بسم الله الرحمن الرحيم
Kenapa
mesti ada bekal dan persiapan?
a)
Hasil
yang maksimal insyallah diraih jika persiapannya juga maksimal.
Allah subhanahu
wa ta'aalaa berfirman:
{وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا
اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ} [الأنفال: 60]
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan
apa saja yang kamu sanggupi.
[Al-Anfaal:60]
b)
Semakin
mulia sang tamu maka persiapannya juga semakin besar sehingga kebaikan yang
diharapkan darinya juga besar.
Ramadhan adalah tamu istimwa yang membawa berkah
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
«أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ
أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، لِلَّهِ فِيهِ
لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ»
"Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh
berkah (mubarak), Allah 'azza wajalla mewajibkan atas kalian untuk
berpuasa pada bulan itu, dibuka pada bulan itu pintu-pintu langit, ditutup
pintu-pintu neraka, dan setan yang jahat dibelenggu. Pada bulan itu Allah
memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang
terhalang dari kebaikannya berarti ia betul-betul telah terhalang dari
kebaikan". [Sunan An-Nasa'i: Shahih]
Yang tidak mempersiapkan datangnya Ramadhan tidak akan
mendapatkan keberkahannya
Allah subhanahu
wa ta'aalaa berfirman:
{وَلَوْ أَرَادُوا
الْخُرُوجَ لَأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ
فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ} [التوبة: 46]
Dan
jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk
keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah
melemahkan keinginan mereka. Dan dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu
bersama orang-orang yang tinggal itu". [At-Taubah: 46]
c) Jika
kita sudah mempersiapkan dengan baik kemudian Allah menakdirkan kita tidak
bertemu dengan bulan Ramadhan maka pahalanya sudah dicatat untuk kita.
Allah subhanahu
wata'aalaa befirman:
{وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ
ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ
غَفُورًا رَحِيمًا} [النساء: 100]
Barangsiapa
keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka
sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. [An-Nisaa': 97 - 100]
Ø
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ
قَدْ صَلَّوْا أَعْطَاهُ اللَّهُ جَلَّ وَعَزَّ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلَّاهَا
وَحَضَرَهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجْرِهِمْ شَيْئًا» [سنن أبي
داود: صححه الألباني]
Barangsiapa
yang berwudhu dan memperbaiki wudhunya kemudian pergi ke mesjid dan mendapati
orang-orang telah selesai salat maka Allah 'azza wa jalla memberinya pahala
seperti pahala orang yang hadir salat jama'ah tanpa mengurangi dari pahala mereka
sedikitpun. [Sunan Abu Daud: Sahih]
Lihat: Kisah taubat pembunuh 100 orang
Berikut beberapa hal
yang mesti dipersiapkan untuk menyambut datangnya bulan penuh berkah, bulan
Ramadan:
1.
Tingkatkan
keimanan.
Dengan keimanan yang kuat Allah akan
memudahkan dalam melakukan segala kebaikan.
Panggilan puasa untuk orang yang beriman.
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}
[البقرة: 183]
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa. [Al-Baqarah: 183]
Apunan bagi yang menjalankan
puasa dan shalat di bulan Ramadhan dapat diraih jika kita melakukannya dengan
punuh keimanan.
2.
Sempurnakan
tauhid dan jauhi syirik sekecil apapun.
Allah yang maha Esa memerintahkan kita untuk beribadah hanya kepada-Nya, dengan ikhlas, penuh rasa cinta, harapan rahmat dan takut murka-Nya.
Praktek syirik akan menghapuskan semua amal saleh yang telah kita kerjakan.
3.
Mempelajari
tata cara beribadah Nabi ﷺ di
bulan Ramadhan.
Allah subhanahu
wata'aalaa berfirman:
{لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا} [الأحزاب:
21]
Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. [Al-Ahzaab: 21]
Allah tidak menerima suatu amalan
yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya ﷺ.
