بسم
الله الرحمن الرحيم
Ibnu
Qayyim rahimahullah berkata pada pendahuluan kitab “Al-Wabilu
Ash-shaib”:
الله سبحانه وتعالى المسؤولُ المرجوُّ الإجابةَ أنْ يتولاكم في
الدنيا والآخرة([1])، وأن يسبغَ عليكم نعمَه
ظاهرةً وباطنةً، وأن يجعلَكم ممن إذا أنعَمَ عليه شكرَ، وإذا ابتُليَ صبرَ، وإذا
أذنبَ استغفرَ. فإنّ هذه الأمورَ الثلاثةَ عنوانُ سعادةِ العبد،
وعلامةُ فلاحِه في دنياه وأُخراه([2])، ولا ينفكُّ عبدٌ عنها
أبداً. فإن العبدَ دائما يتقلّبُ
بين هذه الأطباقِ الثلاثِ.
Allah subhanahu
wata’aalaa Yang dimintai, Yang diharapkan pengabulannya, semoga menjadi
pelindung kalian di dunia dan akhirat, dan senantiasa melimpahkan kepada kalian
nikmatNya, baik yang dzahir maupun batin, dan menjadikan kalian termasuk orang
yang jika diberi nikmat ia bersyukur, dan jika diuji ia bersabar, dan jika
berdosa ia segera beristigfar. Karena tiga perkara ini adalah tanda kebahagiaan
seorang hamba, dan tanda keberuntungannya di dunia dan akhiratnya. Dan seorang
hamba selamanya tidak akan terlepas darinya, karena seorang hamba selamanya
silih berganti dalam keadaan yang tiga ini:
الأول: نِعَمٌ من الله تعالى تترادفُ عليه، فقيْدُها (الشكرُ). وهو
مبنيّ على ثلاثة أركان: الاعترافُ بها باطناً([3])، والتحدثُ بها ظاهراً([4])، وتصريفُها في مرضاةِ
وليِّها ومُسْدِيْها ومُعْطِيْها([5]). فإذا فعلَ ذلك فقدْ شكرَها
مع تقصيرِه في شكرها([6]).
Pertama: Nikmat dari Allah ta'aalaa
yang senantiasa tercurahkan kepadanya, maka pengikatnya adalah syukur. Dan syukur
didasari dengan tiga rukun: Mengakuinya dalam hati, menampakkanya secara
dzahir, dan mempergunakannya dalam keridaan Pelindungnya, Yang menyampaikan dan
memberinya nikmat tersebut. Jika ia melakukan hal itu, maka ia telah
mensyukurinya sekalipun dengan segala kekurangan di dalamnya.
الثاني: محنٌ من الله تعالى يبتليه بها، ففرضُه فيها (الصبرُ)
والتسليم. والصبرُ حبسُ النفس عن التسخّط بالمقدور([7])، وحبسُ اللسان عن
الشكوَى([8])، وحبسُ الجوارح عن
المعصية كاللطم، وشقّ الثياب، ونتف الشعر، ونحوه([9]).
Kedua: Cobaan dari Allah ta'aalaa
sebagai ujian, maka ia wajib mengadapinya dengan sabar dan menerima. Dan sabar
adalah menahan hati dari rasa murka terhadap takdir, menahan lisan dari keluh
kesah, dan menahan diri dari tindakan maksiat seperti memukul pipi, merobek
pakaian, mencukur rambut, dan semisalnya.
فمدار الصبر على هذه الأركان الثلاثة، فإذا قام به العبد كما ينبغي،
انقلبتِ المحنة في حقّه منحةً، واستحالت البليةُ عطيةً، وصار المكروه محبوباً. فإن الله سبحانه وتعالى
لم يبتلِه ليهلكَه، وإنما ابتلاه ليمتحنَ صبرَه وعبوديتَه، فإن لله تعالى على
العبد عبوديةُ الضراء، وله عبوديةٌ عليه فيما يَكره، كما له عبوديةٌ فيما يحبّ([10])، وأكثر الخلق يعطون
العبودية فيما يحبون.
Kesabaran itu berporos pada tiga
rukun ini, dan jika seorang hamba mangamalkannya sebagaimana mestinya maka
cobaan pada dirinya akan berubah menjadi karunia, dan bencana menjadi
pemberian, dan yang dibenci menjadi yang dicintai. Karena Allah subhanahu
wata'aalaa tidak menguji seseorang untuk membinasakannya, akan tetapi menimpakah
musibah untuk menguji kesabaran dan penghambaannya. Karena Allah ta'aalaa
berhak disembah oleh hambaNya dalam keadaan sulit, dan berhak disembah dalam
keadaan yang ia benci, sebagaimana berhak disembah dalam keadaan suka. Dan
kebanyakan makhluk dimudahkan beribadah dalam keadaan yang mereka sukai.
والشأنُ في إعطاء العبودية في المكاره، ففيه تفاوتُ مراتب العباد،
وبحسبه كانت منازلُهم عند الله تعالى([11]).
Sedangkan yang paling pokok
adalah diberi kemudahan dalam ‘ubudiyah pada perkara yang dibenci, karena
dengannya nampak perbedaan tingkatan seorang hamba, dan dengannya disesuaikan
kedudukan mereka di sisi Allah ta’alaa.
