بسم
الله الرحمن الرحيم
Sujud
tilawah adalah sujud yang dilakukan ketika membaca atau mendengar ayat Sajadah
dari Al-Qur’an.
A.
Keutamaan sujud tilawah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"
إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي،
يَقُولُ: يَا وَيْلَهُ أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ
الْجَنَّةُ، وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِيَ النَّارُ " [صحيح مسلم]
“Jika anak cucu Adam membaca ayat sajadah
kemudian ia sujud maka setan pergi sambil menangis dan berkata: "Ya Wail
(neraka), anak cucu Adam diperintahkan bersujud lalu mereka sujud dan masuk
surga, sedangkan aku diperintahkan sujud lalu aku tidak mau maka neraka untukku".”
[Sahih Muslim]
Ø Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
«عَلَيْكَ
بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ
رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً» [صحيح مسلم]
"Hendaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah,
karena sesungguhnya engkau tidak sujud kepada Allah kecuali Allah akan
mengangkatmu satu derajat, dan menghapus darimu satu dosa". [Sahih Muslim]
Ø Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
«حَتَّى
إِذَا فَرَغَ اللَّهُ مِنَ القَضَاءِ بَيْنَ عِبَادِهِ، وَأَرَادَ أَنْ يُخْرِجَ
مِنَ النَّارِ مَنْ أَرَادَ أَنْ يُخْرِجَ، مِمَّنْ كَانَ يَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَمَرَ المَلائِكَةَ أَنْ يُخْرِجُوهُمْ،
فَيَعْرِفُونَهُمْ بِعَلامَةِ آثَارِ السُّجُودِ، وَحَرَّمَ اللَّهُ عَلَى
النَّارِ أَنْ تَأْكُلَ مِنَ ابْنِ آدَمَ أَثَرَ السُّجُودِ، فَيُخْرِجُونَهُمْ» [صحيح البخاري ومسلم]
" ... Sampai ketika Allah selesai
mengadili di antara hamba-hamba-Nya dan ingin mengeluarkan dari neraka (dengan
rahmat-Nya) orang yang dikehendakinya untuk dikeluarkan dari orang-orang yang
dulunya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Allah
memerintahkan malaikat untuk mengeluarkan mereka. Maka malaikat mengetahui
mereka dengan tanda bekas sujud, dan Allah telah mengharamkan bagi neraka untuk
membakar bekas sujud dari anak cucu Adam, kemudian malaikat mengeluarkan mereka
(dari neraka) ... ". [Sahih Bukhari dan Muslim]
B.
Ayat-ayat “sajadah” yang dianjurkan
untuk sujud ketika membacanya.
Ibnu
‘Abbas radhiyallahu
'anhuma menyebutkan ayat sajadah
dalam Al-Qur’an dan berkata:
«الْأَعْرَافُ،
وَالرَّعْدُ، وَالنَّحْلُ، وَبَنُو إِسْرَائِيلَ، وَمَرْيَمُ، وَالْحَجُّ سَجْدَةٌ
وَاحِدَةٌ، وَالنَّمْلُ، وَالْفُرْقَانُ، وَالم تَنْزِيلُ، وَحم السَّجْدَةُ،
وَص»، وَقَالَ: «لَيْسَ فِي الْمُفَصَّلِ سُجُودٌ» [مصنف
ابن أبي شيبة]
“Al-A’raf,
Ar-Ra’d, An-Nahl, Al-Israa’, Maryam, Al-Hajj satu sujud, An-Naml, Al-Furqan,
As-Sajdah, Fushilat, dan Shaad”.
Dan
Ibnu ‘Abbas berkata: Tidak ada Sajadah dalam surah-surah Al-Mufashal.
[Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]
Ø Sa’id bin Jubair rahimahullah
berkata: Aku mendengar Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar - radhiyallahu
'anhum- menghitung berapa ayat
Sajadah dalam Al-Qur’an, keduanya berkata:
«الْأَعْرَافُ،
وَالنَّحْلُ، وَالرَّعْدُ، وَبَنُو إِسْرَائِيلَ، وَمَرْيَمُ، وَالْحَجُّ
أَوَّلُهَا، وَالْفُرْقَانُ، وَطس، وَالم تَنْزِيلُ، وَص، وَحم السَّجْدَةَ، إِحْدَى
عَشْرَةَ» [مصنف عبد الرزاق الصنعاني]
“Al-A’raf,
An-Nahl, Ar-Ra’d, Al-Israa’, Maryam, Al-Hajj di awalnya, Al-Furqan, An-Naml,
As-Sajdah, Shaad dan Fushilat, semuanya ada sebelas”. [Mushannaf Abdurrazaq]
Ayat sajadah ada yang disepakati dan
ada yang diperselisihkan:
a)
Yang disepakati:
1)
Akhir surah Al-A’raf.
{إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ
عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ} [الأعراف: 206]
Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa
enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah
mereka bersujud.
[Al-A’raf: 206]
2)
Ar-Ra’d.
{وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا
وَكَرْهًا وَظِلَالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ} [الرعد: 15]
Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di
bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula)
bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari. [Ar-Ra’d: 15]
3)
An-Nahl.
{وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا
فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا
يَسْتَكْبِرُونَ (49) يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا
يُؤْمَرُونَ} [النحل: 49-50]
Dan kepada Allah sajalah bersujud segala
apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para
makaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut
kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan
(kepada mereka). [An-Nahl: 49-50]
4)
Al-Israa’.
{إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ
سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا
لَمَفْعُولًا (108) وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا}
[الإسراء: 107 - 109]
Sesungguhnya orang-orang yang diberi
pengetahuan sebelumnya apabila Al-Quran dibacakan kepada mereka, mereka
menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: "Maha
Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". Dan mereka
menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'.
[Al-Israa’: 107-109]
5)
Maryam.
{إِذَا تُتْلَى
عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا} [مريم: 58]
Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang
Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.
