بسم الله الرحمن الرحيم
Lanjutan
kitab tentang Adzan
501. Hadits no.571, Perintah
Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- kapada Bilal untuk
mengumandangkan adzan menunjukkan bahwa adzan untuk shalat berjama'ah hukumnya
fardhu kifayah, cukup satu adzan untuk satu wilayah yang mampu mendengarkannya.
502. Hadits no.572, Lafadz
iqomah diucapkan satu kali satu kali kecuali kalimat “ قد قامت الصلاة “,
dan takbir di awal dan akhir.
Namun sebagian ulama berpendapat
bahwa dua kali takbir pada adzan dan iqamah dihitung satu kalimat, olehnya itu
kedua takbir tersebut disunnahkan untuk dilantungkan dengan satu nafas.
Sebagaimana tersirat dalam hadits:
Umar bin al-Khaththab –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Apabila muadzin mengucapkan “Allahu Akbar Allahu Akbar”, kemudian
salah seorang dari kalian mengucapkan “Allahu Akbar Allahu Akbar”,
kemudian apabila muadzin mengucapkan “Asyhadu alla ilaha illallah”, dan
dia mengucapkan “asyhadu alla ilaha illallah”, kemudian apabila muadzin
mengucapkan “Asyhadu anna Muhammadarrasulullah”, dan dia mengucapkan “asyhadu
anna Muhammadarrasulullah”, kemudian apabila muadzin mengucapkan “hayya
'alashshalah”, dan dia mengucapkan “la haula wala quwwata illa billah”,
kemudian apabila muadzin mengucapkan “hayya 'alal falaah”, dan dia
mengatakan “la haula wala quwwata illa billah”, kemudian apabila muadzin
mengucapkan “Allahu akbar Allahu akbar”, dan dia mengucapkan “Allahu
Akbar Allahu akbar”, kemudian apabila muadzin mengucapkan “la ilaha
illallah”, dan dia mengucapkan “la ilaha illallah” (ikhlas) dari
dalam hatinya, maka niscaya dia akan masuk surga." [Shahih Muslim no.578]
Lihat: Syarah Shahuh Muslim karya An-Nawawiy 4/79, Shahih Fiqh As-Sunnah 1/251.
503. Hadits no.573, Yang
paling panjang lehernya di hari kiamat:
Mu'awiyah -radhiyallahu
‘anhu- berkata; 'Aku mendengar Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-
bersabda: “Para mu'adzdzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari
kiamat." [Shahih Muslim no.580]
Ada beberapa komentar ulama
ttg mkna hadits ini:
1. Muadzin adalah yang paling
besar pengharapannya kepada rahmat Allah, karena orang yang sedang mengharapkan
sesuatu biasanya memanjangkan lehernya.
2. Lehernya memanjang secara
hakiki sehingga tidak tenggelam dengan keringat dosa-dosanya.
3. Paling dekat kepada Allah.
4. Mereka adalah pemimpin di hari
kiamat.
5. Yang paling banyak
pengikutnya.
6. Yang paling banyak amal
shalihnya.
7. Yang paling cepat masuk surga.
8. Yang paling kuat hujjahnya dengan
tauhid.
9. Yang pling tidak khawatir dengan
dosa-dosanya.
504. Hadits 574, Hadits ini
menunjukkan bahwa adzan memakai pengeras suara adalah sunnah dan bukan bid’ah.
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu
‘anhu-, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam jika memerangi suaku
kaum bersama kami, maka beliau tidak menyerang kaum tersebut hingga datangnya
waktu shubuh (menunggu). Jika mendengar suara adzan, beliau mengurungkannya.
Namun bila tidak terdengar suara adzan maka beliau menyerangnya. Maka pada
suatu hari kami keluar untuk menyerbu perkampungan Khaibar, kami lantas
menunggu hingga malam hari. Ketika datang waktu pagi dan beliau tidak mendengar
suara adzan, maka beliau menaiki tunggangannya sementara aku membonceng di
belakang Abu Thalhah –radhiyallahu ‘anhu-. Sungguh kakiku menyentuh kaki
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
Anas bin Malik melanjutkan
kisahnya, "Penduduk Khaibar keluar ke arah kami dengan membawa keranjang
dan sekop-sekop mereka, ketika mereka melihat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, maka mereka berkata, "Muhammad! Demi Allah, Muhammad dan
pasukannya (datang)!"
