Selasa, 23 Agustus 2022

Syarah Kitab Tauhid bab (47); Memuliakan nama-nama Allah dan mengganti nama untuk tujuan ini

بسم الله الرحمن الرحيم

Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah menyebutkan 1 hadits yang menunjukkan perintah memuliakan nama-nama Allah 'azza wajalla dan mengganti nama untuk tujuan ini.

Diriwayatkan dari Abu Syuraih bahwa ia dulu diberi kunyah (sebutan, nama panggilan) “Abul Hakam”, Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya:

"إِنَّ اللهَ هُوَ الْحَكَمُ، وَإِلَيْهِ الْحُكْمُ، فَقَالَ: إِنَّ قَوْمِيْ إِذَا اخْتَلَفُوْا فِيْ شَيْءٍ أَتَوْنِيْ فَحَكَمْتُ بَيْنَهُمْ، فَرَضِيَ كِلاَ الْفَرْيْقَيْنِ، فَقَالَ: مَا أَحْسَنَ هَذَا، فَمَا لَكَ مِنَ الْوَلَدِ؟ قُلْتُ: شُرَيْحٌ، وَمُسْلِمٌ، وَعَبْدُ اللهِ، قَالَ: فَمَنْ أَكْبَرُهُمْ؟ قُلْتُ: شُرَيْحٌ، قَالَ: فَأَنْتَ أَبُوْ شُرَيْحٍ"

“Allah adalah Al-Hakam, dan hanya kepada-Nya segala permasalahan dimintakan keputusan hukumnya”, kemudian ia berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: “Sesungguhnya kaumku apabila  berselisih pendapat dalam suatu masalah mereka mendatangiku, lalu aku memberikan keputusan hukum di antara mereka, dan kedua belah pihak pun sama-sama menerimanya”, maka Nabi bersabda: “Alangkah baiknya hal ini, apakah kamu punya anak?” Aku menjawab: “Syuraih, Muslim dan Abdullah”, Nabi bertanya: “siapa yang tertua di antara mereka? “Syuraih” jawabku, Nabi bersabda: “kalau demikian kamu Abu Syuraih”. (HR. Abu Daud dan ahli hadits lainnya).

Dari hadits di atas, syekh –rahimahullah- menyebutkan 3 poin penting:

1.      Wajib memuliakan Nama dan Sifat Allah, dan dilarang menggunakan nama atau kunyah yang ma’nanya sejajar dengan nama Allah, walaupun tidak bermaksud demikian.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُون} [الأعراف: 180]

"Dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan". [Al-A’raf: 180]

Penyimpangan terhadap nama-nama Allah adalah penyelewengan terhadap apa yang seharusnya kita yakini dengan nama-nama tersebut. Penyimpangan ini ada beberapa macam:

Pertama: Mengingkari salah satu dari nama-nama tersebut, atau mengingkari sifat dan hukum yang dikandungnya.

Kedua: Menjadikan sifat yang dikandung nama-nama tersebut menyerupai sifat makhluk.

Ketiga: Menamai Allah dengan nama yang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an atau hadits sahih.

Keempat: Mengambil nama-nama tersebut sebagai nama berhala.

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى (20) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَى (21) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى (22) إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى} [النجم: 19 - 23]

Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-'Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. [An-Najm: 19 - 23]

Lihat: Kaidah nama dan sifat Allah ‘azza wajalla

2.      Dianjurkan mengganti nama yang kurang baik untuk memuliakan Nama Allah.

Allah subhanahu wata’alaa berfirman:

{هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا} [مريم: 65]

Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (Allah)? [Maryam:65]

Ø  Khaetsamah bin Abdurrahman bin Abi Sabrah –rahimahullah- berkata:

«كَانَ اسْمُ أَبِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ عَزِيزًا، فَسَمَّاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ» [مسند أحمد: صحيح]

“Dulu nama bapakku di masa jahiliyah adalah ‘Aziz, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menggantinya dengan Abdurrahman”. [Musnad Ahmad: Sahih]

Adapun nama yang bukan khusus bagi Allah maka boleh dipakai, seperti: Rauf, Rahim, Karim, Rasyid, Ali, Muhsin, dan semisalnya.