[Maryam: 58]
6)
Al-Hajj.
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ
اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ
وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ
النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ
مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ} [الحج:
18]
Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa
kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan,
bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian
besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab
atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang
memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. [Al-Hajj:
18]
7)
Al-Furqan.
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ
اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا
وَزَادَهُمْ نُفُورًا} [الفرقان: 60]
Dan apabila dikatakan kepada mereka:
"Sujudlah kamu sekalian kepada yang Maha Penyayang", mereka menjawab:
"Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan
Yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya)?", dan (perintah sujud
itu) menambah mereka jauh (dari iman). [Al-Furqan: 60]
8)
An-Naml.
{أَلَّا يَسْجُدُوا
لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا
تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ (25) اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ
الْعَظِيمِ} [النمل: 25، 26]
Agar mereka tidak menyembah Allah Yang
mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa
yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Tuhan Yang
disembah kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai 'Arsy yang besar".
[An-Naml: 25-26]
9)
As-Sajdah.
{إِنَّمَا يُؤْمِنُ
بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا
بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ} [السجدة:
15]
Sesungguhnya orang yang benar-benar
percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan
ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan
lagi pula mereka tidaklah sombong. [As-Sajdah: 15]
10) Fushilat.
{وَمِنْ آيَاتِهِ
اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا
لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ
تَعْبُدُونَ (37) فَإِنِ اسْتَكْبَرُوا فَالَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ
لَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْأَمُونَ} [فصلت:
37، 38]
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan,
tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.
Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu
bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu.
[Fushilat: 37-38]
Ø Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:
«عَزَائِمُ السُّجُودِ
سُجُودُ الْقُرْآنِ: {الم تَنْزِيلُ}، و{حم تَنْزِيلُ}، {وَالنَّجْم}، {اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ}» [مصنف ابن أبي
شيبة: حسن]
“Kepastian
sujud pada sujud tilawah: Surah As-Sajadah, surah Fushilat, surah An-Najm, dan
surah Al-‘Alaq”. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: Hasan]
b)
Yang diperselisihkan, dan ada dalilnya yang shahih:
11) Shaad.
{وَظَنَّ دَاوُودُ
أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ} [ص: 24]
Dan Daud mengetahui bahwa Kami
mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertaubat. [Shaad: 24]
Ø Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma berkata:
«{ص} لَيْسَ مِنْ
عَزَائِمِ السُّجُودِ، وَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَسْجُدُ فِيهَا»
“Pada
surah “Shad” tidak ada kewajiban untuk sujud tilawah, namun aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan sujud
ketika membacanya". [Shahih Bukhari]
Ø Al-'Awwam berkata; Aku bertanya kepada Mujahid mengenai ayat
sajdah pada surat “Shaad”. Ia menjawab; Aku bertanya kepada Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-: Dari mana
dalilmu sehinggga kamu bersujud?
Ibnu Abbas menjawab:
أَوَمَا تَقْرَأُ: {وَمِنْ
ذُرِّيَّتِهِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ} [الأنعام: 84] {أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ
فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ} [الأنعام: 90] «فَكَانَ دَاوُدُ مِمَّنْ أُمِرَ
نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقْتَدِيَ بِهِ، فَسَجَدَهَا
دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، فَسَجَدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ» [صحيح البخاري]
Apakah kamu tidak membaca; {Dan kepada
sebagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, ...} (Al-An'am: 84).
{Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka
ikutilah petunjuk mereka} (Al-An'am: 90). Nabi Daud adalah salah satu orang
yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk
kalian ikuti. Maka ketika Daud sujud pada surat itu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam pun sujud. ' [Shahih Bukhari]
12) Akhir surah An-Najm.
{فَاسْجُدُوا لِلَّهِ
وَاعْبُدُوا} [النجم: 62]
Maka bersujudlah kepada Allah dan
sembahlah (Dia). [An-Najm: 62]
Ø Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَجَدَ بِالنَّجْمِ، وَسَجَدَ مَعَهُ المُسْلِمُونَ
وَالمُشْرِكُونَ وَالجِنُّ وَالإِنْسُ» [صحيح البخاري]
"Bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan sujud tilawah ketika membaca
surah An-Najm. Begitu juga ikut sujud bersama Beliau dari kalangan Kaum
Muslimin, Musyrikin, bangsa jin dan manusia. [Shahih Bukhari]
Ø Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu berkata:
" قَرَأَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّجْمَ بِمَكَّةَ فَسَجَدَ فِيهَا وَسَجَدَ
مَنْ مَعَهُ غَيْرَ شَيْخٍ أَخَذَ كَفًّا مِنْ حَصًى - أَوْ تُرَابٍ - فَرَفَعَهُ
إِلَى جَبْهَتِهِ، وَقَالَ: يَكْفِينِي هَذَا "، فَرَأَيْتُهُ بَعْدَ ذَلِكَ
قُتِلَ كَافِرًا [صحيح البخاري]
"Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam membaca surah An-Najm ketika berada di
Makkah. Maka Beliau sujud tilawah begitu juga orang-orang yang bersama Beliau.
Kecuali ada seorang yang tua, dia hanya mengambil segenggam kerikil atau tanah
lalu menempelkannya pada mukanya seraya berkata; "Bagiku cukup
begini". Di kemudian hari aku melihat orang itu terbunuh dalam
kekafiran". [Shahih Bukhari]
13) Al-Insyiqaaq.
{فَمَا لَهُمْ لَا
يُؤْمِنُونَ (20) وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ} [الانشقاق: 20، 21]
Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan
apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud.
[Al-Insyiqaq: 20-21]
14) Akhir surah Al-‘Alaq.