"Ketika Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam melihat mereka, beliau bersabda: "Allahu Akbar,
Allahu Akbar, hancurlah Khaibar! Sesungguhnya kami, apabila mendatangi
perkampungan suatu kaum, {maka amat buruklah pagi hari yang dialami
orang-orang yang diperingatkan tersebut} ' (Qs. Ash Shaffaat: 177). [Shahih
Bukhari no.575]
505. Hadits no.576, Pahala
surga bagi yang mengucapkan apa yang dikumandangkan muadzin. [Shahih
Muslim no.578]
Lihat
postingan hadits no.572.
506. Hadits no.577, Boleh
cukup mengucapkan “wa ana” (dan aku) ketika mendengar muadzdin mengumandangkan
2 kalimat syahadat.
Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif
–radhiyallahu ‘anhu- berkata, Aku mendengar Mu'awiyah bin Abu Sufyan –radhiyallahu
‘anhu- ketika dia sedang duduk di atas mimbar dan mu'adzin sedang
mengumandangkan adzan: 'Allahu Akbar Allahu Akbar',
Mu'awiyah mengucapkan: 'Allahu
Akbar Allahu Akbar'.
Ketika mu'adzin membaca: 'Asyhadu
anlaa ilaaha illallah',
Mu'awiyah mengucapkan: “wa
ana”.
Dan ketika mu'adzin membaca: 'Asyhadu
anna Muhammadarrasulullah'
Mu'awiyah mengucapkan: “wa
ana”.
Ketika adzan sudah selesai
Mu'awiyah berkata: "Wahai manusia, sungguh ketika adzan dikumandangkan aku
pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan dari
tempat ini seperti yang kalian dengar dari (bacaan) ucapanku tadi."
[Shahih Bukhari no.863]
507. Hadits no.578, Ketika
muadzin mengucapkan “ الصلاة خير من النوم “ pada adzan subuh, yang
mendengarnya menjawab dengan ucapan yang sama.
Karena pada hadits sebelumnya
(no.576) Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda:
"Apabila kalian mendengar adzan, maka jawablah seperti apa yang diucapkan
mu'adzin".
Kecuali 2 kalimat syahadat (lihat
postingan sebelumnya no.577), dan 2 kalimat "hayya'ala".
Islamqa.info
Koreksi terjemah:
1) عَنْ يَحْيَى نَحْوَهُ = Dari
Yahya seperti riwayat sebelumnya (no.577)
Yahya yang dimahsud adalah Yahya
bin Abi Katsir, dari Muhammad bin Ibrahim bin Al-Harits berkata, telah
menceritakan kepadaku 'Isa bin Thalhah, bahwa pada suatu hari dia mendengar
Mu'awiyyah mengucapkan seperti (apa yang diucapkan mu'adzin) ...
2) قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا
بِاللَّهِ
= dia (Mu'awiyah) menjawab: "Laa Haula Walaa Quwwata Illaa
Billah”
508. Hadits no.579, Diampuni
dosanya bagi yang membaca do’a ini setelah mendengarkan adzan:
Dari Sa'ad bin Abi Waqqash –radhiyallahu
‘anhu-, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa ketika mendengar adzan mengucapkan;
أَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا غُفِرَ لَهُ
ذَنْبُهُ
(Aku bersaksi bahwa tidak ada
tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan
aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Aku rela Allah sebagai
Rabb, Muhammad sebagai Rasul, dan Islam sebagai agama), maka diampunilah
dosanya.” [Shahih Muslim no.579]
Koreksi terjemah:
الوسيلة = Al-Wasilah adalah kedudukan yang
tinggi di surga, tidaklah layak tempat tersebut kecuali untuk seorang hamba
dari hamba-hamba Allah.
