Minggu, 05 April 2020

Syarah Kitab tauhid bab (11); Tidak menyembelih untuk Allah di tempat penyembelihan untuk selain Allah

بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini syekh Muhammad bin Abdil Wahhab –rahimahullah- menyebutkan 1 ayat dan 1 hadits:
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107) لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ} [التوبة: 107، 108]
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. [At-Taubah: 107-108]
Ø  Hadits Tsabit bin Adh-Dhahhaq radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
نَذَرَ رَجُلٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْحَرَ إِبِلًا بِبُوَانَةَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنِّي نَذَرْتُ أَنْ أَنْحَرَ إِبِلًا بِبُوَانَةَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ مِنْ أَوْثَانِ الْجَاهِلِيَّةِ يُعْبَدُ؟» قَالُوا: لَا، قَالَ: «هَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ؟»، قَالُوا: لَا، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَوْفِ بِنَذْرِكَ، فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ، وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ ابْنُ آدَمَ» [سنن أبي داود: صحيح]
Seorang laki-laki bernadzar pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyembelih unta di Buwanah. Kemudian ia datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata; Sesungguhnya saya telah bernadzar untuk menyembelih unta di Buwanah.
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apakah padanya terdapat berhala diantara berhala-berhala jahiliyah yang disembah?"
Mereka berkata; Tidak.
Beliau berkata: "Apakah padanya terdapat hari besar (raya) diantara hari-hari besar mereka?"
Mereka berkata; Tidak.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Penuhi nadzarmu, sesungguhnya tidak boleh memenuhi nadzar dalam bermaksiat kepada Allah, dalam perkara yang tidak dimiliki anak Adam." [Sunan Abi Daud: Shahih]
Dari ayat dan hadits di atas, syekh –rahimahullah- menyebutkan 11 poin penting:

1.      Tafsir firman Allah: { لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا }
Hikmah yang bisa dipetik dari ayat ini:
a.       Tidak melakukan ibadah pada tempat atau waktu dilaksanakan maksiat.
‘Amru bin ‘Abasah As-Sulamiy radhiyallahu 'anhu berkata: Wahai Nabi Allah, beritahukanlan kepadaku apa yang Allah ajarkan kepadamu dan aku tidak ketahui, beritahukan kepadaku tentang shalat!
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«صَلِّ صَلَاةَ الصُّبْحِ، ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ، فَإِنَّهَا تَطْلُعُ حِينَ تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ، ثُمَّ صَلِّ فَإِنَّ الصَّلَاةَ مَشْهُودَةٌ مَحْضُورَةٌ حَتَّى يَسْتَقِلَّ الظِّلُّ بِالرُّمْحِ، ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلَاةِ، فَإِنَّ حِينَئِذٍ تُسْجَرُ جَهَنَّمُ، فَإِذَا أَقْبَلَ الْفَيْءُ فَصَلِّ، فَإِنَّ الصَّلَاةَ مَشْهُودَةٌ مَحْضُورَةٌ حَتَّى تُصَلِّيَ الْعَصْرَ، ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلَاةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَإِنَّهَا تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِينَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ» [صحيح مسلم]
“Shalatlat subuhlah, kemudian jangan shalat hingga matahari terbit dan meninggi, karena matahari terbit di antara dua tanduk setan, dan pada saat itu orang-orang kafir sujud menyembah matahari. Kemudian, jika matahari sudah meninggi, maka shalatlah, karena shalat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri (oleh para malaikat) hingga bayangan sepanjang tombak. Kemudian jangan shalat, karena pada waktu itu api neraka sedang dinyalakan hingga bayangan kembali muncul. Dan apabila bayangan sudah kembali maka shalatlah kamu, karena shalat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri (oleh para malaikat) hingga engkau mendirikan shalat ashar. Kemudian jangan shalat sampai matahari terbenam, karena matahari terbenam di antara dua tanduk setan dan pada waktu itulah orang-orang kafir beribadah." [Shahih Muslim]
b.      Suatu yang baik jika dimanfaatkan untuk hal buruk maka akan menjadi buruk.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata: Saat kami berada dalam satu perjalanan perang, seorang dari kaum Muhajirin memukul pantat seorang dari kaum Anshar. Maka orang Anshar itu berkata: Wahai kaum Anshar!
