بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam bab ini, syekh Muhammad bin Abdil
Wahhab rahimahullah menyebutkan 2 hadits dan 2 atsar yang menunjukkan bahwa
sikap berlebihan terhadap kuburan orang shalih akan menyebabkan penyembahan
kepada selain Allah subhanahu wata'aalaa.
a) Imam Malik -rahimahullah- meriwayatkan dalam
kitabnya Al-Muwattha’, dari ‘Atha’ bin Yasar -rahimahullah-; Bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
((
اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ قَبْرِيْ وَثَنًا يُعْبَدُ، اشْتَدَّ غَضَبُ اللهِ عَلَى
قَوْمٍ اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ ))
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan
kuburanku sebagai berhala yang disembah. Allah sangat murka kepada orang-orang
yang telah menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah”. [Sanadnya
Hasan ligairih]
b) Dari Mujahid -rahimahullah- berkaitan dengan ayat:
{أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ
وَالْعُزَّى}
“Jelaskan
kepadaku (wahai kaum musyrikin) tentang (berhala yang kamu anggap sebagai anak
perempuan Allah) Al-laata dan Al-Uzza.” (QS. An-Najm: 19).
Mujahid berkata:
«رَجُلٌ يَلُتُّ
لِلْمُشْرِكِينَ السَّوِيقَ، فَمَاتَ فَعَكَفُوا عَلَى قَبْرِهِ»
“Al-Laata adalah orang yang dahulunya
tukang mengaduk tepung (dengan air atau minyak) untuk kaum Musyrikin. Setelah meninggal, merekapun senantiasa
mendatangi kuburannya.” [Tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabariy: Sanadnya shahih]
c) Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma
ketika menafsirkan ayat {Al-laata
dan Al-Uzza} [An-Najm: 19] ia berkata:
«كَانَ اللَّاتُ رَجُلًا
يَلُتُّ سَوِيقَ الحَاجِّ»
“Al-Laat itu pada mulanya adalah tukang
mengaduk tepung untuk para jamaah haji.” [Shahih Bukhari]
d) Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
((
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ وَالْمُتَّخِذِيْنَ عَلَيْهَا
الْمَسَاجِدَ وَالسُّرُجَ ))
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kuburan, serta
orang-orang yang membuat tempat ibadah dan memberi lampu penerang di atas
kuburannya.” [Sunan Abi Daud: Lemah].
Dari hadits dan atsar
di atas, syekh –rahimahullah- menyebutkan 10 poin penting:
- Penjelasan tentang apa yang
dimaksud dengan berhala.
Berhala adalah
sesuatu yang diagungkan selain Allah, seperti kuburan, batu, pohon dan
sejenisnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
«تَعِسَ
عَبْدُ الدِّينَارِ، وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ، وَعَبْدُ الخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِيَ
رَضِيَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ، تَعِسَ وَانْتَكَسَ، وَإِذَا شِيكَ فَلاَ
انْتَقَشَ»
"Binasalah hamba dinar, dirham, kain tebal dan sutra,
jika diberi maka ia ridha, jika tidak diberi maka ia mencela. Binasalah dan
merugilah ia, jika tertusuk duri maka ia tidak akan terlepas darinya. [Shahih
Bukhari]
- Penjelasan tentang apa yang
dimaksud dengan ibadah.
Mengagungkan
kuburan dengan dijadikannya sebagai tempat ibadah adalah termasuk pengertian
ibadah yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ
حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Barangsiapa yang bersumpah demi selain Allah, berarti
ia telah musyrik". [Abu Daud: Shahih]
- Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dengan doanya itu, tiada lain hanyalah memohon kepada
Allah supaya dihindarkan dari sesuatu yang dikhawatirkan terjadi [pada
umatnya, sebagaimana yang telah terjadi pada umat-umat sebelumnya] yaitu:
sikap berlebih-lebihan terhadap kuburan beliau, yang akhirnya kuburan
beliau akan menjadi berhala yang disembah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu;
Nabi ﷺ bersabda:
«اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ
قَبْرِي وَثَنًا، لَعَنَ اللَّهُ قَوْمًا اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ
مَسَاجِدَ» [مسند أحمد: إسناده قوي]
"Ya Allah, janganlah Engkau jadikan
kuburku sebagai berhala, Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan para
nabi mereka sebagai masjid." [Musnad Ahmad: Sanadnya kuat]
- Dalam doanya, beliau sertakan
pula apa yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu dengan menjadikan
kuburan para Nabinya sebagai tempat beribadah.
