بسم الله الرحمن الرحيم
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
"بَابُ مَا يُكْرَهُ
مِنْ قِيلَ وَقَالَ"
“Bab: Tentang larangan banyak berbicara”
Dalam bab ini, imam Bukhari menjelaskan
tentang larangan banyak berbicara tanpa manfaat dengan menukil perkataan semua
yang ia dengar dan mengungkapkan semua yang ia pikirkan tanpa memilah dan
memilih mana yang benar atau salah, dan mana yang baik atau buruk.
Imam Bukhari rahimahullah berkata:
6473 - حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ مُسْلِمٍ [الطوسي]، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ [بن بشير الواسطي]،
أَخْبَرَنَا غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْهُمْ: مُغِيرَةُ [بن مِقْسَمٍ الضَّبِّيُّ]،
وَفُلاَنٌ [مُجَالِدُ بنُ سَعِيْدِ]، وَرَجُلٌ ثَالِثٌ أَيْضًا [داود بن أبي هند
أو زكريا بن أبي زائدة أو إسماعيل بن أبي خالد]، عَنِ الشَّعْبِيِّ [عامر بن
شراحيل]، عَنْ وَرَّادٍ [الثقفي] كَاتِبِ المُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ: أَنَّ
مُعَاوِيَةَ كَتَبَ إِلَى المُغِيرَةِ: أَنِ اكْتُبْ إِلَيَّ بِحَدِيثٍ سَمِعْتَهُ
مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَكَتَبَ إِلَيْهِ
المُغِيرَةُ: إِنِّي سَمِعْتُهُ يَقُولُ عِنْدَ انْصِرَافِهِ مِنَ الصَّلاَةِ:
«لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ
الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ» ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، قَالَ: "وَكَانَ
يَنْهَى عَنْ قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةِ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةِ المَالِ،
وَمَنْعٍ وَهَاتِ، وَعُقُوقِ الأُمَّهَاتِ، وَوَأْدِ البَنَاتِ"
Telah menceritakan kepada kami Ali bin
Muslim [Ath-Thusiy], ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Husyaim [bin
Basyir Al-Wasithiy], ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami tidak hanya satu
orang, diantaranya adalah Mughirah [bin Miqsam Adh-Dhabbiy] dan fulan [Mujalid
bin Sa’id] dan satu orang lagi [Daud bin Abi Hind atau Zakariya bin Abi Zaidah
atau Isma’il bin Abi Khalid], dari Asy-Sya'biy [‘Amir bin Syarahil], dari
Warrad [Ats-Tsaqafiy] sekretaris Mughirah bin Syu'bah, bahwa Mu'awiyah berkirim
surat kepada Al-Mughirah: "Tulislah untukku hadits yang pernah kamu
dengar dari Rasulullah ﷺ! Warrad berkata,
Lantas Al-Mughirah menjawab suratnya, "Sesungguhnya aku pernah mendengar
beliau salalu mengucapkan doa sehabis salat yaitu; LAA-ILAAHA ILLALLAAH,
WAHDAHU LAA SYARIIKA LAHU, LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI'IN
QADIIR, (Tiada sesembahan yang hak selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya,
Milik-Nya lah segala kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia Mahakuasa atas
segala sesuatu)." Beliau mengucapkannya hingga tiga kali. Dan beliau juga
melarang desas desus (ghosip/banyak bicara), banyak bertanya dan menghambur-hamburkan harta,
beliau juga melarang mendurhakai ibu, menghalangi orang lain memperoleh
kemanfaatan dan mengubur hidup-hidup anak perempuan."
وَعَنْ هُشَيْمٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ
المَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ وَرَّادًا، يُحَدِّثُ هَذَا الحَدِيثَ،
عَنِ المُغِيرَةِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan dari Husyaim, telah mengabarkan kepada
kami Abdul Malik bin Umair, dia berkata, saya mendengar Warrad menceritakan
hadits ini dari Al-Mughirah dari Nabi ﷺ.
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi Al-Mugirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu.
Lihat: . https://umar-arrahimy.blogspot.com/
2.
Mengeraskan suara ketika berdzikir setelah shalat.