Abdullah bin Amru bin al-Ash
–radhiyallahu ‘anhuma- mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Apabila kalian mendengar mu'adzdzin maka ucapkanlah seperti
yang di ucapkan mu'adzin, kemudian bershalawatlah untukku, karena seseorang
yang bershalawat untukku dengan satu shalawat, niscaya Allah akan bershalawat
atasnya sepuluh kali. Mohonlah kepada Allah wasilah untukku, karena wasilah
adalah kedudukan yang tinggi di surga, tidaklah layak tempat tersebut kecuali
untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap aku hamba
tersebut. Dan barangsiapa memintakan wasilah untukku, maka syafa'at halal
untuknya." [Shahih Muslim no.577]
509. Hadits no.580, Ampunan
Allah untuk para muadzin.
Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Imam itu menjamin (bertanggung jawab terhadap shalat makmumnya),
sedangkan muadzin orang yang dipercayakan (tidak bertanggung-jawab jika ia
keliru). Ya Allah, berilah petunjuk kepada para imam dan ampunilah para
muadzin." [Sunan Abi Daud no.434: Shahih]
510. Hadits no.581, Boleh
berbicara secukupnya saat mengumandangkan adzan jika diperlukan.
Koreksi terjemah:
وَإِنَّهَا عَزْمَةٌ = “dan
sesungguhnya shalat Jum'at adalah kewajiban”, sebagaimana dijelaskan dalam
riwayat lain, shahih Bukhari no.850: إِنَّ الْجُمْعَةَ عَزْمَةٌ
511. Hadits no.582, Orang
buta boleh adzan jika ada orang terpercaya yang menyampaikan kepadanya ketika
masuk waktu shalat.
512. Hadits no.583, Adzan
untuk shalat baru bisa dikumandangkan jika telah masuk waktu.
Koreksi terjemah:
وَبَدَا الصُّبْحُ
= “dan waktu subuh sdh nampak”.
513. Hadits no.584, Shalat
sunnah dua raka’at Subuh dilakukan dengan singkat.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu- bahwa dalam dua raka'at sunnah fajarnya, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam membaca {Qul yaa ayyuhal kafiruun} (surat Al
Kafirun) dan {Qul Huwallahu Ahad} (Surat al-ikhlash). [Shahih Muslim
no.1195]
Lihat: Keutamaan surah Al-Ikhlash
514. Hadits no.585, Larangan
makan dan minum bagi orang yang berpuasa dimulai saat adzan subuh
dikumandangkan.
Lihat: Waktu imsak
515. Hadits no.586, Syekh
Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berpendapat bahwa hadits ini adalah
dalil bolehnya mengumandangkan adzan selain untuk shalat jika ada mashlahat, karena
di akhir hadits Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menjelaskan bahwa
Bilal adzan untuk mengingatkan orang yang sedang shalat untuk segera bersahur,
dan membangunkan yang sedang tidur, bukan adzan untuk shalat subuh.
[Syarah Shahih Bukhari kry Syekh Ibnu Utsaimin 3/10]
Koreksi terjemah:
1) لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَلِيُنَبِّهَ نَائِمَكُمْ = untuk
mengingatkan org yg sdg shalat dari kalian (agar bersahur atau istirahat
mempersiapkan shalat subuh) dan membangunkan org yg sedang tidur dari kalian
(untuk bersahur atau shalat malam).
2) “Beliau menjelaskan dengan
isyarat jarinya, beliau angkat ke atas dan menurunkannya kembali”,
Maksudnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menggambarkan bentuk pancaran cahaya fajar kadzib yang
bersinar menyerupai garis lurus memanjang ke atas kemudian menghilang.
3) حَتَّى يَقُولَ هَكَذَا = “hingga
nampak cahaya seperti ini”.
Ini adalah bagian dari sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dijelaskan dalam hadits lain:
Samurah bin Jundub radhiallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kamu terpedaya (untuk tidak
makan sahur) oleh adzan yang dikumandangkan oleh Bilal di waktu sahur, dan
jangan pula karena cahaya putih ini yang memancar ke atas (fajar kadzib),
hingga cahaya itu tersebar (cahayanya di ufuk) seperti ini."
