بسم
الله الرحمن الرحيم
A. Penjelasan pertama.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَوْمٌ
“Bab: Orang yang wafat dan meninggalkan
hutang puasa”
Dalam bab ini, imam Bukhari ingin
menjelaskan tetang hukum orang yang wafat dan meninggalkan hutang puasa, apakah
wajib bagi kerabatnya untuk menunaikanya atau tidak?
Dalam bab ini imam Bukhari menyebutkan satu
atsar dari Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah, dan dua hadits dari Aisyah
dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum.
وَقَالَ الحَسَنُ: " إِنْ صَامَ
عَنْهُ ثَلاَثُونَ رَجُلًا يَوْمًا وَاحِدًا جَازَ " .
Dan Al-Hasan berkata: “Jika tiga puluh orang berpuasa untuknya dalam
satu hari maka itu boleh”.
Takhrij atsar
Al-Hasan Al-Bashriy:
Diriwayatkan
oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam
kitabnya “Tagliq At-Ta’liq” (3/189) melalui jalur imam Ad-Daraqutniy
rahimahullah dalam kitabnya “Al-Mudabbaj”, ia
berkata:
ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مخلد، ثَنَا
مُحَمَّد بن هَارُون الفلاس، أَنا سعيد بن يَعْقُوب الطَّالقَانِي، أَنا عبد الله
بن الْمُبَارك، ثَنَا سعيد بن عَامر، عَن أَشْعَث، عَن الْحسن؛ فِيمَن عَلَيْهِ صَوْم
ثَلَاثِينَ يَوْمًا فَجمع لَهُ ثَلَاثِينَ رجلا فصاموا عَنهُ يَوْمًا وَاحِدًا،
قَالَ: " أَجْزَأَ عَنهُ ".
Muhammad
bin Makhlad menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Harun Al-Fallas
menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa’id bin Ya’qub Ath-Thaliqaniy
memberitahukan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Al-Mubarak memberitakan
kepada kami, ia berkata: Sa’id bin ‘Amir menceritakan kepada kami, dari
Asy’ats, dari Al-Hasan; Ia ditanya tentang seseorang yang memiliki
hutang puasa tiga puluh hari, kemudian ia mengumpulkan tiga puluh orang
kemudian masing-masing berpuasa untuknya sehari?
Al-Hasan
menjawab: “Itu cukup baginya”.
Al-Hafidz
Ibnu Hajar rahimahullah mengomentari
bahwa hal tersebut benar jika puasanya tidak disyaratkan untuk dibayar secara
berurutan, jika puasanya disyaratkan berurutan maka itu tidak mecukupi karena
puasa tersebut tidak berurutan. [Fathul Bariy 4/224]
B. Penjelasan kedua.
Hadits
Aisyah radhiyallahu ‘anha, Imam Bukhari rahimahullah berkata:
1952 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ [يحيى
بن عبد الله بن] خَالِدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى بْنِ أَعْيَنَ،
حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ عَمْرِو بْنِ الحَارِثِ [المصري]، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ
بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ جَعْفَرٍ، حَدَّثَهُ عَنْ عُرْوَةَ،
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ
وَلِيُّهُ»
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin [Yahya bin Abdillah bin] Khalid, telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Musa bin A'yan, telah menceritakan kepada kami bapakku,
dari 'Amru bin Al-Harits [Al-Mishriy], dari 'Ubaidullah bin Abu Ja'far, bahwa
Muhammad bin Ja'far menceritakan kepadanya, dari 'Urwah, dari 'Aisyah radhiyallahu
'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
meninggal dunia dan memiliki hutang puasa maka (hendaklah) walinya berpuasa
untuknya".
Imam
Bukhari rahimahullah berkata:
تَابَعَهُ ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ عَمْرٍو،
وَرَوَاهُ يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، عَنْ ابْنِ أَبِي جَعْفَرٍ
“Hadits
ini dikuatkan pula oleh Ibnu Wahab, dari
'Amru. Dan Yahya bin Ayyub meriwayatkannya
dari Ibnu Abu Ja'far.”