- Penjelasan bahwa Allah sangat
murka.
Para Nabi ‘alaihimussalam berkata
ketika di padang Mahsyar hari kiamat:
«إِنَّ رَبِّي قَدْ
غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ وَلَا يَغْضَبُ
بَعْدَهُ مِثْلَهُ»
“Sungguh,
hari ini Rabbku telah marah dengan kemarahan yang mana Dia belum pernah marah
sebelum ini seperti itu, dan tidak juga marah setelahnya seperti itu”. [Shahih
Bukhari dan Muslim]
Murka Allah subhanahu wata’aalaa secara hakiki dan tidak
menyerupai murka makhlukNya.
Allah
subhanahu wa ta'aalaa berfirman:
{لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ} [الشورى: 11]
Tidak
ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan
Melihat. [Asy-Syuraa: 11]
- Di antara masalah yang sangat penting
untuk dijelaskan dalam bab ini adalah mengetahui sejarah penyembahan Al-Lata
berhala terbesar orang-orang jahiliyah.
- Mengetahui bahwa berhala itu
asal usulnya adalah kuburan orang shaleh.
Ibnu
‘Abbas radhiyallahu'anhuma berkata:
«صَارَتِ الأَوْثَانُ
الَّتِي كَانَتْ فِي قَوْمِ نُوحٍ فِي العَرَبِ بَعْدُ، أَمَّا وَدٌّ كَانَتْ لِكَلْبٍ
بِدَوْمَةِ الجَنْدَلِ، وَأَمَّا سُوَاعٌ كَانَتْ لِهُذَيْلٍ، وَأَمَّا يَغُوثُ
فَكَانَتْ لِمُرَادٍ، ثُمَّ لِبَنِي غُطَيْفٍ بِالْجَوْفِ عِنْدَ سَبَإٍ، وَأَمَّا
يَعُوقُ فَكَانَتْ لِهَمْدَانَ، وَأَمَّا نَسْرٌ فَكَانَتْ لِحِمْيَرَ لِآلِ ذِي
الكَلاَعِ، أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ، فَلَمَّا هَلَكُوا
أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ، أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِي
كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ، فَفَعَلُوا، فَلَمْ
تُعْبَدْ، حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ العِلْمُ عُبِدَتْ» [صحيح البخاري]
“Berhala-berhala yang dahulu di agungkan
oleh kaum Nabi Nuh, di kemudian hari tersebar di bangsa Arab. Wadd menjadi
berhala untuk kamu Kalb di Daumah Al Jandal. Suwa' untuk Bani Hudzail. Yaquts
untuk Murad dan Bani Ghuthaif di Jauf tepatnya di Saba`. Adapun Ya'uq adalah
untuk Bani Hamdan. Sedangkan Nashr untuk Himyar keluarga Dzul Kala'. Itulah
nama-nama orang Shalih (berhala) dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan
membisikkan kepada kaum mereka untuk mendirikan berhala pada majelis mereka dan
menamakannya dengan nama-nama mereka. Maka mereka pun melakukan hal itu, dan
saat itu berhala-berhala itu belum disembah hingga mereka wafat, sesudah itu,
setelah ilmu tiada, maka berhala-berhala itu pun disembah." [Shahih
Bukhari]
Lihat: Bab (19); Penyebab utama kekafiran adalah berlebihan dalam mengagungkan orang shalih
- Al-Latta nama orang yang dikuburkan
itu, pada mulanya adalah seorang pengaduk tepung untuk disajikan kepada
para jamaah haji.
- Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam melaknat para wanita penziarah kubur.
Abu
Hurairah radhiyallahu'anhu berkata:
«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ القُبُورِ» [سنن الترمذي: حسن]
“Rasulullah
ﷺ melaknat wanita-wanita penziarah kuburan”. [Sunan
Tirmidziy: Hasan]
Ø Hassan bin Tsabit radhiyallahu'anhu berkata:
«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زُوَّارَاتِ الْقُبُورِ» [سنن ابن ماجه: حسن]
"Rasulullah ﷺ
melaknat wanita-wanita penziarah kubur."
