Senin, 23 Desember 2024

Kitab I’tisham, bab (07): Logika yang tercela dan qiyas yang berlebihan

بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

"بَابُ مَا يُذْكَرُ مِنْ ذَمِّ الرَّأْيِ وَتَكَلُّفِ القِيَاسِ"

“Bab: Logika yang tercela dan qiyas yang berlebihan”

Dalam bab ini imam Bukhari menjelaskan tentang bahaya perpendapat tanpa dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dan hanya berdasarkan logika yang dipaksakan. Imam Bukhari menyebutkan 1 ayat dan 2 hadits dari ‘Abdillah bin ‘Amr dan Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhum.

A.    Ayat 36 surah Al-Isra’.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

{وَلَا تَقْفُ} «لاَ تَقُلْ» {مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا} [الإسراء: 36]

{Dan janganlah kamu mengikuti} jangan mengatakan {apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya} [Al-Israa':36]

Jangan berbicara tanpa ilmu

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ} [النحل: 116]

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. [An-Nahl: 116]

{قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُون} [يونس: 59]

Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?" [Yunus:59]

Ø  Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:

«لَا يَأْتِي عَلَيْكُمْ عَامٌ إِلَّا وَهُوَ شَرٌّ مِنَ الَّذِي كَانَ قَبْلَهُ. أَمَا إِنِّي لَسْتُ أَعْنِي عَامًا أَخْصَبَ مِنْ عَامٍ، وَلَا أَمِيرًا خَيْرًا مِنْ أَمِيرٍ، وَلَكِنْ عُلَمَاؤُكُمْ وَخِيَارُكُمْ وَفُقَهَاؤُكُمْ يَذْهَبُونَ، ثُمَّ لَا تَجِدُونَ مِنْهُمْ خَلَفًا، وَيَجِيءُ قَوْمٌ يَقِيسُونَ الْأُمُورَ بِرَأْيِهِمْ» [سنن الدارمي: سنده ضعيف]

"Tidaklah akan datang satu tahun, kecuali tahun tersebut lebih jelek dari sebelumnya, Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa suatu tahun lebih baik daripada tahun lainnya, dan seorang amir (pemimpin) lebih baik dari amir lainnya. Akan tetapi ulama`-ulama`, orang-orang pilihan, dan para ahli fikih kalian telah banyak yang wafat, kemudian kalian tidak mendapatkan ganti mereka, hingga datang orang-orang yang menggunakan qiyas (analogi dalam masalah agama) berdasarkan akal semata". [Sunan Ad-Darimiy: Sanadnya lemah]

Ø  Abu Musa radhiallahu'anhu berkata dalam khotbahnya:

«مَنْ عَلِمَ عِلْمًا، فَلْيُعَلِّمْهُ النَّاسَ، وَإِيَّاهُ أَنْ يَقُولَ مَا لَا عِلْمَ لَهُ بِهِ، فَيَمْرُقُ مِنَ الدِّينِ وَيَكُونَ مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ» [سنن الدارمي]

'Barang siapa yang mengetahui suatu ilmu, hendaklah ia mengajarkannya kepada manusia, dan berhati-hatilah seseorang yang mengatakan sesuatu yang ia tidak memiliki ilmu tentangnya, ia akan melenceng dari agama dan menjadi orang-orang yang memaksakan diri'". [Sunan Ad-Darimiy]

Qias tercela jika bertentangan dengan dalil Al-Qur’an dan Sunnah, adapun qias yang berlandaskan dalil maka itu termasuk dalil syar’iy yang dicontohkan oleh Nabi .