{كَلَّا لَا تُطِعْهُ
وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ} [العلق: 19]
Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh
kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan). [Al-‘Alaq:
19]
Ø Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:
«سَجَدْنَا مَعَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي {إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ}،
وَ {اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ}» [صحيح مسلم]
Kami
pernah sujud bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam surat “Idzassamaa'un
syaqqat” dan “Iqra` bismi rabbika” (maksudnya, ayat sajdah yang
terdapat pada keduanya). [Shahih Muslim]
c)
Yang diperselisihkan, karena dalilnya diperselisihkan:
15) Al-Hajj.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} [الحج: 77]
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah
kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapat kemenangan. [Al-Hajj: 77]
Ø Dari Khalid bin
Ma’dan -rahimahullah-; Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam besabda:
«فُضِّلَتْ سُورَةُ
الْحَجِّ عَلَى الْقُرْآنِ بِسَجْدَتَيْنِ»
“Surah
Al-Hajj diberi keutamaan atas surah lain dari Al-Qur’an dengan adanya dua sujud
tilawah”. [Al-Maraasiil
karya Abu Daud]
Abu
Daud -rahimahullah- berkata:
وَقَدْ أُسْنِدَ هَذَا وَلَا يَصِحُّ
“Hadits
ini telah diriwayatkan dengan sanad bersambung tapi tidak
shahih”. (Maksudnya adalah hadits ‘Uqbah bin ‘Amir yang akan
datang).
Dan
sanad hadits Khalid bin Ma’dan Asy-Syamiy lemah karena
mursal (sanadnya terputus), Khalid seorang tabi’iy tidak pernah bertemu
dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ø Namun hadits ini punya penguat (syahid), diriwayatkan oleh Abu
Daud dalam “As-Sunan” (2/58) no. 1402, dan At-Tirmidziy dalam “Al-Jaami’”
2/470 no.578:
عن ابْن
لَهِيعَةَ، أَنَّ مِشْرَحَ بْنَ هَاعَانَ أَبَا
الْمُصْعَبِ حَدَّثَهُ، أَنَّ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ حَدَّثَهُ، قَالَ:
قُلْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفِي سُورَةِ
الْحَجِّ سَجْدَتَانِ؟ قَالَ: «نَعَمْ، وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْهُمَا، فَلَا
يَقْرَأْهُمَا»
Dari
Ibnu Lahi'ah, bahwasanya Misyrah bin Ha'an Abu Al-Mush’ab menceritakan kepadanya: Bahwa 'Uqbah
bin 'Amir menceritakan kepadanya, dia berkata: Saya bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Apakah dalam Surat Al-Hajj
terdapat dua ayat sajdah?
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Iya, dan siapa yang tidak
akan sujud pada keduanya maka hendaknya jangan membacanya."
Lafadz
imam Tirmidziy -rahimahullah-:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، فُضِّلَتْ
سُورَةُ الحَجِّ بِأَنَّ فِيهَا سَجْدَتَيْنِ؟ قَالَ: «نَعَمْ، وَمَنْ لَمْ
يَسْجُدْهُمَا فَلَا يَقْرَأْهُمَا»
Wahai
Rasulullah Surat Al-Haj diberi keutamaan karena di dalamnya terdapat dua ayat
sajdah?
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Iya, dan siapa yang tidak
akan sujud pada keduanya maka hendaknya jangan membacanya."
Imam
Abu 'Isa At-Tirmidziy berkata:
«هَذَا حَدِيثٌ لَيْسَ
إِسْنَادُهُ بِذَاكَ القَوِيِّ، وَاخْتَلَفَ أَهْلُ العِلْمِ فِي هَذَا، فَرُوِيَ
عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ، وَابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُمَا قَالَا: «فُضِّلَتْ
سُورَةُ الحَجِّ بِأَنَّ فِيهَا سَجْدَتَيْنِ»، وَبِهِ يَقُولُ ابْنُ المُبَارَكِ،
وَالشَّافِعِيُّ، وَأَحْمَدُ، وَإِسْحَاقُ، وَرَأَى بَعْضُهُمْ فِيهَا سَجْدَةً
وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، وَمَالِكٍ، وَأَهْلِ الكُوفَةِ»
“Sanad
hadits ini tidak begitu kuat. Ulama berselisih
pendapat dalam hal ini, diriwayatkan dari Umar bin Khatthab dan Ibnu
Umar keduanya berkata: “Surat Al-Hajj diberi keutamaan karena di dalamnya
terdapat dua ayat sajdah”. Demikian juga pendapat Ibnul Mubarak, Ahmad, Ishaq.
Sedangkan sebagian dari mereka seperti Sufyan Ats-Tsauri, Malik dan Ahlul Kufah
berpendapat bahwa di dalamnya hanya ada satu ayat sajdah”.
Ø Hadits ini dilemahkan oleh At-Tirmidziy karena Abdullah bin Lahi’ah[1] (w.174H), periwayatan haditsnya lemah setelah bukunya terbakar.
Akan
tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa jika yang meriwayatkan dari Ibnu
Lahi’ah adalah Al-‘Abadilah maka haditsnya shahih,
yaitu: Ibnu Al-Mubarak, Ibnu Wahb, dan Abdullah bin Yazid Al-Muqri’. Demikian
pula Qutaibah bin Sa’id Ats-Taqafiy.
Dan
hadits ini diriwatkan oleh Ibnu Wahab sebagaimana dalam sunan Abi Daud
dan Qutaibah sebagaimana dalam sunan Tirmidziy.
Hadits
Khalid bin Ma’dan yang “mursal” juga bisa menguatkan hadits ini,
demikian pula atsar Umar bin Khathab dan Ibnu Umar secar mauquf.
Dan Al-Hakim menambahkan riwayat mauquf
dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu Mas’ud, Abu Musa, Abu Ad-Darda’,
dan ‘Ammar radhiyallahu ‘anhum.
Dengan demikian hadits ini derajatnya shahih atau hasan,
kecuali kalimat yang terakhir yaitu “siapa yang
tidak akan sujud pada keduanya maka hendaknya jangan membacanya”
karena lafadz ini tidak ada penguatnya.