Ø Riwayat Abdullah bin Wahb, diriwayatkan secara lengkap
oleh imam Muslim rahimahullah dalam
“Ash-Shahih” 2/803 no.1147, ia berkata:
وحَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ
الْأَيْلِيُّ، وَأَحْمَدُ بْنُ عِيسَى، قَالَا: حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ،
عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرِ بْنِ الزُّبَيْرِ،
عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ
وَلِيُّهُ»
Ø Sedangkan riwayat Yahya bin Ayyub, diriwayatkan secara lengkap
oleh Ibnu Khuzaimah rahimahullah dalam
Shahih-nya 3/271 no.2052:
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى،
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، أَخْبَرَنَا يَحْيَى
بْنُ أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، وَحَدَّثَنَا زَكَرِيَّا
بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبَانَ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ ظَافِرٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ
أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرٍ وَهُوَ ابْنُ الزُّبَيْرِ , عَنْ
عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: «مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ»
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha.
Lihat
biografinya: Aisyah binti Abi Bakr dan keistimewaannya
2.
Perintah menunaikan hutang puasa untuk
kerabat yang wafat.
Jumhur
ulama berpendapat bahwa perintah ini bukan kewajiban hanya sebatas anjuran,
bahkan ada yang mengkalim ini sebagai ijma’ (kesepakatan ulama).
Allah
subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ
أُخْرَى (38) وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى} [النجم: 38، 39]
(Yaitu)
bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. [An-Najm: 38-39]
Dan
Wali si mayyit boleh memilih antara berpuasa atau memberi makan untuk setiap
harinya.
Namun
sebagian ahli dzahir memahami perintah dalam hadits ini sebagai suatu kewajiban.
Wallahu a’lam!
C. Penjelasan ketiga.
Hadits
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Imam Bukhari rahimahullah berkata:
1953 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَبْدِ الرَّحِيمِ [صاعقة]، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو [الأزدي]،
حَدَّثَنَا زَائِدَةُ [بن قدامة الثقفي]، عَنِ [سليمان بن مهران] الأَعْمَشِ، عَنْ
مُسْلِمٍ البَطِينِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي
مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ،
أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا؟ قَالَ: " نَعَمْ "، قَالَ: " فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى ".
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abdurrahim [Sha’iqah], telah
menceritakan kepada kami Mu'awiyah bin 'Amru [Al-Azdiy], telah menceritakan
kepada kami Za'idah [bin Qudamah Ats-Tsaqafiy], dari [Sulaiman bin Mihran] Al-A'masy,
dari Muslim Al-Bathin, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhuma berkata; "Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam lalu berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meningal dunia dan dia mempunyai
kewajiban (hutang) puasa selama sebulan,
apakah aku boleh menunaikannya?"
Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Ya",
Beliau melanjutkan: "Hutang kepada Allah lebih berhaq untuk
dibayar".
Kemudian imam
Bukhari menyebutkan beberapa perselisihan riwayat hadits ini:
a.
Riwayat Mujahid dari Ibnu ‘Abbas.
Imam
Bukhari rahimahullah berkata:
قَالَ سُلَيْمَانُ [الأعمش]: فَقَالَ
الحَكَمُ [بن عتيبة]، وَسَلَمَةُ [بن كهيل]، - وَنَحْنُ جَمِيعًا جُلُوسٌ حِينَ
حَدَّثَ مُسْلِمٌ [البطين] بِهَذَا الحَدِيثِ - قَالاَ: سَمِعْنَا مُجَاهِدًا،
يَذْكُرُ هَذَا، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، ...
(Dengan
sanad bersambung sebelumnya) Sulaiman [Al-A’masy] berkata: Al-Hakam [bin
‘Utaibah] dan Salamah [bin Khuhail] berkata, - dan kami sedang duduk bersama
saat Muslim [Al-Bathin] menceritakan tentang hadits ini-, keduanya berkata;
Kami mendengar Mujahid menyebutkan masalah ini dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhuma.
b.
Riwayat Sa'id bin Jubair, dan 'Atha',
dan Mujahid, ketiganya dari Ibnu 'Abbas.
Imam
Bukhari rahimahullah berkata:
وَيُذْكَرُ عَنْ أَبِي خَالِدٍ
[الأحمر]، حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ، عَنِ الحَكَمِ، وَمُسْلِمٍ البَطِينِ،
وَسَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، وَعَطَاءٍ، وَمُجَاهِدٍ،
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: قَالَتِ امْرَأَةٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: إِنَّ أُخْتِي مَاتَتْ،
Dan
disebutkan pula dari Abu Khalid [Al-Ahmar], telah menceritakan kepada kami Al-A'masy,
dari Al-Hakam, dan Muslim Al-Bathin, dan Salamah bin Kuhail, dari Sa'id bin
Jubair, dan 'Atha', dan Mujahid, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhuma; seorang wanita berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Sesungguhnya saudara perempuanku telah
meninggal dunia".