Allah subhanahu wata’alaa berfirman:

{لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ} [التوبة: 128]

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan (Rauf) lagi Penyayang (Rahim) terhadap orang-orang mukmin. [At-Taubah:128]

Haram memakai nama yang menunjukkan penyembahan kepada selain Allah.

Seperti Abdur-rasul, Abdun-nabi, Abdu Ali, Abdu Husain, Abdul Harits, Abdu Syams, dan semisalnya.

Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu ‘anhu berkata:

«كَانَ اسْمِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ عَبْدَ عَمْرٍو فَسَمَّانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ» [المستدرك للحاكم: صحيح]

Namaku di masa Jahiliyah adalah "Abdu 'Amr", kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengganti namaku dengan "Abdurrahman". [Mustadrak Al-Hakim: Shahih]

Ø  Dari Hani' bin Yazid radhiyallahu ‘anhu;

سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْمًا يُسَمُّونَ رَجُلًا مِنْهُمْ: عَبْدَ الْحَجَرِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا اسْمُكَ؟» قَالَ: عَبْدُ الْحَجَرِ، قَالَ: «لَا، أَنْتَ عَبْدُ اللَّهِ» [الأدب المفرد للبخاري: صحيح]

Rasulullah mendengar beberapa orang menamai seseorang diantara mereka dengan nama Abdul Hajar, maka Nabi bertanya kepada seseorang: “Siapa namamu?” Ia menjawab: Abdul Hajar. Rasulullah bersabda: “Tidak, nama kamu adalah Abdullah”. [Al-Adab Al-Mufrad: Shahih]

Lihat: Nama sang buah hati

3.      Memilih nama anak yang tertua untuk kunyah (nama panggilan).

Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkuniah Abu Al-Qasim karena nama anak pertamnya adalah Al-Qasim.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di pasar, tiba-tiba seseorang berseru: Wahai Abu Al-Qaasim!

Maka Rasulullah menoleh kepadanya (merasa dipanggil), dan orang itu berkata: Aku memanggil orang ini (bukang engkau)!

Rasulullah pun bersabda:

«سَمُّوا بِاسْمِي وَلاَ تَكَنَّوْا بِكُنْيَتِي» [صحيح البخاري]

“Berilah nama dengan namaku dan jangan memakai kuniah dengan kuniahku!” [Sahih Bukhari]

Diantara faidah hadits Abi Syuraih radhiyallahu 'anhu:

a)      Hendaknya seorang da’i ketika melarang sesuatu agar mencarikan penggantinya yang baik.

Seperti dalam hadits Qutaibah radhiyallahu ‘anhu berkata:

«أَنَّ يَهُوْدِيًّا أَتَى النَّبِيَّ ﷺ، فَقَالَ: إِنَّكُمْ تُشْرِكُوْنَ تَقُوْلُوْنَ: مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ، وَتَقُوْلُوْنَ: وَالْكَعْبَةِ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا أَرَادُوْا أَنْ يَحْلِفُوْا أَوْ يَقُوْلُوْا: " وَرَبِّ الْكَعْبَةِ "، وَأَنْ يَقُوْلُوْا: "مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ "»

“Bahwa ada seorang Yahudi datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian telah melakukan perbuatan syirik, kalian mengucapkan: ‘atas kehendak Allah dan kehendakmu’ dan mengucapkan: ‘demi Ka’bah’, maka Rasulullah memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan: ‘demi Rabb Pemilik ka’bah’, dan mengucapkan: ‘atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu’.” [Sunan An-Nasa'iy: Shahih]

Lihat: Syarah Kitab Tauhid bab (44); Ucapan seseorang: “Atas kehendak Allah dan kehendakmu”

b)      Pemilik hukum satu-satunya adalah Allah ta’aalaa.

Allah subhanahu wata’alaa berfirman:

{إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ} [يوسف: 40]

Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." [Yusuf:40] [Ar-Ruum:30]

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Syarah Kitab Tauhid bab (46); Penggunaan gelar “Qadhi Qudhah” (hakimnya para hakim) dan sejenisnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...