فالوضوء بالماء البارد في شدة الحرِّ عبوديةٌ، ومباشرة زوجته
الحسناءِ التي يحبّها عبوديةٌ، ونفقته عليها وعلى عياله ونفسه عبوديةٌ. هذا، والوضوء بالماء
البارد في شدة البرد عبوديةٌ([12])، وتركه المعصية التي
اشتدّت دواعي نفسه إليها من غير خوف من الناس عبودية([13])، ونفقته في الضراء
عبودية([14])، ولكنْ فرقٌ عظيم بين
العبودتَين.
Seperti berwudhu dengan air
dingin pada cuaca yang sangat panas adalah ‘ubudiyah, mengauli istri yang
cantik yang ia cintai adalah ‘ubudiyah, menafkahi istri tersebut beserta
keluarga dan dirinya adalah ‘ubudiyah. Demikian pula, berwudhu dengan air
dingin pada cuaca yang sangat dingin adalah ‘ubudiyah, meninggalkan maksiat
yang mana dorongan nafsunya sangat kuat kepadanya tanpa ada rasa takut kepada
manusia adalah ‘ubudiyah, dan nafkahnya dalam keadaan susah adalah ubudiyah.
Akan tetapi ada perbedaan yang sangat besar antara dua 'ubudiyah di atas.
فمن كان عبداً لله في الحالتين، قائماً بحقه في المكروه والمحبوب،
فذلك الذي تناوله قوله تعالى: {أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ} [الزمر: 36]. فالكفاية التامة مع العبودية التامة، والناقصة
مع الناقصة، فمن وجد خيراً فليحمد الله، ومن وجد غير ذلك فلا يلومنّ
إلا نفسه([15]).
Maka siapa yang menjadi hamba
Allah dalam dua kondisi tersebut, menunaikan hakNya dalam keadaan yang dibenci
atau yang disenangi maka itulah yang dimaksudkan firman Allah Ta'aalaa:
{Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya} [Az-Zumar: 36]
Perlindungan yang sempurna untuk penghambaan yang sempurna, dan yang kurang
untuk yang kurang. Olehnya itu, siapa yang mendapatkan kebaikan pada dirinya maka
hendaklah ia memuji Allah, dan siapa yang mendapatkan selain itu maka jangan ia
menyesali kecuali dirinya sendiri.
وهؤلاء همْ عبادُه الذين ليس لعدوه عليهم سلطان، قال تعالى: {إِنَّ
عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ} [الحجر: 42]. ولما علمَ عدوُّ الله إبليسُ أن الله تعالى لا يُسلِمُ عبادَه
إليه، ولا يسلّطُه عليهم قال: {فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ .
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ} [ص: 82-83]. وقال تعالى: {وَلَقَدْ صَدَّقَ عَلَيْهِمْ إِبْلِيسُ ظَنَّهُ
فَاتَّبَعُوهُ إِلَّا فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ . وَمَا كَانَ لَهُ عَلَيْهِمْ
مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يُؤْمِنُ بِالْآخِرَةِ مِمَّنْ هُوَ
مِنْهَا فِي شَكٍّ} [سبأ: 20-21].
Mereka
itulah hamba-hamba Allah yang mana musuhNya tidak bisa menguasai mereka, Allah ta'aalaa
berfirman: {Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas
mereka} [Al-Hijr: 42] Dan ketika musuh Allah yaitu Iblis mengetahui
bahwasanya Allah ta'aalaa tidak akan menyerahkan hambaNya kepada dirinya
dan tidak akan melepaskan mereka untuknya, ia berkata: {"Demi
kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali
hamba-hamba-Mu yang terpilih (ikhlas) di antara mereka"} [Shad: 82 -
83] Dan Allah berfirman: {Dan sungguh, Iblis telah dapat meyakinkan terhadap
mereka kebenaran sangkaannya, lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian dari
orang-orang mukmin. Dan tidak ada kekuasaan (Iblis) terhadap mereka, melainkan
hanya agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya akhirat dan
siapa yang masih ragu-ragu tentang (akhirat)
itu} [Saba': 20-21]
فلم يجعل لعدوه سلطاناً على عباده المؤمنين، فإنهم في حِرزه
وكلاءته وحفظه وتحت كنَفه، وإن اغتال عدوُّه أحدَهم كما يغتال اللصُ الرجلَ الغافلَ،
فهذا لا بدّ منه؛ لأن العبد قد بُلي بالغفلة والشهوة والغضب.
Allah tidak memberikan kuasa
kepada musuhNya terhadap hamba-hambaNya yang beriman, karena mereka dalam
perlindungan, pengawasan, penjagaan, dan berada di bawah naunganNya. Sekalipun musuhNya
terkadang mampu menjerumuskan seseorang dari mereka sebagaimana pencuri bisa mencuri
dari seorang yang sedang lalai. Dan ini mesti terjadi, karena seorang hamba
terkadang diuji dengan keadaan lalai, syahwat, dan marah.
ودخوله على العبد من هذه الأبواب الثلاثة ولو احتزر العبدُ ما
احتزر، فلا بُدَّ له من غفلة، ولا بُدَّ له من شهوة، ولا بد له من غضب([16]). وقد كان آدم أبو البشر ﷺ من أحلم الخلق وأرجحِهم
عقلاً وأثبتِهم، ومع هذا فلم يزل به عدوُّ الله حتى أوقعَه فيه([17])، فما الظنُّ بفَراشة
الحِلم، ومَن عقله في جَنب عقلِ أبيه كتَفلةٍ في بحرٍ؟!