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma;

أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَتْ: إِنَّهُ كَانَ عَلَى أُمِّهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا، فَقَالَ: «لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ؟» قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ: «فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى»

Bahwa seorang wanita telah datang kepada Nabi dan berkata; Sesungguhnya ibunya memiliki tanggungan puasa satu bulan. Apakah boleh saya menunaikan puasa tersebut untuknya? Kemudian beliau berkata: "Seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang apakah engkau akan menunaikannya?" Ia berkata; Ya. Beliau berkata: "Maka hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan." [Shahih Bukhari]

Ø  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu;

أَنَّ أَعْرَابِيًّا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، فَقَالَ: إِنَّ امْرَأَتِي وَلَدَتْ غُلاَمًا أَسْوَدَ، وَإِنِّي أَنْكَرْتُهُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «هَلْ لَكَ مِنْ إِبِلٍ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَمَا أَلْوَانُهَا؟»، قَالَ: حُمْرٌ، قَالَ: «هَلْ فِيهَا مِنْ أَوْرَقَ؟»، قَالَ: إِنَّ فِيهَا لَوُرْقًا، قَالَ: «فَأَنَّى تُرَى ذَلِكَ جَاءَهَا»، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عِرْقٌ نَزَعَهَا، قَالَ: «وَلَعَلَّ هَذَا عِرْقٌ نَزَعَهُ» [صحيح البخاري ومسلم]

Bahwa ada seorang laki-laki Arab Badui mendatagi Rasulullah dan berujar, "Istriku melahirkan bayi hitam pekat dan aku memungkirinya." Maka Rasulullah bertanya, "Bukankah engkau juga mempunyai unta?" Ia menjawab, "Benar." Nabi bertanya lagi, "Lalu, apa warnanya?' Ia menjawab, "Merah." Nabi bertanya lagi, "Bukankah di sana juga ada belang kecoklatan?" Si Arab Badui menjawab, "Betul, di sana ada belang warna coklat." Nabi bertanya lagi, "Lantas dari mana warna itu datang?" Si Arab Badui menjawab, "Boleh jadi akar keturunan yang menurunkan warna itu, dan tidak memberi ruang untuk meniadakannya sama sekali." [Shahih Bukhari dan Muslim]

B.     Hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

7307 - حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ تَلِيدٍ، حَدَّثَنِي [عبد الله] ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ شُرَيْحٍ، وَغَيْرُهُ عَنْ أَبِي الأَسْوَدِ [محمد بن عبد الرحمن]، عَنْ عُرْوَةَ، قَالَ: حَجَّ عَلَيْنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقُولُ: «إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْزِعُ العِلْمَ بَعْدَ أَنْ أَعْطَاكُمُوهُ انْتِزَاعًا، وَلَكِنْ يَنْتَزِعُهُ مِنْهُمْ مَعَ قَبْضِ العُلَمَاءِ بِعِلْمِهِمْ، فَيَبْقَى نَاسٌ جُهَّالٌ، يُسْتَفْتَوْنَ فَيُفْتُونَ بِرَأْيِهِمْ، فَيُضِلُّونَ وَيَضِلُّونَ»، فَحَدَّثْتُ بِهِ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ ﷺ، ثُمَّ إِنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو حَجَّ بَعْدُ فَقَالَتْ: يَا ابْنَ أُخْتِي انْطَلِقْ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ فَاسْتَثْبِتْ لِي مِنْهُ الَّذِي حَدَّثْتَنِي عَنْهُ، فَجِئْتُهُ فَسَأَلْتُهُ فَحَدَّثَنِي بِهِ كَنَحْوِ مَا حَدَّثَنِي، فَأَتَيْتُ عَائِشَةَ فَأَخْبَرْتُهَا فَعَجِبَتْ فَقَالَتْ: "وَاللَّهِ لَقَدْ حَفِظَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو"

Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Talid, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku [Abdullah] Ibn Wahb, , ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Syuraikh, dan lainnya, dari Abul Aswad [Muhammad bin Abdirrahman], dari 'Urwah berkata, "Abdullah bin Amru mendatangi kami dan kudengar ia berkata, 'Aku mendengar Nabi bersabda, "Allah tidak mencabut ilmu setelah Ia berikan kepada kalian secara spontanitas (sekaligus), namun Allah mencabutnya dari mereka dengan cara mewafatkan para 'ulama yang sekaligus tercabut keilmuan mereka, sehingga yang tinggal hanyalah manusia-manusia bodoh, mereka dimintai fatwa, lalu mereka memberikan fatwa berdasarkan logika mereka sendiri, mereka sesat dan juga menyesatkan." Hadits ini kemudian aku ceritakan kepada 'Aisyah, istri Nabi , Ketika Abdullah bin Amru berhaji, 'Aisyah berkata, "Wahai anak saudaraku, tolong temuilah Abdullah dan carilah kepastian (riwayat) darinya sebagaimana riwayat engkau ambil darinya. Aku pun mendatangi Abdullah dan aku tanyakan kepadanya. Abdullah kemudian menceritakan kepadaku dengannya seperti yang ia ceritakan kepadaku, lalu kudatangi 'Aisyah dan aku kabarkan kepadanya. Ia pun terkagum-kagum dan berkata "Demi Allah, 'Abdullah bin 'Amru memang betul-betul hafal."

