بسم الله الرحمن الرحيم
Defenisi I’tikaf
a.
Secara bahasa: I’tikaf bermakna tinggal menetap di suatu tempat dan
menahan dirinya untuk tetap di tempat tersebut.
Allah
subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{وَجَاوَزْنَا
بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى
أَصْنَامٍ لَهُمْ} [الأعراف:
138]
Dan
kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu (utara laut Merah), maka
setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka. [Al-A'raaf:138]
{إِذْ
قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا
عَاكِفُونَ} [الأنبياء:
52]
(Ingatlah),
ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Patung-patung apakah
ini yang kamu tekun menyembahnya?” [Al-Anbiya': 52]
b.
Secara syar’i: Diantara ulama ada yang mendefenisikannya:
"لُزُوْمُ
المُسْلِمِ المُمَيّزِ مَسْجِدًا لِطَاعَةِ اللهِ تَعَالَى"
“Tinggalnya
seorang muslim yang mumayyiz (berakal) di suatu mesjid untuk ketaatan kepada
Allah ta’aalaa”.
Hukum I’tikaf
I’tikaf
hukumnya sunnah, termasuk amalan yang dirutinkan oleh Nabi ﷺ sampai beliau wafat. Allah subhanahu wa
ta'aalaa berfirman:
{وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ
وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ} [البقرة: 125]
Dan telah kami perintahkan kepada
Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf,
yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". [Al-Baqarah: 125]
Ø Dari 'Aisyah -radhiallahu 'anha- isteri Nabi shallallahu
'alaihi wasallam:
«أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى
تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ» [صحيح
البخاري ومسلم]
"Bahwa Nabi ﷺ beri'tikaf
(tinggal di mesjid) pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya
kemudian isteri-isteri Beliau beri'tikaf setelah kepergian Beliau".
[Shahih Bukhari dan Muslim]
Syarat ‘itikaf
1. Muslim.
2. Mumayyiz/berakal.
3. Tempatnya di
mesjid yang didirikan shalat lima waktu.
4. Niat.
5. Suci dari hadats besar; Junub, haid, dan nifas.
Syarat
ini diperselisihkan oleh ulama mengkut pada perselisihan mereka tentang
bolehnya orang junuh, haid dan nifas tinggal di mesjid atau tidak boleh.
6. Dalam keadaan berpuasa.
Syarat
ini juga diperselisihkan oleh ulama, dan yang lebih kuat adalah tidak
disyaratkan namun dianjurkan karena Nabi ﷺ
tidak pernah I’tikaf kecuali dalam keadaan berpuasa.
7. Izin suami
atau wali bagi perempuan dan aman dari keburukan.
8. Izin tuannya
bagi budak.
Waktu I’tikaf
Boleh
I’tikaf di setiap waktu, namun yang lebih utama adalah pada sepuluh malam
terakhir Ramadhan. 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ، وَإِذَا صَلَّى الغَدَاةَ دَخَلَ
مَكَانَهُ الَّذِي اعْتَكَفَ فِيهِ، قَالَ: فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ أَنْ
تَعْتَكِفَ، فَأَذِنَ لَهَا، فَضَرَبَتْ فِيهِ قُبَّةً، فَسَمِعَتْ بِهَا
حَفْصَةُ، فَضَرَبَتْ قُبَّةً، وَسَمِعَتْ زَيْنَبُ بِهَا، فَضَرَبَتْ قُبَّةً
أُخْرَى، فَلَمَّا انْصَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مِنَ الغَدَاةِ أَبْصَرَ أَرْبَعَ
قِبَابٍ، فَقَالَ: «مَا هَذَا؟»، فَأُخْبِرَ خَبَرَهُنَّ، فَقَالَ: «مَا
حَمَلَهُنَّ عَلَى هَذَا؟ آلْبِرُّ؟ انْزِعُوهَا فَلاَ أَرَاهَا»، فَنُزِعَتْ،
فَلَمْ يَعْتَكِفْ فِي رمَضَانَ حَتَّى اعْتَكَفَ فِي آخِرِ العَشْرِ مِنْ
شَوَّالٍ
Rasulullah
ﷺ selalu beri'tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila
selesai dari shalat Shubuh Beliau masuk ke tempat khusus i'tikaf Beliau.
