بسم
الله الرحمن الرحيم
A. Penjelasan pertama.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
بَابُ إِذَا
أَفْطَرَ فِي رَمَضَانَ ثُمَّ طَلَعَتِ الشَّمْسُ
“Bab: Jika seseorang berbuka di bulan
Ramadhan kemudian matahari muncul”
Dalam bab ini, imam Bukhari menjelaskan
perbedaan ulama tentang hukum orang yang berbuka puasa di bulan Ramadhan karena
menyangka telah masuk waktu berbuka tapi ternyata matahari belum tenggelam.
Imam Bukhari menyebutkan satu hadits dari Asma’
binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma dan perselisihan di dalamnya
dari yang mewajibkan qadha’ atau tidak.
1858 -
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ [محمد بن إبراهيم، أبو بكر الكوفي]،
حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ [حماد بن أسامة الكوفي]، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ [بن الزبير]، عَنْ
فَاطِمَةَ [بنت المنذر بن الزبير، زوجة هشام بن عروة]، عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ
أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَتْ: «أَفْطَرْنَا عَلَى
عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ غَيْمٍ، ثُمَّ طَلَعَتِ
الشَّمْسُ» قِيلَ لِهِشَامٍ: فَأُمِرُوا بِالقَضَاءِ؟ قَالَ: «لاَ بُدَّ مِنْ
قَضَاءٍ»
1858 - Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Abu
Syaibah [Muhammad bin Ibrahim, Abu Bakr Al-Kufiy], telah menceritakan kepada
kami Abu Usamah [Hammad bin Usamah Al-Kufiy], dari Hisyam bin 'Urwah [bin
Az-Zubair], dari Fathimah [binti Al-Mundzir bin Az-Zubair, istri Hisyam bin
‘Urwah], dari Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhuma
berkata; “Kami pernah berbuka puasa pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam ketika hari mendung, ternyata kemudian matahari tampak kembali”.
Ditanyakan kepada Hisyam: Apakah kemudian mereka
diperintahkan mengqadha’?
Hisyam menjawab: "Harus dilaksanakan
qadha'".
Ø
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
وَقَالَ
مَعْمَرٌ: سَمِعْتُ هِشَامًا: لاَ أَدْرِي أَقَضَوْا أَمْ لاَ!
Dan Ma'mar berkata: Aku mendengar Hisyam berkata: Aku
tidak tahu apakah mereka kemudian mengqadha'nya atau tidak!".
Takhrij riwayat Ma’mar bin Rasyid rahimahullah:
Diriwayatkan oleh ‘Abdu bin Humaid rahimahullah
dalam “Al-Muntakhab
min Musnad” no.1574, ia berkata:
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أنا
مَعْمَرٌ قَالَ: سَمِعْتُ هِشَامَ بْنَ عُرْوَةَ، عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ
الْمُنْذِرِ، عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ، قَالَتْ: " أَفْطَرْنَا
فِي زَمَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ بَدَتِ الشَّمْسُ، فَقَالَ: إِنْسَانٌ لِهِشَامٍ: أَقَضَوْا
أَمْ لَا؟ قَالَ: لَا أَدْرِي "
Abdurrazaq
memberitakan kepada kami, ia berkata: Ma’mar memberitakan kepada kami, ia
berkata: Aku mendengar Hisyam bin ‘Urwah, dari Fathimah binti Al-Mundzir, dari Asma’
binti Abi Bakr, ia berkata: Kami berbuka di masa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam suatu hari di bulan Ramadhan, kemudian Matahari muncul”.
Seseorang
berkata kepada Hisyam: Apakah mereka mengqadha’ atau tidak?
Hisyam
menjawab: Aku tidak tahu!
Penjelasan singkat
hadits ini:
1.
Biografi
Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma.
Ibnunya
bernama: Ummu Al-‘Uzza Qalilah atau Qutailah binti Abdil ‘Uzza, dan ia
bersaudara kandung dengan Abdullah bin Abi Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu
‘anhum.
Ia
lahir 27 tahun sebelum hijrah dan 10 tahun sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam diutus menjadi Nabi dan Rasul.
Ia
istri dari Az-Zubair bin Al-‘Awwam, termasuk wanita yang terdahulu masuk Islam,
hijrah ke Madina saat mengandung Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhum.