Memperlajari fiqhi puasa terutama yang
berkaitan khusus dengan wanita:
a. Wanita
yang sedang haid dan nifas haram berpuasa dan wajib menqadha’nya.
Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَا رَأَيْتُ مِنْ
نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ مِنْ
إِحْدَاكُنَّ»، قُلْنَ: وَمَا نُقْصَانُ دِينِنَا وَعَقْلِنَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ؟ قَالَ: «أَلَيْسَ شَهَادَةُ المَرْأَةِ مِثْلَ نِصْفِ شَهَادَةِ
الرَّجُلِ» قُلْنَ: بَلَى، قَالَ: «فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ عَقْلِهَا، أَلَيْسَ
إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ» قُلْنَ: بَلَى، قَالَ: «فَذَلِكِ مِنْ
نُقْصَانِ دِينِهَا»
"Aku tidak pernah
melihat kaum yang akal dan agamanya kurang yang lebih mampu menundukkan akal
seorang laki-laki yang kuat selain kalian." Kaum wanita bertanya lagi,
"Wahai Rasulullah, apa tanda dari kurangnya akal dan lemahnya agama?"
Beliau menjawab: "Bukankah persaksian seorang wanita setengah dari
persaksian laki-laki?" Kaum wanita jawab, "Benar." Beliau
berkata lagi: "Itulah kekurangan akalnya. Dan bukankah seorang wanita bila
dia sedang haid dia tidak shalat dan puasa?" Kaum wanita jawab,
"Benar." Beliau berkata: "Itulah kekurangan agamanya." [Shahih Bukhari]
Ø
Mu'adzah -rahimahallah-
berkata: Saya
bertanya kepada Aisyah seraya berkata:
مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ.
فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ، وَلَكِنِّي
أَسْأَلُ. قَالَتْ: «كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ،
وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ» [صحيح مسلم]
Kenapa wanita haid mengqadha' puasa dan tidak
mengqadha' shalat?' Aisyah menjawab; 'Apakah kamu dari golongan
Haruriyah?' Aku menjawab; 'Aku bukan Haruriyah, akan tetapi
aku hanya bertanya.' Dia menjawab; 'Kami dahulu mengalami haid, kami
diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan mengqadha'
shalat'. [Shahih Muslim]
b. Tidak
dianjurkan minum obat penahan haid selama Ramadhan, namun dibolehkan jika tidak
menimbulkan bahaya.
Allah subhanahu
wata'aalaa berfirman:
{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ
نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا} [البقرة: 286]
Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya.
[Al-Baqarah: 286]
{فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ} [التغابن: 16]
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu. [At-Tagabun:
16]
Ø
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ»
"Dan jika aku
memerintahkan sesuatu kepada kalian maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuan
kalian". [Shahih Bukhari dan Muslim]
c. Apabila
sudah suci sebelum masuk waktu fajar maka ia segera berniat puasa sekalipun
belum mandi suci, begitu pula jika junub dan belum mandi.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata; Ada seorang laki-laki datang meminta
fatwa kepada Nabi ﷺ,
sementara Aisyah waktu itu mendengar dari balik pintu. Lakli-laki itu bertanya:
"Wahai Rasulullah, waktu shalat telah tiba sedangkan aku dalam keadaan
junub. Bolehkah aku meneruskan puasaku?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab:
«وَأَنَا تُدْرِكُنِي
الصَّلَاةُ وَأَنَا جُنُبٌ فَأَصُومُ»
"Aku pun pernah mendapati waktu Subuh
dalam keadaan junub, namun aku tetap berpuasa." [Shahih Muslim]
d. Tidak
boleh berniat tidak puasa besok karena beranggapan akan datang haid atau nifas.
