بسم
الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini syekh Muhammad bin Abdil
Wahhab –rahimahullah- menyebutkan 4 hadits, dan 2 atsar:
1. Hadits Abu Basyir Al-Anshariy radhiyallahu
‘anhu, ia mengabarkan;
أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، وَالنَّاسُ فِي
مَبِيتِهِمْ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
رَسُولًا أَنْ: «لاَ يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيرٍ قِلاَدَةٌ مِنْ وَتَرٍ، أَوْ
قِلاَدَةٌ إِلَّا قُطِعَتْ» [صحيح البخاري]
Bahwa
dia pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu
perjalanan Beliau, dan ketika itu orang-orang sedang bermalam di tempat mereka.
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seorang utusan
(untuk menyampaikan): “Agar tidak membiarkan pada leher-leher unta seutas
talipun yang digunakan untuk mengikat panah atau seuatas kalung melainkan harus
dipotong". [Shahih Bukhari]
Zainab -istri
Abdullah bin Mas'ud- radhiyallahu ‘anha berkata;
كَانَ عَبْدُ اللَّهِ إِذَا جَاءَ مِنْ
حَاجَةٍ فَانْتَهَى إِلَى الْبَابِ، تَنَحْنَحَ وَبَزَقَ، كَرَاهِيَةَ أَنْ
يَهْجُمَ مِنَّا عَلَى شَيْءٍ يَكْرَهُهُ، وَإِنَّهُ جَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ،
فَتَنَحْنَحَ، وَعِنْدِي عَجُوزٌ تَرْقِينِي مِنَ الْحُمْرَةِ، فَأَدْخَلْتُهَا
تَحْتَ السَّرِيرِ، فَدَخَلَ، فَجَلَسَ إِلَى جَنْبِي، فَرَأَى فِي عُنُقِي
خَيْطًا، قَالَ: مَا هَذَا الْخَيْطُ؟ قَالَتْ: قُلْتُ: خَيْطٌ أُرْقِيَ لِي
فِيهِ، قَالَتْ: فَأَخَذَهُ فَقَطَعَهُ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ آلَ عَبْدِ اللَّهِ
لَأَغْنِيَاءُ عَنِ الشِّرْكِ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ الرُّقَى، وَالتَّمَائِمَ، وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ»
قَالَتْ: فَقُلْتُ لَهُ: لِمَ تَقُولُ هَذَا وَقَدْ كَانَتْ عَيْنِي تَقْذِفُ،
فَكُنْتُ أَخْتَلِفُ إِلَى فُلَانٍ الْيَهُودِيِّ يَرْقِيهَا، وَكَانَ إِذَا رَقَاهَا
سَكَنَتْ؟ قَالَ: إِنَّمَا ذَلِكَ عَمَلُ الشَّيْطَانِ كَانَ يَنْخُسُهَا
بِيَدِهِ، فَإِذَا رَقَيْتِهَا كَفَّ عَنْهَا، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكِ أَنْ
تَقُولِي كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَذْهِبِ
الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ،
شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا» [مسند أحمد: صحيح لغيره]
Apabila Abdullah selesai dari suatu
keperluan, berhenti pada pintu, ia berdehem dan meludah karena khawatir
menemukan sesuatu yang tidak berkenan dari kami. Suatu hari ia datang dan
berdehem, ketika itu di sisiku ada seorang nenek sedang menjampiku dari humrah
(penyakit kulit penyebab demam), lalu aku menyembunyikannya di bawah tempat
tidur, ia pun masuk dan duduk di sampingku, ia melihat jahitan di leherku, ia
bertanya; Jahitan apa ini?
Ia menjawab; Jahitan untuk menjampiku.
Ia melanjutkan; Lalu ia mengambil dan
memotongnya seraya berkata; Sesungguhnya keluarga Abdullah tidak membutuhkan
syirik, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya
ruqyah (jampi-jampi), jimat dan tiwalah (pelet) adalah syirik."
Ia (Zainab) berkata; Aku katakan kepadanya;
Mengapa engkau mengatakan hal ini padahal mataku pernah sakit. Aku sering
datang ke fulan, seorang Yahudi untuk menjampinya, dan bila ia menjampinya,
sakit itu reda?!
Ia (Ibnu Mas'ud) berkata; Itu adalah
perbuatan setan yang menggerakkan dengan tangannya, bila engkau dijampi
dengannya, maka cegahlah. Sesungguhnya cukup bagimu mengucapkan sebagaimana yang
diucapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Hilangkanlah
sakit ini, wahai Rabb sekalian manusia, sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh,
tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak
menyisakan penyakit." [Musnad Ahmad: Shahih ligairih]
Syekh -rahimahullah- menjelaskan:
"
التمائم ": شيء يعلق على الأولاد من العين؛ لكن إذا كان المعلَّق من القرآن
فرخص فيه بعض السلف، وبعضهم لم يرخص فيه، ويجعله من المنهي عنه، منهم ابن مسعود
رضي الله عنه.