Nb: Hadits ini sudah dijelaskan pada Kitab Ilmu bab 34; Cara dicabutnya ilmu

C.     Hadits Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu.

Imam Bukhari -rahimahullah- berkata:

7308 - حَدَّثَنَا عَبْدَانُ [اسمه عبد الله بن عثمان]، أَخْبَرَنَا أَبُو حَمْزَةَ [السكري]، سَمِعْتُ الأَعْمَشَ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا وَائِلٍ، هَلْ شَهِدْتَ صِفِّينَ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَسَمِعْتُ سَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ، يَقُولُ: (ح) وحَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ: قَالَ سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّهِمُوا رَأْيَكُمْ عَلَى دِينِكُمْ، لَقَدْ رَأَيْتُنِي يَوْمَ أَبِي جَنْدَلٍ، وَلَوْ أَسْتَطِيعُ أَنْ أَرُدَّ أَمْرَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ عَلَيْهِ لَرَدَدْتُهُ، وَمَا وَضَعْنَا سُيُوفَنَا عَلَى عَوَاتِقِنَا إِلَى أَمْرٍ يُفْظِعُنَا، إِلَّا أَسْهَلْنَ بِنَا إِلَى أَمْرٍ نَعْرِفُهُ، غَيْرَ هَذَا الأَمْرِ»، قَالَ: وَقَالَ أَبُو وَائِلٍ «شَهِدْتُ صِفِّينَ وَبِئْسَتْ صِفُّونَ»

Telah menceritakan kepada kami 'Abdan [namanya Abdullah bin ‘Utsman], ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Abu Hamzah [As-Sukkariy], ia berkata: Aku mendengar Al-A'masy ia berkata, "Aku mendengar Abu Wail berkata, "Apakah engkau menyaksikan perang Shiffin?" Ia menjawab, "Ya. Aku mendengar Sahl bin Hunaif berkata." (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Al A'masy dari Abu Wail ia berkata, Sahl bin Hunaif berkata, "Wahai manusia, telitilah logika kalian terhadap agama kalian, sebab ketika hari-hari Abu Jandal disiksa, aku berpendapat kalaulah bisa akan kutolak perintah Rasulullah , dan tidak akan kami letakkan pedang kami yang berada di atas pundak kami karena suatu hal yang menjadikan hati kami sangat miris, hanya pendapat kami -alhamdullillah- memudahkan kami menerima sesuatu yang akhirnya bisa kami sadari, yang sangat berlawanan dengan kejadian yang ada." Al A'masy berkata, "Abu Wail berkata, "Aku pernah menyaksikan perang Shiffin, dan alangkah buruk tragedi perang shiffin."

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu.

Lihat: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2.      Kejadian perang Shiffin.

Shiffin adalah wilayah yang terletak dekat dengan Suriah saat ini. Perang tersebut yang terjadi tahun 37 hijriyah, antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan pasukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhum yang disebabkan karena perselisihan dalam mencari dan menghukum pembunuh ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.

Kita wajib menjaga lisan kita dari menjatuhkan atau merendahkan kehormatan sahabat Nabi , dan apa yang terjadi di antara mereka adalah murni ijtihad untuk mencapai kebenaran.

Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radiyallahu 'anhu; Rasulullah bersabda:

«لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ، ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ، وَلاَ نَصِيفَهُ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Jangan kalian mencaci sahabatku, karna seandainya seorang dari kalian bersedekah sebanyak gunung uhud dari emas maka itu tidak akan menyamai satu mudd (dua genggaman= 543gram) dari yang mereka sedekahkan dan tidak pula seperduanya". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Dari Abdullah bin Mas'ud dan Tsauban radiyallahu 'anhuma; Rasulullah bersabda:

«إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوا» [صحيح الجامع]

"Jika para sababatku disebutkan (tentang perselisihan yang terjadi di antara mereka) maka diamlah (jangan kalian menghinanya)" [Sahih Al-Jami']

Ø  Dari Ibnu Umar radiyallahu 'anhuma; Rasulullah bersabda:

«لَعَنَ اللَّهُ مَنْ سَبَّ أَصْحَابِي» [المعجم الكبير للطبراني: حسنه الألباني]

"Allah melaknat orang yang mencaci sahabatku". [Al-Mu'jam Al-Kabiir: Hasan]

Lihat: Keutamaan Sahabat Rasulullah

3.      Jangan membenturkan agama dengan akal semata.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata:

«لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ، وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ» [سنن أبي داود: صحيح]

“Seandainya agama (Islam) itu berdasarkan hasil pikiran, niscaya bagian bawah sepatu lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya, dan sungguh saya telah melihat Rasulullah mengusap bagian atas kedua khufnya". [Sunan Abi Daud: Shahih]

Ø  Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu berkata:

«اتَّقُوا الرَّأْيَ فِي دِينِكُمْ» [جامع بيان العلم وفضله]

“Jauhi logika semata dalam agama kalian”. [Jami’u Bayanil ‘Ilmi wa fadhlihi]

Ø  Imam Syafi’iy rahimahullah berkata:

" الْأَصْلُ قُرْآنٌ وَسُنَّةٌ، ... وَلَا يُقَالُ لِأَصْلٍ: لِمَ وَكَيْفَ؟ وَإِنَّمَا يُقَالُ لِلْفَرْعِ: لِمَ؟ فَإِذَا صَحَّ قِيَاسُهُ عَلَى الْأَصْلِ صَحَّ وَقَامَتْ بِهِ الْحُجَّةُ " [الكفاية في علم الرواية للخطيب البغدادي]

“Asal itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah, … dan tidak dikatakan pada suatu asal: Kenapa dan bagaimana? Itu hanya dikatakan kepada cabang: Kenapa? Maka jika cabang itu benar bisa dikiaskan kepada asal maka ia benar dan bisa ditegakkan sebagai hujjah”. [Al-Kifayah karya Al-Khathib]

4.      Kisah Abu Jandal radhiyallahu ‘anhu.

Beberapa sahabat Rasulullah berkata:

لَمَّا كَاتَبَ سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو يَوْمَئِذٍ كَانَ فِيمَا اشْتَرَطَ سُهَيْلُ بْنُ عَمْرٍو عَلَى النَّبِيِّ ﷺ، أَنَّهُ لا يَأْتِيكَ مِنَّا أَحَدٌ وَإِنْ كَانَ عَلَى دِينِكَ إِلَّا رَدَدْتَهُ إِلَيْنَا، وَخَلَّيْتَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُ، فَكَرِهَ المُؤْمِنُونَ ذَلِكَ وَامْتَعَضُوا مِنْهُ وَأَبَى سُهَيْلٌ إِلَّا ذَلِكَ، «فَكَاتَبَهُ النَّبِيُّ ﷺ عَلَى ذَلِكَ، فَرَدَّ يَوْمَئِذٍ أَبَا جَنْدَلٍ إِلَى أَبِيهِ سُهَيْلِ بْنِ عَمْرٍو، وَلَمْ يَأْتِهِ أَحَدٌ مِنَ الرِّجَالِ إِلَّا رَدَّهُ فِي تِلْكَ المُدَّةِ، وَإِنْ كَانَ مُسْلِمًا» [صحيح البخاري]

