Jumat, 29 Maret 2024

Untukmu yang tidak bisa beri’tikaf

بسم الله الرحمن الرحيم

Defenisi I’tikaf

a.       Secara bahasa: I’tikaf bermakna tinggal menetap di suatu tempat dan menahan dirinya untuk tetap di tempat tersebut.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ} [الأعراف: 138]

Dan kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu (utara laut Merah), maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka. [Al-A'raaf:138]

{إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ} [الأنبياء: 52]

(Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?” [Al-Anbiya': 52]

b.       Secara syar’i: Diantara ulama ada yang mendefenisikannya:

"لُزُوْمُ المُسْلِمِ المُمَيّزِ مَسْجِدًا لِطَاعَةِ اللهِ تَعَالَى"

“Tinggalnya seorang muslim yang mumayyiz (berakal) di suatu mesjid untuk ketaatan kepada Allah ta’aalaa”.

Hukum I’tikaf

I’tikaf hukumnya sunnah, termasuk amalan yang dirutinkan oleh Nabi sampai beliau wafat. Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ} [البقرة: 125]

Dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". [Al-Baqarah: 125]

Ø  Dari 'Aisyah -radhiallahu 'anha- isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

«أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Bahwa Nabi beri'tikaf (tinggal di mesjid) pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri Beliau beri'tikaf setelah kepergian Beliau". [Shahih Bukhari dan Muslim]

Syarat ‘itikaf

1.      Muslim.

2.      Mumayyiz/berakal.

3.      Tempatnya di mesjid yang didirikan shalat lima waktu.

4.      Niat.

5.      Suci dari hadats besar; Junub, haid, dan nifas.

Syarat ini diperselisihkan oleh ulama mengkut pada perselisihan mereka tentang bolehnya orang junuh, haid dan nifas tinggal di mesjid atau tidak boleh.

6.      Dalam keadaan berpuasa.

Syarat ini juga diperselisihkan oleh ulama, dan yang lebih kuat adalah tidak disyaratkan namun dianjurkan karena Nabi tidak pernah I’tikaf kecuali dalam keadaan berpuasa.

7.      Izin suami atau wali bagi perempuan dan aman dari keburukan.

8.      Izin tuannya bagi budak.

Waktu I’tikaf

Boleh I’tikaf di setiap waktu, namun yang lebih utama adalah pada sepuluh malam terakhir Ramadhan. 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ، وَإِذَا صَلَّى الغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِي اعْتَكَفَ فِيهِ، قَالَ: فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ أَنْ تَعْتَكِفَ، فَأَذِنَ لَهَا، فَضَرَبَتْ فِيهِ قُبَّةً، فَسَمِعَتْ بِهَا حَفْصَةُ، فَضَرَبَتْ قُبَّةً، وَسَمِعَتْ زَيْنَبُ بِهَا، فَضَرَبَتْ قُبَّةً أُخْرَى، فَلَمَّا انْصَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مِنَ الغَدَاةِ أَبْصَرَ أَرْبَعَ قِبَابٍ، فَقَالَ: «مَا هَذَا؟»، فَأُخْبِرَ خَبَرَهُنَّ، فَقَالَ: «مَا حَمَلَهُنَّ عَلَى هَذَا؟ آلْبِرُّ؟ انْزِعُوهَا فَلاَ أَرَاهَا»، فَنُزِعَتْ، فَلَمْ يَعْتَكِفْ فِي رمَضَانَ حَتَّى اعْتَكَفَ فِي آخِرِ العَشْرِ مِنْ شَوَّالٍ

Rasulullah selalu beri'tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat Shubuh Beliau masuk ke tempat khusus i'tikaf Beliau. Kemudian 'Aisyah radliallahu 'anha meminta izin untuk bisa beri'tikaf bersama Beliau, maka Beliau mengizinkannya. Lalu 'Aisyah radliallahu 'anha membuat tenda khusus. Kemudian hal ini didengar oleh Hafshah, maka diapun membuat tenda serupa. Begitu juga hal ini kemudian didengar oleh Zainab maka dia pun membuat tenda yang serupa. Ketika Beliau selesai dari shalat Shubuh Beliau melihat tenda-tenda tersebut, maka Beliau berkata: "Apa ini?" Lalu Beliau diberitahu dengan apa yang telah diperbuat oleh mereka (para isteri beliau). Maka Beliau bersabda: "Apa yang mendorong mereka sehingga mendirikan tenda-tenda ini? Apakah kebajikan? Bongkarlah tenda-tenda itu, aku tidak mau melihatnya". Maka tenda-tenda itu dibongkar dan Beliau tidak meneruskan i'tikaf Ramadhan hingga kemudian Beliau melaksanakannya pada sepuluh akhir dari bulan Syawal. [Sahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Abu Sa'id Al Khudriy radhiyallahu 'anhu berkata:

اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ عَشْرَ الأُوَلِ مِنْ رَمَضَانَ وَاعْتَكَفْنَا مَعَهُ، فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ، فَقَالَ: إِنَّ الَّذِي تَطْلُبُ أَمَامَكَ، فَاعْتَكَفَ العَشْرَ الأَوْسَطَ، فَاعْتَكَفْنَا مَعَهُ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ: إِنَّ الَّذِي تَطْلُبُ أَمَامَكَ، فَقَامَ النَّبِيُّ خَطِيبًا صَبِيحَةَ عِشْرِينَ مِنْ رَمَضَانَ فَقَالَ: «مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعَ النَّبِيِّ ، فَلْيَرْجِعْ، فَإِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ القَدْرِ، وَإِنِّي نُسِّيتُهَا، وَإِنَّهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ، فِي وِتْرٍ، وَإِنِّي رَأَيْتُ كَأَنِّي أَسْجُدُ فِي طِينٍ وَمَاءٍ»

"Rasulullah melaksanakan i'tikaf pada sepuluh malam yang awal dari Ramadan, dan kami juga ikut beri'tikaf bersama beliau. Lalu datanglah Malaikat Jibril berkata, "Sesungguhnya apa yang kamu cari ada di depan kamu (pada malam berikutnya)." Maka Beliau beri'tikaf pada sepuluh malam pertengahannnya dan kami pun ikut beri'tikaf bersama Beliau. Kemudian Malaikat Jibril datang lagi dan berkata, "Sesungguhnya apa yang kamu cari ada di depan kamu (pada malam berikutnya)." Maka Nabi berdiri memberi khuthbah kepada kami pada pagi hari di hari ke dua puluh dari bulan Ramadan, sabdanya: "Barangsiapa sudah beri'tikaf bersama Nabi maka kembalilah (beri'tikaf), karena aku diperlihatkan (dalam mimpi) Lailatul Qadar namun aku dilupakan waktunya yang pasti. Namun dia ada pada sepuluh malam-malam akhir dan pada malam yang ganjil. Sungguh aku melihat dalam mimpi, bahwa aku sujud di atas tanah dan air (yang becek)." [Shahih Bukhari]

Lama I’tikaf

Tidak ada batasan berapa lama seseorang dikatakan I’tikaf, tapi sebaiknya tidak kurang dari semalam. Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَذَرْتُ فِي الجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِي المَسْجِدِ الحَرَامِ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ : «أَوْفِ نَذْرَكَ» فَاعْتَكَفَ لَيْلَةً [صحيح البخاري ومسلم]

"Wahai Rasulullah, aku pernah bernadzar di zaman Jahiliyyah untuk beri'tikaf satu malam di Al-Masjidil Haram". Maka Nabi berkata kepadanya: "Tunaikanlah nadzarmu itu". Maka kemudian 'Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu melaksanakan i'tikafnya pada suatu malam. [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:

«كَانَ النَّبِيُّ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشَرَةَ أَيَّامٍ، فَلَمَّا كَانَ العَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا» [صحيح البخاري]

"Nabi selalu beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri'tikaf selama dua puluh hari". [Shahih Bukhari]

Yang membatalkan I’tikaf:

a)      Berhubungan suami istri.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ} [البقرة: 187]

Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. [Al-Baqarah: 187]

b)     Keluar mesjid tanpa hajat.

'Aisyah radhiallahu'anha istri Nabi berkata:

«وَإِنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَيُدْخِلُ عَلَيَّ رَأْسَهُ وَهُوَ فِي المَسْجِدِ، فَأُرَجِّلُهُ، وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ البَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةٍ إِذَا كَانَ مُعْتَكِفًا» [صحيح البخاري ومسلم]

"Sungguh Nabi pernah menjulurkan kepala beliau kepadaku ketika sedang berada di masjid lalu aku menyisir rambut beliau. Dan beliau tidaklah masuk ke rumah kecuali ketika ada keperluan (buang hajat) apabila beliau sedang beriktikaf". [Shahih Bukhari]

c)      Hilang akal, gila atau mabuk.

d)     Murtad.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ} [البقرة: 217]

Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. [Al-Baqarah: 217]

Keutamaan i’tikaf dan hikmahnya

Tidak ada hadits shahih yang menunjukkan secara khusus tentang keutamaan I’tikaf, namun ulama menyebutkan beberapa hikmah dari ‘itikaf, diantaranya:

a.       Mendekatkan diri kepada Allah dengan fokus beribadah.

b.      Untuk mensucikan diri dan menata hati.

c.       Berkhalwat dengan Allah ta’aalaa.

d.      Memutuskan kesibukan dari kehidupan dunia dan menyibukkan diri dengan Allah.

e.       Lebih besar potensi untuk mendapatkan keutamaan malam lailatul qadr.