e. Berhubungan
suami istri membatalkan puasa dan wajib membayar kaffarah kubra.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah ﷺ
bersabda:
" يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي
بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي " [صحيح
البخاري ومسلم]
"Allah 'azza
wa jalla berfirman: Puasa adalah untukku, dan Aku yang akan memberikan ganjarannya
langsung. Meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya demi Aku". [Shahih
Bukhari dan Muslim]
Lihat: Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (29) Jika jimak di bulanRamadhan
Ø
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ
النَّبِيِّ ﷺ، إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ. قَالَ:
«مَا لَكَ؟» قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ: «هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا؟» قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَهَلْ
تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ»، قَالَ: لاَ، فَقَالَ:
«فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا». قَالَ: لاَ، قَالَ: فَمَكَثَ
النَّبِيُّ ﷺ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ ﷺ بِعَرَقٍ فِيهَا
تَمْرٌ - وَالعَرَقُ المِكْتَلُ - قَالَ: «أَيْنَ السَّائِلُ؟» فَقَالَ: أَنَا،
قَالَ: «خُذْهَا، فَتَصَدَّقْ بِهِ» فَقَالَ الرَّجُلُ: أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّي
يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا - يُرِيدُ
الحَرَّتَيْنِ - أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي، فَضَحِكَ النَّبِيُّ
ﷺ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ، ثُمَّ قَالَ: «أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ»
"Ketika
kami sedang duduk bermajelis bersama Nabi ﷺ tiba-tiba datang seorang laki-laki lalu berkata: "Wahai
Rasulullah, binasalah aku". Beliau bertanya: "Ada apa
denganmu?". Orang itu menjawab: "Aku telah berhubungan dengan
isteriku sedangkan aku sedang berpuasa". Maka Rasulullah ﷺ bertanya: "Apakah kamu memiliki
budak, sehingga kamu harus membebaskannya?". Orang itu menjawab:
"Tidak". Lalu Beliau bertanya lagi: "Apakah kamu sanggup bila
harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut?". Orang itu menjawab:
"Tidak". Lalu Beliau bertanya lagi: "Apakah kamu memiliki
makanan untuk diberikan kepada enam puluh orang miskin?". Orang itu
menjawab: "Tidak". Sejenak Nabi ﷺ terdiam. Ketika kami masih dalam keadaan tadi, Nabi ﷺ diberikan satu keranjang berisi kurma,
lalu Beliau bertanya: "Mana orang yang bertanya tadi?". Orang itu
menjawab: "Aku". Maka Beliau berkata: "Ambillah kurma ini lalu
bershadaqahlah dengannya". Orang itu berkata: "Apakah ada orang yang
lebih faqir dariku, wahai Rasulullah. Demi Allah, tidak ada keluarga yang
tinggal diantara dua perbatasan, yang dia maksud adalah dua gurun pasir, yang
lebih faqir daripada keluargaku". Mendengar itu Nabi ﷺ menjadi tertawa hingga tampak gigi seri
Beliau. Kemudian Beliau berkata: "Kalau begitu berilah makan keluargamu
dengan kurma ini".
[Shahih Bukhari]
f.
Jika istri digauli saat tidur
maka istri wajib mengganti puasa dan tidak bayar kaffarah.
g. Memasukkan
jari atau sesuatu ke dalam kelamin perempuan tidak membatalkan puasa, kecuali
keluar air mani.
Seperti tampon atau menstruasi cup untuk wanita
haid atau spiral KB.
h. Bercumbu
dengan istri tidak membatalkan puasa kecuali jika keluar air mani.
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha:
«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ
كَانَ يُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، ثُمَّ يَجْعَلُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا ثَوْبًا،
يَعْنِي الْفَرْجَ»
“Bahwa Rasulullah ﷺ pernah mencumbuinya sedang beliau dalam
keadaan berpuasa. Kemudian beliau meletakkan sebuah kain antara dirinya
dengannya, yaitu kemaluan." [Musnad Ahmad: Shahih]
Lihat: Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (23) Bercumbu bagi orang yang berpuasa
i.
