laki dari para sahabat (mengambil air), lalu dia membawa air satu ember dan mengguyurnya. [Sahih Muslim]

Ø  Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«البُزَاقُ فِي المَسْجِدِ خَطِيئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا» [صحيح البخاري ومسلم]

"Meludah di dalam Masjid adalah suatu dosa. Maka kafarahnya (tebusannya) adalah menguburnya." [Sahih Bukhari dan Muslim]

Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk membersihkan mesjid dari kencing dan ludah, maka darah lebih utama jika memang itu adalah najis.

4)      Boleh mendatangi istri yang sedang istihadah sekalipun darahnya mengalir.

Seandainya darah itu najis maka tentu tidak akan dibolehkan sebagaimana diharamkannya mendatangi istri yang sedang haid. Allah ‘azza wajalla berfirman:

{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِين} [البقرة: 222]

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri (dgn tidak menyetubuhi) dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci (dari haid). apabila mereka Telah suci (mandi wajib), Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. [Al-Baqarah:222]

5)      Mayat manusia hukumnya suci, maka darahnya juga suci seperti ikan.

Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendapatiku sementara aku dalam keadaan junub, lalu beliau memegang tanganku maka aku berjalan bersamanya sampai beliau duduk, kemudian aku pergi secara diam-diam mendatangi rumah lalu mandi dan menemui Rasulullah yang masih duduk. Lalu Rasulullah bertanya padaku: Dari mana saja engkau wahai Abu Hurairah? Lalu aku menceritakan keadaanku. Maka Rasulullah berkata:

«سُبْحَانَ اللَّهِ، يَا أَبَا هِرٍّ، إِنَّ المُؤْمِنَ لاَ يَنْجُسُ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Subhanallah, wahai Abu Hurairah .. sesungguhnya orang mukmin itu tidak bernajis". [Sahih Bukhari dan Muslim]

6)      Hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَعْنِي فِي غَزْوَةِ ذَاتِ الرِّقَاعِ - فَأَصَابَ رَجُلٌ امْرَأَةَ رَجُلٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، فَحَلَفَ أَنْ لَا أَنْتَهِيَ حَتَّى أُهَرِيقَ دَمًا فِي أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ، فَخَرَجَ يَتْبَعُ أَثَرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْزِلًا، فَقَالَ: مَنْ رَجُلٌ يَكْلَؤُنَا؟ فَانْتَدَبَ رَجُلٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَرَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ: «كُونَا بِفَمِ الشِّعْبِ»، قَالَ: فَلَمَّا خَرَجَ الرَّجُلَانِ إِلَى فَمِ الشِّعْبِ اضْطَجَعَ الْمُهَاجِرِيُّ، وَقَامَ الْأَنْصَارِيُّ يُصَلِّ، وَأَتَى الرَّجُلُ فَلَمَّا رَأَى شَخْصَهُ عَرَفَ أَنَّهُ رَبِيئَةٌ لِلْقَوْمِ، فَرَمَاهُ بِسَهْمٍ فَوَضَعَهُ فِيهِ فَنَزَعَهُ، حَتَّى رَمَاهُ بِثَلَاثَةِ أَسْهُمٍ، ثُمَّ رَكَعَ وَسَجَدَ، ثُمَّ انْتَبَهَ صَاحِبُهُ، فَلَمَّا عَرَفَ أَنَّهُمْ قَدْ نَذِرُوا بِهِ هَرَبَ، وَلَمَّا رَأَى الْمُهَاجِرِيُّ مَا بِالْأَنْصَارِيِّ مِنَ الدَّمِ، قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ أَلَا أَنْبَهْتَنِي أَوَّلَ مَا رَمَى، قَالَ: كُنْتَ فِي سُورَةٍ أَقْرَؤُهَا فَلَمْ أُحِبَّ أَنْ أَقْطَعَهَا [سنن أبي داود: حسن]