Dan masuknya setan kepada
seorang hamba dari tiga pintu ini sekalipun ia berusaha berjaga dengan segala
penjagaan maka itu pasti terjadi berupa kelalaian, syahwat, dan kemarahan. Adam
sebagai bapak manusia adalah makhluk yang paling bijak, paling cerdas, dan
paling tegar. Namun dengan demikian musuh Allah terus menerus menggodanya hingga
mampu menjerumuskannya. Lalu bagaimana dengan anak cucunya yang kurang bijak,
dan akalnya dibandingkan dengan akal bapaknya hanyak seperti ludah dibandingkan
lautan?!
ولكن عدوّ الله لا يخلص إلى المؤمن إلا غيلةٌ على غِرّة وغفلة، فيُوقعُه،
ويظن أنه لا يستقبل ربّه عز وجل بعدها، وأن تلك الوقعة قد اجتاحته وأهلكته، وفضلُ
الله تعالى ورحمتُه وعفوه ومغفرته وراءَ ذلك كله.
Akan tetapi musuh Allah tidak
menguasai seorang mu'min kecuali sesaat dalam kelalaian terus menjurumuskannya.
Lalu setan merasa bahwa hamba tersebut tidak akan kembali kepada Rabnya 'azza
wajalla untuk selamanya, dan bahwasanya dengan kejadian itu ia telah
menguasai dan menghancurkannya. Akan tetapi kemurahan Allah ta'aalaa,
rahmat, maaf, dan ampunannya ada di balik semua itu.
فإذا أراد الله بعبده خيراً فتح له من أبواب التوبة، والندم،
والانكسار، والذلّ، والافتقار، والاستعانة به، وصِدق اللجأِ إليه، ودوام التضرع،
والدعاء، والتقرّب إليه بما أمكن من الحسنات ما تكون تلك السيئة به رحمته، حتى يقول
عدو الله: "يا لَيْتَنِيْ تَرَكْتُهُ وَلَمْ أُوْقِعْهُ"([18]).
Maka jika Allah menginginkan
pada seorang hamba suatu kebaikan, Allah akan membukakan baginya pintu-pintu
taubat, penyesalan, rasa bersalah, kehinaan, membutuhkan, mengharap pertolongan
dariNya, dan kejujuran untuk kembali kepadaNya, senantiasa merendah, berdo'a,
dan mendekatkan diri kepadaNya sebisa mungkin dengan berbagai kebaikan yang
kemudian menjadikan keburukan tersebut menjadi sebab rahmatNya, sehingga musuh
Allah berkata: "Wahai celakanya aku, andai aku meninggalkan mereka dan
tidak menjerumuskannya!"
وهذا معنى قول بعض السلف: "إن العبد ليعمل الذنبَ يَدخل به
الجنةَ، ويعمل الحسنةَ يَدخل بها النارَ". قالوا: كيف؟ قال: يعمل
الذنبَ فلا يزال نصب عينيه منه مشفقاً وجلاً باكياً نادماً مستحياً من ربه تعالى،
ناكسَ الرأس بين يديه منكسر القلب له، فيكون ذلك الذنب أنفع له من طاعات كثيرة بما
ترتب عليه من هذه الأمور التي بها سعادة العبد وفلاحه، حتى يكون ذلك الذنب سبب
دخوله الجنة.
Inilah
makna perkataan sebagian salaf: "Bahwasanya seorang hamba terkadang
melakukan satu dosa yang menyebabkan ia masuk surga, dan melakukan kebaikan
yang memasukkan ia ke neraka". Mereka bertanya: Bagaimana hal itu terjadi?
Ia berkata: Ia melakukan dosa lalu ia senantiasa mengingatnya dengan penuh rasa
takut, cemas, sedih, menyesal, malu kepada Rabnya ta'aalaa, menundukkan
kepalanya di antar kedua tangannya, hatinya hancur. Sehingga dosa itu menjadi lebih
bermanfaat untuknya dari keta'atan yang banyak, yang mana keadaan-keadaan
tersebut mengantarkan pada kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba, dan
dosa tersebut menjadi sebab masuknya ia ke surga.
ويفعل الحسنةَ فلا يزال يمنّ بها على ربه، ويتكبر بها ويرى نفسه،
ويعجب بها، ويستطيل بها ويقول: "فعلتُ وفعلتُ!"، فيورثه من العجب والكبر
والفخر والاستطالة ما يكون سبب هلاكه([19]).
Adapun ketika ia melakukan
kebaikan lalu terus membanggakannya hal itu kepada Rabnya, ia sombong
dengannya, bangga dan memamerkannya sambil berkata: "Aku telah melakukan
ini dan itu!” Kemudian melahirkan pada dirinya rasa kagum, sombong, bangga, dan
pamer yang menjadi sebab kebinasaannya.
فإذا أراد الله تعالى بهذا المسكينِ خيراً، ابتلاه بأمر يَكسِره به،
ويُذلّ به عُنُقَه، ويُصغّر به نفسَه عنده، وإن أراد به غير ذلك، خلاّه، وعجبَه،
وكِبرَه، وهذا هو الخذلان الموجب لهلاكه([20]).
Dan jika
Allah ta'aalaa ingin kebaikan pada hamba yang menyedihkan itu, Allah
akan menguji dia dengan musibah yang bisa menghancurkan hatinya, dan
menundukkan kepalanya, dan memandang rendah dirinya. Dan jika Allah
menginginkan selain itu, maka Allah akan membiarkannya dengan kekaguman dan
kesombongannya. Dan ini adalah suatu kehinaan yang menyebabkan kebinasaan
baginya.