Mencium istri tidak membatalkan
puasa.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata;
«كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ
يُقَبِّلُنِي وَهُوَ صَائِمٌ، وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ، كَمَا كَانَ رَسُولُ
اللهِ ﷺ يَمْلِكُ إِرْبَهُ؟»
"Rasulullah ﷺ menciumku saat beliau sedang berpuasa.
Maka adakah diantara kalian yang mampu mengendalikan nafsunya sebagaimana
Rasulullah ﷺ
mampu mengendalikannya." [Shahih Muslim]
Lihat: Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (24) Ciuman bagi orang yang berpuasa
j.
Wanita yang sedang istihadhah
wajib berpuasa.
Dari Fathimah binti Abi Hubaisy
bahwasanya dia terkena darah penyakit, maka Nabi ﷺ bersabda kepadanya:
«إِذَا كَانَ دَمُ الْحَيْضَةِ فَإِنَّهُ أَسْوَدُ يُعْرَفُ، فَإِذَا
كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي عَنِ الصَّلَاةِ، فَإِذَا كَانَ الْآخَرُ فَتَوَضَّئِي
وَصَلِّي فَإِنَّمَا هُوَ عِرْقٌ» [سنن أبي داود: حسن]
"Apabila
itu darah haid, maka ia berwarna hitam sebagaimana yang diketahui (oleh
wanita). Apabila darah itu ternyata demikian, maka tinggalkanlah shalat. Namun
apabila darah itu lain, maka berwudhulah dan kerjakanlah shalat, karena itu
hanyalah darah penyakit". [Sunan Abi Daud: Hasan]
k. Hukum
mencicipi makanan saat berpuasa.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma berkata:
«لَا بَأْسَ أَنْ يَذُوقَ الْخَلَّ أَوِ
الشَّيْءَ، مَا لَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ» [مصنف ابن أبي شيبة]
“Tidak mengapa seseorang mencicipi cuka
atau sesuatu selama tidak masuk tenggorokannya saat ia berpuasa”. [Mushannaf
Ibnu Abi Syaibah]
Ø Yunus bin ‘Ubaid Al-‘Abdiy radhimahullah berkata:
«رَأَيْتُ الْحَسَنِ يَمْضُغُ لِلصَّبِيِّ
طَعَامًا، وَهُوَ صَائِمٌ، يَمْضُغُهُ ثُمَّ يُخْرِجُهُ مِنْ فِيهِ يَضَعُهُ فِي
فَمِ الصَّبِيِّ» [مصنف عبد
الرزاق الصنعاني]
“Saya melihat Al-Hasan [Al-Bashriy]
mengunyah makanan untuk seorang anak saat ia berpuasa, ia mengunyahnya kemudian
mengeluarkannya dari mulutnya kemudian ia memasukkannya ke mulut anak kecil
tersebut”. [Mushannaf Abdurrazaq]
l.
Nenek-nenek tua yang tidak mampu
berpuasa dan yang sakit tidak ada harapan sembuh, boleh tidak puasa dan wajib
memberi makan menurut jumhur ulama.
Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- berkata:
"رُخِّصَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْعَجُوزِ
الْكَبِيرَةِ فِي ذَلِكَ وَهُمَا يُطِيقَانِ الصَّوْمَ أَنْ يُفْطِرَا إِنْ شَاءَا
أَوْ يُطْعِمَا كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِمَا ثُمَّ نُسِخَ
ذَلِكَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ {فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ} [البقرة: 185] وَثَبَتَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْعَجُوزِ الْكَبِيرَةِ إِذَا كَانَا
لَا يُطِيقَانِ الصَّوْمَ، وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ إِذَا خَافَتَا أَفْطَرَتَا
وَأَطْعَمَتَا كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا" [المنتقى لابن
الجارود: صحيح]
“Diberi
keringanan bagi kakek tua dan nenek tua dalam ayat itu sekalipun mereka mampu
berpuasa untuk meninggalkan puasa jika keduanya mau dan keduanya memberi makan
satu orang miskin untuk setiap harinya dan tidak ada qadha bagi keduanya,
kemudian ayat itu dinasakh pada ayat ini {Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu} [Al-Baqarah: 185] dan hukumnya tetap bagi kakek tua dan nenek tua jika
tidak mampu berpuasa, begitu pula bagi wanita hamil dan menyusui jika keduanya
khawatir maka keduanya berbuka dan memberi makan satu orang miskin untuk setiap
hainya”. [Al-Muntaqa karya Ibnul Jaruud: Shahih]
m. Puasa
wanita hamil dan menyusui.
