Selasa, 14 Juni 2022

Syarah Kitab Tauhid bab (41); Ingkar terhadap nikmat Allah

بسم الله الرحمن الرحيم

Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah menyebutkan 1 ayat dan penafsirannya dari beberapa ulama’ yang menunjukkan larangan mengingkari nikmat Allah ‘azza wajalla.

Firman Allah ta’aalaa:

{يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ} [النحل: 83]

Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir. [An-Nahl: 83]

Dalam menafsiri ayat di atas Mujahid -rahimahullah- mengatakan bahwa maksudnya adalah kata-kata seseroang: “Ini adalah harta kekayaan yang aku warisi dari nenek moyangku.”

Aun bin Abdullah -rahimahullah- mengatakan: “Yakni kata mereka ‘kalau bukan karena Fulan, tentu tidak akan menjadi begini’.”

Ibnu Qutaibah -rahimahullah- berkata, menafsiri ayat di atas: “mereka mengatakan: ini adalah sebab syafa’at sembahan- sembahan kami”.

Abu Al-‘Abbas [Ibnu Taimiyah] rahimahullah - setelah mengupas hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Khalid yang di dalamnya terdapat sabda Nabi: “Sesungguhnya Allah berfirman: “Pagi ini sebagian hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir …, sebagaimana yang telah disebutkan di atas (bab 30) – ia mengatakan: “Hal ini banyak terdapat dalam Al-qur’an maupun As-sunnah, Allah subhanahu mencela orang yang menyekutukan-Nya dengan menisbatkan ni’mat yang telah diberikan kepada selain-Nya”.

Sebagian ulama salaf mengatakan: Yaitu seperti ucapan mereka (ketika naik perahu dan selamat): “Anginnya bagus!”, “Nahkodanya cerdik, pandai!”, dan sebagainya, yang bisa muncul dari ucapan banyak orang.

Dari ayat dan atsar di atas, syekh –rahimahullah- menyebutkan 4 poin penting:

1.      Penjelasan tentang firman Allah yang terdapat dalam surat An-Nahl (ayat 83), yang menyatakan adanya banyak orang yang mengetahui ni’mat Allah tapi mereka mengingkarinya.

Allah -subhanahu wata'ala- berfirman:

{وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ} [الواقعة: 82]

“Dan kalian membalas rizki (yang telah dikaruniakan Allah) kepadamu dengan mendustakannya.” [Al Waqi’ah: 82]

{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ (28) جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ} [إبراهيم: 28-29]

Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan ingkar kepada Allah dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? yaitu neraka Jahanam; mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. [Ibrahim: 28-29]

Ø  Zaid bin Khalid radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengimami kami pada shalat subuh di Hudaibiyah setelah semalaman turun hujan, ketika usai melaksanakan shalat, beliau menghadap kepada jamaah dan bersabda:

«هَلْ تَدْرُوْنَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوْا: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: أَصْبَحَ عِبَادِيْ مُؤْمِنٌ بِيْ وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ، فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِيْ كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا، فَذَلِكَ كَافِرٌ بِيْ مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ»

“Tahukah kalian apakah yang difirmankan oleh Rabb pada kalian?  Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”, lalu beliau bersabda: “Dia berfirman: “Pagi ini ada di antara hamba-hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir, adapun orang yang mengatakan: hujan turun berkat karunia dan rahmat Allah, maka ia telah beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang, sedangkan orang yang mengatakan: hujan turun karena bintang ini dan bintang itu, maka ia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang”. [Shahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat musim hujan

2.      Hal itu sering terjadi dalam ucapan banyak orang.

Allah -subhanahu wata'ala- berfirman:

{قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ} [القصص: 78]

Dia (Karun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah dia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka. [Al-Qashash: 78]

Ø  Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu tentang tiga orang yang diuji oleh Allah ‘azza wajalla:

«ثُمَّ إِنَّهُ أتَى الأْبرص في صورَتِهِ وَهَيْئتِهِ، فَقَالَ: رَجُلٌ مِسْكينٌ قدِ انقَطعتْ بِيَ الْحِبَالُ في سَفَرِي، فَلا بَلاغَ لِيَ الْيَوْمَ إِلاَّ باللَّهِ ثُمَّ بِكَ، أَسْأَلُكَ بِالَّذي أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحَسَنَ، والْجِلْدَ الْحَسَنَ، والْمَالَ، بَعيِراً أَتبلَّغُ بِهِ في سفَرِي، فقالَ: الحقُوقُ كَثِيرةٌ. فَقَالَ: كَأَنِّي أَعْرفُكُ أَلَمْ تَكُنْ أَبْرصَ يَقْذُرُكَ النَّاسُ، فَقيراً، فَأَعْطَاكَ اللَّهُ، فقالَ: إِنَّما وَرثْتُ هَذا المالَ كَابراً عَنْ كابِرٍ، فقالَ: إِنْ كُنْتَ كَاذِباً فَصَيَّركَ اللَّهُ إِلى مَا كُنْتَ»

Kemudian ia mendatangi orang yang (tadinya) kudisan untuk kedua kalinya dalam bentuk kondisi ia dahulu, lantas berkata, 'Aku adalah seorang lelaki miskin yang sedang berada dalam perjalanan dan tidak mempunyai pekerjaan sehingga aku tidak mempunyai penghidupan kecuali dari Allah kemudian dari pemberianmu. Dengan nama Dzat yang telah memberimu warna kulit yang bagus, kulit yang mulus, serta memberimu harta berupa unta, aku memintamu untuk memberiku suatu pemberian agar aku dapat melanjutkan perjalananku. Iapun menjawab, 'Hak-hak itu sangat banyak.' Lalu ia berkata, 'Sepertinya aku mengenalmu, bukankah dulu kamu adalah seorang yang mengidap penyakit kudis yang mana para manusia selalu mengejekmu, dan kamu adalah seorang yang fakir lalu Allah memberikan (nikmat-Nya) kepadamu? ' Ia menjawab, 'Sesungguhnya aku mewarisi harta ini dari nenek moyangku yang kaya.' Iapun berkata, 'Jika kamu berdusta dalam ucapanmu itu, maka semoga saja Allah menjadikanmu seperti sediakala.' [Shahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Kisah si Kudisan, si Botak, dan si Buta yang diuji

3.      Ucapan seperti ini dianggap sebagai pengingkaran terhadap ni’mat Allah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

«إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا، يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ، أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Sungguh seorang hamba berbicara satu kalimat, ia tidak memikirkan kandungannya, akan menyebabkan ia terjerumus ke dalam neraka, lebih jauh dari jarak antara timur dan barat". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Dalam riwayat lain:

«إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ» [صحيح البخاري]

"Sungguh seorang hamba berbicara satu kalimat yang diridhai Allah, tanpa ia pikirkan, menyebabkan Allah mengangkat derajatnya. Dan sungguh seorang hamba berbicara satu kalimat yang dimurkai Allah, tanpa ia pikirkan, menyebabkan ia terjerumus ke dalam neraka jahannam". [Sahih Bukhari]

Menyandarkan sebab kepada selain Allah ada empat bentuk:

Pertama: Menyandarkan sebab yang tidak nampak, dan tidak memiliki pengaruh, tanpa menyandarkannya kepada Allah, maka ini adalah syirik besar.

Sepeti mengatakan: Ini karena jin, atau karena wali Fulan, atau karena cincin ini, atau batu ini.

Kedua: Menyandarkan sebab yang tidak nampak, dan tidak memiliki pengaruh, tapi menyandarkannya kepada Allah, maka ini adalah syirik kecil dan bisa sampai kepada syirik besar jika dibarengi dengan penyembahan terhadapnya seperti yang terjadi pada kaum musyrik di masa Jahiliyah.