Ia
dijuluki dengan “Dzata An-Nithaqain”.
Ketika
para penduduk Syam menjuluki Ibnu Az-Zubair dengan panggilan, "Wahai Ibnu
Dzata An-Nithaaqain."
Maka
Asma' pun berkata padanya:
«يَا بُنَيَّ إِنَّهُمْ
يُعَيِّرُونَكَ بِالنِّطَاقَيْنِ، هَلْ تَدْرِي مَا كَانَ النِّطَاقَانِ؟ إِنَّمَا
كَانَ نِطَاقِي شَقَقْتُهُ نِصْفَيْنِ، فَأَوْكَيْتُ قِرْبَةَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَحَدِهِمَا، وَجَعَلْتُ فِي سُفْرَتِهِ آخَرَ»
"Wahai
anakku, sesungguhnya mereka menjulukimu dengan An-Nithaaqain. Apakah kamu
apakah itu An-Nithaaqain. Demikian itu hanyalah karena, ikat pinggangku yang
telah aku sobek menjadi dua. Lalu aku mengikat geriba (bejana air minum)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan salah satu darinya,
sedangkan yang satu lagi aku letakkan untuk mengikat makanannya."
Di
kemudian hari, jika ada orang yang memberinya julukan buruk dengan panggilan 'An-Nithaqaini',
ia jawab: ' Hei, demi Allah, itu adalah panggilan yang jelas-jelas
tercela." [Shahih Bukhari]
Mendahulukan cintanya
kepada Alllah dari cintanya kepada ibunya
Asma`
binti Abu Bakr radhiyallahu
'anhuma berkata;
أَتَتْنِي أُمِّي رَاغِبَةً، فِي
عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: آصِلُهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ»
"Ibuku
datang pada masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menemuiku dalam
keadaan membenci Islam (musyrik), lalu saya bertanya kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam; "Apakah saya boleh berhubungan dengannya?"
Beliau
menjawab: "Ya."
Ibnu
'Uyainah lalu berkata; "Kemudian Allah ta'ala menurunkan ayat:
{لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ
عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ} [الممتحنة:
8] [صحيح البخاري ومسلم]
Allah
tidak melarang kalian dari orang-orang yang tidak memerangi agama kalian. (Al-Mumtahanah: 8) [Shahih Bukhari dan Muslim]
Asma’
binti Abi Bakr -radhiyallahu
‘anhuma- wafat tahun 73 atau 74 hijriyah di Mekkah dengan umur 100 tahun,
sahabat Nabi yang terakhir wafat dari kalangan Muhajirin.
2.
Hukum
orang yang berbuka karena menyangka waktu berbuka telah tiba, tapi ternyata
matahari belum tenggelam.
Ulama
berselisih pendapat dalam hal ini:
Pendapat pertama: Wajib mengqadha’ di hari yang lain.
Ini
adalah madzhab jumhur ulama, dengan dalil riwayat pertama dari Hisyam bin 'Urwah rahimahullah.
Pendapat kedua: Tidak ada
qadha’.
Dengan
dalil:
1) Firman Allah subahanahu
wata’aalaa:
{وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ
جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ
اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا} [الأحزاب: 5]
Dan
tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada
dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
[Al-Ahzab: 5]
2) Firman Allah subahanahu
wata’aalaa:
{رَبَّنَا
لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا} [البقرة: 286] "
قَالَ: نَعَمْ "
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami tersalah". [Al-Baqarah:286]
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman: Iya aku kabulkan! [Shahih Muslim]
3) Dari Abi Dzar Al-Gifariy radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ
اللَّهَ قَدْ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ، وَالنِّسْيَانَ، وَمَا
اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ» [سنن
ابن ماجه: صحيح]
"Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku sesuatu
yang dilakukan karena salah (tidak sengaja), lupa, dan sesuatu yang dipaksakan
kepadanya". [Sunan Ibnu Majah: Sahih]
4) Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma;
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ
اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ، وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا
عَلَيْهِ» [سنن
ابن ماجه: صحيح]
"Sesungguhnya Allah menggugurkan (catatan dosa) dari