Hammad memberi isyarat dengan
kedua tangannya, yaitu membentang. [Shahih Muslim no.1833]
4) "Beliau berisyarat dengan
kedua jari telunjuknya, salah satu jarinya beliau letakkan di atas yang lainnya,
kemudian membentangkannya ke kanan dan kirinya.",
Maksudnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menggambarkan bentuk pancaran cahaya fajar shadiq yang
melebar dan bertambah terang.
Pertanyaan:
Berarti boleh ya ustadz adzan kepada
orang yang lagi kesurupan ?
Jawaban:
Iya, sebagai ruqyah. Wallahu
a'lam!
516. Hadits no.587, Sebagian
ulama berpendapat bhw adzan pertama sebelum masuk waktu subuh hanya dilakukan
di bulan Ramadhan untuk mengingatkan dan membangunkan orang bersahur. Adapun
pada bulan-bulan lain maka cukup dengan sekali adzan ketika sdh masuk waktu
subuh. [Syarah Shahih Bukhari kry Syekh Ibnu Utsaimin 3/10]
Syekh Ibnu Utsaimin –rahimahullah-
menambahkan bahwa jika orang di sekitar mesjid sepakat untuk dikumandangkan
adzan sebelum subuh untuk mengingatkan dan membangunkan orang bersahur atau
shalat lail maka dibolehkan. [Syarah
Shahih Bukhari kry Syekh Ibnu Utsaimin 3/18]
517. Hadits no.588, Lama
waktu antara adzan dan iqamah disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
518. Hadits no.589, Waktu
antara adzan Magrib dan iqamah sedikit, sekadar cukup untuk shalat 2 raka’at.
Dari 'Abdullah Al-Muzaniy –radhiyallahu
‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalatlah
sebelum shalat Maghrib!".
Beliau berkata, pada kali
ketiganya: "Bagi siapa yang mau".
Hal ini Beliau sampaikan karena
khawatir nanti orang-orang akan menjadikannya sebagai rutinitas". [Shahih
Bukhari no.6820]
519. Hadits no.590, Waktu
antara adzan Subuh dan iqamah sedikit panjang.
'Aisyah –radhiyallahu ‘anha-
berkata; "Jika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selesai shalat dua
rakaat sunnah fajar, dan aku sudah bangun, maka beliau akan mengajakku
berbincang-bincang, jika aku belum bangun, maka beliau tidur sebentar."
[Shahih Muslim no.1227]
* Keutamaan shalat sunnah
Subuh.
Dari 'Aisyah –radhiyallahu
‘anha-, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua rakaat
sunnah fajar lebih baik daripada dunia seisinya." [Shahih Muslim no.1193]
520. Hadits no.591, Shalat
sunnah antara adzan dan iqamah ada yang rawatib (senantiasa dikerjakan) dan ada
yang sunnah mutlaq (dikerjakan jika mau).
Yang termasuk rawatib cuma sebelum
subuh, dan sebelum dzuhur.
Dari 'Aisyah radliallahu
'anha bahwa "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah
meninggalkan shalat sunnat empat reka'at sebelum Zhuhur dan dua raka'at sebelum
shalat Shubuh". [Shahih Bukhari no.1110]
521. Hadits no.592, Tetap
adzan walaupun sedang musafir.
522. Hadits no.593, Pengurus
mesjid hendaknya lebih memperhatikan kondisi suhu panas atau dingin) dalam
mesjid agar jama’ah bisa shalat dengan khusyu’.
Koreksi terjemah:
1) أَبْرِدْ = “Tundalah hingga cuaca dingin”.
2) حَتَّى سَاوَى الظِّلُّ التُّلُولَ = “sampai
bayang-bayang sama panjang dgn tinggi bukit”.
523. Hadits no.594, Muadzin
tidak harus yang lebih tua, berbeda dengan imam. Anak kecil yang mumayyiz
(mampu membedakan baik buruk) boleh mengumandangkan adzan.