فإن العارفين كلهم مجمعون على أن التوفيق أن لا يكِلَك الله تعالى
إلى نفسك، والخذلان أن يكِلَك الله تعالى إلى نفسك([21]).
Sesungguhnya orang yang mengenal
Allah semuanya sepakat bahwasanya taufik itu ketika Allah ta'aalaa tidak
menyerahkan urusannya kepada dirinya sendiri, dan kehinaan itu ketika Allah ta'aalaa
menyerahkan urusannya kepada dirinya sendiri.
فمَن أراد الله به خيراً فتح له بابَ الذلِّ والانكسارِ، ودوامَ
اللجأِ إلى الله تعالى والافتقارَ إليه، ورؤيةَ عيوبِ نفسه، وجهلِها وعدوانها،
ومشاهدةَ فضلِ ربّه وإحسانه ورحمته وجوده وبرّه وغِناه وحمده.([22])
Maka siapa yang Allah inginkan
padanya kebaikan maka Allah bukakan untuknya pintu kehinaan dan kerendahan
hati, senantiasa kembali kepada Allah ta'aalaa dan membutuhkanNya,
selalu melihat kekurangan dirinya, kebodohan dan kejahatannya. Begitu pula
senantiasa merasakan karunia Rabnya, kedermawanan, rahmat, pemberian, kebaikan,
Maha kaya, dan Maha terpujiNya.
فالعارف سائر إلى الله تعالى بين هذين الجناحين، لا يمكنه أن يسير
إلا بهما، فمتى فاته واحد منهما فهو كالطير الذي فقد أحد جناحيه. قال شيخ الإسلام [أبو إسماعيل الهروي
الأنصاري]: "العارف يسير إلى الله بين مشاهدة المنة ومطالعة عيب النفس
والعمل".
Orang yang mengenal Allah,
berjalan menuju Allah ta'aalaa di antara dua sayap (keadaan) ini. Ia
tidak akan mungkin berjalan kecuali dengannya. Kapan ia kehilangan salah
satunya maka ia seperti burung yang kehilangan salah satu sayapnya. Syekh Islam
[Abu Ismail Al-Harawai Al-Anshariy] berkata: "Orang yang mengenal Allah
berjalan menuju Allah di antara menyaksikan besarnya pemberian Allah dan
melihat banyaknya cacat pada diri dan amalannya".
وهذا معنى قوله ﷺ في الحديث الصحيح حديث «سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ
أنْ يَقُوْلَ العَبْدُ: اللَّهُمَّ أنْتَ رَبِّيْ، لاَ إلَهَ إلاَّ أنْتَ، خَلَقْتَنِيْ
وَأنَا عَبْدُكَ، وَأنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أعُوْذُ بِكَ
مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أبُوْءُ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأبُوْءُ بِذَنْبِيْ، فَاغْفِرْ
لِيْ، إنَّهُ لا يَغْفِرُ الذُنُوْبَ إلاَّ أنْتَ»([23]) فجمع في قوله ﷺ «أبُوْءُ
لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأبُوْءُ بِذَنْبِيْ» مشاهدة المنة ومطالعة عيب النفس
والعمل.
Inilah makna sabda Nabi ﷺ dalam hadits
shahih yaitu hadits: "Tuannya istigfar dengan mangucapkan: "Ya Allah
.. Engkaulah Tuhanku, tiada tuhan yang berhak disembah selain Engkau, Engkau
menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu, dan aku akan melaksanakan kesepakatan
dan janjiku pada-Mu selama aku mampu, aku berlindung pada-Mu dari kejahatan
yang kulakukan, aku akui nikmat yang Engkau berikan padaku, dan aku akui
dosa-dosaku, maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang bisa
mengampuni dosa selain Engkau". Beliau menggabungkan dalam sabdanya ﷺ: "Aku akui nikmat yang Engkau berikan
padaku, dan aku akui dosa-dosaku", menyakiskan besarnya karuniah dan
melihat banyaknya kekurangan pada diri dan amalan.
فمشاهدة المنة توجب له المحبة والحمد والشكر لولي النِعم والإحسان،
ومطالعة عيب النفس والعمل توجبُ له الذلّ والانكسار والافتقار والتوبة في كل وقتٍ،
وأن لا يرى نفسَه إلا مفلِساً، وأقربُ بابٍ دخل منه العبد على الله تعالى هو
الإفلاس، فلا يرى لنفسِه حالاً ولا مقاماً ولا سبباً يتعلق به، ولا وسيلة منه يمنّ
بها، بل يدخل على الله تعالى من باب الافتقار الصرف، والافلاس المحض، دخولَ من قد
كسرَ الفقرُ والمسكنةُ قلبَه، حتى وصلتْ تلك الكسرة إلى سُويدائه، فانصدعَ وشملتُه
الكسرةَ من كل جهاته، وشهدَ ضرورتَه إلى ربّه عز وجل، وكمالَ فاقتِهِ وفقرِهِ إليه، وأنّ في كل ذرة من
ذراته الظاهرة والباطنة فاقة تامة، وضرورة كاملة إلى ربّه تبارك وتعالى، وأنه إن
تخلّى عنه طرفةَ عينٍ هَلَكَ وخَسر خسارةً لا تُجبر، إلا أن يعوّد اللهُ تعالى
عليه ويتداركه برحمته([24]).