Dan orang Muhajir itu berkata: Wahai kamum Muhajirin!
Ketika mendengarnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya:
«مَا بَالُ دَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ»
“Ada apa dengan panggilan Jahiliyah ini?
Mereka menjawab: Ya Rasulullah seorang dari kaum Muhajirin memukul pantat seorang dari kaum Anshar!
Maka Rasulullah bersabda:
«دَعُوهَا فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Tinggalkan panggilan seperti itu, karena itu sangat busuk." [Sahih Bukhari dan Muslim]
c.       Niat baik tidak dapat merubah hal buruk menjadi baik.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: Tiga orang datang ke rumah istri-istri Rasulullah, mereka menanyakan tentang ibadah Rasulullah. Setelah mereka diberi tahu, seakan-akan mereka menganggapnya sedikit. Mereka mengatakan: Apalah kita dibandingkan dengan Rasulullah? Beliau sudah diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.
Seorang dari mereka berkata: Adapun saya, akan shalat malam selamanya. Yang lain berkata: Aku akan puasa seumur hidup dan tidak berbuka. Dan yang lain berkata: Aku akan meninggalkan wanita dan tidak menikah selamanya.
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepada mereka dan bersabda:
«أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي» [صحيح البخاري]
"Kalian yang mengatakan ini dan itu? Sesungguhnya demi Allah, aku adalah yang paling takut dan bertakwa kepada Allah dari kalian, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, salat dan tidur, dan menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak suka sunnahku maka ia bukan dariku. [Sahih Bukhari]
2.      Maksiat memberi pengaruh buruk pada bumi, demikian pula dengan ketaatan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهَا، وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهَا [صحيح مسلم]
"Tempat yang paling dicintai oleh Allah adalah mesjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar." [Sahih Muslim]
Larangan mendatangi tempat maksiat atau orang yang telah diadzab
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا بِالخَمْرِ [سنن الترمذي: حسنه الألباني]
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka janganlah ia duduk pada hidangan yang dihidangkan di atasnya khamar (minuman memabukkan)". [Sunan Tirmidziy: Hasan]
Ø  Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مَطْعَمَيْنِ عَنْ الْجُلُوسِ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ وَأَنْ يَأْكُلَ الرَّجُلُ وَهُوَ مُنْبَطِحٌ عَلَى بَطْنِهِ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang dari dua tempat makan; duduk menghadap hidangan yang padanya diminum khamer dan serta seseorang makan dalam keadaan tengkurap." [Sunan Abi Daud: Shahih]
Ø  Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu berkata; Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melewati Hijr (kampung kaum Nabi Shalih ‘alaihissalam), Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لاَ تَدْخُلُوا مَسَاكِنَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ إِلَّا أَنْ تَكُونُوا بَاكِينَ، أَنْ يُصِيبَكُمْ مَا أَصَابَهُمْ»
"Janganlah kalian memasuki tempat-tempat tinggal orang yang menzalimi diri mereka sendiri kecuali kalian dengan menangis karena khawatir kalian tertimpa seperti yang menimpa mereka."
Beliau kemudian menutupi kepalanya dan cepat-cepat pergi hingga melintasi lembah. [Shahih Bukhari dan Muslim]
3.      Mengembalikan urusan yang dipermasalahkan kepada urusan yang jelas untuk menghilangkan masalahnya.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ} [آل عمران: 7]
Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat (terang dan tegas maksudnya), itulah pokok-pokok isi Al-qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat (samar maksudnya). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan (mengikuti hawa nafsu), maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya, berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. [Ali 'Imran:7]
4.      Mufti (pemberi fatwa) boleh meminta perincian masalah jika ia membutuhkannya.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
لَمَّا أَتَى مَاعِزُ بْنُ مَالِكٍ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: «لَعَلَّكَ قَبَّلْتَ، أَوْ غَمَزْتَ، أَوْ نَظَرْتَ» قَالَ: لاَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «أَنِكْتَهَا». لاَ يَكْنِي، قَالَ: فَعِنْدَ ذَلِكَ أَمَرَ بِرَجْمِهِ [صحيح البخاري ومسلم]
'Ketika Ma'iz bin Malik menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam (mengaku telah berzina), Nabi bertanya: "Bisa jadi kamu hanya sekedar mencium, meremas, atau memandang!"
