Jumat, 02 Oktober 2020

Hadits tentang sujud syukur

 بسم الله الرحمن الرحيم

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan ketika mendapatkan nikmat dari Allah subhanahu wata’alaa sebagai bentuk pujian dan terima kasih kepadaNya.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ} [النحل: 114]

Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; Dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. [An-Nahl:114]

{اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ} [سبأ: 13]

Beramallah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah), dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. [Saba':13]

Ø  Al-Mugirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan shalat malam sampai kakinya bengkak, ditanyakan kepadanya: Kenapa engkau malakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:

«أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا» [صحيح البخاري ومسلم]

“Tidakkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?!” [Sahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Sifat mukmin yang menakjubkan; Bersyukur dan bersabar

Ada beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan tentang anjuran sujud syukur, diantaranya:

A.    Hadits Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu.

Diriwayatkan oleh Abu Daud (3/89) no.2774, Tirmidziy (4/141) no.1578, dan Ibnu Majah (1/446) no.1394 dalam kitab Sunan mereka -rahimahumallah-; Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu berkata:

«كَانَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ»

“Nabi bahwa apabila terdapat perkara perkara yang menyenangkan atau beliau dibei kabar gembira maka beliau bersujud untuk bersyukur kepada Allah”.

At-Tirmidziy berkata: “Hadits ini hasan”.

Penjelasan singkat hadits ini:

1)      Biografi Abu Bakrah Nufai' bin Al-Harits radhiyallahu ‘anhu.

Lihat di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2)      Keutamaan sujud syukur.

Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

«عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً» [صحيح مسلم]

"Hendaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah, karena sesungguhnya engkau tidak sujud kepada Allah kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat, dan menghapus darimu satu dosa". [Sahih Muslim]

Ø  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

حَتَّى إِذَا فَرَغَ اللَّهُ مِنَ القَضَاءِ بَيْنَ عِبَادِهِ، وَأَرَادَ أَنْ يُخْرِجَ مِنَ النَّارِ مَنْ أَرَادَ أَنْ يُخْرِجَ، مِمَّنْ كَانَ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَمَرَ المَلائِكَةَ أَنْ يُخْرِجُوهُمْ، فَيَعْرِفُونَهُمْ بِعَلامَةِ آثَارِ السُّجُودِ، وَحَرَّمَ اللَّهُ عَلَى النَّارِ أَنْ تَأْكُلَ مِنَ ابْنِ آدَمَ أَثَرَ السُّجُودِ، فَيُخْرِجُونَهُمْ [صحيح البخاري ومسلم]

" ... Sampai ketika Allah selesai mengadili di antara hamba-hamba-Nya dan ingin mengeluarkan dari neraka (dengan rahmat-Nya) orang yang dikehendakinya untuk dikeluarkan dari orang-orang yang dulunya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Allah memerintahkan malaikat untuk mengeluarkan mereka. Maka malaikat mengetahui mereka dengan tanda bekas sujud, dan Allah telah mengharamkan bagi neraka untuk membakar bekas sujud dari anak cucu Adam, kemudian malaikat mengeluarkan mereka (dari neraka) ... ". [Sahih Bukhari dan Muslim]

3)      Hukum sujud syukur

Jumhur ulama berpendapat bahwa sujud syukur hukumnya sunnah dengan dalil beberapa hadits shahih yang menunjukkan bahwa Nabi shallahllahu 'alaihi wasallam dan sahabatnya melakukan sujud syukur.

Sedangkan Imam Malik dan salah satu riwayat dari Abi Hanifah mengatakan bahwa sujud syukur hukumnya mubah (boleh) tidak makruh dan tidak dianjurkan.

4)      Apakah disyaratkan suci ketika sujud syukur?

Sebagian berpendapat wajib dalam keadaan suci ketika sujud syukur karena dikiaskan kepada shalat.

Namun pendapat yang terkuat bahwa tidak diwajibkan karena sujud syukur bukanlah shalat.

5)      Apakah harus takbir?

Tidak perlu takbir ketika akan sujud syukur karena tidak ada dalilnya dan tidak dikiaskan kepada shalat.

6)      Apakah harus menghadap kiblat?

Tidak harus menghadap kiblat ketika sujud syukur karena tidak ada dalil yang mewajibkannya dan tidak bisa dikiaskan kepada shalat.

7)      Apa yang dibaca ketika sujud syukur?