Ø Diriwayatkan secara
bersambung oleh imam Muslim dalam “Ash-Shahih” 2/804 no.1148, ia
berkata:
وحَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ،
حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَلَمَةَ
بْنِ كُهَيْلٍ، وَالْحَكَمِ بْنِ عُتَيْبَةَ، وَمُسْلِمٍ الْبَطِينِ، عَنْ سَعِيدِ
بْنِ جُبَيْرٍ، وَمُجَاهِدٍ، وَعَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا الْحَدِيثِ
Dan
telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyajj, telah menceritakan kepada
kami Abu Khalid Al-Ahmar, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari
Salamah bin Kuhail, dan Al-Hakam bin ‘Utaibah, dan Muslim Al-Bathin, dari Sa'id
bin Jubair, dan Mujahid, dan Atha`, dari Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan hadits ini
(riwayat Zaidah bin Qudamah di atas).
c.
Riwayat Sa'id bin Jubair, dari Ibnu
'Abbas.
Imam
Bukhari rahimahullah berkata:
وَقَالَ يَحْيَى [بن سعيد]، وَأَبُو
مُعَاوِيَةَ: حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ، عَنْ مُسْلِمٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ،
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: قَالَتِ امْرَأَةٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ، ...
Dan
Yahya dan Abu Mu'awiyah berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari
Muslim, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma;
Seorang wanita berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Sesungguhnya ibuku telah meningal dunia,
… ".
Ø Diriwayatkan secara
bersambung oleh Abu Daud rahimahullah dalam
“As-Sunan” 3/237 no.3310, ia berkata:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا
يَحْيَى، قَالَ: سَمِعْتُ الْأَعْمَشَ، (ح) وحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ الْمَعْنَى، عَنْ
مُسْلِمٍ الْبَطِينِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ
امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ:
إِنَّهُ كَانَ عَلَى أُمِّهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ
عَنْهَا، فَقَالَ: «لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ؟»
قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ: «فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى»
Telah
menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya,
ia berkata; Saya mendengar Al-A'masy (Hadits). Dan telah diriwayatkan dari
jalur yang lain: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-'Ala`, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy secara makna,
dari Muslim Al-Bathin, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas bahwa
seorang wanita telah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan
berkata; Sesungguhnya ibunya memiliki
tanggungan puasa satu bulan. Apakah boleh
saya menunaikan puasa tersebut untuknya?
Kemudian
beliau berkata: "Seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang apakah
engkau akan menunaikannya?"
Ia
berkata; Ya.
Beliau
berkata: "Maka hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan."
d.
Riwayat Sa'id bin Jubair, dari Ibnu
'Abbas.
Imam
Bukhari rahimahullah berkata:
وَقَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ [بن عمرو
الرقي]: عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسَةَ، عَنِ الحَكَمِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبَيْرٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: قَالَتِ امْرَأَةٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ
وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ، ...
Dan
'Ubaidullah berkata; Dari Zaid bin Abi Unaisah, dari Al-Hakam, dari Sa'id bin
Jubair, dari Ibnu 'Abbas; Seorang wanita berkata kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam; "Sesungguhnya ibuku telah
meninggal dunia, dan dia mempunyai tanggungan puasa
nadzar, … ."
Ø Diriwayatkan secara
bersambung oleh imam Muslim dalam “Ash-Shahih” 2/804 no.1148, ia
berkata:
وحَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ،
وَابْنُ أَبِي خَلَفٍ، وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ جَمِيعًا عَنْ زَكَرِيَّا بْنِ
عَدِيٍّ، - قَالَ عَبْدٌ: حَدَّثَنِي زَكَرِيَّا بْنُ عَدِيٍّ -، أَخْبَرَنَا
عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسَةَ، حَدَّثَنَا
الْحَكَمُ بْنُ عُتَيْبَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ،
أَفَأَصُومُ عَنْهَا؟ قَالَ: «أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ
فَقَضَيْتِيهِ، أَكَانَ يُؤَدِّي ذَلِكِ عَنْهَا؟» قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ:
«فَصُومِي عَنْ أُمِّكِ»
Dan
telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur, dan Ibnu Abu Khalaf, dan Abdu
bin Humaid semuanya dari Zakariya bin Adiy -Abdu berkata: Telah menceritakan
kepadaku Zakariya bin Adiy-, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami
Ubaidullah bin Amru, dari Zaid bin Abu Unaisah, telah menceritakan kepada kami
Al-Hakam bin Utaibah, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhuma, ia berkata; Seorang wanita mendatangi Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan beliau masih
memiliki hutang puasa Nadzar, bolehkah aku
membayarnya?"