Kami pernah keluar bersama Rasulullah , yakni pada perang Dzat Ar-Riqa', kemudian ada seseorang (dari kaum muslimin) yang menangkap istri seorang laki-laki kaum musyrikin. Maka dia (sang suami) bersumpah dengan berujar, "Saya tidak akan henti-hentinya membalas, sehingga aku dapat menumpahkan darah seseorang dari kalangan sahabat Muhammad." Maka dia pun pergi mengikuti jejak Nabi . Setelah Nabi singgah di suatu tempat, beliau bersabda, "Siapa yang akan menjaga kita?" Maka seorang dari kaum Muhajirin dan seorang dari Anshar memenuhinya. Lalu beliau bersabda, "Berjagalah kalian berdua di mulut celah kedua bukit itu!" Jabir berkata; Tatkala kedua orang tersebut pergi ke celah bukit tersebut, laki-laki dari Muhajirin itu berbaring (tidur), sedangkan laki-laki dari Anshar berdiri (melaksanakan shalat), lalu laki-laki musyrik itu datang. Tatkala si musyrik itu melihat sosok orang Anshar tersebut, dia mengetahui bahwa orang Anshar itu adalah perintis pasukan, maka dia pun melemparkan anak panah ke arahnya dan mengenainya. Maka orang Anshar itu mencabut anak panah tersebut, sampai si musyrik memanahnya dengan tiga anak panah, lalu orang Anshar itu rukuk dan sujud. Kemudian sahabatnya (orang Muhajirin) terbangun. Tatkala si musyrik itu mengetahui bahwa para sahabat telah mengetahuinya, maka dia pun lari. Pada saat laki-laki Muhajirin itu melihat tubuh laki-laki Anshar itu berlumuran darah, dia berkata; Subhaanallah (Mahasuci Allah), mengapa kamu tidak membangunkanku ketika dia memanahmu pertama kali? Dia menjawab, Waktu itu saya sedang membaca suatu surah, sementara aku tidak suka memotong bacaan tersebut (hingga selesai). [Sunan Abi Daud: Hasan]

7)      Atsar Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:

Bakr bin Abdullah Al-Muzaniy –rahimahullah- berkata:

«رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ عَصَرَ بَثْرَةً فِي وَجْهِهِ فَخَرَجَ شَيْءٌ مِنْ دَمٍ فَحَكَّهُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ ثُمَّ صَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ» [مصنف ابن أبي شيبة: سنده صحيح]

Aku melihat Ibnu Umar memencet bisul di wajahnya lalu keluar sedikit darah, kemudian ia menggaruknya di antara dua jarinya kemudian ia shalat dan tidak berwudhu”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: Sanadnya shahih]

8)      Atsar Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhuma:

‘Atha’ bin As-Saib –rahimahullah- berkata:

«رَأَيْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ أَبِي أَوْفَى بَزَقَ دَمًا ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى» [الأوسط لابن المنذر: حسن]

“Aku melihat Abdullah bin Abi Aufa meludah dengan darah kemudian ia berdiri dan shalat”. [Al-Ausath karya Ibnu Al-Mundzir: Hasan]

9)      Atsar Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

Dari Yahya bin Al-Jazzar –rahimahullah-;

«أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ، صَلَّى وَعَلَى بَطْنِهِ فَرَثٌ وَدَمٌ، فَلَمْ يُعِدَّ الصَّلَاةَ» [مصنف ابن أبي شيبة: سنده صحيح]

“Bahwasanya Ibnu Mas’ud shalat dan di perutnya ada kotoran ternak dan darah, dan ia tidak mengulangi shalatnya”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: Sanadnya shahih]

Adapun yang mengatakan bahwa darah yang disebutkan dalam atsar di atas adalah darah yang sedikit maka dimaafkan, maka anggapan ini keliru, karena tidak ada perbedaan dalam masalah najis antara sedikit dan banyak, sebagaimana kencing dan najis lainnya.

Kesimpulan:

Kedua pendapat ini sangat kuat, karena pendapat pertama menukil ijma’ dan merupakan pendapat jumhur ulama, sedangkan pendapat kedua didukung dengan dalil-dalil yang kuat sekalipun hanya pendapat sebagian ulama. Wallahu a’lam!

Referensi:

موسوعة أحكام الطهارة

المؤلف: أبو عمر دُبْيَانِ بن محمد الدُّبْيَانِ

Lihat juga: Najis Anjing - Najis kencing dan kotoran hewan - Takhriij hadits: Hari Selasa, hari darah

5 komentar:

  1. Maaf bertnya jika seprai terkena darah kerana luka kemudian sudah dibasuh menggunakan mesin basuh setelah itu apabila sdh dijemur dan digunakan saya bru sedar yang warna darahnya msih ada. Adkh seprai itu sudah suci saya bimbang akn perkara ini.

    BalasHapus
  2. Berarti darah adalah najis ustad?
    Karena orang disekelling saya ketika terluka hanya di lap dgn tisu kering
    Tanpa di sucikan dgn air,

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Darah luka yang sedikit tidak najis, wallahu a'lam!

      Hapus

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...