Tidak ada hadits yang menyebutkan do’a khusus yang dibaca ketika sujud syukur, maka dianjurkan untuk membaca do’a sujud ketika shalat secara umum, dan memperbanyak do’a.

'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: "Saat rukuk dan sujud Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memperbanyak membaca do'a:

«سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا، وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي»

“(Maha suci Engkau wahai Tuhan kami, segala puji bangi-Mu, ya Allah ampunilah aku), sebagai pengamalan perintah Al Qur'an." [Shahih Bukhari dan Muslim]

8)      Bolehkah sujud syukur ketika sedang shalat?

Ulama berselisish pendapat dalam hal ini:

Pendapat pertama: Tidak boleh sujud syukur ketika shalat, karena bukan bagian dari gerakan shalat.

Pendapat kedua: Penyebab sujud syukur adalah nampaknya nikmat, maka ketika nampak nikmat ketika shalat maka dianjurkan sujud syukur.

B.     Hadits Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad -rahimahullah- dalam Musnadnya (3/201) no.1664, Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu berkata;

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَوَجَّهَ نَحْوَ صَدَقَتِهِ فَدَخَلَ، فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَخَرَّ سَاجِدًا، فَأَطَالَ السُّجُودَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَبَضَ نَفْسَهُ فِيهَا، فَدَنَوْتُ مِنْهُ، ثُمَّ جَلَسْتُ فَرَفَعَ رَأْسَهُ، فَقَالَ: «مَنْ هَذَا؟» قُلْتُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ، قَالَ: «مَا شَأْنُكَ؟» قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ سَجَدْتَ سَجْدَةً خَشِيتُ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ قَبَضَ نَفْسَكَ فِيهَا، فَقَالَ: " إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلامُ، أَتَانِي فَبَشَّرَنِي، فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ: مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ صَلَّيْتُ عَلَيْهِ، وَمَنْ سَلَّمَ عَلَيْكَ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَسَجَدْتُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ شُكْرًا "

Suatu ketika Rasulullah keluar menuju ke arah tempat shalatnya, setelah beliau masuk, beliau menghadap kiblat dan tersungkur sujud. Beliau memanjangkan sujudnya sampai saya mengira bahwa Allah 'Azza wa Jalla telah mencabut nyawa beliau pada saat itu. Maka aku pun mendekati beliau dan duduk, tiba-tiba beliau mengangkat kepalanya dan bertanya, "Siapa kamu?" aku menjawab, "Abdurrahman bin Auf." Beliau bertanya, "Ada apa?" aku menjawab, "Wahai Rasulullah, Anda melakukan sujud yang saya khawatir bahwa Allah telah mencabut nyawa Anda pada saat itu." Beliau bersabda, "Jibril 'alaihissalam mendatangiku dan menyampaikan kabar gembira kepadaku, dia berkata bahwa Allah telah berfirman; 'Barangsiapa bershalawat kepadamu niscaya Aku akan bershalawat kepadanya, dan barangsiapa yang mengucapkan salam kepadamu niscaya aku akan mengucapkan salam kepadanya. ' Maka saya bersujud kepada Allah 'azza wa Jalla." 

Syekh Syu'aib Al-Arnauth -rahimahullah- berkata: "Hadits ini hasan ligairih".

Ø  Dalam riwayat lain: Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau dalam keadaan sujud, dan beliau memanjangkan sujudnya. Rasulullah bersabda:

" أَتَانِي جِبْرِيلُ قَالَ: مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ صَلَّيْتُ عَلَيْهِ، وَمَنْ سَلَّمَ عَلَيْكَ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ ؛ فَسَجَدْتُ لِلَّهِ شُكْرًا "

“Jibril mendatangiku dan berkata: "Barangsiapa yang bershalawat kepadmu akupun akan bersalawat kepadanya, dan barangsiapa yang memberi salam kepadamu akupun akan memberi salam kepadanya"; maka aku sujud untuk Allah ungkapan rasa syukur”. [Fadhlu Ash-Shalaah 'ala An-Nabiy: Sahih]

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu.

Lihat di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2.      Dianjurkan menghadap qiblat ketika sujud syukur.

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

{قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ} [البقرة: 144]

Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. [Al-Baqarah:144]

3.      Memanjangkan waktu sujud.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ» [صحيح مسلم]

"Saat yang paling dekat antara hamba dan Tuhannya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah berdo'a di saat itu". [Sahih Muslim]

4.      Selain sujud syukur, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga berdo’a ketika mendapati sesuatu yang ia senangi.