Beliau
menjawab: "Bagaimana menurutmu, jika ibumu memiliki hutang, lalu
kamu membayarnya, apakah hal itu dapat melunasi hutangnya?"
Wanita
itu menjawab, "Ya."
Beliau
bersabda: "Kalau begitu, berpuasalah untuknya."
e.
Riwayat ‘Ikrimah dari Ibnu
‘Abbas.
Imam
Bukhari rahimahullah berkata:
وَقَالَ أَبُو حَرِيزٍ [عبد الله بن
الحسين]: حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: قَالَتِ امْرَأَةٌ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَاتَتْ أُمِّي
وَعَلَيْهَا صَوْمُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا ...
Dan
Abu Hariz [Abdullah bin Al-Husain] berkata: Telah menceritakan kepada kami
'Ikrimah, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma: Seorang wanita
berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, dan dia memiliki
hutang puasa selama lima belas hari, … ".
Ø Diriwayatkan secara
bersambung oleh Ibnu Khuzaiman dalam “Shahih-nya” 3/271 no.2053, ia
berkata:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
الْأَعْلَى الصَّنْعَانِيُّ، حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى
الْفُضَيْلِ بْنِ مَيْسَرَةَ، عَنْ أَبِي حَرِيزٍ فِي الْمَرْأَةِ مَاتَتْ
وَعَلَيْهَا صَوْمٌ، قَالَ: حَدَّثَنِي عِكْرِمَةُ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:
أَتَتِ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ
وَعَلَيْهَا صَوْمُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا،
قَالَ: «أَرَأَيْتِ لَوْ أَنَّ أُمَّكِ مَاتَتْ وَعَلَيْهَا دَيْنٌ، أَكُنْتِ
قَاضِيَتَهُ؟» قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ: «اقْضِي دَيْنَ أُمِّكِ»، وَالْمَرْأَةُ
مِنْ خَثْعَمَ.
Muhammad
bin Abdil A’laa Ash-Shan’aniy menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Mu’tamir
menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku membacakan hadits kepada Al-Fadhl bin
Maisarah, dari Abi Hariz tentang perempuan yang mati dan memiliki hutang puasa,
ia berkata: ‘Ikrimah menceritakan kepadaku, dari Ibnu ‘Abbas, ia
berkata: Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah
wafat dan memiliki hutang puasa lima belas hari.
Beliau
menjawab: “Apa pendapatmu jika ibumu wafat dan memiliki hutang (kepada
manusia), apakah engkau akan melunasinya?”
Wanita
itu menjawab: Iya.
Nabi
bersabda: “Lunasilah hutang ibu mu (kepada Allah)”.
Dan
wanita tersebut dari kabilah Khats’am.
Penjelasan singkat hadits ini:
1)
Biografi Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Lihat di sini: Keistimewaan Abdullah bin ‘Abbas
2)
Hukum menunaikan hutang puasa orang
lain.
Ada
dua kemungkinan dalam hal ini:
a.
Kemungkinan
pertama: Seorang
yang memiliki utang puasa dan belum sempat menunaikannya sebelum wafat.
Ulama
berselisih pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Jumhur
ulama berpendapat bahwa walinya tidak wajib membayarnya, tidak dengan berpuasa
atau memberi makan.
Dalilnya;
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ
فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ»
"Dan jika aku memerintahkan sesuatu kepada
kalian maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian". [Shahih Bukhari
dan Muslim]
Pendapat kedua: Thawus dan
Qatadah -rahimahumallah- berpendapat bahwa walinya memberi makan orang
miskin untuk setiap harinya, seperti orang tua yang tidak mampu lagi berpuasa.
b.