Tidak ada
perselisihan bolehnya tidak puasa bagi wanita hamil jika khawatir akan janinnya
dan yang menyusui khawatir terhadap bayinya kekurangan air susu.
Dari Anas bin
Malik -radhiyallahu ‘anhu-; Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنِ المُسَافِرِ
الصَّوْمَ، وَشَطْرَ الصَّلَاةِ، وَعَنِ الحَامِلِ أَوِ المُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ
الصِّيَامَ»
“Sesungguhnya
Allah Ta'ala tidak mewajibkan puasa atas musafir dan memberi keringanan
separoh shalat untuknya, dan juga memberi keringan bagi wanita hamil dan
menyusui untuk tidak berpuasa". [Sunan Tirmidziy: Shahih]
Akan tetapi yang diperselisihkan ulama adalah apa yang
wajib dilakukan oleh mereka jika meninggalkan puasa?
Pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang mewajibkan fidyah saja, karena ini adalah pendapat dua Sahabat Nabi dan tidak ditemukan
pendapat lain yang menyelisihi dari kalangan Sahabat. Dan penafsiran Ibnu Abbas
-radhiyallahu ‘anhuma- terhadap ayat dikategorikan hadits mauquf
yang memiliki derajat marfu’ dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lihat pemamaparan masalah ini di: Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab (38) {Dan wajib bagi orang-orang yang bisa menjalankan puasa (namun mereka tidak berpuasa) membayar fidyah}
4.
Perbanyak
ibadah.
Segera mengqadha’ utang puasa
Ramadhan yang lalu:
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata;
«كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ
أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ، الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ»
"Aku masih punya
hutang puasa Ramadhan. Tetapi aku belum membayarnya sehingga tiba bulan
Sya'ban, barulah kubayar, berhubungan dengan kesibukanku melayani Rasulullah ﷺ." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Jika
datang bulan Ramadhan berikutnya sebelum menunaikan qadha’ puasa Ramadhan
sebelumnya tanpa udzur (alasan) maka ia berpuasa untuk bulan Ramadhan
yang tiba kemudian mengqadha yang lalu.
Namun ulama berselisih apakah ia wajib memberi
makan untuk setiap harinya satu orang miskin atau tidak.
Lihat penbahasannya di sini: Penjelasan singkat kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari; Bab
(39) Kapan qadha' Ramadhan ditunaikan?
5.
Hindari
maksiat.
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
{فَلَمَّا
زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ}
[الصف: 5]
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran),
Allah memalingkan hati mereka; Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum
yang fasik. [Ash-Shaf: 5]
Terutama gibah, namimah, dusta,
dan menzalimi orang lain.
6.
Istigfar
dan taubat.
Tsauban radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
«إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ»
"Sesungguhnya
seseorang akan ditahan rizkinya karena dosa yang dia lakukan." [Sunan Ibnu
Majah: Hasan]
Ø
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
" إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ
فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ، صُقِلَ قَلْبُهُ، فَإِنْ
زَادَ، زَادَتْ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ:
{كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ} [المطففين:
14] "
“Sesungguhnya seorang mu'min jika melakukan
suatu dosa akan menjadi titik hitam dalam hatinya. Namun jika ia bertaubat,
lalu meninggalkannya, dan minta ampunan maka hatinya menjadi bersih. Akan
tetapi jika ia menambah dosanya, maka titik hitam itupun akan bertambah. Itulah
yang dinamakan "Ar-Raan" sebagaimana yang disebutkan Allah
dalam kitab-Nya: {Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa
yang selalu mereka usahakan (maksiat) itu menutupi hati mereka}”. [Sunan Ibnu Majah: Hasan]
7.