Dan
periwayatan Misyrah[2]
dihukumi oleh Ibnu Hajar dengan derajat “maqbul”, artinya bisa
diterima jika ada penguatnya. Dan Ibnu Hibban berkata: Riwayatnya tidak
diterima jika ia menyendiri.
Perselisihan ulama tentang jumlah ayat sajadah:
Pendapat pertama: Sujud hanya pada
sebelas ayat pertama, ini adalah pendapat Imam Malik dan Syafi’iy.
Pendapat kedua: Sujud pada
empatbelas ayat pertama, ini adalah pendapat Al-Hanafiyah.
Pendapat ketiga: Sujud pada
empatbelas ayat pertama, kecuali surah Shaad, diganti dengan ayat kedua dari
surah Al-Hajj (no.15). Ini adalah madzah Al-Hadawiyah.
Pendapat keempat: Sujud pada
limabelas ayat, ini adalah pendapat imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya.
Lihat: Subulussalam 1/588.
C.
Hukum sujud tilawah
Ulama berselisih pendapat dalam hal ini:
Pendapat pertama: Wajib.
Dengan dalil:
1)
Perintah sujud dalam surah
An-Najm ayat 62 dan surah Al-‘Alaq ayat 19, yang menunjukkan kewajiban.
2)
Celaan bagi yang tidak
sujud pada surah Al-Insyiqaq ayat 20-21.
3)
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu yang menyebutkan hukuman neraka bagi setan yang tidak mau sujud
ketika diperintahkan.
4)
Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir
radhiyallahu 'anhu di atas, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang
seseorang membaca surah sajadah jika tidak ingin sujud tilawah.
Pendapat kedua: Sunnah.
Ini adalah madzhab jumhur ulama, dengan
dalil:
a)
Perintah sujud pada surah
“An-Najm” dan “Al-‘Alaq” maksudnya adalah shalat.
b)
Celaan bagi yang tidak
sujud pada surah “Al-Insyiqaq” jika tidak sujud karena kesombongan dan
pembangkangan.
c)
Hadits Zayd bin Tsabit
radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
«قَرَأْتُ عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَالنَّجْمِ} فَلَمْ يَسْجُدْ
فِيهَا»
"Aku
pernah membaca surah “An-Najm” untuk Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dan Beliau tidak melakukan sujud tilawah
padanya". [Shahih Bukhari dan Muslim]
d) Atsar ‘Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu.
Rabi’ah
bin 'Abdullah Al-Hudair At-Taimiy berkata: Saat hari Jum'at, 'Umar bin
Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu membaca surah “An-Nahl” dari atas
mimbar hingga ketika sampai pada ayat sajadah (ayat 49-50), dia turun dari
mimbar lalu melakukan sujud tilawah. Maka orang-orang pun turut melakukan
sujud. Kemudian pada waktu shalat Jum'at berikutnya dia membaca surat yang sama
hingga ketika sampai pada ayat Sajadah dia berkata:
«يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا نَمُرُّ بِالسُّجُودِ، فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ أَصَابَ، وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ
فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ»
"Wahai sekalian manusia, kita telah
membaca dan melewati ayat sajadah. Maka barangsiapa yang sujud, benarlah dia.
Namun yang tidak melakukan sujud tidak ada dosa baginya”.
Dan 'Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu
'anhu tidak melakukan sujud". [Shahih Bukhari]
Ø Dalam riwayat lain:
«إِنَّ اللَّهَ لَمْ
يَفْرِضِ السُّجُودَ إِلَّا أَنْ نَشَاءَ» [صحيح
البخاري]
"Allah
subhanahu wata'ala tidaklah mewajibkan sujud tilawah. Kecuali siapa yang
mau silakan melakukannya". [Shahih Bukhari]
Ø Dalam riwayat lain, Dari
Urwah; Bahwa Umar bin Khatthab pernah membaca salah satu ayat sajadah
saat berada di atas mimbar pada shalat Jum'at. Lalu dia turun dan bersujud,
hingga orang-orang pun ikut sujud. Kemudian dia membacanya lagi pada shalat
Jum'at berikutnya, hingga orang-orang pun bersiap untuk sujud, namun Umar
berkata:
«عَلَى رِسْلِكُمْ، إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَكْتُبْهَا
عَلَيْنَا، إِلَّا أَنْ نَشَاءَ»
"Tenanglah,
sesungguhnya Allah tidak mewajibkannya pada kita semua, kecuali kita yang
menghendaki."
Lalu
Umar tidak sujud dan melarang orang-orang untuk sujud. [Al-Muwatha’ Malik]
e) Adapun hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu 'anhu,
maka derajatnya lemah.
Pendapat ketiga: Wajib jika
sudah memulai sujud.
Dalilnya:
1) Firman Allah subhanahu wata'aalaa:
{وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ} [محمد: 33]
Dan janganlah kamu merusakkan (pahala)
amal-amalmu. [Muhammad:33]
Mereka mengatakan: Membatalkan ibadah
dengan sengaja secara muthlak hukumnya haram, dan wajib diganti.
2) Mereka juga berdalil dengan hadits Umar di atas, bahwa
orang yang sudah mulai sujud tilawah maka wajib menyempurnakannya. Dengan
alasan bahwa lafadz istitsnaa’ (pengeculaian) pada ucapan Umar: «إِلَّا أَنْ نَشَاءَ» adalah istitsnaa’ muttashil yang
berarti bahwa sujud tilawah bukan fardhu kecuali kita ingin melakukkannya maka
wajib menyempurnakannya.
Namu jumhur ulama menjawab bahwa istitsna’
tersebut adalah istitsnaa’ mungqathi yang berarti kecuali jika mau maka
dibolehkan sujud.
Adapun firman Allah subhanahu wata'ala
yang melarang merusak amalan saleh, maka yang dimaksud adalah amalan wajib atau
membatalkan pahala amalan dengan riya' atau dengan murtad.
D.