Kemungkinan
kedua: Seorang
yang memiliki utang puasa dan punya kesempatan menunaikannya tapi ia tidak
tunaikan sampai wafat.
Ulama
berselisih pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama:
Boleh seseorang menunaikan hutang puasa orang yang sudah wafat.
Ini
adalah pendapat ulama hadits, dan pendapat terdahulu dari Imam Syafi’iy. Mereka
mengamalkan keumuman hadits Aisyah, Ibnu ‘Abbas, dan Buraidah
radhiyallahu 'anhum.
Buraidah radhiyallahu 'anhu berkata; Ketika
saya sedang duduk di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
tiba-tiba datanglah seorang wanita dan berkata: "Aku pernah memberikan
seorang budak wanita kepada ibuku, dan kini ibuku telah meninggal. Bagaimana
dengan hal itu?"
Beliau
menjawab,
«وَجَبَ أَجْرُكِ،
وَرَدَّهَا عَلَيْكِ الْمِيرَاثُ»
"Kamu
telah mendapatkan pahala atas pemberianmu itu, dan sekarang pemberianmu itu
telah kembali kepadamu sebagai pusaka."
Wanita
itu bertanya lagi: "Wahai Rasulullah, ibuku punya hutang puasa satu bulan,
bolehkah saya membayar puasanya?"
Beliau
menjawab:
«صُومِي عَنْهَا»
"Ya,
bayarlah puasanya itu."
Wanita
itu berkata lagi: "Ibuku juga belum menunaikan haji, bolehkah aku yang
menghajikannya?"
Beliau
menjawab:
«حُجِّي عَنْهَا»
"Ya,
hajikanlah ia." [Shahih Muslim]
Pendapat kedua:
Tidak boleh seseorang berpuasa untuk orang yang sudah wafat, cukup
menggantikannya dengan memberi makan orang miskin untuk setiap harinya.
Ini
adalah pendapat imam Syafi’iy yang terbaru, Malik, dan Abu Hanifah. Dalil
mereka:
1. Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma.
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidziy rahimahullah dalam Al-Jami’ (3/87)
no.718, ia berkata:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ:
حَدَّثَنَا عَبْثَرُ بْنُ القَاسِمِ، عَنْ أَشْعَثَ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنْ
نَافِعٍ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: «مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامُ شَهْرٍ فَلْيُطْعَمْ عَنْهُ مَكَانَ كُلِّ
يَوْمٍ مِسْكِينًا»
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami 'Abtsar bin Al
Qasim dari Asy'ats dari Muhammad dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi
Shallallaahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Barang siapa yang
meninggal dan masih memiliki tanggungan puasa hendaknya ia memberi makan
seorang miskin untuk setiap harinya sebagai gantinya".
Abu
'Isa At-Tirmidziy berkata:
«حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ
لَا نَعْرِفُهُ مَرْفُوعًا إِلَّا مِنْ هَذَا الوَجْهِ، وَالصَّحِيحُ عَنْ ابْنِ
عُمَرَ مَوْقُوفٌ قَوْلُهُ»
“Kami
tidak mengetahui hadits Ibnu Umar ini diriwayatkan secara marfu' (dari
Nabi) kecuali melalui sanad ini, dan yang benar adalah hadits ini mauquf
sampai kepada Ibnu Umar.”
2.
Bahwa hadits Aisyah dan Ibnu ‘Abbas lemah karena bertentangan dengan ucapan mereka radhiyallahu
‘anhum sendiri.
a.
Adapun ucapan Aisyah radhiyallahu
‘anha;
Disebutkan
oleh Al-Baihaqiy rahimahullah dalam “As-Sunan Al-Kubra”
4/429:
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنِ امْرَأَةٍ عَنْ عَائِشَةَ فِي امْرَأَةٍ مَاتَتْ
وَعَلَيْهَا الصَّوْمُ، قَالَتْ: يُطْعَمُ عَنْهَا.
Dari
‘Umarah bin ‘Umair, dari seorang wanita, dari Aisyah;
Ia ditanya tentang seorang wanita yang memiliki hutang puasa.
Aisyah
menjawab: “Ia membayarnya dengan memberi makan”.
Ø Dalam riwayat lain, Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata:
" لَا تَصُومُوا
عَنْ مَوْتَاكُمْ، وَأَطْعِمُوا عَنْهُمْ " .
