Senin, 12 September 2022

Syarah Kitab Tauhid bab (50); Nama yang diperhambakan kepada selain Allah

بسم الله الرحمن الرحيم

Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah menyebutkan 1 ayat yang menunjukkan larangan membari nama yang diperhambakan kepada selain Allah ‘azza wajalla.

Firman Allah ta’aalaa:

{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (189) فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ} [الأعراف: 189، 190]

Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, (istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhan Mereka (seraya berkata), “Jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami akan selalu bersyukur.” Maka setelah Dia memberi keduanya seorang anak yang saleh, mereka menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya itu. Maka Mahatinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. [Al-A'raf: 189-190]

Ibnu Hazmrahimahullah- berkata: “Para ulama telah sepakat  mengharamkan setiap nama yang diperhambakan kepada selain Allah, seperti: Abdu ‘Amr (hambanya ‘Amr), Abdul Ka’bah (hambanya Ka’bah) dan yang sejenisnya, kecuali Abdul Muthalib (tidak disepakati keharamannya).” [Maratibul Ijma’ hal.154]

Ø  Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam menafsirkan ayat tersebut, ia mengatakan:

لَمَّا تَغَشَّاهَا آدَمُ حَمَلَتْ، فآتَاهُمَا إِبْلِيسُ فَقَالَ: إِنِّي صاحبكما الذي أخرجتكما من الجنة لتطيعاني، أَوْ لأَجْعَلَنَّ لَه قَرْنَيْ إِبِلٍ فَيَخْرُجُ مِنْ بَطْنِكِ فَيَشُقَّهُ، وَلأَفْعَلَنَّ يُخَوِّفُهُمَا، سَمِّيَاهُ عَبْدَ الْحَارِثِ فَأَبَيَا أَنْ يُطِيعَاهُ فَخَرَجَ مَيِّتًا، ثُمَّ حَمَلَتْ فَذَكَرَ لَهُمَا فَأَدْرَكَهُمَا حُبَّ الْوَلَدِ فَسَمَّيَاهُ عَبْدَ الْحَارِثِ فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا}

“Setelah Adam menggauli istrinya Hawwa, ia pun hamil, lalu iblis mendatangi mereka berdua seraya berkata: “Sungguh, aku adalah kawanmu berdua yang telah mengeluarkan kalian dari surga. Demi Allah, hendaknya kalian mentaati aku, jika tidak maka akan aku jadikan anakmu bertanduk dua seperti rusa, sehingga akan keluar dari perut istrimu dengan merobeknya, demi Allah, itu pasti akan ku lakukan ”, itu yang dikatakan iblis dalam rangka menakut-nakuti mereka berdua, selanjutnya iblis berkata: “Namailah anakmu dengan Abdul harits”. Tapi keduanya menolak untuk mentaatinya, dan ketika bayi itu lahir, ia lahir dalam keadaan mati. Kemudian Hawwa hamil lagi, dan datanglah iblis itu dengan mengingatkan apa yang pernah dikatakan sebelumnya. Karena Adam dan Hawwa cenderung lebih mencintai keselamatan anaknya, maka ia memberi nama anaknya dengan “Abdul Harits”, dan itulah penafsiran firman Allah ta’aalaa: {mereka menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya itu} [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya]

Ø  Ibnu Abi Hatim meriwayatkan pula, dengan sanad yang shahih, bahwa Qatadah dalam menafsirkan ayat ini mengatakan: “Yaitu, menyekutukan Allah dengan taat kepada Iblis, bukan dalam beribadah kepadanya.”.

Dan dalam menafsirkan firman Allah:

{لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا}

Artinya: “Jika engkau mengaruniakan anak laki-laki yang sempurna (wujudnya)” [Al-A’raf: 189], Mujahid berkata: “Adam dan Hawwa khawatir kalau anaknya lahir tidak dalam wujud manusia”. [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya]

Dan penafsiran yang sama diriwayatkannya pula dari Al Hasan (Al-Basri), Sai'd (Ibnu Jubair) dan yang lainnya.