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- jika melihat sesuatu yang menyenangkannya beliau mengatakan  ..

«الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَات»

"Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sempuna segala amal saleh".

Dan jika melihat sesuatu yang tidak menyenangkannya beliau mengatakan ...

«الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ»

"Segala puji bagi Allah atas segala hal". [Sunan Ibnu Majah: Hasan]

5.      Keutamaan shalawat.

Dari Umair bin Niyar radhiyallahu ‘anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«مَنْ صَلَّى عَلَيَّ مِنْ أُمَّتِي صَلَاةً مُخْلِصًا مِنْ قَلْبِهِ، صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وَرَفَعَهُ بِهَا عَشْرَ دَرَجَاتٍ، وَكَتَبَ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ، وَمَحَا عَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ» [السنن الكبرى للنسائي: حسنه الألباني]

“Barangsiapa yang bershalawat untukku dari umatku satu shalawat dengan keikhlasan dari hatinya maka Allah bershalawat untuknya sepuluh shalawat, mengangkat derajatnya sepuluh derajat, mencatat untuknya sepuluh kebaikan, dan menghapus darinya sepuluh keburukan” [Sunan Al-Kubra An-Nasa’iy: Hasan]

Lihat: Keutamaan bershalawat

C.     Hadits Al-Baraa’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu.

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy -rahimahullah- dalam “As-Sunan Al-Kubra” 2/516 no.3932, Al-Baraa’ radhiyallahu ‘anhu berkata:

بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ يَدْعُوهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَلَمْ يُجِيبُوهُ، ثُمَّ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ وَأَمَرَهُ أَنْ يَقْفُلَ خَالِدٌ وَمَنْ كَانَ مَعَهُ إِلَّا رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ مَعَ خَالِدٍ أَحَبَّ أَنْ يُعَقِّبَ مَعَ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَلْيُعَقِّبْ مَعَهُ قَالَ الْبَرَاءُ: فَكُنْتُ مِمَّنْ عَقَّبَ مَعَهُ، فَلَمَّا دَنَوْنَا مِنَ الْقَوْمِ خَرَجُوا إِلَيْنَا فَصَلَّى بِنَا عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَصَفَّنَا صَفًّا وَاحِدًا، ثُمَّ تَقَدَّمَ بَيْنَ أَيْدِينَا، فَقَرَأَ عَلَيْهِمْ كِتَابَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْلَمَتْ هَمْدَانُ جَمِيعًا، فَكَتَبَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِسْلَامِهِمْ، فَلَمَّا قَرَأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكِتَابَ خَرَّ سَاجِدًا، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: " السَّلَامُ عَلَى هَمْدَانَ، السَّلَامُ عَلَى هَمْدَانَ "

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Khalid bin Walid ke penduduk Yaman untuk mengajak mereka memeluk Islam namun mereka tidak merespon, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Ali bin Abi Thalib dan memerintahkannya untuk memulangkan Khalid beserta rombongannya kecuali satu orang dari rombongan Khalid yang senang tinggal bersama Ali radhiyallahu 'anhu maka tinggallah bersamanya.

Al-Barra' berkata: Dan akulah yang tinggal bersamanya itu, maka ketika kami mendekat dari kaum tersebut mereka menyambut kami, maka Ali radhiyallahu 'anhu shalat mengimami kami dan menjadikan kami satu shaf, kemudian maju kedepan kami dan membacakan kami surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka seluruh penduduk Hamdan memeluk Islam. Lalu Ali radhiyallahu 'anhu menulis surat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan keislaman mereka. Dan ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca surat tersebut beliau bersungkur sujud kemudian mengankat kepalanya seraya berdo'a: “Keselamatan atas Hamdaan, keselamatan atas Hamdaan"

Al-Baihaqiy berkata:

أَخْرَجَ الْبُخَارِيُّ صَدْرَ هَذَا الْحَدِيثِ، ... وسُجُودُ الشُّكْرِ فِي تَمَامِ الْحَدِيثِ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِهِ

“Imam Bukhari meriwayatkan awal hadits ini, … dan sujud syukur yang disebutkan dalam lafadz sempurnah hadits ini derajatnya shahih sesuai dengan syarat imam Bukhari”.