Merasakan
bersarnya pemberian menimbulkan rasa cinta, pujian, dan rasa syukur kepada Yang
memberikan nikmat dan kebaikan. Sedangkan melihat aib diri dan amal menumbuhkan
rasa hina, rendah, butuh, dan taubat setiap saat. Dan tidak melihat dirinya
kecuali orang yang bangkut (tidak memiliki apa-apa). Dan pintu yang paling
dekat bagi seorang hamba untuk bertemu dengan Allah ta'aalaa adalah
pintu ketidak berdayaan, sehingga ia tidak merasa dirinya punya keadaaan atau
kedudukan atau sebab yang bisa ia tempati bergantung, dan tidak ada sesuatu
yang ia bisa banggakan darinya. Akan tetapi ia bertemu dengan Allah ta'aallaa
dari pintu ketergantungan mutlak (kepada Allah) dan ketidak berdayaan total.
Masuk seperti orang yang telah dihancurkan hatinya oleh kemiskinan sampai
kerendahan tersebut sampai ke lubuk hatinya, sehingga seluruh tubuhnya diliputi
kehinaan dan meyakini pentingnya ia kembali kepada Rabnya 'azza wajalla,
dan sangat membutuhkanNya, dan setiap dzat yang lahir dan batin butuh total
kepada Rabnya tabaraka wa ta'alaa, dan jika Allah berpaling darinya
sesaat maka semua binasa, hancur, dan merasakan kerugian yang tidak tertutupi,
kecuali kembali kepada Allah ta'alaa dan mengejar rahmatNya.
ولا طريق إلى الله أقربُ من العبودية، ولا حجابَ أغلظُ من الدعوى.
Tidak ada jalan menuju Allah
yang lebih dekat dari pada penghambaan, dan tidak ada penghalan yang lebih
tebal dari pengakuan semata.
والعبودية مدارها على قاعدتين هما أصلها: حبٌّ كاملٌ، وذلٌ تامٌّ. ومنشأ هذين الأصلين عن
ذَيْنك الأصلي المتقدمين وهما مشاهدةُ المنةِ التي تُورثُ المحبةُ، ومطالعةُ عيبِ
النفس والعملِ التي تُورث الذلُّ التامُّ، وإذا كان العبدُ قد بَنَى سلوكَه إلى
الله تعالى على هذَين الأصلَين لم يظفر عدوُّه به إلا على غِرّه وغيلة، وما أسرعَ
ما يُنعِشُه الله عز وجل ويجبرُه ويتداركُه برحمته.
Dan
penghambaan itu berpusar pada dua landasan, yaitu: Kecintaan total, dan
kehinaan total. Dan sumber dari dua landasan tersebut adalah merasakan besarnya
nikmat yang menumbuhkan rasa cinta, dan mengakui aib diri dan amal yang
menimbulkan rasa hina yang sempurna. Dan jika seorang hamba telah membangun
perjalannya menuju Allah ta'aalaa dengan dua landasan ini maka musuhNya
tidak mampu menguasainya kecuali sesaat, dan secepanya Allah 'azza wajallah
menyadarkannya, menutupinya, dan memberikan rahmatNya.
Wallahu a’lam!
[1]) Allah Pelindung di dunia dan di akhirat. Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي
مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ فَاطِرَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ} [يوسف: 101]
Ya Tuhanku, sesungguhnya
Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan Telah mengajarkan
kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah
Pelindungku di dunia dan di akhirat. [Yusuf:101]
[2]) Tanda
kebahagiaan seorang hamba:
a)
Mensyukuri pemberian.
Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ
وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ}
Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan
Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya
Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.
[Az-Zumar: 7]
b)
Bersabar dalam musibah.
Dari Shuhaib radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«عَجَبًا لِأَمْرِ
الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا
لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ
أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ» [صحيح مسلم]
"Sangat menakjubkan urusan seorang Mukmin, semua urusannya terasa baik,
dan itu tidak terjadi pada siapapun kecuali pada seoran Mukmin, jika ia
mendapat kebaikan ia bersyukur, maka itu baik baginya, dan jika ditimpa musibah
ia bersabar, maka itu baik baginya". [Sahih Muslim]
c)
Bertaubat ketika melakukan dosa.
Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا. يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا.
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ
لَكُمْ أَنْهَارًا} [نوح:
10 - 12]
Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. [Nuuh: 10 - 12]
[3]) Meyakini bahwa segala nikmat yang
diperoleh datangnya dari Allah semata,
Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:
{وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ
فَمِنَ اللَّهِ} [النحل: 53]
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah
(datangnya). [An-Nahl: 53]
[4]) Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَأَمَّا بِنِعْمَةِ
رَبِّكَ فَحَدِّثْ} [الضحى: 11]
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. [Adh-Dhuhaa:11]
Ø Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah ﷺ bersabda:
«كُلُوا، وَاشْرَبُوا، وَتَصَدَّقُوا، وَالْبَسُوا، فِي غَيْرِ مَخِيلَةٍ
وَلَا سَرَفٍ، إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُرَى نِعْمَتُهُ عَلَى عَبْدِهِ» [مسند أحمد: حسن]
"Makanlah, minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah
kalian dengan tidak merasa bangga dan sombong serta berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah bangga bila nikmat-Nya ada pada hamba-Nya
diperlihatkan." [Musnad Ahmad: Hasan]
Ø Dalam riwayat lain:
«إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ»
"Sesungguhnya Allah senang melihat bekas nikmat-Nya ada
pada hamba-Nya". [Sunan Tirmidziy: Hasan Shahih]
Ø Dengan mengucapkan “Alhamdulillah”,
Allah subhanahu wa ta'alaa berfirman menceritakan ucapan syukur ahli
surga:
{الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا
أَنْ هَدَانَا اللَّهُ} [الأعراف: 43]
“Segala puji bagi Allah yang
telah menunjuki kami kepada (surga) ini, dan kami sekali-kali tidak akan
mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk". [Al-A'raaf:43]
Ø Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: Rasulullah ﷺ jika melihat sesuatu yang menyenangkannya beliau mengatakan ..