Anjuran sujud tilawah bagi yang menyimak
bacaan ayat Sajadah.
Ibnu
Umar radhiyallahu
'anhuma berkata:
" كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ عَلَيْنَا السُّورَةَ فِي
غَيْرِ الصَّلَاةِ، فَيَسْجُدُ وَنَسْجُدُ مَعَهُ، حَتَّى لَا يَجِدَ أَحَدُنَا
مَكَانًا لِمَوْضِعِ جَبْهَتِهِ " [سنن أبي داود:
صحيح]
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
membacakan kepada kami satu surah tidak ketika melakukan shalat. Kemudian
beliau bersujud dan kamipun bersujud bersamanya hingga salah seorangpun
diantara kami yang tidak mendapatkan tempat untuk meletakkan dahinya”. [Sunan
Abi Daud: Shahih]
a) Jika yang membaca tidak sujud maka yang menyimak tidak
mesti sujud.
Diriwayatkan oleh Imam Asy-Syafi’iy -rahimahullah- dalam Musnadnya
hal.156:
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ: أَنَّ
رَجُلًا قَرَأَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّجْدَةَ
فَسَجَدَ، فَسَجَدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَرَأَ
آخَرُ عِنْدَهُ السَّجْدَةَ فَلَمْ يَسْجُدْ، فَلَمْ يَسْجُدِ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَرَأَ فُلَانٌ عِنْدَكَ
السَّجْدَةَ فَسَجَدَتْ، وَقَرَأْتُ عِنْدَكَ السَّجْدَةَ فَلَمْ تَسْجُدْ،
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كُنْتَ إِمَامًا فَلَوْ
سَجَدْتَ سَجَدْتُ»
Dari
‘Atha’ bin Yasar -rahimahullah-: Bahwasanya seorang membaca di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam ayat As-Sajdah lalu ia sujud maka Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam juga sujud, kemudian seorang yang lain juga membaca ayat Sajadah
di sisi beliau lalu tidak sujud maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
juga tidak sujud. Maka orang itu bertanya: Wahai Rasulullah, si Fulan membaca
di sisimu ayat Sajadah dan engkau sujud, sedangkan aku membaca ayat Sajadah di
sisimu namun engkau tidak sujud?
Maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Engkau adalah imam (dalam
bacaan), jika engkau sujud maka aku juga akan sujud”.
Hadits
ini lemah karena mursal, ‘Atha’ seroang
Tabi’iy tidak mendapati zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. [Lihat:
Silsilah Adh-Dha’ifah karya syekh Albaniy 12/232 no. 5605]
Ø Namun hadits Zayd bin Tsabit radhiyallahu 'anhu di
atas, mengisyaratkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
sujud karena Zayd yang membaca ayat sajadah tidak sujud.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu
berkata kepada Tamim bin Hadzlam saat ia membacakan kepadanya surah Sajadah:
«اسْجُدْ فَإِنَّكَ
إِمَامُنَا فِيهَا»
“Sujudlah, karena engkau adalah imam kami
dalam bacaan ini”. [Shahih Bukhari: Mu’allaq]
Ø Akan tetapi boleh saja orang yang mendengar bacaan sajadah untuk
sujud sekalipun yang membaca tidak sujud:
Ibnu Abi Mulaikah -rahimahullah-
berkata:
لَقَدْ قَرَأَ ابْنُ الزُّبَيْرِ
السَّجْدَةَ وَأَنَا شَاهِدٌ، فَلَمْ يَسْجُدْ. فَقَامَ الْحَارِثُ بْنُ عَبْدِ
اللهِ فَسَجَدَ، ثُمَّ قَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، مَا مَنَعَكَ أَنْ
تَسْجُدَ إِذْ قَرَأْت السَّجْدَةَ؟ فَقَالَ: «إِذَا كُنْتُ فِي صَلَاةٍ سَجَدْتُ،
وَإِذَا لَمْ أَكُنْ فِي صَلَاةٍ فَإِنِّي لَا أَسْجُدُ» [شرح
معاني الآثار: إسناده جيد]
Ibnu Az-Zubair -radhiyallahu ‘anhu-
membaca ayat Sajadah sedang aku menyaksikan lalu ia tidak sujud, maka Al-Harits
bin Abdillah sujud kemudian berkata: Wahai Amirul Mu’minin, apa yang mencegahmu
untuk sujud ketika engkau membaca ayat Sajadah?
Ia menjawab: “Jika aku dalam shalat maka aku
sujud, dan jika aku tidak dalam shalat maka aku tidak sujud”. [Syar Ma’aniy
Al-Atsar: Sanadnya bagus]
b) Orang yang hanya mendengar dan tidak menyimak maka ia
tidak mesti sujud.
Abdurrazzaq rahimahullah meriwayatkan dalam “Al-Mushannaf”
3/344 no.5906, dari Az-Zuhriy, dari Ibnu Al-Musayyab:
أَنَّ عُثْمَانَ مَرَّ بِقَاصٍّ
فَقَرَأَ سَجْدَةً لِيَسْجُدَ مَعَهُ عُثْمَانُ، فَقَالَ عُثْمَانُ: «إِنَّمَا
السُّجُودُ عَلَى مَنِ اسْتَمَعَ» ثُمَّ مَضَى وَلَمْ يَسْجُدْ.
Bahwasanya
‘Utsman -radhiyallahu 'anhu- melewati seorang pendongen dan membaca ayat sajdah agar ‘Utsman ikut
sujud bersamanya, maka ‘Utsman berkata: “Sujud itu bagi yang menyimak
bacaannya”, kemudian ‘Utsman berlalu dan tidak sujud.
