Rabu, 02 Februari 2022

Kitab Iman bab 16 dan 17; Malu bagian dari iman

بسم الله الرحمن الرحيم

A.    Bab 16.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

بَابٌ: الحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ

Bab: “Malu bagian dari iman”

Dalam bab ini imam Bukhari menjelaskan bahwa sifat malu yang membuat orang menahan diri dari keburukan dan perbuatan yang tercela adalah diantara tanda keimanan, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

24 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ، وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِي الحَيَاءِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعْهُ فَإِنَّ الحَيَاءَ مِنَ الإِيمَانِ»

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Malik bin Anas, dari Ibnu Syihab, dari Salim bin Abdullah, dari bapaknya, bahwa Rasulullah berjalan melewati seorang sahabat Anshar yang saat itu sedang memberi pengarahan saudaranya tentang malu. Maka Rasulullah bersabda, "Tinggalkanlah dia, karena sesungguhnya malu adalah bagian dari iman".

Nb: Hadits ini diriwayatkan juga dalam kitab “Al-Adab”, bab tentang malu, dengan lafadz:

مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَجُلٍ، وَهُوَ يُعَاتِبُ أَخَاهُ فِي الحَيَاءِ، يَقُولُ: إِنَّكَ لَتَسْتَحْيِي، حَتَّى كَأَنَّهُ يَقُولُ: قَدْ أَضَرَّ بِكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعْهُ، فَإِنَّ الحَيَاءَ مِنَ الإِيمَانِ»

"Nabi pernah melewati seorang laki-laki yang tengah mencela saudaranya karena malu, kata laki-laki itu, "Sesungguhnya kamu selalu malu hingga hal itu akan membahayakan bagimu." Maka Rasulullah bersabda, "Biarkanlah ia, karena sesungguhnya sifat malu itu termasuk dari iman."

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma.

Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2.      Keutamaan sifat malu.

Diantaranya:

1)      Allah ‘azza wajalla bersifat pemalu dan mencintai sifat pemalu.

Dari Salman radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ، يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا» [سنن أبى داود: صححه الألباني]

“Sesungguhnya Tuhan kalian tabaraka wata'ala Maha Pemalu dan Pemurah, malu terhadap hamba-Nya jika mengangkat kedua tangannya berdo'a kepada-Nya dibalas dengan hampa”. [Sunan Abi Daud: Sahih]

Ø  Dari Ya'laa radhiyallahu 'anhu; bahwa Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- melihat seorang laki-laki mandi di tanah lapang tanpa memakai sarung. Kemudian beliau naik mimbar, lalu memuji Allah dan bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَيِيٌّ سِتِّيرٌ، يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ، فَإِذَا اغْتَسَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَتِرْ» [سنن أبي داود: صحيح]

“Sesungguhnya Allah 'azza wajalla Maha Pemalu Maha Menutupi aib, mencintai sifat pemalu dan sifat suka menutupi aib, apabila seseorang dari kalian mandi maka hendaklah ia menutupi diri”. [Sunan Abu Daud: Sahih]

2)      Malaikat bersifat malu.

Aisyah radhiyallahu 'anha bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: Ketika Abu Bakr datang engkau tidak merubah posisi dan tidak peduli, kemudian Umar datang dan engkau tidak merubah posisi dan tidak peduli, kemudian Usman datang maka engkau memperbaiki posisi dan mengatur pakaian?

Rasulullah menjawab:

«أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ» [صحيح مسلم]

“Apakah aku tidak merasa malu kepada orang yang Malaikat merasa malu kepadanya?” [Sahih Muslim]

3)      Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat pemalu.

Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu berkata:

«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ العَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا، فَإِذَا رَأَى شَيْئًا يَكْرَهُهُ عَرَفْنَاهُ فِي وَجْهِهِ» [صحيح البخاري ومسلم]

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat pemalu melebihi sifat pemalu gadis perawan dibelakang tirainya, maka jika Rasulullah melihat sesuatu yang ia benci kami dapat mengetahuinya dari raut wajahnya”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

4)      Sifat malu adalah akhlak Islam.