Dari ayat di atas, syekh –rahimahullah- menyebutkan 5 poin penting:

1.      Dilarang memberi nama yang diperhambakan kepada selain Allah.

Seperti Abdur-rasul, Abdun-nabi, Abdu Ali, Abdu Husain, Abdul Harits (nama manusia/setan), Abdu Syams, dan semisalnya.

Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu ‘anhu berkata:

«كَانَ اسْمِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ عَبْدَ عَمْرٍو فَسَمَّانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ» [المستدرك للحاكم: صحيح]

Namaku di masa Jahiliyah adalah "Abdu 'Amr", kemudian Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam mengganti namaku dengan "Abdurrahman". [Mustadrak Al-Hakim: Shahih]

Ø  Dari Hani' bin Yazid radhiyallahu ‘anhu;

سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْمًا يُسَمُّونَ رَجُلًا مِنْهُمْ: عَبْدَ الْحَجَرِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا اسْمُكَ؟» قَالَ: عَبْدُ الْحَجَرِ، قَالَ: «لَا، أَنْتَ عَبْدُ اللَّهِ» [الأدب المفرد للبخاري: صحيح]

Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam mendengar beberapa orang menamai seseorang diantara mereka dengan nama Abdul Hajar, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada seseorang: “Siapa namamu?” Ia menjawab: Abdul Hajar. Rasulullah bersabda: “Tidak, nama kamu adalah Abdullah”. [Al-Adab Al-Mufrad: Shahih]

2.      Penjelasan tentang maksud ayat di atas.

Ayat ini menunjukkan bahwa anak yang dikaruniakan Allah kepada seseorang termasuk ni’mat yang harus disyukuri, dan termasuk kesempurnaan rasa syukur kepada-Nya bila diberi nama yang baik, yang tidak diperhambakan kepada selain-Nya, karena pemberian nama yang diperhambakan kepada selain-Nya adalah syirik.

Diantara bentuk penyekutuan kepada Allah -‘azza wajalla- pada anak:

Pertama: Meyakini bahwa yang memberi anak adalah selain Allah, maka ini syirik besar.

Kedua: Meyakini lahirnya anak dengan selamat adalah dokter atau bidan, maka ini syirik kecil.

Ketiga: Cintanya kepada anak melebihi cintanya kepada Allah ‘azza wajalla.

Keempat: Menjadikan anaknya menyekutukan Allah.

Al-Hasan Al-Bashriy berkata:

«هُمُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى، رَزَقَهُمُ اللَّهُ أَوْلَادًا فَهَوَّدُوا وَنَصَّرُوا» [تفسير الطبري = جامع البيان (10/ 629)]

“Mereka (yang dimaksud dalam ayat di atas) adalah Yahudi dan Nashraniy, Allah menganugrahi mereka anak kemudian mereka menjadikannya Yahudi dan Nashraniy”. [Tafsir Ath-Thabariy]

3.      Kemusyrikan ini -sebagaimana dinyatakan oleh ayat ini- disebabkan hanya sekedar pemberian nama saja, tanpa bermaksud yang sebenarnya.

Kisah yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma adalah kisah yang batil, dari beberapa sisi, diantaranya:

1)      Hadits ini sangat lemah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya (5/1634) no.8654;

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حَمْزَةَ، ثنا حَبَّانُ، عَنْ عَبْدِ الله ابن الْمُبَارَكِ عَنْ شَرِيكٍ عَنْ خُصَيْفٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ في قوله {فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا} قَالَ: اللَّهُ هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ، وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا، فَلَمَّا تَغَشَّاهَا آدَمُ حَمَلَتْ آتَاهُمَا إِبْلِيسُ فَقَالَ: إِنِّي صاحبكما الذي أخرجتكما من الجنة لتطيعنني أَوْ لأَجْعَلَنَّ لَهَا قَرْنَيْ إِبِلٍ فَيَخْرُجُ مِنْ بَطْنِكِ فَيَشُقَّهُ وَلأَفْعَلَنَّ وَلأَفْعَلَنَّ يُخَوِّفُهُمَا سَمِّيَاهُ عَبْدَ الْحَارِثِ فَأَبَيَا أَنْ يُطِيعَاهُ فَخَرَجَ مَيِّتًا ثُمَّ حَمَلَتْ يَعْنِي الثَّانِيَةَ فَأَتَاهُمَا أَيْضًا فَقَالَ: أَنَا صَاحِبُكُمَا الَّذِي فَعَلْتُ مَا فَعَلْتُ لَتَفْعَلُنَّ أَوْ لأَفْعَلَنَّ وَلأَفْعَلَنَّ يُخَوِّفُهُمَا فَأَبَيَا أَنْ يُطِيعَانِهِ فَخَرَجَ مَيِّتًا، ثُمَّ حَمَلَتِ الثَّالِثَةُ فَأَتَاهُمَا أَيْضًا فَذَكَرَ لَهُمَا فَأَدْرَكَهُمَا حُبَّ الْوَلَدِ فَسَمَّيَاهُ عَبْدَ الْحَارِثِ فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا}