Az-Zuhriy
-rahimahullah- berkata:
وَقَدْ كَانَ ابْنُ الْمُسَيِّبِ
يَجْلِسُ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ وَيَقْرَأُ الْقَاصُّ السَّجْدَةَ فَلَا
يَسْجُدُ مَعَهُ، وَيَقُولُ: إِنِّي لَمْ أَجْلِسْ لَهَا
Dan
Ibnu Al-Musayyab -rahimahullah- pernah duduk di tepi masjid, dan seorang
pendongen membaca ayat sajadah dan ia tidak sujud bersamanya sambil berkata:
“Aku tidak duduk untuk mendengarkannya”.
E.
Apakah sujud tilawah disyaratkan
seperti syarat shalat?
Ulama
berselisih dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Disyaratkan seperti syarat
shalat.
Harus
dalam keadaan wudhu dan menghadap kiblat. Ini adalah pendapat jumhur ulama,
mereka menganggap bahwa sujud adalah bagian dari shalat maka harus disyaratkan
seperti syarat shalat.
Pendapat kedua: Tidak disyaratkan.
Dengan
dalil:
a.
Hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma yang menunjukkan bahwa semua orang
muslim yang mendengarnya sujud dan tidak menutup kemungkinan di antara mereka
ada yang tidak berwudhu. Dan disebutkan juga bahwa orang musyrik, jin, dan
manusia ikut sujud.
b.
Atsar Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma:
Imam
Bukhari -rahimahullah- menyebutkan dalam kitab Shahihnya secara mu’allaq
(tanpa sanad):
«وَكَانَ
ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَسْجُدُ عَلَى غَيْرِ وُضُوءٍ»
“Bahwa Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma
sujud tilawah tanpa wudhu”.
Ø
Sa’id bin Jubair -rahimahullah- berkata:
«كَانَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يَنْزِلُ عَنْ رَاحِلَتِهِ، فَيُهْرِيقُ الْمَاءَ،
ثُمَّ يَرْكَبُ فَيَقْرَأُ السَّجْدَةَ فَيَسْجُدُ وَمَا تَوَضَّأَ» [مصنف ابن أبي شيبة]
“Abdullah
bin ‘Umar pernah turun dari kendaraannya kemudian buang air, kemudian kembali
berkendara, lalu ia membaca ayat sajadah kemudian sujud dan ia tidak berwudhu”.
[Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]
Adapun
ucapan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:
"
لَا يَسْجُدُ الرَّجُلُ إِلَّا وَهُوَ طَاهِرٌ " [السنن الكبرى للبيهقي]
“Seseorang tidak sujud kecuali ia dalam
keadaan suci dari hadats”. [As-Sunan Al-Kubra karya Al-Baehaqiy]
Al-Hafidz Ibnu Hajar -rahimahullah- menanggapi:
يحْتَمل أَن يحمل على الطَّهَارَة الْكُبْرَى أَو على الِاسْتِحْبَاب
[تغليق
التعليق]
“Kemungkinan
dimaksudkan adalah suci dari hadats besar, atau hanya sebatas anjuran”. [Tagliq
At-Ta’liq]
c.
Tidak ada dalil yang
menyebutkan wajibnya wudhu ketika hendak sujud di luar shalat.
d.
Sujud bukanlah shalat,
sekalipun salah satu rukun shalat. Karena berdiri, takbir, ruku’, duduk, salam,
juga bagian dari shalat dan tidak ada yang mengatakan bahwa semua itu harus ada
wudhu jika dilakukan di luar shalat.
F.
Apa yang dilakukan jika ayat sajadah
berada di akhir surah?
Ada
dua hal yang bisa dilakukan:
Pertama:
Sujud tilawah kemudian kembali berdiri dan melanjutkan bacaan dengan surah yang
lain.
Hushain
bin Sairah -rahimahullah- berkata:
أن عُمَر بْنِ الْخَطَّابِ قَرَأَ فِي الْفَجْرِ بِيُوسُفَ،
فَرَكَعَ، ثُمَّ قَرَأَ فِي الثَّانِيَةُ بِالنَّجْمِ، قَامَ فَسَجَدَ، ثُمَّ
قَرَأَ {إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا}
“Umar
bin Khathab membaca dalam shalat Fajar surah Yusuf kemudian sujud, dan membaca
pada raka’at kedua surah An-Najm dan sujud, kemudian membaca surah
Az-Zalzalah”. [Mushannaf ‘Abdurrazaq: Shahih]
Kedua: Langsung ruku’ sebagai pengganti sujud tilawah.
Nafi’
-rahimahullah- berkata:
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا قَرَأَ النَّجْمَ يَسْجُدُ فِيهَا
وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ، فَإِنْ لَمْ يَسْجُدْ رَكَعَ
“Bahwasanya Ibnu ‘Umar jika membaca
surah An-Najm maka ia sujud saat ia shalat, dan jika ia tidak sujud ia langsung
ruku’”. [Mushannaf ‘Abdurrazaq: Shahih]
Ø
Abdurrahman bin Yazid -rahimahullah- berkata:
سَأَلَنَا عَبْدَ اللَّهِ عَنْ السُّورَةِ تَكُونُ فِي آخِرِهَا
سَجْدَةٌ أَيَرْكَعُ أَوْ يَسْجُدُ؟ قَالَ: «إِذَا لَمْ يَكَنْ بَيْنَكَ وَبَيْنَ
السَّجْدَةِ إِلَّا الرُّكَوعُ فَهُوَ قَرِيبٌ» [مصنف ابن أبي شيبة]
Kami bertanya kepada Abdullah (Ibnu
Mas’ud) tentang surah yang di akhrinya ada sajadah, apakah ia langsung
ruku’ atau sujud tilawah?
Ibnu Mas’ud menjawab: “Jika tidak ada yang
memperantaraimu dengan sujud kecuali ruku’ maka itu sudah mendekati
(mencukupi)” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: Shahih]
Ketiga: Sujud tilawah, kemudian berdiri, kemudian
langsung ruku’ tanpa membaca surah yang lain. [Lihat: Shahih Fiqhi As-Sunnah
karya Abu Malik 1/453]
G.
Apakah harus takbiratul ihram,
takbir ketika sujud dan bangkit dari sujud?