"Jangan
kalian berpuasa untuk orang wafat dari kalian, akan tetapi berilah makan untuk
(melunasi hutang puasa) mereka”.
Ø Diriwayatkan dengan
sanad lengkap oleh Ath-Thahawiy rahimahullah dalam kitabnya “Syarh
Musykil Al-Atsar” 6/178, ia berkata:
حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ الْفَرَجِ
قَالَ: حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ عَدِيٍّ الْكُوفِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبِيدَةُ
بْنُ حُمَيْدٍ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ رُفَيْعٍ، عَنْ عَمْرَةَ ابْنَةِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، فَقُلْتُ
لَهَا: إِنَّ أُمِّيَ تُوُفِّيَتْ وَعَلَيْهَا رَمَضَانُ، أَيَصْلُحُ أَنْ
أَقْضِيَ عَنْهَا؟ فَقَالَتْ: " لَا، وَلَكِنْ تَصَدَّقِي عَنْهَا مَكَانَ
كُلِّ يَوْمٍ عَلَى مِسْكِينٍ، خَيْرٌ مِنْ صِيَامِكِ عَنْهَا "
Rauh
bin Al-Faraj menceritakan kepada kami, ia berkata: Yusuf bin ‘Adiy Al-Kufiy
menceritakan kepada kami, ia berkata: ‘Abdah bin ‘Humaid menceritakan kepada
kami, dari Abdul ‘Aziz bin Rufai’, dari ‘Amrah binti Abdirrahman, ia berkata:
Aku bertanya kepada Aisyah, aku berkata kepadanya: Sesungguhnya ibuku wafat dan
memiliki hutang puasa Ramadhan, apakah bisa aku menggantikan untuknya?
Aisyah
menjawab: “Tidak, akan tetapi bersedekahlah untuknya sebagai pengganti dengan
memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya, itu lebih baik daripada
engkau berpuasa untuknya”.
Ibnu
At-Turkman rahimahullah berkata: “Sanadnya shahih”
[Al-Jauhar An-Naqiy 4/257]
b.
Adapun ucapan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma:
Diriwayatkan
oleh Abdurrazaq rahimahullah dalam “Al-Mushanaf” 4/240
no.7650:
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ
أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ ثَوْبَانَ
الْأَنْصَارِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ رَجُلٍ مَاتَ، وَعَلَيْهِ رَمَضَانُ،
وَعَلَيْهِ نَذْرُ صِيَامِ شَهْرٍ آخَرَ قَالَ: «يُطْعَمُ عَنْهُ سِتُّونَ
مِسْكِينًا»
Dari
Ma’mar, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Muhammad bin Abdirrahman bin Tsauban
Al-Anshariy, dari Ibnu ‘Abbas, tentang seseorang yang mati dan memiliki
hutang puasa Ramadhan, dan hutang nadzar puasa di bulan lain. Ibnu Abbas
berkata: “Ia memberi makan enam pulah orang miskin”.
Pendapat ini
dibantah, dengan argument:
1)
Hadits Ibnu Umar marfuu’ lemah,
yang shahih hanya mauquf dari ucapan Ibnu Umar saja.
2)
Imam Al-Baihaqiy dan Al-Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa ucapan
Aisyah dan Ibnu ‘Abbas lemah, tidak bisa
dipertentangkan dengan hadits yang shahih.
3)
Ucapan Aisyah dan Ibnu ‘Abbas tidak bertentangan dengan hadits yang
mereka riwayatkan, karena seseorang boleh memilih untuk membayar hutang puasa
orang yang telah wafat dengan berpuasa atau memberi makan.
4)
Kalaupun dianggap bertentangan maka, hadits yang mereka riwayatkan lebih
diutamakan dari pada pendapat mereka.
Pendapat ketiga:
Tidak boleh kecuali puasa nadzar, adapun puasa Ramadhan maka diganti
dengan memberi makan.
Ini
adalah pendapat Al-Laits, Ahmad, Ishaq, dan Abu ‘Ubaid. Mereka memahami bahwa
keumuman hadits Aisyah telah dikhususkan oleh hadits Ibnu ‘Abbas.
Dan
puasa nadzar bukan kewajiban dari Allah, tapi hamba sendiri yang mewajibkan
pada dirinya, maka jika tidak ditunaikan akan menjadi hutang yang harus dibayar
oleh walinya.
