بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil
Wahhab rahimahullah menyebutkan 1 ayat dan penafsirannya dari beberapa
ulama’ yang menunjukkan larangan mengingkari nikmat Allah ‘azza wajalla.
Firman Allah ta’aalaa:
{يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ
اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ} [النحل: 83]
Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian
mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.
[An-Nahl: 83]
Dalam menafsiri ayat di atas Mujahid
-rahimahullah- mengatakan bahwa maksudnya adalah kata-kata seseroang:
“Ini adalah harta kekayaan yang aku warisi dari nenek moyangku.”
Aun bin Abdullah -rahimahullah-
mengatakan: “Yakni kata mereka ‘kalau bukan karena Fulan, tentu tidak akan
menjadi begini’.”
Ibnu Qutaibah -rahimahullah- berkata,
menafsiri ayat di atas: “mereka mengatakan: ini adalah sebab syafa’at sembahan-
sembahan kami”.
Abu Al-‘Abbas [Ibnu Taimiyah] rahimahullah
- setelah mengupas hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Khalid yang di
dalamnya terdapat sabda Nabi: “Sesungguhnya Allah berfirman: “Pagi ini sebagian
hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir …, sebagaimana yang
telah disebutkan di atas (bab 30) – ia
mengatakan: “Hal ini banyak terdapat dalam Al-qur’an maupun As-sunnah, Allah subhanahu
mencela orang yang menyekutukan-Nya dengan menisbatkan ni’mat yang telah
diberikan kepada selain-Nya”.
Sebagian ulama salaf mengatakan: Yaitu seperti
ucapan mereka (ketika naik perahu dan selamat): “Anginnya bagus!”, “Nahkodanya
cerdik, pandai!”, dan sebagainya, yang bisa muncul dari ucapan banyak
orang.
Dari ayat dan atsar di atas, syekh –rahimahullah-
menyebutkan 4 poin penting:
1.
Penjelasan tentang firman Allah yang terdapat dalam surat
An-Nahl (ayat 83), yang menyatakan adanya banyak orang yang mengetahui ni’mat
Allah tapi mereka mengingkarinya.
Allah -subhanahu wata'ala-
berfirman:
{وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ
تُكَذِّبُونَ} [الواقعة: 82]
“Dan kalian membalas rizki (yang telah
dikaruniakan Allah) kepadamu dengan mendustakannya.” [Al Waqi’ah: 82]
{أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ
الْبَوَارِ (28) جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ} [إبراهيم: 28-29]
Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang
telah menukar nikmat Allah dengan ingkar kepada Allah dan menjatuhkan kaumnya
ke lembah kebinasaan? yaitu neraka Jahanam; mereka masuk ke dalamnya; dan
itulah seburuk-buruk tempat kediaman. [Ibrahim: 28-29]
Ø Zaid bin Khalid radhiyallahu 'anhu berkata:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengimami kami pada shalat subuh
di Hudaibiyah setelah semalaman turun hujan, ketika usai melaksanakan shalat,
beliau menghadap kepada jamaah dan bersabda:
«هَلْ تَدْرُوْنَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوْا: اللهُ
وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: أَصْبَحَ عِبَادِيْ مُؤْمِنٌ بِيْ وَكَافِرٌ،
فَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ، فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ
بِيْ كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا
وَكَذَا، فَذَلِكَ كَافِرٌ بِيْ
مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ»
“Tahukah kalian apakah yang difirmankan
oleh Rabb pada kalian? Mereka menjawab:
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”, lalu beliau bersabda: “Dia berfirman: “Pagi ini ada di antara hamba-hamba-Ku
yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir, adapun orang yang mengatakan: hujan
turun berkat karunia dan rahmat Allah, maka ia telah beriman kepada-Ku dan
kafir kepada bintang, sedangkan orang yang mengatakan: hujan turun karena
bintang ini dan bintang itu, maka ia telah kafir kepada-Ku dan beriman
kepada bintang”. [Shahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Tuntunan
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat musim hujan
2.
Hal itu sering terjadi dalam ucapan banyak orang.