Selalu
berdo'a dan berzikir.
Dengan banyak berdzikir maka
pelaksanaan ibadah menjadi lebih mudah
Abdullah bin Busr radhiyallahu 'anhu berkata: Seseorang
bertanya: Ya Rasulullah .. Sesungguhnya syari'at Islam terlalu banyak untukku,
maka tunjukilah aku sesuatu yang bisa ku jadikan pegangan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab:
«لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ»
[سنن الترمذي: صححه
الألباني]
"Biarkan lidahmu senantiasa basah
karena berzikir mengingat Allah". [Sunan Tirmizi: Sahih]
8.
Berakhlak
mulia, terutama
kepada tetangga.
9.
Menyusun
jadwal kegiatan ibadah selama bulan Ramadhan.
Diantaranya:
v Berapa
juz yang akan dikhatamkan.
v Berapa
raka’at yang akan didirikan untuk shalat malam, dan di mana.
v Berapa
yang akan disedekahkan untuk setiap harinya.
v Dll.
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang beruntung di bulan
Ramadan. Amiin!
Peran seorang muslimah di bulan Ramadhan:
1)
Menyediakan
makan sahur dan buka puasa.
Zaid bin Khalid Al-Juhaniy -radhiallahu 'anhu- berkata, Rasulullah
ﷺ bersabda:
«مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِمْ مِنْ غَيْرِ
أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا»
"Barangsiapa
memberi makan untuk berbuka orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan
pahala mereka tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun." [Sunan Ibnu
Majah: Shahih]
Lihat: Ramadhan dan keutamaan memberi makan dan minum
2)
Membangunkan
keluarga untuk shalat malam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
«رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى،
وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ، نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ
امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى،
نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ» [سنن أبي داود: صحيح]
“Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun di malam hari kemudian
shalat dan ia membangunkan istrinya, jika istrinya tidak mau bangun ia
percikkan air di wajahnya. Allah merahmati seorang wanita yang bangun di malam
hari kemudian shalat dan ia membangunkan suaminya, jika suaminya tidak mau
bangun ia percikkan air di wajahnya”. [Sunan Abu Daud: Shahih]
Lihat: Sifat istri shalihah
3)
Istri
mendapatkan pahala jika bersedekah dengan harta suaminya apa bila sudah
direstui.
'Aisyah radhiallahu'anha berkata, Rasulullah ﷺ
bersabda:
«إِذَا
أَنْفَقَتِ المَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ، كَانَ لَهَا
أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ، وَلِزَوْجِهَا أَجْرُهُ بِمَا كَسَبَ، وَلِلْخَازِنِ
مِثْلُ ذَلِكَ، لاَ يَنْقُصُ بَعْضُهُمْ أَجْرَ بَعْضٍ شَيْئًا» [صحيح البخاري
ومسلم]
“Apabila seorang wanita
bersedekah makanan (dari jerih payah) suaminya dan bukan bermaksud menimbulkan
kerusakan, maka baginya pahala atas apa yang diinfakkan, dan bagi suaminya
pahala atas apa yang diusahakannya. Demikian juga bagi seorang yang menjaga
(makanan tersebut)". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø
Asma' radhiallahu'anha berkata:
يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَا لِيَ مَالٌ إِلَّا مَا أَدْخَلَ عَلَيَّ الزُّبَيْرُ،
فَأَتَصَدَّقُ؟ قَالَ: «تَصَدَّقِي، وَلاَ تُوعِي فَيُوعَى عَلَيْكِ»
"Wahai Rasulullah, aku
tidak memiliki harta kecuali apa yang diberikan oleh Az Zubair Apakah aku boleh
bersedekah dengannya?" Beliau menjawab, "Bershadaqalah dan jangan
kamu tutup rapat guci tempat menyimpan makanan itu, karena nanti Allah menutup
rezekimu". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Kecuali
jika suami tidak mengizinkan
Abu Umamah Al-Bahiliy radhiyallahu
'anhu berkata: Saya telah mendengar Rasulullah ﷺ dalam khotbahnya pada waktu
haji Wada' beliau bersabda:
«لَا
تُنْفِقُ امْرَأَةٌ شَيْئًا مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا»،
قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الطَّعَامُ، قَالَ: «ذَاكَ أَفْضَلُ
أَمْوَالِنَا» [سنن الترمذي: حسن]
“Tidak boleh seorang wanita
menginfakkan sesuatu dari rumah suaminya kecuali atas seizinnya." Beliau
ditanya, termasuk makanan wahai Rasulullah? Beliau menjawab, "Itu
merupakan harta kami yang paling baik." [Sunan Tirmidziy: Hasan]
4)
Wanita
haid dan nifas boleh membaca Al-Qur’an.