Ulama beselisih pendapat dalam hal ini:
Pendapat
pertama: Makruh mengangkat suara
dengan dzikir setelah shalat lima waktu kecuali imam yang ingin mengajarkan
dzikir kepada jama’ahnya, dan setelah mereka menghafalkannya maka imam kembali
mengecilkan suara dengan dzikirnya.
Ini adalah pendapat imam Syafi’iy dan
Jumhur ulama, dan dipilih oleh syekh Albaniy rahimahumullah, dengan
dalil:
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ
الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ
الْغَافِلِينَ} [الأعراف: 205]
“Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di
waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
lalai". [Al-A'raf:205]
Ø Abu Musa Al-Asy'ariy radhiyallahu 'anhu berkata:
Suatu waktu kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam
perjalana, kami tidak menaiki suatu yang tinggi kecuali kami mengangkat suara
dengan takbir. Maka Rasulullah mendekati kami dan
berkata:
«أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، إِنَّكُمْ لَيْسَ
تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا، وَهُوَ
مَعَكُمْ»
“Wahai sahabatku, sayangilah diri kalian,
karena sesungguhnya kalian tidak meminta kepada yang tuli dan tidak ada,
sesungguhnya kalian meminta kepada Yang Maha Mendengan dan Maha Dekat dan Ia
bersama kalian". [Sahih Bukhari dan Muslim]
Adapun hadits-hadits yang menunjukkan bahwa
Nabi mengeraskan dzikir setelah shalat, maka beliau lakukan hanya sesekali
untuk mengajarkan kepada ummatnya cara berdzikir, setelah itu beliau tinggalkan.
Pendapat
kedua: Disunnahkan mengangkat suara
tapi tidak sampai mengganggu orang lain di sekitanya. Ini adalah pendapat Ibnu
Hazm, Syekh Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, Ibnu ‘Utsaimin, dan yang lainnya rahimahumullah.
Dengan dalil:
Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:
{وَلَا تَجْهَرْ
بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا} [الإسراء: 110]
Dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam
salat [do’a dan dzikir] dan janganlah (pula) merendahkannya dan usahakan jalan
tengah di antara kedua itu.” [Al-Isra': 110]
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
«كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ» [صحيح البخاري ومسلم]
“Dulu aku mengetahui
selesainya salat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan mendengarnya
bertakbir”. [Shahih Bukhari dan Muslim]
Ø Dalam riwayat lain; Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:
«أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ، بِالذِّكْرِ
حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ المَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» وَقَالَ «كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا
سَمِعْتُهُ»
“Sesungguhnya mengankat suara
dengan zikir ketika orang-orang selesai salat fardhu adalah amalan yang
dilakukan pada masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan aku tahu kalau mereka
sudah selesai salat jika mendengarnya”. [Shahih Bukhari dan Muslim]
3.
Dzikir “lailaha illallah” setelah shalat.
Dari
Al-Mugirah bin Syu’bah –radhiyallahu ‘anhu-;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوبَةٍ: «لاَ إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ، وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا
مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الجَدِّ مِنْكَ الجَدُّ»
Bahwasanya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membaca pada setiap akhir shalat wajib: “Tiada Tuhan
yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya
seluruh kerajaan, dan milik-Nya lah segala pujian, dan Ia maha kuasa atas
segala sesuatu. Ya Allah .. tidak ada yang bisa menghalangi apa yang Engkau
berikan, dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau halangi, dan tidak ada
pemilik kekayaan yang bermanfaat (kecuali amal saleh), karena dari-Mu lah kekayaan
itu."