Ulama
berselisih dalam masalah ini:
Pendapat pertama:
Disunnahkan bertakbir dan
mengangkat kedua tangan.
Ini
adalah pendapat jumhur ulama, dengan dalil:
a) Hadits Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhuma.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud dalam “As-Sunan” 2/60 no.1413, ia berkata:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْفُرَاتِ
أَبُو مَسْعُودٍ الرَّازِيُّ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ
عُمَرَ، قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ
عَلَيْنَا الْقُرْآنَ، فَإِذَا مَرَّ بِالسَّجْدَةِ كَبَّرَ، وَسَجَدَ وَسَجَدْنَا
مَعَهُ»
Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Al-Furat Abu Mas'ud Ar-Raziy, telah
mengabarkan kepada kami Abdurrazzaq, telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Umar, dari Nafi', dari Ibnu Umar,
ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membacakan Al-Qur'an
kepada kami, dan apabila melewati ayat sajdah beliau bertakbir
dan bersujud dan kami bersujud bersamanya.
Abdurrazaq
berkata:
"
وَكَانَ
الثَّوْرِيُّ يُعْجِبُهُ هَذَا الْحَدِيثُ "
“Ats-Tsauriy
kagum dengan hadits ini”.
Abu
Daud berkata:
«يُعْجِبُهُ لِأَنَّهُ
كَبَّرَ»
“Ats-Tsauriy kagum kepada hadits tersebut karena disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bertakbir”.
Sanad
hadits di atas lemah karena ada ‘Abdullah bin ‘Umar bin Hafsh Al-‘Umariy[3], periwayatan haditsnya lemah.
Dan
matannya mungkar, karena menyelisihi riwayat yang shahih
yang tidak menyebutkan lafadz “takbir” ketika sujud tilawah.
Diriwayatkan
oleh imam Bukhari -rahimahullah- dalam kitab Ash-Shahih 2/41 no.1075, dan Muslim
-rahimahullah-dalam Shahih-nya
1/405 no.575;
عن عُبَيْدُ اللَّهِ [بن عمر
بن حفص العمري]، قَالَ: حَدَّثَنِي نَافِعٌ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقْرَأُ عَلَيْنَا السُّورَةَ، فِيهَا السَّجْدَةُ فَيَسْجُدُ وَنَسْجُدُ، حَتَّى
مَا يَجِدُ أَحَدُنَا مَوْضِعَ جَبْهَتِهِ»
Dari
'Ubaidullah [bin
‘Umar Al-‘Umariy[4], saudara
‘Abdullah] ia berkata: telah menceritakan kepada saya Nafi', dari Ibnu 'Umar
radhiyallahu 'anhuma berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
pernah membacakan untuk kami satu surat yang berisi ayat sajadah. Kemudian
Beliau sujud. Lalu kami pun sujud hingga ada seorang diantara kami yang tidak
mendapatkan tempat untuk meletakkan keningnya".
b) Hadits Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu:
أَنَّهُ كَانَ يُصَلِّي بِهِمْ،
فَيُكَبِّرُ كُلَّمَا خَفَضَ، وَرَفَعَ، فَإِذَا انْصَرَفَ، قَالَ: إِنِّي
لَأَشْبَهُكُمْ صَلاَةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [صحيح البخاري ومسلم]
Bahwa
dia shalat mengimami para sahabat, Abu Hurairah lalu takbir setiap menurunkan
(badan ke satu posisi) dan setiap mengangkatnya. Selesai shalat ia berkata,
"Sungguh, aku adalah orang yang shalatnya paling mirip dengan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam daripada kalian semua." [Shahih Bukhari dan Muslim]
Pendapat kedua:
Tidak disunnahkan.
Hadits
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma sangat
lemah.
Sedangkan
hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, khusus dalam shalat saja.
H.
Adakah tasyahhud dan salam ketika
sujud tilawah?
Pendapat
pertama: Ada tasyahhud dan
mengucapkan salam setelah sujud tilawah karena diqiyaskan kepada shalat yang
mana takbir sebagai pembuka sujud dan salam sebagai penutupnya.
Pendapat
kedua: Tidak ada tasyahhud
dan salam, karena masalah ini tidak masuk ruang lingkup qiyas.
I.
Bolehkah sujud tilawah ketika
shalat?
Al-Hadawiyah
(salah satu mazhab syi’ah Zaidiyah) berpendapat bahwa sujud tilawah dilakukan setelah
salam dari shalat fardhu, karena sujud tilawah adalah gerakan tambahan yang
bisa membatalkan shalat.
Berdalil
pula dengan mafhum mukhalafah (makna kebalikan) hadits Ibnu ‘Umar dari lafadz riwayat Abi
Daud:
" كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ عَلَيْنَا السُّورَةَ فِي
غَيْرِ الصَّلَاةِ، فَيَسْجُدُ وَنَسْجُدُ مَعَهُ "
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam membacakan kepada kami satu surah tidak
ketika melakukan shalat. Kemudian beliau bersujud dan kamipun bersujud
bersamanya”.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam sujud di luar shalat, berarti (mafhum-nya)
sujud dalam shalat tidak disyari’atkan.
Keculai
dalam shalat sunnah maka ada keringanan untuk sujud tilawah di dalamnya.
Akan tetapi pendapat ini dibantah
oleh jumhur ulama karena
dalil mafhum yang mereka gunakan bertentangan dengan amalan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang sujud tilawah dalam shalat.