"الْحَمْدُ لِلَّهِ
الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَات"
"Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sempuna
segala amal saleh".
Dan jika melihat sesuatu yang tidak menyenangkannya beliau mengatakan ...
"الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ"
"Segala puji bagi Allah atas segala hal". [Sunan
Ibnu Majah: Hasan]
[5]) Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{اعْمَلُوا
آلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ} [سبأ: 13]
Beramallah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah), dan
sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. [Saba':13]
Ø
Al-Mugirah bin Syu'bah radhiyallahu
'anhu berkata: Rasulullah ﷺ mendirikan
shalat malam sampai kakinya bengkak, ditanyakan kepadanya: Kenapa engkau
malakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan
yang akan datang?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
«أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا» [صحيح البخاري ومسلم]
“Tidakkah aku menjadi seorang
hamba yang bersyukur?!” [Sahih Bukhari dan Muslim]
[6]) Hakikat
syukur, Ibnu Rajab
Al-Hanbaliy rahimahullah
berkata:
"كل نعمةٍ على العبد من الله في دينٍ أو دنيا يحتاج إلى شكر عليها، ثم
للتوفيق للشكر عليها نعمةٌ أخرى تحتاج إلى شكر ثانٍ، ثم التوفيق للشكر الثاني نعمةٌ
أخرى يحتاج إلى شكرٍ أخر، وهكذا أبدا فلا يَقدِرُ العبدُ على القيام بشكر النِعم ،
وحقيقةُ الشكر الإعترافُ بالعجز عن الشكر" [لطائف المعارف لابن
رجب الحنبلي ص395]
“Semua nikmat yang didapat
seorang hamba dari Allah berupa agama atau dunia memerlukan sikap syukur,
kemudian taufik Allah untuk bersyukur adalah kenikmatan baru yang harus
disyukuri juga, kemudian taufik sikap syukur yang kedua adalah nikmat yang baru
lagi yang juga membutuhkan rasa syukur lagi, dan demikianlah selamanya seorang hamba
tidak akan mampu memenuhi tuntutan syukur atas nikmat Allah. Dan hakikat syukur
adalah mengakui kelemahan hamba untuk bersyukur dengan sempurna.” [Lathaif
Al-Ma'arif]
[7])
Anas bin Malik radhiallahu'anhu; Rasulullah
ﷺ bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ
إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ
سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ» [سنن الترمذي: حسن]
"Sesungguhnya Allah jika mencintai suatu kaum akan ditimpakan bencana,
maka barangsiapa yang ridha maka untuknya keridhaan Allah, dan barangsiapa yang
murka maka untuknya pula murka Allah". [Sunan Tirmidziy: Shahih]
[8])
Anas bin Malik radhiallahu'anhu berkata;
دَخَلْنَا مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ
عَلَى أَبِي سَيْفٍ
القَيْنِ، وَكَانَ ظِئْرًا لِإِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، فَأَخَذَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ إِبْرَاهِيمَ، فَقَبَّلَهُ، وَشَمَّهُ، ثُمَّ دَخَلْنَا عَلَيْهِ بَعْدَ
ذَلِكَ وَإِبْرَاهِيمُ يَجُودُ بِنَفْسِهِ، فَجَعَلَتْ عَيْنَا رَسُولِ اللَّهِ ﷺ تَذْرِفَانِ، فَقَالَ لَهُ عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: وَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟
فَقَالَ: «يَا ابْنَ عَوْفٍ إِنَّهَا رَحْمَةٌ»، ثُمَّ أَتْبَعَهَا بِأُخْرَى،
فَقَالَ ﷺ: «إِنَّ العَيْنَ تَدْمَعُ، وَالقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلاَ نَقُولُ إِلَّا
مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ» [صحيح البخاري ومسلم]
Kami bersama Rasulullah ﷺ mendatangi Abu Saif Al Qaiyn
yang (istrinya) telah mengasuh dan menyusui Ibrahim 'alaihissalam (putra Nabi ﷺ). Lalu Rasulullah ﷺ mengambil Ibrahim dan
menciumnya. Kemudian setelah itu pada kesempatan yang lain kami mengunjunginya
sedangkan Ibrahim telah meninggal. Hal ini menyebabkan kedua mata Rasulullah ﷺ berlinang
air mata. Lalu berkatalah 'Abdurrahman bin 'Auf radhiallahu'anhu kepada
beliau, "Mengapa Anda menangis, wahai Rasulullah?". Beliau menjawab,
"Wahai Ibnu 'Auf, sesungguhnya ini adalah rahmat (tangisan kasih sayang)
". Beliau lalu melanjutkan dengan kalimat yang lain dan bersabda,
"Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita
tidaklah mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita. Dan kami dengan
perpisahan ini wahai Ibrahim pastilah bersedih". [Shahih Bukhari dan
Muslim]
[9])
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَيْسَ مِنَّا
مَنْ ضَرَبَ الْخُدُوْدَ، وَشَقَّ الجُيُوْبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ»
"Tidak termasuk golongan
kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek pakaian, dan menyeru dengan
seruan orang-orang jahiliyah". [Shahih Bukhari dan Muslim]
[10])
Allah -subhanahu wata'ala- berfirman:
{وَبَلَوْنَاهُمْ
بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ} [الأعراف: 168]
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang
buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). [Al-A'raaf:168]
{وَنَبْلُوكُمْ
بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ} [الأنبياء: 35]
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan
(yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. [Al-Anbiyaa': 35]
[11])
Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu berkata:
يَا رَسُولَ اللهِ
أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاءً؟ قَالَ: "الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ
الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ ، فَالْأَمْثَلُ مِنَ النَّاسِ، يُبْتَلَى
الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلابَةٌ زِيدَ فِي
بَلائِهِ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ، وَمَا يَزَالُ الْبَلاءُ
بِالْعَبْدِ حَتَّى يَمْشِيَ عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ لَيْسَ عَلَيْهِ
خَطِيئَةٌ" [مسند
أحمد: حسن]
Ya Rasulullah .. siapakah orang yang paling berat cobaannya? Rasulullah