Kemudian 'Aisyah radliallahu 'anha meminta izin untuk bisa beri'tikaf
bersama Beliau, maka Beliau mengizinkannya. Lalu 'Aisyah radliallahu 'anha
membuat tenda khusus. Kemudian hal ini didengar oleh Hafshah,
maka diapun membuat tenda serupa.
Begitu juga hal ini kemudian didengar oleh Zainab maka dia pun membuat tenda
yang serupa. Ketika Beliau selesai dari shalat Shubuh Beliau melihat
tenda-tenda tersebut, maka Beliau berkata: "Apa ini?" Lalu Beliau
diberitahu dengan apa yang telah diperbuat oleh mereka (para isteri beliau). Maka Beliau bersabda: "Apa yang mendorong mereka sehingga mendirikan
tenda-tenda ini? Apakah kebajikan? Bongkarlah tenda-tenda itu, aku tidak mau
melihatnya". Maka tenda-tenda itu dibongkar dan Beliau tidak
meneruskan i'tikaf Ramadhan hingga kemudian Beliau melaksanakannya pada sepuluh
akhir dari bulan Syawal. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Ø Abu Sa'id Al Khudriy radhiyallahu 'anhu berkata:
اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَشْرَ الأُوَلِ مِنْ رَمَضَانَ
وَاعْتَكَفْنَا مَعَهُ، فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ، فَقَالَ: إِنَّ الَّذِي تَطْلُبُ
أَمَامَكَ، فَاعْتَكَفَ العَشْرَ الأَوْسَطَ، فَاعْتَكَفْنَا مَعَهُ فَأَتَاهُ
جِبْرِيلُ فَقَالَ: إِنَّ الَّذِي تَطْلُبُ أَمَامَكَ، فَقَامَ النَّبِيُّ ﷺ خَطِيبًا صَبِيحَةَ عِشْرِينَ مِنْ
رَمَضَانَ فَقَالَ: «مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ ، فَلْيَرْجِعْ، فَإِنِّي أُرِيتُ
لَيْلَةَ القَدْرِ، وَإِنِّي نُسِّيتُهَا، وَإِنَّهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ،
فِي وِتْرٍ، وَإِنِّي رَأَيْتُ كَأَنِّي أَسْجُدُ فِي طِينٍ وَمَاءٍ»
"Rasulullah
ﷺ melaksanakan i'tikaf pada sepuluh malam yang
awal dari Ramadan, dan kami juga ikut beri'tikaf bersama beliau. Lalu datanglah
Malaikat Jibril berkata, "Sesungguhnya apa yang kamu cari ada di depan
kamu (pada malam berikutnya)." Maka Beliau beri'tikaf pada sepuluh malam
pertengahannnya dan kami pun ikut beri'tikaf bersama Beliau. Kemudian Malaikat
Jibril datang lagi dan berkata, "Sesungguhnya apa yang kamu cari ada di
depan kamu (pada malam berikutnya)." Maka Nabi ﷺ berdiri memberi
khuthbah kepada kami pada pagi hari di hari ke dua puluh dari bulan Ramadan,
sabdanya: "Barangsiapa sudah beri'tikaf bersama Nabi ﷺ maka kembalilah (beri'tikaf), karena aku
diperlihatkan (dalam mimpi) Lailatul Qadar namun aku dilupakan waktunya yang
pasti. Namun dia ada pada sepuluh malam-malam akhir dan pada malam yang ganjil.