Sanad hadits ini lemah karena dua cacat:

Pertama: Syarik bin Abdillah An-Nakha’iy[1], periwayatan haditsnya lemah.

Kedua: Khushaif bin Abdirrahman Al-Jazariy[2], periwayatan haditsnya juga lemah.

Ø  Diriwayatkan juga secara marfu’ dari Samurah radhiyallahu ‘anhu, dengan sanad yang lemah.

Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dalam Sunannya (5/267) no.3077:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ المُثَنَّى قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الوَارِثِ قَالَ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ الحَسَنِ، عَنْ سَمُرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " لَمَّا حَمَلَتْ حَوَّاءُ طَافَ بِهَا إِبْلِيسُ وَكَانَ لَا يَعِيشُ لَهَا وَلَدٌ، فَقَالَ: سَمِّيهِ عَبْدَ الحَارِثِ، فَسَمَّتْهُ عَبْدَ الحَارِثِ، فَعَاشَ، وَكَانَ ذَلِكَ مِنْ وَحْيِ الشَّيْطَانِ وَأَمْرِهِ "

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mustanna, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad bin Abdulwarits, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Umar bin Ibrahim dari Qatadah dari Al-Hasan dari Samurah dari Nabi bersabda, "Ketika Hawwa hamil, Iblis datang kepadanya dan ia (Hawwa) sebelumnya tidak memiliki seorangpun dari anaknya yang hidup, karena itu Iblis berkata padanya: Berilah nama Abdulharits. Ia pun hidup dan itulah sebagian wahyu dan perintah setan."

Sanad hadits ini sangat lemah karena dua cacat:

Pertama:Umar bin Ibrahim Al-‘Abdiy[3], periwayatan haditsnya dari Qatadah sangat lemah. Imam Ahmad berkata: Ia meriwayatkan hadits mungkar dari Qatadah dan menyelisihi.

Kedua: Al-Hasan Al-Bashriy[4] periwayatan haditsnya dari Samurah diperselisihkan, dan ia juga seorang mudallis yang sering menjatuhkan gurunya dari sanad.

2)      Para Nabi –‘alaihimussalam- maksum dari perbuata syirik.

Dalam riwayat ini Iblis mengancam akan menjadikan anak yang dikandung memiliki tanduk, maka bagaimana mungkin nabi Adam membenarkan hal tersebut padalah yang menciptakan hanya Allah ta’aalaa.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الْأَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ} [آل عمران: 6]

Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [Ali Imran: 6]

3)      Dalam hadits syafa’at, Nabi Adam ‘alaihissalam tidak menyebutkan hal ini ketika menolak untuk memberi syara’at kepada seluruh manusia.

Lihat: Syarah Kitab Tauhid bab (17); Syafa’at

4)      Dalam kisah ini syaitan menyebutkan indentitasnya sebagai musuh untuk kembali menggoda Adam, dan ini tidaklah masuk akal.

Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu; Nabi bersabda:

«لاَ يُلْدَغُ المُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Seorang mukmin itu jangan sampai terperosok dua kali pada satu lubang yang sama." [Shahih Bukhari dan Muslim]

4.      Pemberian anak perempuan dengan wujud yang sempurna merupakan ni’mat Allah [yang wajib disyukuri].

Diantara keistimewaan anak perempuan:

a)      Anak perempuan sebagai pelindung bagi kedua orang tuanya dari neraka.