ﷺ menjawab:
“Para Nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian yang paling taat, kemudian
yang paling taat dari manusia. Seseorang dicoba sesuai kadar keimanannya, jika
agamanya kuat maka akan ditambah cobaannya, dan jika agamanya rendah maka akan
diringankan cobaannya. Seorang hamba akan terus diberi cobaan sampa ia berjalan
di atas bumi tampa ada satu dosapun yang tersisa”. [Musnad Ahmad: Hasan]
[12])
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِسْبَاغُ
الْوُضُوءِ فِي الْمَكَارِهِ وَإِعْمَالُ الْأَقْدَامِ إِلَى الْمَسَاجِدِ
وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ يَغْسِلُ الْخَطَايَا غَسْلًا» [مسند أبي يعلى الموصلي: صححه الشيخ
الألباني]
"Menyempurnakan wudhu di waktu sulit, melangkahkan kaki menuju mesjid,
dan menanti shalat setelah shalat akan mencuci dosa-dosa". [Musnad Abu
Ya'laa Al-Maushiliy: Sahih]
[13])
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللَّهُ بِشَيْءٍ مِنَ الصَّيْدِ تَنَالُهُ
أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ فَمَنِ
اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [المائدة: 94]
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu
dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu
supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat
melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab
yang pedih. [Al-Maidah: 94]
[14])
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ
مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي
صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ
كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ}
[الحشر: 9]
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman
(Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai'
orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada
menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada
mereka (Muhajirin); Dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam
kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka
Itulah orang orang yang beruntung.
[Al-Hasyr:9]
[15])
Dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu; Rasulullah ﷺmeriwayatkan
dari Allah (dalam sebuah hadits qudsi):
«يَا عِبَادِى
إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا
فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ
يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ» [صحيح مسلم]
"Wahai hamba-Ku .. semuanya hanyalah amalanmu, aku hitung untukmu
kemudian aku berikan balasannya, barangsiapa yang mendapatkan kebaikan maka
bersyukurlah kepada Allah, dan barangsiapa yang mendapatkan selain kebaikan
maka jangan sesali kecuali dirimu sendiri". [Shahih Muslim]
[16])
Dari Anas -radhiyallahu 'anhu-; Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"كُلُّ ابْنِ
آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ"
"Semua anak cucu Adam banyak salah dan sebaik-baik orang yang bersalah
adalah mereka yang bertaubat." [Sunan Tirmidziy: Hasan]
[17])
Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{وَلَقَدْ
عَهِدْنَا إِلَى آدَمَ مِن قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْما وَإِذْ
قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى
فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّ لَّكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا
يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَى إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا
وَلَا تَعْرَى وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَى فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ
الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ
لَّا يَبْلَى فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا
يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِن وَرَقِ الْجَنَّةِ وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى
ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى} [طه: 155 - 122]
Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia
lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan
(ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat: "Sujudlah kamu kepada
Adam", maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang. Maka Kami berkata:
"Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu,
maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang
menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di
dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa
dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya". Kemudian
syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam,
maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?"
Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya
aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di)
surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya
memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk. [Thahaa: 115 - 122]
[18])
Keburukan menjadi kebaikan dan dosa menjadi pahala dengan taubat. Allah subhanahu
wa ta'aalaa berfirman:
{إِلَّا مَنْ تَابَ
وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ
حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا} [الفرقان: 70]
Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh;
Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
[Al-Furqan:70]
Ø Abu Tawil radhiyallahu 'anhu mendatangi Rasulullah ﷺ dan
bertanya:
أرأيتَ رجلاً عمل
الذنوبَ كلَّها، فلم يترك منها شيئاً، وهو مع ذلك لم يترك حاجة ولا داجة إلا
أتاها، فهل لذلك من توبة؟ قال: "أليس قد أسلمتَ؟ " قال: أما أنا فأشهدُ
أنْ لا إلهَ إلا الله وحدَه لا شريك له، وأن محمداً رسول الله. قال: "نعم،
تفعلُ الخيرات، وتتركُ السيئات، فيجعلُهُن اللهُ لك حسناتٍ كلهنَّ". قال:
وغَدَراتي وفَجَراتي؟! قال: "نعم".