Sungguh aku melihat dalam mimpi, bahwa aku sujud di atas tanah dan air (yang
becek)." [Shahih Bukhari]
Lama I’tikaf
Tidak
ada batasan berapa lama seseorang dikatakan I’tikaf, tapi sebaiknya tidak
kurang dari semalam. Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَذَرْتُ فِي الجَاهِلِيَّةِ أَنْ
أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِي المَسْجِدِ الحَرَامِ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ: «أَوْفِ نَذْرَكَ» فَاعْتَكَفَ لَيْلَةً [صحيح البخاري ومسلم]
"Wahai Rasulullah, aku pernah bernadzar di zaman Jahiliyyah untuk
beri'tikaf satu malam di Al-Masjidil Haram". Maka Nabi ﷺ berkata kepadanya: "Tunaikanlah nadzarmu
itu". Maka kemudian 'Umar bin Al-Khaththab
radhiyallahu 'anhu melaksanakan i'tikafnya pada suatu malam. [Shahih Bukhari
dan Muslim]
Ø Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:
«كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشَرَةَ أَيَّامٍ، فَلَمَّا كَانَ
العَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا» [صحيح البخاري]
"Nabi ﷺ selalu beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama
sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri'tikaf selama dua puluh
hari". [Shahih Bukhari]
Yang membatalkan
I’tikaf:
a) Berhubungan
suami istri.
Allah
subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ} [البقرة: 187]
Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri
mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. [Al-Baqarah: 187]
b) Keluar
mesjid tanpa hajat.
'Aisyah radhiallahu'anha istri Nabi ﷺ berkata:
«وَإِنْ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَيُدْخِلُ عَلَيَّ رَأْسَهُ وَهُوَ فِي المَسْجِدِ،
فَأُرَجِّلُهُ، وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ البَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةٍ إِذَا كَانَ
مُعْتَكِفًا» [صحيح البخاري ومسلم]
"Sungguh
Nabi ﷺ pernah menjulurkan kepala beliau kepadaku
ketika sedang berada di masjid lalu aku menyisir rambut beliau. Dan beliau
tidaklah masuk ke rumah kecuali ketika ada keperluan (buang hajat) apabila
beliau sedang beriktikaf". [Shahih Bukhari]
c) Hilang akal,
gila atau mabuk.
d) Murtad.
Allah subhanahu wa
ta'aalaa berfirman:
{وَمَنْ
يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ} [البقرة: 217]
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari
agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya. [Al-Baqarah: 217]
Keutamaan i’tikaf dan
hikmahnya
Tidak
ada hadits shahih yang menunjukkan secara khusus tentang keutamaan I’tikaf,
namun ulama menyebutkan beberapa hikmah dari ‘itikaf, diantaranya:
a. Mendekatkan
diri kepada Allah dengan fokus beribadah.
b. Untuk
mensucikan diri dan menata hati.
c. Berkhalwat
dengan Allah ta’aalaa.
d. Memutuskan
kesibukan dari kehidupan dunia dan menyibukkan diri dengan Allah.
e. Lebih
besar potensi untuk mendapatkan keutamaan malam lailatul qadr.
Untukmu yang tidak bisa
beri’tikaf.
Bagi
mereka yang tidak bisa beri’tikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan karena ada
halangan, maka hendaklah mengamalkan amalan-amalan berikut untuk mendapatkan
pahala I’tikaf. Diantaranya:
1) Ikhlaskan
niat, untuk mendapatkan pahala I’tikaf.