Dari Anas dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhum; Rasulullah bersabsa:

«إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ» [سنن ابن ماجه: حسنه الألباني]

“Sesungguhnya setiap agama punya akhlak, dan akhlak Islam adalah sifat malu”. [Sunan Ibnu Majah: Hasan]

5)      Bagian dari keimanan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«الحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ» [صحيح البخاري ومسلم]

“Sifat malu adalah bagian dari keimanan”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

6)      Sifat malu dan iman saling berpasangan.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«الْحَيَاءُ وَالْإِيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الْآخَرُ» [حلية الأولياء: صحيح]

“Sifat malu dan keimanan semuanya saling berpasangan, maka jika salah satunya dihilangkan maka yang lainnya juga hilang”. [Hilyah Al-Auliyaa': Shahih]

7)      Tidak mendatangkan kecuali kebaikan.

Dari 'Imran bin Hushain radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«الحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ» فَقَالَ بُشَيْرُ بْنُ كَعْبٍ: " مَكْتُوبٌ فِي الحِكْمَةِ: إِنَّ مِنَ الحَيَاءِ وَقَارًا، وَإِنَّ مِنَ الحَيَاءِ سَكِينَةً " فَقَالَ لَهُ عِمْرَانُ: «أُحَدِّثُكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُحَدِّثُنِي عَنْ صَحِيفَتِكَ» [صحيح البخاري ومسلم]

“Sifat malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan”. Maka Busyair bin Ka'b berkata, "Telah tertulis dalam hikmah, sesungguhnya dari sifat malu itu terdapat ketenangan, sesungguhnya dari sifat malu itu terdapat ketentraman." Maka Imran berkata kepadanya, "Aku menceritakan kepadamu dari Rasulullah , sementara kamu menceritakan kepadaku dari catatanmu." [Sahih Bukhari dan Muslim]

8)      Memperindah.

Dari Anas radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«مَا كَانَ الْفُحْشُ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا شَانَهُ، وَلَا كَانَ الْحَيَاءُ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا زَانَهُ» [سنن ابن ماجه: صحيح]

“Tidaklah tindakan keji berada pada sesuatu kecuali menjadikannya buruk, dan tidaklah sifat malu berada pada sesuatu kecuali menjadikannya indah”. [Sunan Ibnu Majah: Sahih]

9)      Mencegah tindakan buruk.

Dari Abu Mas'ud radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُولَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ " [صحيح البخاري]

“Sesungguhnya diantara yang didapati manusia dari perkataan para nabi terdahulu: "Jika kamu tidak punya rasa malu, maka lakukanlah apa yang kau mau"!” [Sahih Bukhari]

10)  Allah ‘azza wajalla malu kepadanya.

Dari Abu Waqid Al-Laitsiy radiyallahu 'anhu; Suatu hari Rasulullah duduk di mesjid bersama para sahabat, kemudian lewat tiga orang. Yang pertama duduk di tempat yang kosong, yang kedua duduk di belakang, dan yang ketiga pergi meninggalkan majlis. Kemudian Rasulullah bersabda:

«أَلاَ أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ الثَّلاَثَةِ؟ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ، وَأَمَّا الآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ، وَأَمَّا الآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ» [صحيح البخاري ومسلم]

“Maukah kalian kuberitahukan tentang tiga orang tadi? Adapun yang pertama ia mendekat kepada Allah maka Allah mendekat kepada-Nya, adapun yang kedua ia malu maka Allah pun malu kepadanya, sedangkan yang ketiga ia berpaling maka Allah berpaling darinya”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Keutamaan memiliki sifat Malu

3.      Hakikat malu kepada Allah ‘azza wajalla.

Dari Abdullah bin Mas'ud radiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الحَيَاءِ». قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالحَمْدُ لِلَّهِ، قَالَ: «لَيْسَ ذَاكَ، وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ الحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى، وَالبَطْنَ وَمَا حَوَى، وَلْتَذْكُرِ المَوْتَ وَالبِلَى، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الحَيَاءِ» [سنن الترمذي: حسن]

"Malulah kalian kepada Allah dengan sebanar-benarnya malu". Para sahabat menjawab: "Sesungguhnya kami telah merasa malu, alhamdulullillah!" Rasulullah berkata: "Bukan itu yang saya maksud, akan tetapi rasa malu kepada Allah yang sebenar-benarnya adalah menjaga kepala dan semua anggota badan yang ada padanya dari segala maksiat, menjaga perut dan isinya dari yang haram, mengingat mati dan kepunahan, siapa yang menginginkan akhirat ia meninggalkan gemerlap dunia. Barang siapa yang melakukan hal tersebut berarti ia telah merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya". [Sunan Tirmidzi: Hasan]