3)
Wali yang berhak membayarkan hutang puasa adalah semua
kerabatnya.
Ada yang berpendapat bahwa hanya ahli
warisnya saja, dan ada yang berpendapat bahwa hanya ahli waris yang ‘ashabah
(tidak punya bagian tertentu, tapi hanya menerima sisa dari harta warisan).
Al-Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa
pendapat pertama yang paling kuat, dan pendapat kedua mendekati. Sedangkan
pendapat ketiga tertolak oleh hadits Ibnu ‘Abbas dan Buraidah.
4)
Apakah pembayaran hutang puasa khusus bagi wali saja?
Ulama berselisih dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Ini khusus bagi
walinya saja.
Karena hukum asal ibadah yang dilakukan
oleh anggota tubuh tidak bisa diwakilkan, kecuali yang ada dalilnya maka
dikhususkan atas apa yang disebutkan oleh dalil tersebut.
Pendapat kedua: Jika walinya menunjuk orang untuk menggantikan
puasa hutang perwaliannya maka itu boleh.
Hukumnya sama seperti penunaian ibadah haji
dan umrah.
Pendapat ketiga: Siapapun boleh
membayarkan hutang puasa orang lain.
Adapun penyebutan wali dalam hadits ini
hanya karena biasanya mereka yang membayarkannya, bukan sebagai pengkhususan.
Dan dalam hadits ini Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menyamakan antara utang puasa dengan utang uang kepada
manusia yang bisa ditunaikan oleh siapa pun.
Ini adalah pendapat yang nampaknya dipilih
oleh Imam Bukhari dalam bab ini, dan juga dikuatkan oleh Abu Ath-Thayyib
Ath-Thabariy rahimahumallah.
5)
Hutang kepada Allah lebih berhak ditunaikan.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَمِنَ
النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ
اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ} [البقرة: 165]
Dan diantara manusia ada orang-orang
yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat
cintanya kepada Allah. [Al-Baqarah: 165]
6)
Sabda Nabi “ فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى “ ini dijadikan dalil oleh jumhur ulama
dalam mewajibkan mengganti puasa dan shalat yang ditinggalkan secara sengaja (tanpa
udzur) atau tidak.
Untuk masalah puasa sudah dibahas
perselisihan ulama dalam hal ini. Lihat penjelasannya pada bab 31.
Ø
Sedangkan masalah
shalat, sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan
sengaja tanpa alasan syar’iy (udzur) maka ia tidak berhak menggantinya setelah
waktunya habis.
Dengan alasan:
Waktu shalat telah ditentukan, tidak boleh
didahului atau dilewatkan tanpa ada alasan syar’I, Allah subhanahu
wata'aalaa berfirman:
{إِنَّ
الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا} [النساء: 103]
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu
yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. [An-Nisaa':103]
Dari Anas bin Malik radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ
نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا
ذَكَرَهَا» [صحيح
مسلم]
"Barangsiapa yang lupa suatu shalat, atau ketiduran
darinya, maka penggantinya adalah mendirikannya ketika ia mengingatnya".
[Sahih Muslim]
7)
Wajib menunaikan nadzar.
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَلْيُوفُوا نُذُورَهُم} [الحج: 29]
Dan
hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. [Al-Hajj: 29]
Ø Dari 'Aisyah
radhiyallahu 'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ نَذَرَ أَنْ
يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ»
"Barangsiapa bernadzar untuk menaati
Allah, hendaknya ia menaati-Nya, dan barangsiapa bernadzar untuk bermaksiat
kepadaNya, maka janganlah ia perturutkan untuk bermaksiat kepadaNya."
[Shahih Bukhari]
8)
Nadzar hukumnya makruh
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَا تَنْذِرُوا، فَإِنَّ
النَّذْرَ لَا يُغْنِي مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ
الْبَخِيلِ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Janganlah
kalian bernadzar, karena nadzar sedikitpun tidak akan merubah takdir,
hanyasanya) nadzar itu untuk mengeluarkan sesuatu dari orang bakhil."
Kecuali nadzar setelah mendapatkan nikmat
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{إِذْ
قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي
مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ} [آل عمران: 35]
(Ingatlah) ketika isteri 'Imran berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam
kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena
itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui". [Ali 'Imran:35]
Wallahu a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...