[Sunan Ibnu Majah: Hasan]
Ulama berselisih
pendapat tentang hukum ziarah kuburan bagi wanita:
Pendapat
pertama: Hukumnya haram dan
termasuk dosa bersar karena ada laknat dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Pendapat
kedua: Hukumnya makruh.
Dalilnya:
Ummu
'Athiyyah radhiallahu'anha
berkata:
«نُهِينَا عَنِ اتِّبَاعِ
الجَنَائِزِ، وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا» [صحيح البخاري ومسلم]
"Kami
dilarang mengantar jenazah namun beliau tidak menekankan hal tersebut kepada
kami". [Shahih Bukhari dan Muslim]
Pendapat ketiga: Hukumnya
boleh selama tidak menimbulkan fitnah dan kemungkaran.
Dalilnya:
Anas
bin Malik radhiallahu'anhu berkata:
فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِهَا وَهِيَ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ، فَقَالَ: «اتَّقِي
اللَّهَ، وَاصْبِرِي»، فَقَالَتْ: إِلَيْكَ عَنِّي، فَإِنَّكَ خِلْوٌ مِنْ
مُصِيبَتِي، قَالَ: فَجَاوَزَهَا وَمَضَى، فَمَرَّ بِهَا رَجُلٌ فَقَالَ: مَا
قَالَ لَكِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَتْ: مَا
عَرَفْتُهُ؟ قَالَ: إِنَّهُ لَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: فَجَاءَتْ إِلَى بَابِهِ فَلَمْ تَجِدْ عَلَيْهِ بَوَّابًا، فَقَالَتْ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، وَاللَّهِ مَا عَرَفْتُكَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ الصَّبْرَ عِنْدَ أَوَّلِ صَدْمَةٍ» [صحيح البخاري
ومسلم]
Sesungguhnya
Nabi ﷺ pernah melewati wanita itu saat ia menangis di suatu kuburan, lantas
beliau menasihatinya: 'Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah! ' Si wanita
itu malah menjawab; 'Sana kau menjauh, sebab kamu tidak mengalami seperti
musibahku ini! ' Kata Anas, Nabi pun segera menjauh dan pergi. Lantas ada
seseorang yang melewati wanita itu seraya mengatakan; 'Apa yang disabdakan
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam kepadamu? ' Si wanita tadi menjawab; 'Saya
tidak tahu kalau orang tadi Rasulullah.' laki-laki itu mengatakan, "Orang
tadi itu Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam!"
Anas berkata; Si wanita terus datang ke pintu rumah Nabi dan ia tidak menemukan
seorang penjaga pintunya, lantas mengatakan; 'Wahai Rasulullah, Demi Allah, aku
tidak mengenalmu! ' Lantas Nabi ﷺ bersabda, "Kesabaran itu terlihat
pada saat pertama kali benturan."
Ø
'Aisyah radhiallahu'anha
berkata:
«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، رَخَّصَ فِي زِيَارَةِ الْقُبُورِ» [سنن ابن ماجه: صحيح]
"Rasulullah
ﷺ memberi keringanan untuk ziarah kubur. " [Sunan Ibnu
Majah: Shahih]
Ø Aisyah radhiallahu'anha berkata, 'Apa yang
kubaca untuk penghuni kuburan wahai Rasulullah? '
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
'Bacalah:
" السَّلَامُ عَلَى
أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَيَرْحَمُ اللهُ
الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ
بِكُمْ لَلَاحِقُونَ " [صحيح مسلم]
“Semoga
keselamatan tercurah bagi penduduk kampung orang-orang mukmin dan muslim ini.
Dan semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang telah mendahului kami
dan orang-orang kemudian, dan kami insya Allah akan menyusul kalian
semua.'" [Shahih Muslim]
Pendapat keempat: Hukumnya sunnah
seperti laki-laki.