Penjelasan singkat hadits ini:

1.      Biografi Al-Baraa’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu.

Lihat di sini: https://umar-arrahimy.blogspot.com/

2.      Keistimewaan Khalid bin Walid, Abu Sulaiman Al-Qurasyiy radhiyallahu ‘anhu.

Anas radhiallahu'anhu:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى زَيْدًا، وَجَعْفَرًا، وَابْنَ رَوَاحَةَ لِلنَّاسِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَهُمْ خَبَرُهُمْ، فَقَالَ: «أَخَذَ الرَّايَةَ زَيْدٌ فَأُصِيبَ، ثُمَّ أَخَذَ جَعْفَرٌ فَأُصِيبَ، ثُمَّ أَخَذَ ابْنُ رَوَاحَةَ فَأُصِيبَ» وَعَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ: «حَتَّى أَخَذَ الرَّايَةَ سَيْفٌ مِنْ سُيُوفِ اللَّهِ، حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ» [صحيح البخاري]

Bahwasanya Nabi pernah mengumumkan kematian Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah kepada para sahabat sebelum berita kematian mereka sampai (dari perang Mu’tah). Nabi sabdakan, "Bendera perang diambil oleh Zaid, lantas ia gugur, kemudian Ja'far mengambil alih benderanya, ia pun gugur, lantas diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah dan ia pun gugur -seraya kedua mata beliau berlinang-, lantas bendera diambil oleh "Si pedang Allah", Khalid bin Al-Walid hingga Allah membuka kemenangan bagi mereka. [Shahih Bukhari]

3.      Keistimewaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

Lihat di sini: Keistimewaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu

4.      Keistimewaan qabalah (kaum) Hamdaan.

Hamdaan adalah nama salah satu kampung di Yaman yang dihuni oleh penduduk dari kabilah Qahthaniyah. Mereka mengunjungi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di Madina pada tahun 9 hijriyah.

5.      Kemampuan berda’wah setiap orang tidaklah sama.

Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu 'anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;

" عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرُّهَيْط، ُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ، وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ. إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي، فَقِيلَ لِي: هَذَا مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْمُه، ُ وَلَكِنْ انْظُرْ إِلَى الْأُفُق! ِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ. فَقِيلَ لِي: انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ الْآخَر! ِ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيم، ٌ فَقِيلَ لِي: هَذِهِ أُمَّتُك، َ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ "

“Beberapa umat ditunjukkan kepadaku. Maka aku melihat seorang nabi bersama sekelompok kecil, ada lagi nabi yang disertai seorang atau dua orang dan ada pula nabi yang tidak disertai seorang pun. Tiba-tiba ditunjukkan kepadaku kelompok besar. Aku menyangka mereka adalah umatku. Namun dijelaskan: 'Ini adalah Musa dan kaumnya. Lihatlah ke ufuk!' Aku memandang ke ufuk, ternyata ada kelompok yang lebih besar. Dijelaskan lagi kepadaku: Pandanglah ke ufuk yang lain. Ternyata ada sekelompok yang lebih besar lagi. Dijelaskan padaku: 'Ini adalah umatmu. Di antara mereka ada tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan siksa.'" [Shahih Muslim]

Lihat: Syarah kitab Tauhid bab (3) “Siapa yang mengaplikasikan tauhid akan masuk surga tanpa perhitungan”

6.      Hidayah hanya milik Allah semata.

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

{إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ} [القصص: 56]

Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk (taufiq) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. [Al-Qashash: 56]

Lihat: Syarah Kitab tauhid bab (18); Hanya Allah yang bisa memberi hidayah

7.      Shalat sebagai penolong dalam segala hal.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ} [البقرة: 45]

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. [Al-Baqarah:45]

Lihat: Hadits tentang shalat hajat

8.      Memberikan contoh ajaran Islam dalam berda’wah.

Ketika Aisyah radhiyallahu 'anha ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia menjawab:

«كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ» [مسند أحمد: صحيح]

"Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur'an". [Musnad Ahmad: Sahih]

9.      Kasih sayang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ} [التوبة: 128]

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. [At-Taubah: 128]

10.  Keutamaan berda’wah.

Allah -subhanahu wata'ala- berfirman:

{وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ} [فصلت: 33]

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" [Fushilat: 33]

Ø  Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا»

"Barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun." [Shahih Muslim]

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu:

«فَوَاللَّهِ لَأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Demi Allah, jika seorang diberi hidayah karena kamu maka itu lebih untukmu dari seekou unta merah". [Sahih Bukhari dan Muslim]

11.  Keutamaan bersyukur.

Allah subhanahu wa ta'aalaa berfirman:

{وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ} [إبراهيم: 7]

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". [Ibrahim:7]

{مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا} [النساء: 147]

Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman?! Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. [An-Nisaa’: 147]

Lihat: Menjadi insan yang bersyukur di bulan Ramadhan

D.    Hadits Ka’b bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim -rahimahullahma- dalam “Ash-Shahih”, Ka'ab bin Malik radhiyallahu 'anhu menceritakan peristiwa tentang dirinya ketika Allah menerima taubanya karena ia tertinggal dari Rasulullah dalam perang Tabuk (Rajab 9 hijriyah).' Ka'ab bin Malik berkata:

فَلَمَّا صَلَّيْتُ صَلاَةَ الفَجْرِ صُبْحَ خَمْسِينَ لَيْلَةً، وَأَنَا عَلَى ظَهْرِ بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِنَا، فَبَيْنَا أَنَا جَالِسٌ عَلَى الحَالِ الَّتِي ذَكَرَ اللَّهُ، قَدْ ضَاقَتْ عَلَيَّ نَفْسِي، وَضَاقَتْ عَلَيَّ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ، سَمِعْتُ صَوْتَ صَارِخٍ، أَوْفَى عَلَى جَبَلِ سَلْعٍ بِأَعْلَى صَوْتِهِ: يَا كَعْبُ بْنَ مَالِكٍ أَبْشِرْ، قَالَ: فَخَرَرْتُ سَاجِدًا، وَعَرَفْتُ أَنْ قَدْ جَاءَ فَرَجٌ، وَآذَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَوْبَةِ اللَّهِ عَلَيْنَا حِينَ صَلَّى صَلاَةَ الفَجْرِ

“Ketika saya melakukan shalat fajar pada malam yang ke lima puluh di bagian belakang rumah. Ketika saya sedang duduk dalam shalat tersebut, diri saya diliputi penyesalan dan kesedihan. Sepertinya bumi yang luas ini terasa sempit bagi diri saya. Tiba-tiba saya mendengar seseorang berteriak dengan lantangnya menembus cakrawala; 'Hai Ka'ab bin Malik, bergembiralah! ' Maka saya pun tersungkur sujud dan mengetahui bahwasanya saya telah terbebas dari persoalan saya. Ka'ab bin Malik berkata; 'Kemudian Rasulullah mengumumkan kepada kaum muslimin saat usai shalat Subuh bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menerima tobat kami”.

Lihat penjelasan kisah ini di sini: Hadits Taubat Ka'b bin Malik radhiyallahu 'anhu

E.     Hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthniy -rahimahullah- dalam Sunannya (2/268) no.1515:

عن عَبْد اللَّهِ بْن بَزِيعٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ ذَرٍّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «سَجَدَهَا نَبِيُّ اللَّهِ دَاوُدُ تَوْبَةً، وَسَجَدْنَاهَا شُكْرًا» يَعْنِي ص

Dari Abdullah bin Bazii’, dari Umar bin Dzarr, dari Bapaknya, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma; Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Nabiyullah Daud sujud sebagai bentuk taubat, dan kita sujud sebagai rasa syukur”. Maksudnya (ketika membaca) surah Shaad.

Sanad hadits ini lemah, karena ada perawi yang bernama Abdullah bin Bazii’ Al-Anshariy[1]; Periwayatan haditsnya dilemahkan oleh Ad-Daraquthniy, Ibnu ‘Adiy, dan selainnya.

F.     Hadits Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.

Diriwayatkan oleh Abu Daud -rahimahullah- dalam Sunannya (3/89) no.2775:

عن مُوسَى بْن يَعْقُوبَ، عَنِ ابْنِ عُثْمَانَ - وَهُوَ يَحْيَى بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عُثْمَانَ - عَنِ الْأَشْعَثِ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ نُرِيدُ الْمَدِينَةَ، فَلَمَّا كُنَّا قَرِيبًا مِنْ عَزْوَرَا نَزَلَ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ فَدَعَا اللَّهَ سَاعَةً، ثُمَّ خَرَّ سَاجِدًا فَمَكَثَ طَوِيلًا، ثُمَّ قَامَ فَرَفَعَ يَدَيْهِ فَدَعَا اللَّهَ سَاعَةً، ثُمَّ خَرَّ سَاجِدًا فَمَكَثَ طَوِيلًا، ثُمَّ قَامَ فَرَفَعَ يَدَيْهِ سَاعَةً، ثُمَّ خَرَّ سَاجِدًا - ذَكَرَهُ أَحْمَدُ ثَلَاثًا - قَالَ: «إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي وَشَفَعْتُ لِأُمَّتِي، فَأَعْطَانِي ثُلُثَ أُمَّتِي فَخَرَرْتُ سَاجِدًا شُكْرًا لِرَبِّي، ثُمَّ رَفَعْتُ رَأْسِي فَسَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي فَأَعْطَانِي ثُلُثَ أُمَّتِي فَخَرَرْتُ سَاجِدًا لِرَبِّي شُكْرًا، ثُمَّ رَفَعْتُ رَأْسِي، فَسَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي فَأَعْطَانِي الثُّلُثَ الْآخِرَ فَخَرَرْتُ سَاجِدًا لِرَبِّي»