Ma'iz menjawab; 'Tidak ya Rasulullah! '
Beliau bertanya lagi; "Apakah kamu benar-benar menyetubuhinya?"
Beliau tidak menggunakan bahasa kiasan. (Setelah Ma’iz mengiyakan) maka pada saat itu dia pun dirajam. [Shahih Bukhari dan Muslim]
5.      Mengkhususkan satu tempat dalam nadzar tidak mengapa selama tidak terdapat suatu yang terlarang.
Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَذَرْتُ فِي الجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِي المَسْجِدِ الحَرَامِ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَوْفِ نَذْرَكَ» فَاعْتَكَفَ لَيْلَةً [صحيح البخاري ومسلم]
"Wahai Rasulullah, aku pernah bernadzar di zaman Jahiliyyah untuk beri'tikaf satu malam di Al Masjidil Haram".
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya: "Tunaikanlah nadzarmu itu".
Maka kemudian 'Umar bin Al Khaththab radhiyallahu 'anhu melaksanakan i'tikafnya pada suatu malam. [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø  Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata:
أَنَّ رَجُلًا قَامَ يَوْمَ الْفَتْحِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي نَذَرْتُ لِلَّهِ إِنْ فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكَ مَكَّةَ، أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ رَكْعَتَيْنِ، قَالَ: «صَلِّ هَاهُنَا»، ثُمَّ أَعَادَ عَلَيْهِ، فَقَالَ: «صَلِّ هَاهُنَا»، ثُمَّ أَعَادَ عَلَيْهِ، فَقَالَ: «شَأْنُكَ إِذَنْ» [سنن أبي داود: صحيح]
Seseorang berdiri pada saat penaklukan Mekkah, kemudian berkata; Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya telah bernadzar untuk Allah, seandainya Allah menaklukkan Mekkah melalui anda maka saya akan melakukan shalat di Baitul Maqdis sebanyak dua raka'at.
Beliau bersabda: "Shalatlah di sini!"
Kemudian ia mengulang perkataannya kepada beliau.
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Shalatlah di sini!"
Kemudian ia mengulang perkataan kepada beliau.
Maka beliau berkata: "Terserah engkau, jika demikian." [Sunan Abi Daud: Shahih]
6.      Larangan bernadzar di suatu tempat jika di sana ada berhala jahiliyah sekalipun sudah hilang.
7.      Dilarang juga pada suatu hari dari hari raya jahiliyah sekalipun sudah tidak dirayakan.
8.      Tidak boleh menunaikan nadzar pada tempat tersebut karena itu termasuk nadzar maksiat.
9.      Larangan menyerupai orang musyrik dalam hari raya mereka sekalipun ia tidak bermaksud demikian.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ [سنن أبي داود: صحيح]
"Barang siapa yang meniru suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka". [Sunan Abi Daud: Shahih]
Ø  Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا، لَا تَشَبَّهُوا بِاليَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى»
"Bukan termasuk golonganku orang yang tasyabbuh (menyerupai atau mengikut) dengan selain kami, janganlah kalian tasyabbuh dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani." [Sunan Tirmidziy: Hasan]
Menyerupai kaum musyrik dalam ibadahanya akan membuat mereka gembir dan bangga, dan menguatkan keyakinan mereka yang batil. Padahal seharunya kita membuat mereka jengkel dan marah.
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ} [التوبة: 120]
Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. [At-Taubah: 120]
10.  Tidak boleh bernadzar dalam kemaksiatan.
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ»
"Barangsiapa bernadzar untuk menaati Allah, hendaknya ia menaati-Nya, dan barangsiapa bernadzar untuk bermaksiat kepadaNya, maka janganlah ia perturutkan untuk bermaksiat kepadaNya." [Shahih Bukhari]