Allah -subhanahu wata'ala-
berfirman:
{قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى
عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ
الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ
عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ} [القصص: 78]
Dia (Karun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi
(harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah dia tahu, bahwa
Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan
lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu
ditanya tentang dosa-dosa mereka. [Al-Qashash: 78]
Ø Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu tentang tiga orang
yang diuji oleh Allah ‘azza wajalla:
«ثُمَّ إِنَّهُ أتَى الأْبرص في صورَتِهِ
وَهَيْئتِهِ، فَقَالَ: رَجُلٌ مِسْكينٌ قدِ انقَطعتْ بِيَ الْحِبَالُ في سَفَرِي،
فَلا بَلاغَ لِيَ الْيَوْمَ إِلاَّ باللَّهِ ثُمَّ بِكَ، أَسْأَلُكَ بِالَّذي
أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحَسَنَ، والْجِلْدَ الْحَسَنَ، والْمَالَ، بَعيِراً
أَتبلَّغُ بِهِ في سفَرِي، فقالَ: الحقُوقُ كَثِيرةٌ. فَقَالَ: كَأَنِّي أَعْرفُكُ
أَلَمْ تَكُنْ أَبْرصَ يَقْذُرُكَ النَّاسُ، فَقيراً، فَأَعْطَاكَ اللَّهُ، فقالَ:
إِنَّما وَرثْتُ هَذا المالَ كَابراً عَنْ كابِرٍ، فقالَ: إِنْ كُنْتَ كَاذِباً
فَصَيَّركَ اللَّهُ إِلى مَا كُنْتَ»
Kemudian ia mendatangi orang yang (tadinya)
kudisan untuk kedua kalinya dalam bentuk kondisi ia dahulu, lantas berkata,
'Aku adalah seorang lelaki miskin yang sedang berada dalam perjalanan dan tidak
mempunyai pekerjaan sehingga aku tidak mempunyai penghidupan kecuali dari Allah
kemudian dari pemberianmu. Dengan nama Dzat yang telah memberimu warna kulit
yang bagus, kulit yang mulus, serta memberimu harta berupa unta, aku memintamu
untuk memberiku suatu pemberian agar aku dapat melanjutkan perjalananku. Iapun
menjawab, 'Hak-hak itu sangat banyak.' Lalu ia berkata, 'Sepertinya aku
mengenalmu, bukankah dulu kamu adalah seorang yang mengidap penyakit kudis yang
mana para manusia selalu mengejekmu, dan kamu adalah seorang yang fakir lalu
Allah memberikan (nikmat-Nya) kepadamu? ' Ia menjawab, 'Sesungguhnya aku
mewarisi harta ini dari nenek moyangku yang kaya.' Iapun berkata, 'Jika kamu
berdusta dalam ucapanmu itu, maka semoga saja Allah menjadikanmu seperti
sediakala.' [Shahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Kisah si Kudisan, si Botak, dan si Buta yang diuji
3.
Ucapan seperti ini dianggap sebagai pengingkaran terhadap
ni’mat Allah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ مَا
فِيهَا، يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ، أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Sungguh seorang hamba
berbicara satu kalimat, ia tidak memikirkan kandungannya, akan menyebabkan ia
terjerumus ke dalam neraka, lebih jauh dari jarak antara timur dan barat".
[Sahih Bukhari dan Muslim]
Ø Dalam riwayat lain:
«إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ،
لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ العَبْدَ
لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا،
يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ» [صحيح البخاري]
"Sungguh seorang hamba
berbicara satu kalimat yang diridhai Allah, tanpa ia pikirkan, menyebabkan
Allah mengangkat derajatnya. Dan sungguh seorang hamba berbicara satu kalimat
yang dimurkai Allah, tanpa ia pikirkan, menyebabkan ia terjerumus ke dalam
neraka jahannam". [Sahih Bukhari]
Menyandarkan sebab kepada selain Allah ada
empat bentuk:
Pertama:
Menyandarkan sebab yang tidak nampak, dan tidak memiliki pengaruh, tanpa
menyandarkannya kepada Allah, maka ini adalah syirik besar.
Sepeti mengatakan: Ini karena jin, atau
karena wali Fulan, atau karena cincin ini, atau batu ini.
Kedua: Menyandarkan sebab yang tidak
nampak, dan tidak memiliki pengaruh, tapi menyandarkannya kepada Allah, maka
ini adalah syirik kecil dan bisa sampai kepada syirik besar jika dibarengi
dengan penyembahan terhadapnya seperti yang terjadi pada kaum musyrik di masa
Jahiliyah.