Dari Musa bin Ya’qub, dari Ibnu ‘Utsman – ia adalah Yahya bin Al-Hasan bin ‘Utsman -, dari Al-Asy’ats bin Ishaq bin Sa’d, dari ‘Amir bin Sa’d, dari Bapaknya (Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu) berkata: Kami keluar besama Rasulullah dari Makkah henda menuju Madinah. Kemudian tatkala kami telah mendeati 'Azwara, beliau turun kemudian mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Allah sesaat, kemudian beliau bersujud. Beliau lama berada dalam keadaan demikian kemudian bangkit dan mengangkat kedua tangannya, dan berdoa kepada Allah sesaat, kemudian beliau bersujud. Beliau lama berada dalam keadaan demikian kemudian bangkit dan mengangkat kedua tangannya, dan berdoa kepada Allah sesaat, kemudian beliau bersujud. Ahmad menyebutkan hal tersebut sebanyak tiga kali. Beliau berkata, "Aku memohon kepada Tuhanku dan memintakan syafaat untuk umatku. Kemudian Allah memberiku sepertiga umatku, lalu aku bersujud sebagai rasa syukur kepada Tuhanku. Kemudian aku mengangkat kepalaku dan memohonkan untuk umatku. Kemudian Allah memberiku sepertiga umatku, lalu aku bersujud sebagai rasa syukur kepada Tuhanku. Kemudian aku mengangkat kepalaku dan memohonkan untuk umatku. Kemudian Allah memberiku sepertiga yang lainnya, lalu aku bersujud untuk Tuhanku."

Sanad hadits ini sangat lemah dikarenakan tiga cacat pada perawinya:

a)       Musa bin Ya’qub Az-Zam’iy[2]; Periwayatan haditsnya dilemahkan oleh Ibnu Al-Madiniy, Adz-Dzahabiy, Ibnu Hajar, dan selainnya.

b)      Yahya bin Al-Hasan bin ‘Utsman[3]; Al-Hafidz Ibnu Hajar menghukuminya: Majhul haal (tidak diketahui kondisinya).

c)       Al-Asy’ats bin Ishaq bin Sa’d[4]. Al-Hafidz Ibnu Hajar menghukuminya: Maqbul (riwayatnya diterima jika ada penguat)

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Hukum seputar sujud tilawah - Sujud sahwi dilakukan sebelum atau setelah salam? - Hadits 'Ubaidillah bin Mihshan; Nikmat aman, sehat, dan sejahtra



[1] Lihat biografi " Abdullah bin Bazii’ " dalam kitab: Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 1/317, Al-Kaamil karya Ibnu 'Adiy 5/415, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 2/116, Al-Mugni fii Adh-Dhu’afaa’ karya Adz-Dzahabiy 1/333, Lisaan Al-Miizaan karya Ibnu Hajar 4/441.

[2] Lihat biografi " Musa bin Ya’qub " dalam kitab: Taariikh Ibnu Ma'in riwayat Ad-Duuriy 3/158, Al-Jarh wa At-Ta'diil karya Ibnu Abi Hatim 8/168, Al-Kaamil 6/342, Tahdziib Al-Kamaal karya Al-Mizziy 29/171, Al-Kasyif karya Adz-Dzahabiy 2/309, Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal.987.

[3] Lihat biografi " Ibnu ‘Utsman " dalam kitab: Tahdziib Al-Kamaal 31/270, Taqriib At-Tahdziib hal.589.

[4] Lihat biografi " Al-Asy’ats bin Ishaq " dalam kitab: Al-Jarh wa At-Ta'diil 2/269, Tahdziib Al-Kamaal 3/258, Taqriib At-Tahdziib hal.112.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...