Bagaimana pendapamu tentang seorang yang melakukan semua dosa, tidak
satu pun yang ia tinggalkan, apapun yang diinginkan oleh hawa nafsunya pasti
dikerjakan. Apakah ada tobat baginya? Rasulullah ﷺ balik bertanya: “Bukankah kamu
sudah masuk Islam?” Ia menjawab: Kalau saya, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
yang berhak disembah selain Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad
adalah Rasul Allah. Rasulullah ﷺ bersabda: “Iya (ada tobat
baginya), perbanyalah melakukan kebaikan dan tinggalkan keburukan, maka Allah
akan mengganti semua keburukan yang pernah kau lakukan menjadi kebaikan”. Ia
bertanya lagi: Begitu juga dengan pengkhianatanku dan kejahatanku? Rasulullah ﷺ menjawab:
“Iya”. [Silsilah hadits Sahih no.3391]
[19])
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى} [البقرة: 264]
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima). [Al-Baqarah: 264]
Ø Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:
"ثلاثٌ
مُهْلِكاتٌ، ... : فشحٌّ مطاعٌ، وهوى مُتَّبَعٌ، وإعْجابُ المَرْءِ
بِنَفْسِهِ" [صحيح
الترغيب: حسن لغيره]
"Tiga yang membinasakan: ... sifat kikir yang ditaati, hawa nafsu yang
diikuti, dan kekaguman seseorang terhadap dirinya". [Shahih At-Targiib:
Hasan ligairih]
Ø Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu
'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَا يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ»
"Tidak masuk surga orang yang ada dalam hatinya sekecil dzarrah
dari sifat sombong". [Shahih
Muslim]
[20])
Dari Anas radhiyallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِذَا أَرَادَ
اللَّهُ بِعَبْدِهِ الخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ العُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا
أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ
بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ»
"Jika Allah menghendaki untuk hamba-Nya kebaikan maka Allah mempercepat
baginya hukuman di dunia, dan jika Allah menghendaki untuk hamba-Nya keburukan
maka Allah menunda hukuman dosanya sampai ia merasakannya di hari kiamat.
[Sunan Tirmidzi: Hasan]
[21])
Dari Anas radhiyallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ berkata kepada Fatimah: Apa yang
menghalangimu untuk mendengarkan wasiat yang kuberikan padamu, ucapkanlah di
waktu pagi dan sore ...
"يَا حَيُّ
يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، وَلَا
تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ"
"Wahai yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya),
dengan rahmat-Mu aku memohon, perbaikilah segala urusanku, dan janganlah Engkau
melimpahkannya kepada diriku walaupun hanya sekedip mata". [Sunan
Al-Kubraa An-Nasa'iy: Hasan]
[22])
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah ﷺ bersabda:
Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam hadits qudsi:
«أَذْنَبَ عَبْدٌ
ذَنْبًا فَقَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى:
أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ
وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ: أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى
ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: عَبْدِى أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ
لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ
فَقَالَ: أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ
عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ
بِالذَّنْبِ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ» [صحيح البخاري، ومسلم]
“Seorang hamba melakukan suatu
dosa lalu berkata: Ya Allah .. ampunilah dosaku. Allah tabaaraka wa ta'aalaa
berkata: Hamba-Ku melakukan dosa dan tahu kalau ia mempunyai Tuhan yang
mengampuni dosa dan menyiksa karena dosa. Kemudia hamba tersebut kembali melakukan dosa
dan berkata: Ya Tuhanku .. ampunilah dosaku. Allah tabaaraka wa ta'aalaa
berkata: Hamba-Ku melakukan dosa dan tahu kalau ia mempunyai Tuhan yang
mengampuni dosa dan menyiksa karena dosa. Kemudia hamba tersebut kembali
melakukan dosa dan berkata: Ya Tuhanku .. ampunilah dosaku. Allah tabaaraka wa
ta'aalaa berkata: Hamba-Ku melakukan dosa dan tahu kalau ia mempunyai Tuhan
yang mengampuni dosa dan menyiksa karena dosa. Berbuatlah sesukamu .. maka Aku
akan mengampunimu (selama engkau bertaubat)”. [Shahih Bukhari dan Muslim]
[23])
Dari Syaddad bin Aus radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ:
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا
عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ
شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي
فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ"، قَالَ: «وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ
مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَمَنْ
قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ،
فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ»
Tuannya istigfar dengan mangucapkan: "Ya Allah .. Engkaulah
Tuhanku, tiada tuhan yang berhak disembah selain Engkau, Engkau menciptakanku
dan aku adalah hamba-Mu, dan aku akan melaksanakan kesepakatan dan janjiku pada-Mu
selama aku mampu, aku berlindung pada-Mu dari kejahatan yang kulakukan, aku
akui nikmat yang Engkau berikan padaku, dan aku akui dosa-dosaku, maka
ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa selain
Engkau"
Beliau bersabda: "Barangsiapa yang membacanya di siang hari dengan
penuh keyakinan lalu ia mati sebelum sore maka ia temasuk ahli surga. Dan
barangsiapa yang membacanya di malam hari dengan penuh keyakinan lalu ia mati
sebelum subuh maka ia temasuk ahli surga”. [Shahih Bukhari]
[24])
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا
النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ
الْحَمِيدُ} [فاطر: 15]
“Hai manusia, kamulah yang
membutuhkan segala sesuatunya kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya
(Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." [Faathir:15]
{وَاللَّهُ
الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ} [محمد : 38]
Allah-lah Yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang begantung
(kepada-Nya). [Muhammad: 38]
Lihat juga: Raih kebahagiaan dunia akhirat dalam berkeluarga - 4 kunci keberuntungan dunia akhirat dalam surah Al-'Ashr - 4 kaidah memahami tauhid dan syirik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...