Abu
Rafi' -rahimahullah- berkata:
صَلَّيْتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ
العَتَمَةَ، فَقَرَأَ: إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ، فَسَجَدَ، فَقُلْتُ لَهُ:
قَالَ: «سَجَدْتُ خَلْفَ أَبِي القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلاَ
أَزَالُ أَسْجُدُ بِهَا حَتَّى أَلْقَاهُ» [صحيح
البخاري ومسلم]
"Aku
shalat Isya bersama Abu Hurairah, lalu ia membaca {IDZAS SAMAA'UNSYAQQAT} lalu
dia sujud, maka hal itu kemudian aku tanyakan kepadanya. Maka dia menjawab:
"Aku pernah sujud bersama di belakang Abu Al-Qashim (Nabi -ﷺ-,
ketika beliau membaca surah tersebut), dan aku akan selalu sujud ketika
membacanya hingga aku berjumpa dengannya (sampai mati)." [Shahih Bukhari
dan Muslim]
Ø Dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma:
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَجَدَ فِي صَلَاةِ الظُّهْرِ، ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ
فَرَأَيْنَا أَنَّهُ قَرَأَ تَنْزِيلَ السَّجْدَةِ» [سنن
أبي داود: إسناده ضعيف]
Bahwa
Nabi ﷺ sujud pada waktu shalat Zuhur, kemudian beliau berdiri (dari
sujud) lalu rukuk, maka kami mengetahui bahwa beliau membaca surah
As-Sajdah." [Sunan Abi Daud: Sanadnya lemah]
J.
Apa yang dibaca ketika sujud
tilawah?
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي سُجُودِ الْقُرْآنِ بِاللَّيْلِ، يَقُولُ فِي
السَّجْدَةِ مِرَارًا: «سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ
وَبَصَرَهُ، بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ» [سنن أبي داود:
صحيح]
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam ketika melakukan sujud Al-Qur'an (sajdah)
pada malam hari beliau mengucapkan beberapa kali: (Wajahku bersujud kepada Dzat
yang telah menciptakannya dan telah membuka pendengaran serta penglihatannya
dengan daya dan kekuatan-Nya). [Sunan Abi Daud: Shahih]
Ø Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي رَأَيْتُنِي
اللَّيْلَةَ وَأَنَا نَائِمٌ كَأَنِّي أُصَلِّي خَلْفَ شَجَرَةٍ، فَسَجَدْتُ، فَسَجَدَتِ
الشَّجَرَةُ لِسُجُودِي، فَسَمِعْتُهَا وَهِيَ تَقُولُ: " اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ
أَجْرًا، وَضَعْ عَنِّي بِهَا وِزْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا،
وَتَقَبَّلْهَا مِنِّي كَمَا تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ ".
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: «فَقَرَأَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَجْدَةً، ثُمَّ سَجَدَ»، فَقَالَ
ابْنُ عَبَّاسٍ: فَسَمِعْتُهُ وَهُوَ «يَقُولُ مِثْلَ مَا أَخْبَرَهُ الرَّجُلُ
عَنْ قَوْلِ الشَّجَرَةِ» [سنن الترمذي: حسن]
Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah sallallahu
'alaihi wasallam seraya berkata: Wahai Rasulullah, semalam saya bermimpi
sepertinya saya shalat di belakang sebatang pohon, lalu saya sujud maka pohon
itupun ikut sujud dan saya mendengar dia mengucapkan, “Ya Allah tuliskanlah
untukku pahala dan hapuskanlah dosa atas sujudku ini dan jadikanlah ia sebagai
tabungan amal shaleh di sisi-Mu serta terimalah ia sebagai amal shaleh
sebagaimana Engkau menerimanya dari hamba-Mu Dawud”.
Ibnu Abbas berkata: Lalu Nabi shalallahu
'alaihi wasallam membaca Ayat sajdah, maka beliau sujud. Saya mendengar
beliau mengucapkan seperti apa yang diucapkan pohon tersebut, sebagaimana
dikabarkan laki-laki tadi. [Sunan Tirmidziy: Hasan]
Wallahu a’lam!
Referensi:
سجود
التلاوة وأحكامه تأليف: د. صالح بن عبد الله اللاحم
[1]
Lihat biografi " Ibnu Lahi'ah " dalam
kitab: Adh-Dhu'afaa' Ash-Shagiir karya Al-Bukhariy hal.69, Adh-Dhu'afaa' karya
An-Nasa'iy hal.203 , Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 2/293,
Al-Majruhiin karya Ibnu Hibban 2/11, Al-Kaamil karya Ibnu 'Adiy 5/237,
Adh-Dhu'afaa' karya Ad-Daraquthniy 2/160, Tarikh Adh-Dhu'afaa karya Ibnu Syahin
hal.118 , Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 2/136, Al-Kaasyif karya Adz-Dzahabiy
1/590.
[2]
Lihat biografi “Misyrah” dalam kitab: Taariikh
Ibnu Ma'in riwayat Ad-Darimiy hal.204, Al-Jarh wa At-Ta'diil karya Ibnu Abi
Hatim 8/431, Al-Majruhiin 3/28, Al-Kaamil 6/469, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 3/121, Tahdziib Al-Kamaal karya
Al-Mizziy 28/7, Miizaan Al-I'tidaal karya Adz-Dzahabiy 6/432, Taqriib
At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal.944.
[3]
Lihat biografi "‘Abdullah Al-‘Umariy " dalam kitab: Adh-Dhu'afaa'
Ash-Shagiir hal.68, Ats-Tsiqat karya Al-‘Ijliy 2/48,
Adh-Dhu'afaa' karya An-Nasa'iy hal.199, Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir 2/280, Al-Jarh wa At-Ta'diil 5/109,
Al-Majruhiin 2/6, Al-Kaamil 5/233,
Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 2/133, Tahdziib Al-Kamaal 15/327, Miizaan Al-I'tidaal 2/465, Taqriib At-Tahdziib hal.314.
[4]
Lihat biografi “’Ubaidillah Al-‘Umariy”
dalam kitab: Ats-Tsiqat karya Al-‘Ijliy 2/112, Al-Jarh wa At-Ta’diil 5/326, Ats-Tsiqat karya Ibnu Hibban 7/149, Tahdzibul Kamal 19/124, Al-Kasyif 1/685, Taqrib At-Tahdzib hal.373.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...