Kamis, 29 September 2022

Kitab Iman bab 42; Amalan tergantung niat dan tujuan, serta setiap orang mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya

بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

بَابٌ: مَا جَاءَ إِنَّ الأَعْمَالَ بِالنِّيَّةِ وَالحِسْبَةِ، وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Bab: Bahwa amalan tergantung niat dan tujuan, serta setiap orang mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya”

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

فَدَخَلَ فِيهِ الإِيمَانُ، وَالوُضُوءُ، وَالصَّلاَةُ، وَالزَّكَاةُ، وَالحَجُّ، وَالصَّوْمُ، وَالأَحْكَامُ، وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ} [الإسراء: 84] عَلَى نِيَّتِهِ. «نَفَقَةُ الرَّجُلِ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا صَدَقَةٌ» وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ»

“Maka masuk di dalamnya (yang membuthuhkan niat) iman, wudhu’, shalat, zakat, haji, puasa, dan hukum-hukum lainnya. Dan Allah ta’aalaa berfirman: {Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.”} [Al-Isra': 84] maksudnya: “Sesuai dengan niatnya”. "Nafkah seseorang untuk keluarganya dengan niat mengharap pahala maka baginya sedekah". Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat”.

Dalam bab ini, imam Bukhari ingin menjelasakan bahwa segala amalan dinilai dari niat dan tujuannya, termasuk pula keimanan. Beliau menyebutkan ayat 84 dari surah Al-Isra’, dan 4 hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khathab, Abu Mas’ud, Sa’ad bin Abi Waqqash secara muttashil, dan hadits Ibnu ‘Abbas secara mu’allaq.

A.    Ayat 83-84 surah Al-Isra’.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا (83) قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلًا} [الإسراء: 83، 84]

Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia, niscaya dia berpaling dan menjauhkan diri dengan sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan, niscaya dia berputus asa. Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. [Al-Isra': 83-84]

Penjelasan singkat ayat ini:

1.      Sifat manusia sombong dan mudah putus asa.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ (9) وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ نَعْمَاءَ بَعْدَ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ (10) إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ} [هود: 9 - 11]

Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga (lupa diri). Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar. [Huud: 9-11]

{لَا يَسْأَمُ الْإِنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ (49) وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ (50) وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاءٍ عَرِيضٍ} [فصلت: 49 - 51]

Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan. Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: "Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya." Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras. Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa. [Fushilat: 49-51]

{وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ} [الروم: 36]

Dan apabila kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa. [Ar-Ruum:36]

{إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21) إِلَّا الْمُصَلِّينَ} [المعارج: 19 - 21]

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. [Al-Ma'aarij: 19-21]

{فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ} [الفجر: 15 - 16]

Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya, maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". [Al-Fajr: 15-16]

2.      Makna firman Allah “على شاكلته”:

Imam Bukhari menafsirkannya di sini dengan “niat”, seperti penafsiran Al-Hasan Al-Bashriy, Mu’awiyah bin Qurrah Al-Muzaniy, dan Qatadah rahimahumullah.

Sedangkan Mujahid menafsirkannya sebagai “jalan dan arah”.

Ada juga yang menafsirkannya dengan agama.

B.     Hadits Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

54 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ، عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ»

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Yahya bin Sa'id, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Alqamah bin Waqash, dari Umar, bahwa Rasulullah bersabda, "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barang siapa niat hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan rasul-Nya. Barang siapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.".

Nb: Hadits ini telah dijelaskan dalan syarah Arba’in hadits (01) Umar; Amal dan niat

C.     Hadits Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

55 - حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَدِيُّ بْنُ ثَابِتٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ يَزِيدَ [الخَطْمي]، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ»

Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syu'bah, ia berkata: Telah mengabarkan kepadaku 'Adi bin Tsabit, ia berkata: Aku pernah mendengar Abdullah bin Yazid [Al-Khathmiy], dari Abu Mas'ud dari Nabi , beliau bersabda, "Apabila seseorang memberi nafkah untuk keluarganya dengan niat mengharap pahala maka baginya Sedekah".

D.    Hadits Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

56 - حَدَّثَنَا الحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ [بن أبي حمزة الحمصي]، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ»

Telah menceritakan kepada kami Al Hakam bin Nafi', ia berkata: Ttelah mengabarkan kepada kami Syu'aib [bin Abi Hamzah Al-Himshiy], dari Az-Zuhriy, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku 'Amir bin Sa'ad, dari Sa'ad bin Abi Waqash, bahwasanya ia mengabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Tidaklah engkau menafkahkan suatu nafkah dengan maksud mengharap wajah Allah, melainkan engkau akan diberikan pahala sekalipun apa yang kau suapkan ke mulut istrimu".

Penjelasan singkat dua hadits di atas:

1)      Biografi Abu Mas’ud Uqbah bin 'Amir Al-Anshariy Al-Badriy radhiyallahu ‘anhu.

Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2)      Biografi Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.