4.      Malu yang menghalangi seseorang dari kebaikan bukan sifat terpuji.

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

{وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ} [الأحزاب: 53]

Dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. [Al-Ahzaab: 53]

Ø  Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

«نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ» [صحيح مسلم]

“Sebaik-baik wanita adalah wanita kaum Al-Anshar, rasa malu tidak mencegah mereka untuk memahami urusan agama”. [Sahih Muslim]

Lihat: Kitab Ilmu bab 50 dan 51; Malu dalam ilmu

5.      Tidak telanjang walau dalam keadaan sendiri.

Mu'awiyah bin Haidah radhiyallahu 'anhu berkata:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ: عَوْرَاتُنَا مَا نَأْتِي مِنْهَا وَمَا نَذَرُ؟ قَالَ «احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلَّا مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ» قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِذَا كَانَ الْقَوْمُ بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ؟ قَالَ: «إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ لَا يَرَيَنَّهَا أَحَدٌ فَلَا يَرَيَنَّهَا» قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا كَانَ أَحَدُنَا خَالِيًا؟ قَالَ: «اللَّهُ أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ مِنَ النَّاسِ» [سنن أبي داود: حسن]

Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, tentang aurat kami, siapakah yang boleh kami perlihatkan dan siapa yang tidak boleh?" Beliau menjawab: "Jagalah auratmu kecuali kepada isteri atau budak yang kamu miliki." Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan suatu kaum saling bercampur dalam satu tempat?" Beliau menjawab: "Jika kamu mampu, maka jangan sampai ada seorang pun yang melihatnya. Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika salah seorang dari kami sedang sendiri?" Beliau menjawab: "Allah lebih berhak untuk kamu malu darinya dari pada manusia." [Sunan Abi Daud: Hasan]

Ini hukumnya sunnah (afdhaliyah) karena tidak ada yang bisa menutupi pandangan Allah subhanahu wa ta'aalaa.

Abu Hurairah radhiallahu'anhu berkata, Rasulullah  shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" إِنَّ مُوسَى كَانَ رَجُلًا حَيِيًّا سِتِّيرًا، لاَ يُرَى مِنْ جِلْدِهِ شَيْءٌ اسْتِحْيَاءً مِنْهُ، فَآذَاهُ مَنْ آذَاهُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ فَقَالُوا: مَا يَسْتَتِرُ هَذَا التَّسَتُّرَ، إِلَّا مِنْ عَيْبٍ بِجِلْدِهِ: إِمَّا بَرَصٌ وَإِمَّا أُدْرَةٌ: وَإِمَّا آفَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ أَرَادَ أَنْ يُبَرِّئَهُ مِمَّا قَالُوا لِمُوسَى، فَخَلاَ يَوْمًا وَحْدَهُ، فَوَضَعَ ثِيَابَهُ عَلَى الحَجَرِ، ثُمَّ اغْتَسَلَ، فَلَمَّا فَرَغَ أَقْبَلَ إِلَى ثِيَابِهِ لِيَأْخُذَهَا، وَإِنَّ الحَجَرَ عَدَا بِثَوْبِهِ، فَأَخَذَ مُوسَى عَصَاهُ وَطَلَبَ الحَجَرَ، فَجَعَلَ يَقُولُ: ثَوْبِي حَجَرُ، ثَوْبِي حَجَرُ، حَتَّى انْتَهَى إِلَى مَلَإٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ، فَرَأَوْهُ عُرْيَانًا أَحْسَنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ، وَأَبْرَأَهُ مِمَّا يَقُولُونَ، وَقَامَ الحَجَرُ، فَأَخَذَ ثَوْبَهُ فَلَبِسَهُ، وَطَفِقَ بِالحَجَرِ ضَرْبًا بِعَصَاهُ، فَوَاللَّهِ إِنَّ بِالحَجَرِ لَنَدَبًا مِنْ أَثَرِ ضَرْبِهِ، ثَلاَثًا أَوْ أَرْبَعًا أَوْ خَمْسًا، فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا} " [صحيح البخاري ومسلم]