Buraidah radhiallahu'anhu berkata; Rasulullah
ﷺ bersabda:
«نَهَيْتُكُمْ عَنْ
زِيَارَةِ الْقُبُورِ، فَزُورُوهَا، فَإِنَّ فِي زِيَارَتِهَا تَذْكِرَةً» [سنن أبي داود: صحيح]
"Aku
telah melarang kalian menziarahi kuburan, sekarang berziarahlah ke kuburan, karena
dalam berziarah itu terdapat peringatan (mengingatkan kematian)." [Sunan
Abi Daud: Shahih]
Pendapat
yang kuat adalah yang ketiga,
Adapun laknat kepada wanita penziarah kubur adalah jika dilakukan terlalu
sering atau disertai dengan kemungkaran. Wallahu a’lam!
- Beliau juga melaknat orang-orang
yang memberikan lampu penerang di atas kuburan.
Hadits
“larangan menyalakan lampu pada kuburan” derajatnya lemah, diriwayatkan oleh Abu Daud -rahimahullah-
dalam kitabnya “As-Sunan” (3/218)
no.3236:
عن أَبي صَالِحٍ، يُحَدِّثُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ:
«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُورِ،
وَالْمُتَّخِذِينَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ، وَالسُّرُجَ»
Dari Abu Shalih, ia menceritakan dari Ibnu Abbas berkata; “Rasulullah
ﷺ melaknat para wanita yang menziarahi kuburan,
dan orang-orang yang menjadikannya sebagai masjid dan memberikan pelita”.
Sanad
ini lemah karena salah satu perawinya yaitu Abu Shalih[1] yang bernama Badzam atau Badzan maula Ummu Hani’
binti Abi Thalib; Periwayatan haditsnya dilemahkan oleh jumhur ulama.
Adapun
“laknat bagi wanita penziarah kubur, dan yang menjadikannya sebagai tempat
ibadah”; Maka hadits ini shahih karena
ada penguatnya (syahid).
Dengan
demikian, tidak ada dalil jelas yang menyebutkan larangan memberi pelita pada
kuburan. Akan tetapi ada beberapa dalil umum yang menunjukkan bahwa perbuatan
ini dilarang, seperti:
a.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya tidak
melakukan hal tersebut.
Dari Aisyah
ummul mu'miniin -radhiyallahu 'anha-; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
«مَنْ
أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ» [صحيح البخاري]
"Barangsiapa yang
mengada-ada suatu dalam urusan kami (ibadah) yang bukan bagian darinya, maka
hal itu tertolak". [Sahih Bukhari]
b.
Larangan meniru kaum kafir dan musyrik.
Dari Ibnu
Umar radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
«مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Barang siapa
yang meniru suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka". [Sunan Abi
Daud: Shahih]
c.
Larangan menyianyiakan harta.
Dari Al-Mugirah
bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"
إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَإِضَاعَةَ المَالِ،
وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ " [صحيح
البخاري ومسلم]
"Sesungguhnya
Allah membenci dari kalian tiga perkara: Banyak bicara (yang tidak bermanfaat),
menghambur-hamburkan harta, dan banyak meminta (bertanya)". [Sahih Bukhari
dan Muslim]
d.
Larangan sikap berlebihan.
Dari Ibnu
Abbas radiyallahu 'anhuma; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
«إِيَّاكُمْ
وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ
فِي الدِّينِ» [سنن
النسائي: صحيح]
"Hati-hatilah
kalian dengan sikap berlebih-lebihan dalam menjalankan agama karena
sesungguhnya yang membinasakan umat-umat sebelum kalian adalah sikap
berlebih-lebihan dalam menjalankan agama". [Sunan An-Nasa'i: Sahih]
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Syarah Kitab tauhid bab (20); Larangan beribadah kepada Allah di sisi kuburan orang shalih
[1] Lihat
biografi "Abu Shalih" dalam kitab:
Adh-Dhu'afaa' Ash-Shagiir karya Al-Bukhariy hal.27 , Adh-Dhu'afaa' karya
An-Nasa'iy hal.158, Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 1/165, Al-Jarh wa
At-Ta'diil karya Ibnu Abi Hatim 2/431, Al-Majruhiin karya Ibnu Hibban 1/185,
Al-Kaamil karya Ibnu 'Adiy 2/68, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 1/135, Al-Kasyif
karya Adz-Dzahabiy 1/263, Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal.163.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...