524. Hadits no.595, Menuntut
ilmu adalah bagian daripada jihad di jalan Allah -subhanahu
wata’aalaa-.
{وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا
كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا
فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ}
[التوبة: 122]
Tidak sepatutnya bagi mukminin
itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. [At-Taubah:122]
Keutamaan ilmu, ulama, dan penuntut ilmu
Koreksi terjemah:
وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لَا
أَحْفَظُهَا
= “Ia (Malik) lantas menyebutkan sesuatu yang sebagian aku hafal dan
sebaginnya lagi aku tidak hafal”.
Kalimat ini adalah perkataan Abu
Qilabah -rahimahullah- yang meriwayatkan hadits ini dari Malik bin
Al-Huwairits -radhiyallahu ‘anhu-.
525. Hadits no.596, Setelah
mengumandangkan adzan, muadzin menyerukan kepada jama’ah di sekitarnya untuk
shalat di rumah masing-masing ketika turun hujan atau cuaca sangat dingin.
Dari seorang laki-laki dari
Tsaqif –radhiyallahu ‘anhu-, bahwasanya dia mendengar muadzin
Rasulullah -shallallahu'alaihi wasallam- pada malam turun hujan dalam
suatu perjalanan- menyeru: "HAYYA 'ALASH-SHALAAH (Mari menuju
shalat), HAYYA 'ALAL-FALAAH (Mari menggapai kebahagiaan). SHALLU FII
RIHAALIKUM (Shalatlah kalian di tempat-tempat kalian)." [Sunan
An-Nasaiy no.647: Shahih]
Nu'aim bin An-Nahham -radhiyallahu
‘anhu- berkata, "Shalat subuh diserukan saat hari yang sangat dingin,
sementara aku masih berada di dalam selimut isteriku. Maka aku pun berkata,
"Semoga sang muadzin akan mengumandangkan 'Barangsiapa duduk (shalat di
rumahnya) maka tidak ada dosa baginya.'"
Maka sang muadzin Nabi -shallallahu
'alaihi wasallam- pun mengumandangkan pada akhir adzannya, "MAN
QA'ADA FALAA HARAJ (Barangsiapa duduk -shalat di rumahnya- maka tidak ada
dosa baginya)." [Musnad Ahmad no.17255: Shahih]
Lihat
hadits no.581.
526. Hadits no.597, Muadzin
menyiapkan perlengkapan shalat imam, seperti sutrah, sejadah, dan mikrofon.
527. Hadits no.598, Sebagian
ulama berpendapat bahwa menoleh ke kanan dan ke kiri sewaktu mengumandangkan
adzan bertujuan untuk memperdengarkan adzan ke sebelah kanan dan kirinya, oleh
sebab itu tidak dilakukan jika memakai mikrofon.
Lihat: Islamqa.info
Adapun yang menganggap bahwa hal
tersebut dilakukan sebagai ta’abbudiy (ibadah semata) bukan karena
masalah sampainya suara maka tetap menoleh ke kanan dan ke kiri sewaktu adzan
sekalipun memakai mikrofon.
Lihat: Dar-alifta.org
Dalam riwayat lain:
Abu Juhaifah –radhiyallahu
‘anhu- berkata: Saya pernah melihat Bilal keluar ke Abthah, lalu
mengumandangkan adzan. Tatkala dia sampai pada kalimat “hayya 'alash shalah,
hayya 'alal falah”, dia membelokkan lehernya ke kanan dan ke kiri, dan dia
tidak memutar (badannya), kemudian dia masuk ke rumahnya dan keluar dengan
tongkat. [Sunan Abi Daud no.436: Shahih]
528. Hadits no.599, Berjalan
dengan tenang dan tidak tergesa-gesa saat menuju mesjid.
529. Hadits no.600, Dianjurkan
bersegera menuju mesjid dengan datang lebih awal.
Lihat
hadits no.580.
530. Hadits no.601, Jika
iqamah dikumandangkan dan imam belum datang, maka makmum tidak berdiri untuk
shalat sampai melihat imam.
