بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil
Wahhab rahimahullah menyebutkan 1 hadits yang menunjukkan perintah memuliakan nama-nama Allah 'azza wajalla dan mengganti nama untuk tujuan ini.
Diriwayatkan dari Abu Syuraih bahwa
ia dulu diberi kunyah (sebutan, nama panggilan) “Abul Hakam”, Maka Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
"إِنَّ اللهَ هُوَ الْحَكَمُ،
وَإِلَيْهِ الْحُكْمُ، فَقَالَ: إِنَّ قَوْمِيْ إِذَا اخْتَلَفُوْا فِيْ شَيْءٍ
أَتَوْنِيْ فَحَكَمْتُ بَيْنَهُمْ، فَرَضِيَ كِلاَ الْفَرْيْقَيْنِ، فَقَالَ: مَا
أَحْسَنَ هَذَا، فَمَا لَكَ مِنَ الْوَلَدِ؟ قُلْتُ: شُرَيْحٌ، وَمُسْلِمٌ،
وَعَبْدُ اللهِ، قَالَ: فَمَنْ أَكْبَرُهُمْ؟ قُلْتُ: شُرَيْحٌ، قَالَ: فَأَنْتَ
أَبُوْ شُرَيْحٍ"
“Allah adalah Al-Hakam, dan hanya
kepada-Nya segala permasalahan dimintakan keputusan hukumnya”, kemudian ia
berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: “Sesungguhnya kaumku
apabila berselisih pendapat dalam suatu
masalah mereka mendatangiku, lalu aku memberikan keputusan hukum di antara
mereka, dan kedua belah pihak pun sama-sama menerimanya”, maka Nabi bersabda: “Alangkah
baiknya hal ini, apakah kamu punya anak?” Aku menjawab: “Syuraih, Muslim
dan Abdullah”, Nabi bertanya: “siapa yang tertua di antara mereka?
“Syuraih” jawabku, Nabi bersabda: “kalau demikian kamu Abu Syuraih”.
(HR. Abu Daud dan ahli hadits lainnya).
Dari hadits di atas, syekh –rahimahullah-
menyebutkan 3 poin penting:
1.
Wajib memuliakan Nama dan Sifat Allah, dan dilarang
menggunakan nama atau kunyah yang ma’nanya sejajar dengan nama Allah, walaupun
tidak bermaksud demikian.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{وَذَرُوا
الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُون} [الأعراف: 180]
"Dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan". [Al-A’raf: 180]
Penyimpangan terhadap nama-nama Allah
adalah penyelewengan terhadap apa yang seharusnya kita yakini dengan nama-nama
tersebut. Penyimpangan ini ada beberapa macam:
Pertama: Mengingkari salah satu dari
nama-nama tersebut, atau mengingkari sifat dan hukum yang dikandungnya.
Kedua: Menjadikan sifat yang
dikandung nama-nama tersebut menyerupai sifat makhluk.
Ketiga: Menamai Allah dengan nama
yang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an atau hadits sahih.
Keempat: Mengambil nama-nama
tersebut sebagai nama berhala.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ
الْأُخْرَى (20) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَى (21) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ
ضِيزَى (22) إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ
وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى} [النجم:
19 - 23]
Maka apakah patut kamu (hai orang-orang
musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-'Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling
terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu (anak)
laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu
pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan
bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun
untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan,
dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang
petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. [An-Najm: 19 - 23]
Lihat: Kaidah nama
dan sifat Allah ‘azza wajalla
2.
Dianjurkan mengganti nama yang kurang baik untuk memuliakan
Nama Allah.
Allah
subhanahu wata’alaa berfirman:
{هَلْ
تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا} [مريم: 65]
Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan
Dia (Allah)? [Maryam:65]
Ø
Khaetsamah bin Abdurrahman
bin Abi Sabrah –rahimahullah- berkata:
«كَانَ اسْمُ أَبِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ عَزِيزًا، فَسَمَّاهُ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ» [مسند أحمد:
صحيح]
“Dulu nama bapakku di masa
jahiliyah adalah ‘Aziz, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menggantinya dengan Abdurrahman”. [Musnad Ahmad: Sahih]
Adapun
nama yang bukan khusus bagi Allah maka boleh dipakai, seperti: Rauf, Rahim,
Karim, Rasyid, Ali, Muhsin, dan semisalnya.