Pada hari Suhail bin 'Amru menulis surat perjanjian yang isinya tertera sebuah persyaratan terhadap Nabi bahwa, "Tidak akan ada seorangpun dari golongan kami yang datang kepada Anda miski ia telah memeluk agamamu melainkan Anda harus mengembalikannya kepada kami serta membiarkannya berada diantara kami." Maka kaum mukminin tidak senang dan merasa tertekan dengan persyaratan tersebut, namun Suhail mengabaikannya dan tetap pada pendiriannya. Akhirnya Nabi menyetujuinya maka pada hari itu pula beliau harus mengembalikan Abu Jandal kepada bapaknya, yaitu Suhail bin 'Amru dan tidak satupun orang laki-laki yang datang kepada beliau melainkan beliau mengembalikannya pada masa perjanjian tersebut sekalipun dia seorang muslim. [Shahih Bukhari]

5.      Cela orang yang mengedepankan akal daripada Al-Qur’an dan Sunnah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu;

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَضَى فِي امْرَأَتَيْنِ مِنْ هُذَيْلٍ اقْتَتَلَتَا، فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى بِحَجَرٍ، فَأَصَابَ بَطْنَهَا وَهِيَ حَامِلٌ، فَقَتَلَتْ وَلَدَهَا الَّذِي فِي بَطْنِهَا، فَاخْتَصَمُوا إِلَى النَّبِيِّ ، فَقَضَى: أَنَّ دِيَةَ مَا فِي بَطْنِهَا غُرَّةٌ عَبْدٌ أَوْ أَمَةٌ، فَقَالَ وَلِيُّ المَرْأَةِ الَّتِي غَرِمَتْ: كَيْفَ أَغْرَمُ، يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ لاَ شَرِبَ وَلاَ أَكَلَ، وَلاَ نَطَقَ وَلاَ اسْتَهَلَّ، فَمِثْلُ ذَلِكَ يُطَلُّ، فَقَالَ النَّبِيُّ : «إِنَّمَا هَذَا مِنْ إِخْوَانِ الكُهَّانِ» [صحيح البخاري ومسلم]

Bahwa Rasulullah pernah memutuskan perkara antara dua wanita dari Bani Hudzail yang sedang berkelahi, salah seorang melempar lawannya dengan batu dan mengenai perutnya padahal ia sedang hamil, hingga menyebabkan kematian anak yang dikandungnya. Lalu mereka mengadukan peristiwa itu kepada Nabi . Beliau memutuskan hukuman (bagi wanita pembunuh) untuk membayar diyat janin dengan seorang hamba sahaya laki-laki atau perempuan, lantas wali wanita yang menanggung (diyat) berkata; "Ya Rasulullah, bagaimana saya harus menanggung orang yang belum bisa makan dan minum, bahkan belum bisa berbicara ataupun menjerit sama sekali? Maka yang seperti ini tidak ada diyatnya". Maka Nabi bersabda: "Orang ini seperti saudara paranormal." [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu berkata:

«إِيَّاكُمْ وَأَصْحَابَ الرَّأْيِ فَإِنَّهُمْ أَعْدَاءَ السُّنَنِ أَعْيَتْهُمُ الْأَحَادِيثُ أَنْ يَحْفَظُوهَا فَقَالُوا بِالرَّأْيِ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا» [سنن الدارقطني]

“Jauhkan diri kalian dari pengikut logika, karena mereka adalah musuh-musuh Sunnah, mereka tidak mampu menghafalkan hadits sehingga mereka berbicara dengan logika, maka mereka sesat dan menyesatkan”. [Sunan Ad-Daraquthniy]

Ø  Abu Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata:

«أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّهِمُوا الرَّأْيَ، فَقَدْ رَأَيْتُنِي أَهِمُّ أَنْ أَضْرِبَ بِسَيْفِي فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَمَعْصِيَةِ رَسُولِهِ» [مصنف ابن أبي شيبة]

“Wahai sekalian manusia, jangan kalian percaya dengan logika, sungguh aku pernah berkeinginan untuk membunuh dengan pedangku di jalan maksiat kepada Allah dan RasulNya (karena memakai logika). [Mushannaf bin Abi Syaibah]

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Kitab I’tisham, bab (06): Dosa orang yang melindungi ahli bid’ah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...