Untukmu yang tidak bisa beri’tikaf.

Bagi mereka yang tidak bisa beri’tikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan karena ada halangan, maka hendaklah mengamalkan amalan-amalan berikut untuk mendapatkan pahala I’tikaf. Diantaranya:

1)      Ikhlaskan niat, untuk mendapatkan pahala I’tikaf.

Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: Ketika Rasulullah kembali dari perang Tabuk saat mendekati kota Madinah beliau bersabda:

«إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا، مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا، وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلَّا كَانُوا مَعَكُمْ»، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ؟ قَالَ: «وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ، حَبَسَهُمُ العُذْرُ» [صحيح البخاري]

Sesungguhnya di kota Medinah ada beberapa orang, kalian tidak melalui satu perjalanan dan tidak melewati suatu tempat kecuali mereka juga mendapatkan pahala bersama kalian. Sahabat bertanya: Ya Rasulullah, padahal mereka hanya tinggal di Medinah? Rasulullah menjawab: Iya, mereka hanya tinggal di Medinah karena ditahan oleh suatu halangan. [Sahih Bukhari dan Muslim]

2)      Berusaha untuk tinggal di mesjid semampunya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟» قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ» [صحيح مسلم]

“Maukah kalian kutunjukkan amalan yang bisa menghapuskan dosa-dosa dan mengangkat derajat?” Sahabat menjawab: Tentu, ya Rasulullah! Rasulullah bersabda:  “Menyempurnakan wudhu di waktu sulit, banyak melangkah ke mesjid, dan menunggu shalat setelah shalat, maka itulah sebenar-benarnya penjagaan.” [Shahih Muslim]

Ø  Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah bersabda: Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi:

«يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيمَ يَخْتَصِمُ المَلَأُ الأَعْلَى؟ قُلْتُ: نَعَمْ، فِي الكَفَّارَاتِ، وَالكَفَّارَاتُ المُكْثُ فِي المَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، وَالْمَشْيُ عَلَى الْأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ، وَإِسْبَاغُ الوُضُوءِ فِي المَكَارِهِ، وَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ، وَكَانَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ» [سنن الترمذي: صححه الألباني]

“Ya Muhammad, apakah kamu tahu apa yang diperselisihkan oleh para Malaikat?” Aku mejawab: Iya, mereka berselisih tentang "Al-Kafaaraat", dan “Al-Kafaaraat” adalah tinggal di mesjid setelah shalat, berjalan kaki menuju shalat jama'ah, menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, dan barangsiapa yang melakukan itu maka ia akan hidup dengan kebaikan dan mati dengan kebaikan, dan dosa-dosanya dihapuskan seperti saat ia dilahirkan ibunya. [Sunan Tirmidzi: Shahih]

Ø  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah bersabda:

" الْمَلَائِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ، يَقُولُونَ: اللهُمَّ ارْحَمْهُ، اللهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، اللهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ، مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ، مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ " [صحيح مسلم]

"Para malaikat akan selalu bershalawat (berdoa) kepada salah seorang di antara kalian selama ia ada di dalam tempat di mana ia melakukan shalat, (para malaikat) berkata: "Ya Allah ampunilah ia, Ya Allah sayangilah ia, Ya Allah terimalah tobatnya!" Selama ia tidak menyakit dan selama ia belum batal wudhunya". [Sahih Muslim]

3)      Lakukan amalan yang bernilai I’tikaf.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma;

أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ وَأَيُّ الْأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ، وَأَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا، وَلَأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِي فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ - يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ - شَهْرًا» [المعجم الكبير للطبراني: حسن]

Seseorang datang kepada Nabi dan bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai oleh Allah? Dan amalan apa yang paling dicintai oleh Allah? Rasulullah menjawab: "Orang yang paling dicintai oleh Allah ta'aalaa adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, dan amalan yang paling dicintai oleh Allah ta'aalaa adalah kegembiraan yang engkau berikan kepada seorang muslim, atau engkau menghilangkan kesulitannya, atau engkau membebaskan utangnya, atau engkau menghilangkan rasa laparnya, dan aku berjalan memenuhi hajat saudaraku lebih aku cintai daripada aku beri'tikaf di masjid ini -yaitu masjid Madinah- selama sebulan". [Al-Mu'jam Al-Kabir karya Ath-Thabaraniy: Hasan]

4)      Keutamaan malam lailatul qadr bukan hanya untuk yang beri’tikaf, maka perbanyak ibadah di malam-malam sepuluh akhir Ramadhan.

Lihat: Bagaimana mendapatkan keutamaan malam lailatul qadr

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Nasehat emas untuk pebisnis di bulan Ramadhan - Amalan yang banyak dilalaikan di bulan Ramadhan - Bekal dan peran seorang muslimah di bulan Ramadhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...