Seperti: “Aku medapatkan rezki dari jimat
ini atas izin Allah!”
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ
دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ
زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ} [الزمر: 3]
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah
agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya
mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya".
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat ingkar. [Az-Zumar:3]
Ketiga:
Menyandarkan kepada sebab yang nampak tanpa menyadarkannya kepada Allah, maka
ini adalah syirik besar.
Seperti mengatakan: “Ini rezki karena
usahaku sendiri!”, atau “Aku selamat karena kehati-hatianku!”
Abu Hurairah radhiyallahu'anhu
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: "لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ
كَانَ كَذَا وَكَذَا!"، وَلَكِنْ قُلْ: "قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ
فَعَلَ!"، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ»
“Apabila
kamu tertimpa suatu kemalangan, maka janganlah kamu mengatakan; 'Seandainya
tadi saya berbuat begini dan begitu, niscaya tidak akan menjadi begini dan
begitu'. Tetapi katakanlah; 'lni sudah takdir Allah dan apa yang
dikehendaki-Nya pasti akan dilaksanakan-Nya. Karena sesungguhnya ungkapan kata
'law' (seandainya) akan membukakan jalan bagi godaan syetan.'" [Shahih
Muslim]
Keempat: Menyandarkan
sebab kepada sesuatu yang nampak sebagai informasi semata, dan tetap meyakini
bahwa itu adalah dari Allah, hukumnya boleh.
Usamah bin Zaid radhiyallahu
'anhuma bertanya ketika penaklukan kota Mekah: Wahai Rasulullah, dimana
engkau singgah esok?"
Nabi ﷺ
bersabda:
«وَهَلْ تَرَكَ لَنَا
عَقِيلٌ مِنْ مَنْزِلٍ» [صحيح البخاري ومسلم]
“Apakah Aqil mewariskan rumah untuk kami?”
[Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Abbas bin Abdul Mutthalib radhiyallahu 'anhu
berkata, "Wahai Rasulullah, apakah anda dapat memberi manfa'at kepada Abu Thalib, karena dia telah
mengasuhmu dan terkadang marah (untuk memberikan pembelaan) kepadamu"
Beliau menjawab:
«نَعَمْ، هُوَ فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ، لَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي
الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Ya. ia berada di bagian
neraka yang dangkal, dan kalaulah bukan karena diriku, niscaya berada di dasar
neraka." [Shahih Bukhari dan Muslim]
4.
Adanya dua hal yang kontradiksi (mengetahui ni’mat Allah
dan mengingkarinya), bisa terjadi dalam diri manusia.
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ
فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ} [يونس:
58]
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah
dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan
rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".
[Yunus:58]
Ø Jabir radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam mendatangi sahabatnya, kemudian membacakan pada mereka surah
“Ar-Rahman” dari awal sampai akhir, lalu mereka terdiam.
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
" لَقَدْ قَرَأْتُهَا عَلَى الجِنِّ لَيْلَةَ الجِنِّ فَكَانُوا
أَحْسَنَ مَرْدُودًا مِنْكُمْ، كُنْتُ كُلَّمَا أَتَيْتُ عَلَى قَوْلِهِ
{فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ} [الرحمن: 13] قَالُوا: لَا بِشَيْءٍ مِنْ نِعَمِكَ رَبَّنَا نُكَذِّبُ فَلَكَ
الحَمْدُ " [سنن الترمذي: حسن]
"Aku telah membacakannya pada
kaum Jin pada malam pertemuanku dengan Jin, maka mereka membalasnya dengan
balasan yang lebih baik dari kalian. Setiap aku sampai pada firman Allah:
{"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"}
[Ar-Rahman: 13], mereka menjawab: "Tidak sesuatu pun dari nikmatMu wahai
Rabb kami yang kami dustakan, maka hanya untukMu-lah segala pujian!".
[Sunan Tirmidziy: Hasan]
Keutamaan menyukuri nikmat Allah dan bahaya
mengingkarinya:
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ} [إبراهيم:
7]
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih". [Ibrahim:7]
{وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ
آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ
فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ
بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ} [النحل: 112]
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan)
sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya
melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari
nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan
dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. [An-Nahl:112]
Lihat: Menjadi insan yang bersyukur di bulan Ramadhan
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Syarah Kitab Tauhid bab (40); Mengingkari sebagian nama dan sifat Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...