Allah subhanahu wata’alaa berfirman:
{لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا
عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ} [التوبة: 128]
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat
terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, amat belas kasihan (Rauf) lagi Penyayang (Rahim) terhadap orang-orang
mukmin.
[At-Taubah:128]
Haram memakai nama yang menunjukkan penyembahan kepada
selain Allah.
Seperti Abdur-rasul, Abdun-nabi, Abdu Ali, Abdu Husain, Abdul Harits,
Abdu Syams, dan semisalnya.
Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu ‘anhu berkata:
«كَانَ اسْمِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ عَبْدَ عَمْرٍو فَسَمَّانِي
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ» [المستدرك للحاكم:
صحيح]
Namaku di masa Jahiliyah adalah "Abdu 'Amr", kemudian
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengganti namaku dengan
"Abdurrahman". [Mustadrak Al-Hakim: Shahih]
Ø
Dari Hani' bin Yazid radhiyallahu ‘anhu;
سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْمًا يُسَمُّونَ
رَجُلًا مِنْهُمْ: عَبْدَ الْحَجَرِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «مَا اسْمُكَ؟» قَالَ: عَبْدُ الْحَجَرِ، قَالَ: «لَا، أَنْتَ عَبْدُ
اللَّهِ» [الأدب المفرد للبخاري: صحيح]
Rasulullah ﷺ mendengar beberapa
orang menamai seseorang diantara mereka dengan nama Abdul Hajar, maka Nabi ﷺ bertanya kepada
seseorang: “Siapa namamu?” Ia menjawab: Abdul Hajar. Rasulullah bersabda:
“Tidak, nama kamu adalah Abdullah”. [Al-Adab Al-Mufrad: Shahih]
Lihat: Nama sang buah hati
3.
Memilih nama anak yang tertua untuk kunyah (nama
panggilan).
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam berkuniah Abu Al-Qasim karena nama anak pertamnya adalah Al-Qasim.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
berkata: Suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di
pasar, tiba-tiba seseorang berseru: Wahai Abu Al-Qaasim!
Maka Rasulullah menoleh kepadanya (merasa
dipanggil), dan orang itu berkata: Aku memanggil orang ini (bukang engkau)!
Rasulullah pun bersabda:
«سَمُّوا بِاسْمِي وَلاَ تَكَنَّوْا بِكُنْيَتِي» [صحيح
البخاري]
“Berilah nama dengan namaku dan jangan
memakai kuniah dengan kuniahku!” [Sahih Bukhari]
Diantara faidah hadits Abi Syuraih radhiyallahu 'anhu:
a)
Hendaknya seorang da’i ketika melarang sesuatu agar
mencarikan penggantinya yang baik.
Seperti dalam hadits Qutaibah radhiyallahu ‘anhu
berkata:
«أَنَّ يَهُوْدِيًّا أَتَى النَّبِيَّ ﷺ،
فَقَالَ: إِنَّكُمْ تُشْرِكُوْنَ تَقُوْلُوْنَ: مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ،
وَتَقُوْلُوْنَ: وَالْكَعْبَةِ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا أَرَادُوْا أَنْ
يَحْلِفُوْا أَوْ يَقُوْلُوْا: " وَرَبِّ الْكَعْبَةِ "، وَأَنْ
يَقُوْلُوْا: "مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ "»
“Bahwa ada seorang Yahudi datang kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu berkata: “Sesungguhnya
kamu sekalian telah melakukan perbuatan syirik, kalian mengucapkan: ‘atas
kehendak Allah dan kehendakmu’ dan mengucapkan: ‘demi Ka’bah’, maka Rasulullah
memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan: ‘demi
Rabb Pemilik ka’bah’, dan mengucapkan: ‘atas kehendak Allah kemudian
atas kehendakmu’.” [Sunan An-Nasa'iy: Shahih]
Lihat: Syarah Kitab Tauhid bab (44); Ucapan seseorang: “Atas kehendak Allah dan kehendakmu”
b)
Pemilik hukum satu-satunya adalah Allah ta’aalaa.
Allah subhanahu wata’alaa berfirman:
{إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ
أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ} [يوسف: 40]
Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia
telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." [Yusuf:40]
[Ar-Ruum:30]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Syarah Kitab Tauhid bab (46); Penggunaan gelar “Qadhi Qudhah” (hakimnya para hakim) dan sejenisnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...