Lihat: Keistimewaan Sa’ad bin Abi Waqqash

3)      Kewajiban menafkahi keluarga.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا} [الطلاق: 7]

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. [Ath-Thalaaq: 7]

Ø  Dari Abdullah bin 'Amr radhiallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

«كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ» [سنن أبي داود: حسنه الألباني]

"Cukuplah seseorang itu berdosa jika menelantarkan orang yang berada dalam tanggungannya". [Sunan Abi Daud: Hasan]

4)      Keutamaan menafkahi keluarga.

Diantaranya:

a.       Bernilai sedekah.

Dari Al-Miqdam bin Ma'diikariib radhiyallahul 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

«مَا كَسَبَ الرَّجُلُ كَسْبًا أَطْيَبَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَمَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ، فَهُوَ صَدَقَةٌ» [سنن ابن ماجه: صحيح]

"Tidak ada yang diperoleh seseorang lebih baik dari hasil kerjanya, dan apa yang dinafkahkan oleh seseorang untuk dirinya, keluarga, anak, dan pembantunya adalah sedekah". [Sunan Ibnu Majah: Sahih]

b.      Nafkah untuk keluarga adalah sedekah yang paling mulia

Dari Abu Hurairah radhiyallahul 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

«دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ» [صحيح مسلم]

"Dinar (uang) yang kau infakkan di jalan Allah, dan dinar yang kau infakkan untuk memerdekakan budak, dan dinar yang kau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang kau nafkahkan kepada keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang kau nafkahkan kepada keluargamu". [Sahih Muslim]

Ø  Dari Tsauban radhiyallahul 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

«أَفْضَلُ دِينَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ، دِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ، وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِي سَبِيلِ اللهِ» [صحيح مسلم]

"Uang terbaik yang dinafkahkan oleh seorang laki-laki adalah uang yang dinafkahkan untuk keluarganya, uang yang dinafkahkan seorang laki-laki untuk kendaraannya berperang di jalan Allah, dan uang yang dinafkahkan untuk sahabatnya berperang di jalan Allah". [Sahih Muslim]

c.       Beribadah di jalan Allah dengan mencari nafkah untuk keluarga

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى مُكَاثِرًا فَفِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ" [المعجم الأوسط: حسنه الألباني]

"Barangsiapa yang mencari nafkah untuk kedua orang tuanya maka ia berada di jalan Allah, barangsiapa yang mencari nafkah untuk keluarganya (istri dan anak) maka ia berada di jalan Allah, dan barangsiapa yang mencari nafkah untuk memperbanyak harta maka ia berada di jalan setan dan sekutunya". [Al-Mu'jam Al-Ausath: Hasan]

E.     Hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Hadits ini disebutkan oleh Imam Bukhari secara mu’allaq di sini, dan diriwayatkan secara muttashil pada beberapa kitab dalam Shahihnya, seperti kitab “Tafsir”, “Al-Jihad”, dan “Al-Jizyah” dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا» [صحيح البخاري ومسلم]

"Tidak ada hijrah setelah kemenangan (pembebasan kota Mekkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat. Maka jika kalian diperintahkan berangkat jihad, maka berangkatlah!". [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Diriwayatkan juga dalam kitab “Manaqib Al-Anshar” dan “Al-Magaziy”, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha.

'Atha' bin Abi Rabah –rahimahullah- berkata: Aku bersama 'Ubaid bin 'Umair Al-Laitsiy berkunjung kepada 'Aisyah radhiyallahu'anha, kami bertanya kepadanya tentang hijrah. Maka dia mengatakan:

«لاَ هِجْرَةَ اليَوْمَ، كَانَ المُؤْمِنُونَ يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِينِهِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى، وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَخَافَةَ أَنْ يُفْتَنَ عَلَيْهِ، فَأَمَّا اليَوْمَ فَقَدْ أَظْهَرَ اللَّهُ الإِسْلاَمَ، وَاليَوْمَ يَعْبُدُ رَبَّهُ حَيْثُ شَاءَ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ» [صحيح البخاري]

"Hari ini tidak ada lagi hijrah. Dahulu orang-orang beriman, diantara mereka ada yang berlari kepada Allah dan rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa agamanya karena takut terkena fitnah. Adapun hari ini, Allah 'Azza wa Jalla telah memenangkan Islam, dan hari ini pula seseorang dapat beribadah kepada Rabb-nya sesukanya. Dan yang ada sekarang adalah jihad dan niat". [Shahih Bukhari]

Ø  Dalam riwayat lain; dari 'Aisyah radhiyallahu'anha; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" لا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلكنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفرِتُمْ فانْفِرُوا "

"Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, namun yang ada hanyalah jihad dan niat (yang baik). Dan apabila kalian diminta untuk pergi berperang, maka pergilah kalian ke medan perang." [Shahih Muslim]

Nb: Hadits ini sudah dijelaskan pada Syarah Riyadhushalihin, bab (1): Ikhlash, hadits no.3

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Kitab Iman bab 38, 39, 40 dan 41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...