"Sesungguhnya Nabi Musa 'alaihissalam adalah seorang pemuda yang sangat pemalu dan senantiasa badannya tertutup sehingga tidak ada satu pun dari bagian badannya yang terbuka karena sangat pemalunya. Pada suatu hari ada orang-orang dari Bani Israil yang mengolok-oloknya. Mereka berkata, "Sesungguhnya tidaklah dia ini menutupi tubuhnya melainkan karena kulit tubuhnya sangat jelek, bisa jadi karena menderita sakit kusta, bisul atau penyakit-penyakit lainnya". Sungguh Allah ingin membebaskan Nabi Musa dari apa yang mereka katakan terhadap Musa, sehingga pada suatu hari dia mandi sendirian dengan talanjang dan meletakkan pakaiannya di atas batu. Maka mandilah dia dan ketika telah selesai dia beranjak untuk mengambil pakaiannya namun batu itu telah melarikan pakaiannya. Maka Musa mengambil tongkatnya dan mengejar batu tersebut sambil memanggil-manggil, "Pakaianku, wahai batu. Pakaianku, wahai batu". Hingga akhirnya dia sampai ke tempat kerumunan para pembesar Bani Israil dan mereka melihat Musa dalam keadaan telanjang yang merupakan sebaik-baiknya ciptaan Allah. Dengan kejadian itu Allah membebaskan Musa dari apa yang mereka katakan selama ini. Akhirnya batu itu berhenti lalu Musa mengambil pakaiannya dan memakainya. Kemudian Musa memukuli batu tersebut dengan tongkatnya. Sungguh demi Allah, batu tersebut masih tampak bekas pukulan Musa, tiga, empat atau lima pukulan. Inilah di antara kisah Nabi Musa 'alaihissalam seperti difirmankan Allah Ta'ala: ("Wahai orang-orang beriman janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang mengolok-olok (menyakiti) Musa lalu Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan") [Al-Ahzab: 69] [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" بَيْنَا أَيُّوبُ يَغْتَسِلُ عُرْيَانًا، فَخَرَّ عَلَيْهِ جَرَادٌ مِنْ ذَهَبٍ، فَجَعَلَ أَيُّوبُ يَحْتَثِي فِي ثَوْبِهِ، فَنَادَاهُ رَبُّهُ: يَا أَيُّوبُ، أَلَمْ أَكُنْ أَغْنَيْتُكَ عَمَّا تَرَى؟ قَالَ: بَلَى وَعِزَّتِكَ، وَلَكِنْ لاَ غِنَى بِي عَنْ بَرَكَتِكَ "

"Ketika Nabi Ayub 'alaihissalam sedang mandi dalam keadaan telanjang tiba-tiba jatuh kaki belalang yang terbuat dari emas lalu Ayyub mengambil dengan tangannya dan memasukkannya ke dalam pakaiannya. Kemudian Rabbnya memanggilnya: "Wahai Ayyub, bukankah aku telah mencukupkan kamu dengan apa yang baru saja kamu lihat?". Ayub menjawab; "Benar, demi keagungan-Mu. Namun aku tidak akan pernah merasa cukup dari barakah-Mu". [Sahih Bukhari]

Lihat: Hadits Abu Hurairah; Kisah Nabi Ayyub

B.     Bab 17.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

بَابٌ: {فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ} [التوبة: 5]

Bab: {Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan (terjamin keamanan mereka)} [At-Taubah:5]

Dalam bab ini imam Bukhari ingin membantah kaum Murji’ah yang mengatakan bahwa iman itu tidak membutuhkan amalan, karena dalam ayat dan hadits Ibnu Umar disebutkan adanya amalan setelah taubat dan ucapan dua kalimat syahadat.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

25 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ المُسْنَدِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو رَوْحٍ الحَرَمِيُّ بْنُ عُمَارَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ وَاقِدِ بْنِ مُحَمَّدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الإِسْلاَمِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ»

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al-Musnadiy, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Rauh Al-Haramiy bin Umarah, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Waqid bin Muhammad, ia berkata; Aku mendengar bapakku menceritakan dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah telah bersabda, "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi; tidak ada ilah (yang berhak disembah) kecuali Allah semata dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka lakukan yang demikian maka mereka telah memelihara darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haq Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah"

Nb: Hadits ini sudah dijelaskan pada Syarah Arba’in hadits (8) Ibnu Umar; Perintah memerangi manusia

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Kitab Iman bab 15; Bertingkat-tingkatnya orang beriman dalam amalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...