Ø Dalam riwayat lain:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ إِذَا
سَلَّمَ
“Bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering membaca di akhir shalat ketika selesai salam ...” [Shahih Bukhari]
Ø Dalam riwayat lain:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ خَلْفَ الصَّلاَةِ
“Aku
mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca setelah shalat” [Shahih Bukhari]
Ø
Ibnu Az-Zubair radhiyallahu
'anhuma berkata:
«كَانَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ: لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ، لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ
الْفَضْلُ، وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُخْلِصِينَ
لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ»
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam membaca do'a ini dengan suara keras setiap selesai shalat: "Tiada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya,
milik-Nya seluruh kerajaan, dan milik-Nya lah segala pujian, dan Ia maha kuasa
atas segala sesuatu.Tidak ada gerakan dan tidak ada kekuatan kecuali dari
Allah. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan kami tidak beribadah
kecuali kepada Allah. Dari-Nya lah segala kenikmata, dan dari-Nya lah segala
kemurahan, dan untuknyalah pujian yang baik.Tiada Ilah yang berhak disembah
selain Allah, memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak
menyukai(nya).” [Sahih Muslim]
Ø
Dari 'Umarah bin Syabib As-Sabai radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam
bersabda:
" مَنْ قَالَ: لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ،
يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، عَشْرَ مَرَّاتٍ عَلَى
إِثْرِ المَغْرِبِ بَعَثَ اللَّهُ لَهُ مَسْلَحَةً يَحْفَظُونَهُ مِنَ
الشَّيْطَانِ حَتَّى يُصْبِحَ، وَكَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ
مُوجِبَاتٍ، وَمَحَا عَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ مُوبِقَاتٍ، وَكَانَتْ لَهُ
بِعَدْلِ عَشْرِ رِقَابٍ مُؤْمِنَاتٍ "
"Barangsiapa
yang mengucapkan; “Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata
tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya semua kerajaan dan bagi-Nya seluruh
pujian, Dia Yang menghidupkan, serta mematikan, dan Dia Maha Mampu melakukan
segala sesuatu”, sebanyak sepuluh kali setelah Maghrib
maka Allah utus para penjaga yang akan menjaganya dari syetan hingga pagi, dan
Allah catat baginya dengan kalimat tersebut sepuluh kebaikan yang mengharuskan
masuk Surga serta menghapus darinya sepuluh keburukan, dan setara dengan
memerdekakan sepuluh orang mukmin." [Sunan Tirmidziy: Hasan]
Ø
Dari Abdurrahman bin Ghanm radhiyallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
" مَنْ قَالَ قَبْلَ
أَنْ يَنْصَرِفَ وَيَثْنِيَ رِجْلَهُ مِنْ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ، وَالصُّبْحِ: لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، يُحْيِي وَيُمِيتُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ، عَشْرَ مَرَّاتٍ، كُتِبَ لَهُ بِكُلِّ وَاحِدَةٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ،
وَمُحِيَتْ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ، وَرُفِعَ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ، وَكَانَتْ
حِرْزًا مِنْ كُلِّ مَكْرُوهٍ، وَحِرْزًا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، وَلَمْ
يَحِلَّ لِذَنْبٍ يُدْرِكُهُ إِلَّا الشِّرْكَ، وَكَانَ مِنْ أَفْضَلِ النَّاسِ
عَمَلًا، إِلَّا رَجُلًا يَفْضُلُهُ، يَقُولُ: أَفْضَلَ مِمَّا قَالَ "
"Barangsiapa
yang mengucapkan sebelum beranjak dan mengubah posisi kakinya (posisi
tasyahhud) dari shalat Maghrib dan Shubuh:
“Tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan tidak ada sekutu
bagi-Nya. Bagi-Nya lah seluruh kerajaan dan segala pujian. Di tangan-Nya segala
kebaikkan, Dzat Yang menghidupkan dan mematikan. Dia adalah Maha kuasa atas
segala sesuatu”, sebanyak sepuluh kali,
maka akan ditulis baginya pada setiap kata sepuluh kebaikkan dan dihapuskan
dari sepuluh kesalahan. Akan diangkat sepuluh derajat serta menjadi pelindung
baginya dari kesulitan dan dari setan yang terkutuk. Ia tidak akan ditimpa siksa
dari dosanya kecuali dari perbuatan syirik. Dan ia termasuk manusia yang paling
utama amalannya kecuali orang yang berkata dengan sesuatu yang lebih baik dari
apa yang ia katakan." [Musnad Ahmad: Hasan]
Lihat:
Hadits Al-Mugirah bin Syu’bah; Dzikir setelah shalat
4.
Larangan banyak bicara.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu
‘anhuma; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ
مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا، وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ
إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالمُتَشَدِّقُونَ
وَالمُتَفَيْهِقُونَ»
Sesungguhnya yang paling aku cintai dari
kalian dan yang paling dekat dariku di hari kiamat adalah yang paling baik
akhlaknya, dan sesungguhnya yang yang paling aku benci dari kalian dan paling
jauh dariku di hari kiamat “ats-tsartsaruun” (yang banyak bicara), “al-mutasyaddiquun”
(yang terlalu bergaya/berlebian cara berbicaranya), dan “al-mutafaihiquun”.