Anas
bin Malik radhiyallahu
'anhu berkata: Ketika
Rasulullah ﷺ kembali dari perang Tabuk saat mendekati
kota Madinah beliau bersabda:
«إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا، مَا
سِرْتُمْ مَسِيرًا، وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلَّا كَانُوا مَعَكُمْ»، قَالُوا:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ؟ قَالَ: «وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ،
حَبَسَهُمُ العُذْرُ» [صحيح البخاري]
Sesungguhnya
di kota Medinah ada beberapa orang, kalian tidak melalui satu perjalanan dan
tidak melewati suatu tempat kecuali mereka juga mendapatkan pahala bersama
kalian. Sahabat bertanya: Ya Rasulullah, padahal mereka
hanya tinggal di Medinah? Rasulullah menjawab: Iya, mereka hanya tinggal di Medinah karena
ditahan oleh suatu halangan. [Sahih Bukhari dan Muslim]
2) Berusaha
untuk tinggal di mesjid semampunya.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«أَلَا
أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟»
قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى
الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ
بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ» [صحيح مسلم]
“Maukah
kalian kutunjukkan amalan yang bisa menghapuskan dosa-dosa dan mengangkat
derajat?” Sahabat menjawab: Tentu, ya Rasulullah! Rasulullah ﷺ bersabda: “Menyempurnakan wudhu di waktu sulit, banyak
melangkah ke mesjid, dan menunggu shalat setelah shalat, maka itulah
sebenar-benarnya penjagaan.” [Shahih Muslim]
Ø
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah ﷺ
bersabda: Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi:
«يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ
المَلَأُ الأَعْلَى؟ قُلْتُ: نَعَمْ، فِي الكَفَّارَاتِ، وَالكَفَّارَاتُ المُكْثُ
فِي المَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، وَالْمَشْيُ عَلَى الْأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ،
وَإِسْبَاغُ الوُضُوءِ فِي المَكَارِهِ، وَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ
بِخَيْرٍ، وَكَانَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ» [سنن الترمذي: صححه الألباني]
“Ya Muhammad, apakah kamu tahu apa yang diperselisihkan oleh
para Malaikat?” Aku mejawab: Iya, mereka berselisih tentang
"Al-Kafaaraat", dan “Al-Kafaaraat” adalah tinggal di mesjid setelah shalat,
berjalan kaki menuju shalat jama'ah, menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit,
dan barangsiapa yang melakukan itu maka ia akan hidup dengan kebaikan dan mati
dengan kebaikan, dan dosa-dosanya dihapuskan seperti saat ia dilahirkan ibunya.
[Sunan Tirmidzi: Shahih]
Ø
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ
bersabda:
" الْمَلَائِكَةُ
يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ،
يَقُولُونَ: اللهُمَّ ارْحَمْهُ، اللهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، اللهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ،
مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ، مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ " [صحيح مسلم]
"Para malaikat akan selalu bershalawat (berdoa)
kepada salah seorang di antara kalian selama ia ada di dalam tempat di mana ia
melakukan shalat, (para malaikat) berkata: "Ya Allah ampunilah ia, Ya
Allah sayangilah ia, Ya Allah terimalah tobatnya!" Selama ia tidak
menyakit dan selama ia belum batal wudhunya". [Sahih Muslim]
3) Lakukan
amalan yang bernilai I’tikaf.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma;
أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ،
أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ وَأَيُّ الْأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ
لِلنَّاسِ، وَأَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى
مُسْلِمٍ، أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا، أَوْ
تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا، وَلَأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِي فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ
إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ - يَعْنِي مَسْجِدَ
الْمَدِينَةِ - شَهْرًا» [المعجم الكبير للطبراني: حسن]
Seseorang datang kepada Nabi ﷺ dan
bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai oleh Allah? Dan
amalan apa yang paling dicintai oleh Allah? Rasulullah ﷺ menjawab: "Orang
yang paling dicintai oleh Allah ta'aalaa adalah yang paling bermanfaat
bagi manusia, dan amalan yang paling dicintai oleh Allah ta'aalaa adalah
kegembiraan yang engkau berikan kepada seorang muslim, atau engkau
menghilangkan kesulitannya, atau engkau membebaskan utangnya, atau engkau
menghilangkan rasa laparnya, dan aku berjalan memenuhi hajat saudaraku lebih
aku cintai daripada aku beri'tikaf di masjid ini -yaitu masjid Madinah- selama
sebulan". [Al-Mu'jam Al-Kabir karya Ath-Thabaraniy: Hasan]
4) Keutamaan
malam lailatul qadr bukan hanya untuk yang beri’tikaf, maka perbanyak ibadah di
malam-malam sepuluh akhir Ramadhan.
Lihat: Bagaimana mendapatkan keutamaan malam lailatul qadr
Wallahu a’lam!
Lihat
juga: Nasehat emas untuk pebisnis di bulan Ramadhan - Amalan yang banyak dilalaikan di bulan Ramadhan - Bekal dan peran seorang muslimah di bulan Ramadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...