Lihat: Islamqa.info
531. Hadits no.602, Jika
imam sudah ada di mesjid sebelum iqamah maka makmum boleh berdiri di awal
iqamah, pertengahan, atau setelah selesai, sesuai kondisi.
Lihat: Tasfiatarbia.org
532. Hadits no.603, Tidak
boleh keluar dari mesjid setelah mendengar adzan kecuali ada udzur (alasan yg
mendesak), seperti bersuci, buang hajat, dan lain-lain.
Ketika Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu- melihat seseorang yang tengah keluar melewati masjid setelah
dikumandangkan adzan, ia berkata; "Orang ini telah membangkang kepada Abul
Qasim -shallallahu 'alaihi wasallam-." [Shahih Muslim no.1047-1048]
Kemudian Abu Hurairah berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh kami; "Jika salah
seorang dari kalian berada di masjid kemudian diseru untuk shalat (adzan), maka
janganlah keluar hingga ia shalat." [Musnad Ahmad no.10512: Shahih]
Lihat: Islamqa.info
533. Hadits no.604, Menunggu
imam datang jika ia meminta untuk ditunggu.
Dalam riwayat lain:
Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu- berkata; "Ketika iqamat dikumandangkan, kami berdiri dan
luruskan shaff sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang,
tidak lama kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang
hingga beliau berdiri di tempat shalatnya sebelum bertakbir, beliau ingat
sesuatu, lalu beliau pergi seraya berujar: "Tetaplah di posisi
kalian."
Maka kami terus berdiri menunggu
beliau hingga beliau muncul kembali, rupanya beliau mandi dan masih terlihat di
kepalanya meneteskan air. Beliau pun bertakbir dan mengimami shalat. [Shahih
Muslim no.950]
Lihat hadits no.266 dan 603.
Pertanyaan:
Apakah yang di maksud dalam
hadits ini imam rawatib ustadz? Jika memang imam berhalangan adakah waktu
maksimal unt menunggu imam? Jazakallohu khoiron katsir!
Jawaban:
Yang dimaksud adalah imam raatib
(imam tetap) dan imam pengganti mengikuti hukum imam tetap.
Dan jarak waktu menunggu
kedatangan imam tidak ditetapkan, jika imam pasti datang maka ditunggu sampai
datang (selama tidak memberatkan ma’mum), jika pasti tidak datang maka imam
diganti dengan jama’ah yang telah hadir, jika belum pasti maka sesuaikan dengan
kondisi jama’ah. Wallahu a’lam!
Lihat: Islamqa.info
Lihat
hadits no.588.
534. Hadits no.605, Boleh
menunda shalat walau sampai keluar waktunya saat perang berkecamuk dalam
kondisi sangat mencekam.
535. Hadits no.606, Boleh
ada jarak beberapa saat antara iqomah dan mulai shalat, jika diperlukan.
536. Hadits no.607, Boleh
berbicara setelah iqomah dikumandangkan jika ada hal yang mendesak.
537. Hadits no.608, Hadits
ini jelas sekali menunjukkan kewajiban shalat jama'ah bagi tiap laki-laki
dewasa, karena seandainya cuma sunnah maka tidak perlu diancam orang yang
meninggalkannya dengan hukuman bakar, dan seandainya cuma fardhu kifayah maka
cukuplah Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- dan yang
lainnya saja yang mendirikannya.
Sebagian ulama mengklaim bahwa
hadits ini dimaksudkan pada shalat Jum'at bukan shalat jama'ah pada umumnya.
Akan tetapi Ibnu Hajar rahimahullah
membantahnya dan mengatakan bahwa hadits ini bukan khusus untuk shalat Jum'ah.
[Lihat Fathul Bary: 2/128]
538. Hadits no.609, Pahala
shalat berjama’ah bertambah sesuai kondisi.