11.  Tidak ada nadzar bagi anak cucu Adam pada suatu yang ia tidak memilikinya.
Dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu;
أُسِرَتِ امْرَأَةٌ مِنَ الْأَنْصَارِ وَأُصِيبَتِ الْعَضْبَاءُ، فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ فِي الْوَثَاقِ وَكَانَ الْقَوْمُ يُرِيحُونَ نَعَمَهُمْ بَيْنَ يَدَيْ بُيُوتِهِمْ، فَانْفَلَتَتْ ذَاتَ لَيْلَةٍ مِنَ الْوَثَاقِ، فَأَتَتِ الْإِبِلَ، فَجَعَلَتْ إِذَا دَنَتْ مِنَ الْبَعِيرِ رَغَا فَتَتْرُكُهُ حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى الْعَضْبَاءِ، فَلَمْ تَرْغُ، قَالَ: وَنَاقَةٌ مُنَوَّقَةٌ فَقَعَدَتْ فِي عَجُزِهَا، ثُمَّ زَجَرَتْهَا فَانْطَلَقَتْ، وَنَذِرُوا بِهَا فَطَلَبُوهَا فَأَعْجَزَتْهُمْ، قَالَ: وَنَذَرَتْ لِلَّهِ إِنْ نَجَّاهَا اللهُ عَلَيْهَا لَتَنْحَرَنَّهَا، فَلَمَّا قَدِمَتِ الْمَدِينَةَ رَآهَا النَّاسُ، فَقَالُوا: الْعَضْبَاءُ نَاقَةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: إِنَّهَا نَذَرَتْ إِنْ نَجَّاهَا اللهُ عَلَيْهَا لَتَنْحَرَنَّهَا، فَأَتَوْا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: «سُبْحَانَ اللهِ، بِئْسَمَا جَزَتْهَا، نَذَرَتْ لِلَّهِ إِنْ نَجَّاهَا اللهُ عَلَيْهَا لَتَنْحَرَنَّهَا، لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةٍ، وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ الْعَبْدُ» [صحيح مسلم]
Seorang wanita Anshar tertawan (musuh) bersama dengan Al-‘Adhbaa’ (unta Nabi), wanita Anshar tersebut dalam keadaan terikat, sedangkan waktu itu orang-orang (para perampok) tengah beristirahat, sementara unta-unta (hasil curian) mereka kandangkan di depan persinggahan-persinggahan mereka. Kemudian wanita Anshar tersebut dapat melepaskan dari ikatannya, dan segera mendatangi kandang unta, namun setiap kali ia datangi unta untuk dikendarai, unta itu mendengus-dengus, ia pun meninggalkannya hingga ia temui Al-‘Adhba'. Jadilah ia mengendarai unta penurut yang sudah terlatih itu di bagian belakangnya. Lalu ia menghardiknya hingga berlari kencang. Orang-orang yang ketiduran pun kaget dengan kaburnya wanita Anshar tersebut, lalu mereka mengejarnya, namun mereka tidak dapat menagkapnya. Wanita itu sempat bernadzar, bahwa jika Allah menyelamatkannya, maka ia akan sembelih unta 'Adhba' itu. Sesampainya di Madinah, orang-orang melihat unta tersebut, lalu mereka berkata, "Ini adalah Al-‘Adhba', unta Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!."
Wanita itu mengatakan bahwa apabila Allah menyelamatkannya, sungguh unta tersebut akan disembelihnya.
Lalu orang-orang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan memberitahukan kepada beliau tentang nadzarnya.
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkomentar: "Subhanallah, alangkah jahatnya pembalasan ia kepadanya, ia bernadzar kepada Allah apabila Allah menyelamatkannya, maka ia akan menyembelihnya, tidak ada kewajiban melaksanakan nadzar dalam kemaksiatan kepada Allah dan tidak pula terhadap sesuatu yang tidak dimiliki oleh seorang hamba." [Shahih Muslim]
Ø  Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَا نَذْرَ لِابْنِ آدَمَ فِيمَا لَا يَمْلِكُ» [سنن الترمذي: حسن]
"Tidak ada nadzar bagi anak Adam terhadap sesuatu yang tidak dimilikinya”. [Sunan Tirmidziy: Hasan]
Dalam riwayat lain:
«لَا وَفَاءَ نَذْرٍ إِلَّا فِيمَا تَمْلِكُ» [سنن أبي داود: حسن]
“Tidak boleh memenuhi nadzar kecuali pada sesutu yang engkau miliki.” [Sunan Abi Daud: Hasan]
Wallahu a’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...