Seperti: “Aku medapatkan rezki dari jimat ini atas izin Allah!”

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ} [الزمر: 3]

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. [Az-Zumar:3]

Ketiga: Menyandarkan kepada sebab yang nampak tanpa menyadarkannya kepada Allah, maka ini adalah syirik besar.

Seperti mengatakan: “Ini rezki karena usahaku sendiri!”, atau “Aku selamat karena kehati-hatianku!”

Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«إِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: "لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا!"، وَلَكِنْ قُلْ: "قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ!"، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ»

Apabila kamu tertimpa suatu kemalangan, maka janganlah kamu mengatakan; 'Seandainya tadi saya berbuat begini dan begitu, niscaya tidak akan menjadi begini dan begitu'. Tetapi katakanlah; 'lni sudah takdir Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti akan dilaksanakan-Nya. Karena sesungguhnya ungkapan kata 'law' (seandainya) akan membukakan jalan bagi godaan syetan.'" [Shahih Muslim]

Keempat: Menyandarkan sebab kepada sesuatu yang nampak sebagai informasi semata, dan tetap meyakini bahwa itu adalah dari Allah, hukumnya boleh.

Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhuma bertanya ketika penaklukan kota Mekah: Wahai Rasulullah, dimana engkau singgah esok?"

Nabi bersabda:

«وَهَلْ تَرَكَ لَنَا عَقِيلٌ مِنْ مَنْزِلٍ» [صحيح البخاري ومسلم]

“Apakah Aqil mewariskan rumah untuk kami?” [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Abbas bin Abdul Mutthalib radhiyallahu 'anhu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah anda dapat memberi manfa'at kepada Abu Thalib, karena dia telah mengasuhmu dan terkadang marah (untuk memberikan pembelaan) kepadamu"

Beliau menjawab:

«نَعَمْ، هُوَ فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ، لَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Ya. ia berada di bagian neraka yang dangkal, dan kalaulah bukan karena diriku, niscaya berada di dasar neraka." [Shahih Bukhari dan Muslim]

4.      Adanya dua hal yang kontradiksi (mengetahui ni’mat Allah dan mengingkarinya), bisa terjadi dalam diri manusia.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ} [يونس: 58]

Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". [Yunus:58]

Ø  Jabir radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi sahabatnya, kemudian membacakan pada mereka surah “Ar-Rahman” dari awal sampai akhir, lalu mereka terdiam.

Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

" لَقَدْ قَرَأْتُهَا عَلَى الجِنِّ لَيْلَةَ الجِنِّ فَكَانُوا أَحْسَنَ مَرْدُودًا مِنْكُمْ، كُنْتُ كُلَّمَا أَتَيْتُ عَلَى قَوْلِهِ {فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ} [الرحمن: 13] قَالُوا: لَا بِشَيْءٍ مِنْ نِعَمِكَ رَبَّنَا نُكَذِّبُ فَلَكَ الحَمْدُ " [سنن الترمذي: حسن]

"Aku telah membacakannya pada kaum Jin pada malam pertemuanku dengan Jin, maka mereka membalasnya dengan balasan yang lebih baik dari kalian. Setiap aku sampai pada firman Allah: {"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"} [Ar-Rahman: 13], mereka menjawab: "Tidak sesuatu pun dari nikmatMu wahai Rabb kami yang kami dustakan, maka hanya untukMu-lah segala pujian!". [Sunan Tirmidziy: Hasan]

Keutamaan menyukuri nikmat Allah dan bahaya mengingkarinya:

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ} [إبراهيم: 7]

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". [Ibrahim:7]

{وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ} [النحل: 112]

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. [An-Nahl:112]

Lihat: Menjadi insan yang bersyukur di bulan Ramadhan

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Syarah Kitab Tauhid bab (40); Mengingkari sebagian nama dan sifat Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...