Abu Sa'id Al-Khudriy –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Shalat yang dikerjakan secara berjamaah menyamai dua puluh lima kali
shalat (secara sendirian). Apabila dia mengerjakannya (berjama'ah) di tanah
lapang (musafir), lalu dia menyempurnakan ruku dan sujudnya, maka shalatnya
sampai lima puluh kali pahala shalat". [Sunan Abi Daud no.473: Shahih]
Lihat: Keutamaan shalat berjama'ah
539. Hadits no.610, Keutamaan
shalat berjama'ah bertambah sesuai jumlah jama'ah.
Dari Ubay bin Ka'ab –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya shalat seseorang yang berjamaah dengan satu orang, adalah lebih
baik daripada shalat sendirian. Dan shalatnya bersama dua orang jamaah, adalah
lebih baik daripada shalat bersama seorang jamaah. Semakin banyak jama'ahnya,
maka semakin dicintai oleh Allah Ta'ala." [Sunan Abi Daud no.467: Hasan]
540. Hadits no.611, Langkah
kembali dari shalat berjama’ah juga terhitung pahala.
Ubay bin Ka'b –radhiyallahu
‘anhu- berkata; Ada seorang yang setahuku tak ada lagi yang lebih jauh
(rumahnya) dari masjid, dan ia tak pernah ketinggalan dari shalat. Maka ia
diberi saran atau kusarankan; "Bagaimana sekiranya jika kamu membeli
keledai untuk kamu kendarai saat gelap atau saat panas terik?
Laki-laki itu menjawab; "Aku
tidak ingin rumahku disamping masjid, sebab aku ingin jalanku ke masjid dan
kepulanganku ke rumah semua dicatat (mendapat pahala)."
Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Telah Allah himpun (catat) untukmu
semuanya tadi. [Shahih Muslim no.1065]
Dalam riwayat lain: Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda; "Bagimu apa yang engkau harapkan."
[Shahih Muslim no.1066]
541. Hadits no.612, Diantara
keutamaan shalat Subuh berjama'ah: Mendapatkan do’a permohonan ampunan dari
Malaikat.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu
‘anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Malaikat
malam dan malaikat siang berkumpul pada waktu shalat fajar dan shalat ashar,
mereka berkumpul pada waktu shalat fajar, Malaikat malam naik sedang malaikat
siang tetap di bumi, Mereka berkumpul pada waktu shalat ashar, malaikat siang
naik dan malaikat malam tetap di bumi, Lalu Rabb mereka bertanya: 'Bagaimana
kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?' Maka mereka menjawab; 'Kami datang
mereka shalat dan ketika kami tinggal mereka shalat. Maka ampunilah mereka pada
hari pembalasan." [Musnad Ahmad no.8787: Shahih]
Lihat: Keutamaan shalat Subuh
542. Hadits no.613, Diantara
tanda orang munafiq, malas shalat berjama'ah.
Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu
' anhu- berkata; "Siapa hendak menjumpai Allah besok sebagai seorang
muslim, hendaklah ia jaga semua shalat yang ada, di manapun ia mendengar
panggilan shalat itu, sesungguhnya Allah telah mensyare'atkan kepada Nabi
kalian sunnah-sunnah petunjuk, dan sesungguhnya shalat berjama’a, diantara
sunnah-sunnah petunjuk itu, kalau kalian shalat di rumah kalian sebagaimana
seseorang yang tidak hadir di masjid, berarti telah kalian tinggalkan sunnah
Nabi kalian, sekiranya kalian tinggalkan sunnah Nabi kalian, sungguh kalian
akan sesat, tidaklah seseorang bersuci dengan baik, kemudian ia menuju salah
satu masjid yang ada, melainkan Allah menulis kebaikan baginya dari setiap
langkah kakinya, dan dengannya Allah mngangkat derajatnya, dan menghapus
kesalahan karenanya, dan kami menyaksikan sendiri tidaklah seseorang
ketinggalan dari shalat berjama’ah, melainkan dia seorang munafik yang jelas
kemunafikannya (munafik tulen), sungguh dahulu seseorang dari kami (yang sedang
sakit) harus dipapah di antara dua orang hingga diberdirikan di shaff (barisan)
shalat yang ada." [Shahih Muslim no.1046]
543. Hadits no.614, Pahala
berjalan kaki ke mesjid tidak sama dengan pahala berkendaraan.