Lihat: Menyentuh dan membaca Qur'an bagi yang berhadats
5)
Wanita
boleh pergi ke mesjid untuk shalat.
Lihat:
Perempuan shalat jama’ah di masjid
6)
I’tikaf
untuk kaum wanita.
a. Boleh
I’tikaf bagi wanita jika aman dari fitnah.
Dari 'Aisyah -radhiallahu 'anha- isteri Nabi ﷺ:
«أَنَّ
النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى
تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ» [صحيح البخاري
ومسلم]
"Bahwa Nabi ﷺ beri'tikaf (tinggal di
mesjid) pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian
isteri-isteri Beliau beri'tikaf setelah kepergian Beliau". [Shahih Bukhari
dan Muslim]
b. Berhubungan
suami-istri membatalkan I’tikaf sekalipun di malam hari.
Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{وَلَا
تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ} [البقرة: 187]
Dan janganlah kamu campuri
mereka itu (istrimu), sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. [Al-Baqarah: 187]
c. Istri
boleh menggunjungi suami saat I’tikaf.
Dari Ali bin
Al-Hushain rahimahullah;
"أَنَّ صَفِيَّةَ -
زَوْجَ النَّبِيِّ ﷺ - جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ تَزُورُهُ فِي
اعْتِكَافِهِ فِي المَسْجِدِ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ،
فَتَحَدَّثَتْ عِنْدَهُ سَاعَةً" [صحيح البخاري ومسلم]
“Bahwa Shafiyah istri Nabi ﷺ mengabarkan kepadanya, bahwa
dia pernah mengunjungi Rasulullah ﷺ dalam masa-masa iktikaf beliau di masjid
pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan. Dia berbicara sejenak dengan
beliau”. [Shahih Bukhari dan Muslim]
7)
Wanita
boleh membayar zakat dan sedekah kepada suami dan anak-anaknya jika memenuhi syarat.
Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu
'anhu berkata: Zainab, isteri Ibu Mas'ud meminta izin bertemu Rasulullah ﷺ dan berkata;
يَا
نَبِيَّ اللَّهِ، إِنَّكَ أَمَرْتَ اليَوْمَ بِالصَّدَقَةِ، وَكَانَ عِنْدِي
حُلِيٌّ لِي، فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ، فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ:
أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ، فَقَالَ النَّبِيُّ
ﷺ: «صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ
عَلَيْهِمْ» [صحيح البخاري]
"Wahai Nabi Allah,
sungguh anda hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku
memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas'ud mengatakan
bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini
dibandingkan mereka (mustahiq). Maka Nabi ﷺ bersabda: "Ibnu Mas'ud benar, suamimu dan anak-anakmu
lebih barhak kamu berikan shadaqah dari pada mereka". [Sahih Bukhari]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Persiapan menyambut Ramadan - Kunci surga seorang istri - Membentengi diri dan keluarga dari berbagai ujian (fitnah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...