“Tamaim” (jimat) adalah sesuatu yang
digantungkan pada tubuh anak untuk mencegah ‘ain (pandangan buruk yang
berbahaya), akan tetapi jika yang digantungkan itu dari ayat Al-Qur’an maka
sebagian salat membolehkannya, dan sebagian yang lain tidak membolehkannya, dan
mereka memasukkannya dalam perkara yang dilarang, diantara mereka adalah Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
و"
الرقى ": هي التي تسمى العزائم، وخص منها الدليل ما خلا من الشرك رخص فيه
رسول الله صلى الله عليه وسلم من العين والحمة.
Demikian pua “Ruqa” (jampi) yang juga
disebut “’Azaim”, ada dalil yang membolehkan secara khusus jika bebas dari
unsur syirik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membolehkannya
untuk mengobati penyakit ‘ain dan demam.
و
" التولة ": شيء يصنعونه يزعمون أنه يحبب المرأة إلى زوجها، والرجل إلى
امرأته.
Demikian pula “Tiwalah” (pelet) adalah
sesuatu yang mereka buat dengan anggapan bahwa hal itu akan menambah kecintaan
seorang istri kepada suaminya dan suami kepada istrinya.
3. Hadits Abdullah bin ‘Ukaim radhiyallahu
‘anhu.
‘Isa
bin Abdirrahman bin Abi Laila -rahimahullah- berkata;
دَخَلْتُ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عُكَيْمٍ أَبِي مَعْبَدِ الجُهَنِيِّ، أَعُودُهُ وَبِهِ حُمْرَةٌ، فَقُلْنَا:
أَلَا تُعَلِّقُ شَيْئًا؟ قَالَ: المَوْتُ أَقْرَبُ مِنْ ذَلِكَ، قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ»
Suatu
ketika aku menjenguk ‘Abdullah bin ‘Ukaim Abu Ma'bad Al-Juhaniy radhiyallahu'anhu
dan wajahnya berwarna kemerahan karena sakit, lantas kami pun berkata,
"Tidakkah engkau menggantungkan sesuatu (di lehermu untuk
menyembuhkanmu)."
Ia
menjawab: "Kematian lebih dekat (baik) dari itu." Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pernah bersabda: "Barang siapa yang
menggantungkan sesuatu (jampi atau mantra) di badannya, maka Allah akan
membiarkannya dengan jampi-jampinya." [Sunan Tirmidziy: Shahih]
4.
Hadits Ruwaifi’ bin Tsabit Al-Anshariy radhiyallahu
‘anhu (w.56H), ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku:
«يَا رُوَيْفِعُ، لَعَلَّ
الْحَيَاةَ سَتَطُولُ بِكَ بَعْدِي، فَأَخْبِرِ النَّاسَ أَنَّهُ مَنْ عَقَدَ
لِحْيَتَهُ أَوْ تَقَلَّدَ وَتَرًا، أَوْ اسْتَنْجَى بِرَجِيعِ دَابَّةٍ، أَوْ
بِعَظْمٍ، فَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَرِيءٌ مِنْهُ» [مسند أحمد: صحيح]
"Wahai
Ruwaifi', sepertinya hidupmu akan panjang setelahku, maka tolong kabarkan
kepada orang-orang, sesungguhnya barangsiapa yang memintal jenggotnya (untuk
menangkal ‘ain), atau dia mengalungkan pada lehernya sebuah tali dari akar
tanaman (sebagai jimat) atau dia bersuci dengan kotoran hewan tunggangan atau
tulang, sesungguhnya Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam telah berlepas diri
darinya." [Musnad
Ahmad: Shahih]
a. Atsar Sa’id bin Jubair rahimahullah,
ia berkata:
«مَنْ قَطَعَ تَمِيمَةً
عَنْ إِنْسَانٍ، كَانَ كَعَدْلِ رَقَبَةٍ» [مصنف ابن أبي شيبة]
“Siapa yang memutuskan jimat dari seseorang
maka itu senilai dengan memerdekakan budak”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]
b.
Atsar Ibrahim
An-Nakha’iy rahimahullah, ia berkata:
«كَانُوا يَكْرَهُونَ
التَّمَائِمَ كُلَّهَا، مِنَ الْقُرْآنِ وَغَيْرِ الْقُرْآنِ»
“Mereka
tidak menyukai segala bentuk jimat, baik dari ayat Al-Qur’an maupun bukan ayat
Al-Qur’an”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]
Dari hadits dan atsar di atas, syekh –rahimahullah-
menyebutkan 9 poin penting:
1) Pengertian
“Ruqa” dan “Tamaim”
2) Pengertian
“Tiwalah”
Termasuk cincin kawin untuk pasangan
suami-istri dengan meyakini bahwa selama cincin tersebut dipakai maka cinta
mereka akan terjaga.
3) Tiga
perkara ini, semuanya termasuk syirik tanpa terkecuali.
4) Ruqyah
dari ucapan yang benar untuk menyembukan ‘ain dan demam tidak termasuk syirik.
Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu
'anhu berkata: Suatu hari kami dalam perjalanan dan kami singgah pada satu
kampung, kemudian seorang budak mendatangi kami dan berkata: Sesungguhnya Tuan
kampung ini sehat akan tetapi seorang dari kami ada yang sakit (disengat hewan
berbisa), apakah ada diantara kalian yang bisa mengobati?
Maka seorang dari kami pergi bersamanya,
dan kami tidak menyangka kalau ia pandai mengobati, lalu ia mendo'akan orang
yang sakit itu maka ia langsung sembuh.
Kemudian ia diberi imbalan 30 ekor kambing
dan kami diberi minum susu. Setelah ia kembali kami bertanya kepadanya: Apakah
engkau memang pandai mengobati?
Ia menjawab: Tidak, aku tidak mengobatinya kecuali
membacakannya Ummul Kitab (surah Al-Fatihah)!
Kami berata: Jangan kalian cerita sesuatu
pun sampai kita mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Setelah kami tiba di Medinah kami
menceritakan kejadian itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
maka beliau bertanya:
«وَمَا
كَانَ يُدْرِيهِ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Dari mana kalian tahu kalau surah itu adalah obat?
Bagikanlah imbalan itu dan beri aku satu bagian". [Sahih Bukhari dan
Muslim]
Ø Auf bin Malik Al-Asyja'iy radhiyallahu 'anhu
berkata: Dulu kami meruqyah pada masa Jahiliyah, maka kami bertanya: Wahai
Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang itu?
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
«اعْرِضُوا
عَلَيَّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ» [صحيح مسلم]
"Perlihatkanlah kepadaku ruqyah kalian, tidak mengapa
dengan ruqyah selama tidak terkandung dalamnya satu kesyirikan". [Sahih
Muslim]
5)
Tamimah (jimat) jika
diambil dari ayat Al-Qur’an maka ulama berselisih dalam hal ini, apakah
termasuk syirik atau tidak?!
Dalil pendapat yang membolehkan:
a) Keumuman firman Allah subhanahu wata’aalaa:
{وَنُنَزِّلُ
مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ
الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا} [الإسراء:
82]
Dan kami turunkan dari Al-Quran suatu
yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
[Al-Israa':82]
b) Atsar Abdullah bin ‘Amr, ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعَلِّمُهُمْ مِنَ الْفَزَعِ كَلِمَاتٍ: «أَعُوذُ
بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ غَضَبِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ، وَمِنْ
هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَنْ يَحْضُرُونِ» وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرو
يُعَلِّمُهُنَّ مَنْ عَقَلَ مِنْ بَنِيهِ، وَمَنْ لَمْ يَعْقِلْ كَتَبَهُ
فَأَعْلَقَهُ عَلَيْهِ [سنن أبي داود]
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pernah mengajari mereka beberapa kalimat karena adanya rasa takut, yaitu: (Aku
berlindung kepada kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kemurkaan-Nya serta
kejahatan para hamba-Nya, dan dari bisikan setan serta kedatangan mereka
kepadaku) '.
Abdullah bin ‘Amr mengajarkan
kalimat-kalimat tersebut kepada orang yang telah berakal di antara anak-anaknya,
adapun orang yang belum berakal maka ia menulisnya dan menggantungkannya
kepadanya." [Sunan Abi Daud]
Dalil pendapat yang melarang:
1.
Keumuman hadits larangan
mempergunakan jimat.
2.
Cara berobat dengan Al-Qur’an
telah ditetapkan dalam beberapa hadits yaitu dengan membacakannya, dan tidak
boleh memakai cara lain tanpa ada dalil.
3.
Dan penggunaan jimat dari
ayat Al-Qur’an bisa menyebabkan dampak buruk, diantaranya:
a.
Tidak mengagungkan firman
Allah dengan membawanya ke tempat yang tidak suci.
b.
Menyebabkan pengunanya
meninggalkan cara yang dianjurkan yaitu membacanya.
c.
Mengantar kepada
kesyirikan.
6) Menggantungkan
jimat pada hewan untuk menghindari ‘ain termasuk syirik.
Termasuk juga menggantungkan jimat pada
kendaraan, rumah, warung, toko, dan selainnya.
7)
Ancaman keras bagi
orang yang menggantungkan jimat.
Allah
subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا
لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ
الظَّالِمِينَ (106) وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا
هُوَ، وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ، يُصِيبُ بِهِ مَنْ
يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ، وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ} [يونس:
106-107]
Dan
janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula)
memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian)
itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim. Jika
Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu,
maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada
siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
[Yunus: 106-107]
8)
Keutamaan pahala dari
memutuskan jimat dari seseorang.
Karena telah menyelamatkan seseorang dari belenggu
syirik seperti membebaskan seseorang dari belenggu perbudakan.
9)
Ucapan Ibrahim
An-Nakha’iy tidak menyelisihi apa yang telah disebutkan dari perselisihan
ulama, karena yang ia maksud adalah murid-murid Abdullah bin Mas’ud.
Wallahu a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...