Dari Aus bin Aus Ats-Tsaqafiy –radhiyallahu
‘anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang mandi dengan rambutnya pada hari Jum'at dan mandi
menyiram sekujur tubuhnya, lalu dia pergi untuk shalat Jum'at pada awal waktu
dan sampai mendapatkan awal khutbah dengan berjalan kaki dan tidak
berkendaraan, lalu duduk mendekat kepada imam untuk mendengarkan khutbah dan
tidak berbicara, maka setiap langkahnya dicatat pahala puasa dan ibadah malam
satu tahun." [Sunan Abi Daud no.292: Shahih]
Lihat
hadits no.611
Lihat: Ahlalhdeeth.com
544. Hadits no.615, Anjuran
berlomba-lomba dalam kebaikan.
Allah subhanahu wata’aalaa
berfirman:
“Maka berlomba-lombalah (dalam
membuat) kebaikan”. [Al-Baqarah 148, Al-Maidah 48]
Lihat
hadits no.580
545. Hadits no.616, Mengharapkan
pahala dari Allah -subhanahu wata'aalaa- atas amal ibadah yang
kita lakukan dengan ikhlas demi Ia semata, menunjukkan betapa rendah kita di
hadapan-Nya dan betapa butuhnya kita akan karunia dan rahmat-Nya.
Lihat: Beribadah tanpa pamrih
546. Hadits no.617, Shalat
yang paling berat dilakukan oleh orang munafiq adalah shalat subuh dan isya.
547. Hadits no.618, Shalat
berdua sudah terhitung jama’ah.
Abu Sa'id Al-Khudriy –radhiyallahu
‘anhu- berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat
zhuhur bersama para sahabatnya, lalu masuklah seorang sahabat, kemudian Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bertanya kepadanya: "Wahai fulan, apa yang
menghalangimu untuk melaksanakan shalat berjama'ah?"
Abu Sa'id berkata; "Lalu
iapun menyebutkan sesuatu yang menjadi alasannya. Lalu ia berdiri dan shalat"
Maka Rasulullah -shallallahu
'alaihi wasallam- pun bersabda: "Adakah seseorang yang ingin
bersedekah kepada orang ini dengan shalat bersamanya?"
Abu Sa'id berkata; "Maka berdirilah
seorang dari sahabat kemudian shalat bersamanya." [Musnad Ahmad no.11380:
Shahih]
548. Hadits no.619, Doa
ampunan dari Malaikat mencakup wanita yang shalat di rumahnya atau yang
berhalangan ke mesjid, jika tidak meninggalkan tempat shalatnya menunggu sampai
selesai menunaikan shalat berikutnya. [At-Tamhiid kry Ibnu Abdil Barr
19/39]
549. Hadits no.620, Orang yang
hatinya bergantung di masjid senantiasa menanti datangnya waktu shalat, ingin
selalu berada di mesjid untuk beribadah, sekalipun jasadnya berada di luar
mesjid tapi hatinya berada dalam mesjid.
Berbeda dengan orang yang hatinya
bergantung pada urusan dunia, sekalipun berada dalam mesjid tapi hatinya
keluyuran di luar, ingin cepat-cepat selesai dari shalatnya.
550. Hadits no.621, Rasulullah
-shallallahu 'alaihi wasallam- memakai cincin yang digunakan
sebagai stempel pada surat.
Anas bin Malik –radhiyallahu
‘anhu- berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menulis surat atau
bermaksud menulis surat, lalu dikatakan kepada Beliau, bahwa mereka tidak akan
membaca suatu surat kecuali tertera stempel. Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam membuat stempel (dan dijadikan cincin) yang terbuat dari perak
yang bertanda; “Muhammad Rasulullah”. Seakan-akan aku melihat kilauan cincin
pada tangan Beliau shallallahu 'alaihi wasallam". [Shahih Bukhari
no.63]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...