Sahabat bertanya: Ya Rasulullah, kami sudah
tahu makna “ats-tsartsaruun” dan “al-mutasyaddiquun”, lalu apa
makna “al-mutafaihiquun”?
Rasulullah menjawab:
«المُتَكَبِّرُونَ» [سنن الترمذي: صححه الألباني]
“Orang yang sombong (dalam berbicara).”
[Sunan At-Tirmidziy: Sahih]
Lihat: Adab berkomunikasi dalam Islam
5.
Larangan banyak bertanya.
Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan khutbah
kepada kami seraya bersabda: “Wahai sekalian manusia, Allah telah
mewajibkan atas kalian untuk menunaikan ibadah haji. Karena itu, tunaikanlah
ibadah haji."
Kemudian seorang laki-laki (Al-Aqra' bin
Habis At-Tamimiy) bertanya, "Apakah setiap tahun ya Rasulullah?"
Beliau terdiam beberapa saat, hingga
laki-laki itu mengulanginya hingga tiga kali. Maka beliau pun bersabda:
"َ لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ، ذَرُونِي مَا
تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ
وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا
مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ "
"Sekiranya aku menjawab, 'Ya' niscaya
akan menjadi kewajiban setiap tahun dan kalian tidak akan sanggup
melaksanakannya. Karena itu, biarkanlah apa adanya masalah yang kutinggalkan
untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamu mendapat celaka karena
mereka banyak tanya dan suka mendebat para Nabi mereka. karena itu, bila
kuperintahkan mengerjakan sesuatu, laksanakanlah sebisa-bisanya, dan apabila
kularang kalian mengerjakan sesuatu, maka hentikanlah segera." [Shahih
Muslim]
Lihat: Adab bertanya dan jenis pertanyaan
6.
Larangan menyianyiakan harta.
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ} [الأعراف:
31]
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan*. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan. [Al-A'raaf:31]
*Maksudnya: Janganlah melampaui
batas yang dibutuhkan oleh tubuh (tidak ada manfaatnya) dan jangan pula
melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
{وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا. إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا
إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا} [الإسراء:
26 - 27]
Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)
secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan
dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. [Al-Israa': 26 - 27]
7.
Larangan kikir.
Dari Jabir bin
'Abdullah; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ
الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ
وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
"Hindarilah
kezhaliman, karena kezhaliman itu adalah mendatangkan kegelapan pada hari
kiamat kelak! Jauhilah kekikiran, karena
kekikiran itu telah mencelakakan (menghancurkan) orang-orang sebelum kalian
yang menyebabkan mereka menumpahkan darah dan menghalalkan yang
diharamkan." [Shahih Muslim]
Lihat:
Cela sifat kikir dan penakut
8.
Larangan suka meminta.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ
تَكَثُّرًا، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ» [صحيح مسلم]
“Barangsiapa yang meminta
harta orang lain untuk memperbanyak hartanya sendiri (bukan karena
membutuhkan), maka sebenarnya ia telah meminta batu neraka. Maka silahkan ia
mempersedikit atau memperbanyak”. [Sahih Muslim]
Ø Dari Abdullah bin Umar –radhiyallahu ‘anhuma-; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
«مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ
النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ القِيَامَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ»
[صحيح البخاري ومسلم]
“Seseorang senantiasa meminta
kepada orang-orang sampai ia datang di hari kiamat tanpa ada di wajahnya
sekerat daging”. [Shahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Meminta, memberi, dan menerima
9.
Larangan durhaka kepada ibu.
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma;
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"
الكَبَائِرُ: الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ " [صحيح البخاري
ومسلم]
“Dosa besar itu adalah: Menyekutukan Allah dan durhaka
kepada kedua orang tua”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Lihat: Kewajiban berbakti kepada kedua orang tua
10.
Larangan membunuh anak.
Allah subhanahu wa ta'aalaa
berfirman:
{وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ
وَإِيَّاهُمْ} [الأنعام: 151]
Dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.
[Al-An'aam:151]
{وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ
نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا} [الإسراء:
31]
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu
Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
[Al-Israa':31]
Lihat: Anak adalah anugrah
Wallahu a’lam!
Lihat juga: Kitab Ar-Riqaq, bab 20 dan 21; Sabar dan tawakkal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...