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

«مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Barangsiapa yang diberi cobaan dengan dikaruniahi anak perempuan, lau ia mendidiknya dengan baik, maka anak itu akan menjadi pelindungnya dari api neraka". [Sahih Bukhari dan Muslim]

b)      Anak perempuan penyebab masuk surga.

Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

" لَا يَكُونُ لِأَحَدٍ ثَلَاثُ بَنَاتٍ، أَوْ ثَلَاثُ أَخَوَاتٍ، أَوْ ابْنَتَانِ، أَوْ أُخْتَانِ، فَيَتَّقِي اللهَ فِيهِنَّ وَيُحْسِنُ إِلَيْهِنَّ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ " [مسند أحمد: صحيح]

"Tidaklah seseorang yang memiliki tiga anak perempuan atau tiga saudari perempuan, atau dua anak perempuan atau dua saudari perempuan, kemudian ia bertakwa kepada Allah pada mereka dan berlaku baik terhadap mereka kecuali ia akan masuk surga". [Musnad Ahmad: Sahih]

Ø  Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

«مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ» [صحيح مسلم]

"Barangsiapa yang menanggung nafkah dua anak gadis sampai balig maka ia akan datang pada hari kiamat (masuk surga) bersamaku (seperti ini)", Rasulullah mendekatkan dua jarinya. [Sahih Muslim]

Lihat: Anak adalah anugrah

5.      Ulama Salaf menyebutkan perbedaan antara kemusyrikan di dalam taat dan kemusyrikan di dalam beribadah.

'Adiyy bin Hatim radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca pada surah "Bara-ah":

{اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ} [التوبة: 31]

"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah ... ". [At-Taubah:31] Kemudian Rasulullah bersabda:

«أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ، وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ، وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ» [سنن الترمذي: حسن]

"Sesungguhnya mereka (Yahudi dan Nashrani) tidak betul-betul menyembah mereka (alim dan rahib), akan tetapi jika mereka menghalalkan bagi mereka suatu yang haram mereka juga menghalalkannya, dan jika mereka mengharamkan bagi mereka suatu yang halal mereka juga menghalalkannya". [Sunan At-Tirmidziy: Hasan]

Ø  Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ» [صحيح البخاري ومسلم]

"  Kewajiban seorang muslim adalah patuh dan taat pada perintah yang ia sukai maupun yang ia tidak sukai, kecuali jika diperintahkan kepada maksiat, jika ia diperintahkan melakukan maksiat maka tidak ada kepatuhan dan ketaatan". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Syarah Kitab Tauhid bab (38); Mentaati ulama dan umara dalam mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram berarti mempertuhankan mereka

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Syarah Kitab Tauhid bab (49); Mensyukuri nikmat Allah

 


[1] Lihat biografi " Syarik bin Abdillah " dalam kitab: Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 2/193, Al-Jarh wa At-Ta'diil karya Ibnu Abi Hatim 4/365, Ats-Tsiqat karya Ibnu Hibban 6/444, Al-Kaamil karya Ibnu 'Adiy 4/6, Tahdziib Al-Kamaal karya Al-Mizziy 12/462, Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal.463.

[2] Lihat biografi " Khushaif " dalam kitab: Al-Majruhiin karya Ibnu Hibban 1/287, Al-Kaamil 3/522, Miizaan Al-I'tidaal karya Adz-Dzahabiy 1/653, Taqriib At-Tahdziib hal.193.

[3] Lihat biografi "Umar bin Ibrahim" dalam kitab: Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir 3/145, Al-Jarh wa At-Ta'diil 6/98, Al-Majruhiin 2/89, Al-Kaamil 6/85, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 2/204, Tahdziib Al-Kamaal 21/269, Miizaan Al-I'tidaal 3/178, Taqriib At-Tahdziib hal.410.

[4]  Lihat biografi Al-Hasan Al-Bashriy dalam kitab: Al-Maraasiil karya Ibnu Abi Hatim hal.32-33, Tahdzibul kamal 6/95, Siyar A'lam An-Nubala' karya Adz-Dzahabiy 4/563, Jaami' At-Tahshiil karya Al-'Alaiy hal.165, Tuhfatu-ttahshil karya Abu Zur'ah Al-'Iraqiy ha.76, Tahdiziib At-Thadiziib karya Ibnu Hajar 1/388.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...