umatku sesuatu yang dilakukan karena salah (tidak sengaja), lupa, dan suatu
yang dipaksakan kepadanya". [Sunan Ibnu Majah: Sahih]
5) Hadits 'Adi bin Hatim radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ: {حَتَّى يَتَبَيَّنَ
لَكُمُ الخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الخَيْطِ الأَسْوَدِ} [البقرة:
(187)] عَمَدْتُ
إِلَى عِقَالٍ أَسْوَدَ، وَإِلَى عِقَالٍ أَبْيَضَ، فَجَعَلْتُهُمَا تَحْتَ
وِسَادَتِي، فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ فِي اللَّيْلِ، فَلاَ يَسْتَبِينُ لِي،
فَغَدَوْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرْتُ
لَهُ ذَلِكَ فَقَالَ: «إِنَّمَا ذَلِكَ سَوَادُ اللَّيْلِ وَبَيَاضُ النَّهَارِ»
Ketika turun (QS Al Baqarah ayat 187)
{" ... hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam"},
maka aku mengambil benang hitam dan benang putih lalu aku letakkan di bawah
bantalku untuk aku lihat pada sebagian malam namun tidak tampak olehku. Maka di
pagi harinya aku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu aku
ceritakan hal tadi. Maka Beliau bersabda: "Sesungguhnya yang dimaksud
dengan ayat itu adalah gelapnya malam dan terangnya siang". [Shahih
Bukhari]
6) Hadits Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
" أُنْزِلَتْ:
{وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الخَيْطُ الأَبْيَضُ، مِنَ
الخَيْطِ الأَسْوَدِ} [البقرة: (187)] وَلَمْ يَنْزِلْ {مِنَ الفَجْرِ} [البقرة: (187)]، فَكَانَ رِجَالٌ إِذَا أَرَادُوا الصَّوْمَ رَبَطَ أَحَدُهُمْ فِي
رِجْلِهِ الخَيْطَ الأَبْيَضَ وَالخَيْطَ الأَسْوَدَ، وَلَمْ يَزَلْ يَأْكُلُ
حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُ رُؤْيَتُهُمَا، فَأَنْزَلَ اللَّهُ بَعْدُ: {مِنَ
الفَجْرِ} [البقرة: (187)] فَعَلِمُوا أَنَّهُ إِنَّمَا يَعْنِي
اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
Ketika turun ayat {"Dan makan minumlah
kalian hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam"} dan
belum diturunkan ayat lanjutannya yaitu {"dari fajar"}, ada
diantara orang-orang apabila hendak shaum seseorang dari mereka mengikat seutas
benang putih dan benang hitam pada kakinya yang dia senantiasa meneruskan
makannya hingga jelas terlihat perbedaan benang-benang itu. Maka Allah Ta'ala
kemudian menurunkan ayat lanjutannya {"dari fajar"}. Dari situ
mereka mengetahui bahwa yang dimaksud (dengan benang hitam dan putih) adalah
malam dan siang". [Shahih Bukhari]
Lihat penjelasan hadits ‘Adiy bin Hatim dan
Sahl bin Sa’ad di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/
Pada hadits ‘Adiy
bin Hatim dan Sahl bin Sa’ad tidak disebutkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan mereka mengqadha’ puasanya karena melakukan
kekeliruan yaitu makan setelah masuk waktu fajar.
Demikian pula dengan hadits Asma’ binti
Abi Bakr tidak ada perintah mengqadha’ puasa mereka. Adapun pendapat Hisyam
maka itu adalah ijtihadnya sendiri sebagaimana dalam riwayat Ma’mar. Seandainya
ada perintah mengqadha’ maka hal itu pasti akan dinukil dengan jelas.
Ø
Ini hukum bagi orang
yang menyangka masuk waktu berbuka kemudian nampak kekeliruannya. Adapun orang
yang ragu, maka:
Jika ia ragu masuknya waktu fajar dan
makan, kemudian terbukti bahwa sudah fajar maka puasanya shahih. Karena hukum
asal waktu malam masih ada sampai jelas masuk waktu fajar.
Dan jika ia ragu masuknya waktu berbuka dan
makan, kemudian terbukti bahwa matahari belum tenggelam maka puasanya batal dan
wajib qadha’. Karena hukum asal waktu siang masih ada sampai jelas masuk waktu
magrib.
3.
Boleh mengamalkan
perintah sesuai dengan dzahirnya, dan jika terjadi kekeliruan maka hal itu
dimaafkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«وَإِذَا
أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ»
"Dan jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka
kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Wallahu a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...