Minggu, 09 April 2023

Adab bertanya dan jenis pertanyaan

بسم الله الرحمن الرحيم

Perintah bertanya kepada ulama.

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ} [النحل: 43] [الأنبياء: 7]

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. [An-Nahl:43, Al-Anbiyaa':7]

{فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا} [الفرقان: 59]

Maka tanyakanlah kepada yang lebih mengetahui. [Al-Furqaan:59]

Larangan banyak bertanya.

Dari Al-Mugirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

" إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَإِضَاعَةَ المَالِ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ " [صحيح البخاري ومسلم]

"Sesungguhnya Allah membenci dari kalian tiga perkara: Banyak bicara (yang tidak bermanfaat), menghambur-hamburkan harta, dan banyak meminta (bertanya)". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan khutbah kepada kami seraya bersabda: “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan atas kalian untuk menunaikan ibadah haji. Karena itu, tunaikanlah ibadah haji."

Kemudian seorang laki-laki (Al-Aqra' bin Habis At-Tamimiy) bertanya, "Apakah setiap tahun ya Rasulullah?"

Beliau terdiam beberapa saat, hingga laki-laki itu mengulanginya hingga tiga kali. Maka beliau pun bersabda:

لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ، ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ "

"Sekiranya aku menjawab, 'Ya' niscaya akan menjadi kewajiban setiap tahun dan kalian tidak akan sanggup melaksanakannya. Karena itu, biarkanlah apa adanya masalah yang kutinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamu mendapat celaka karena mereka banyak tanya dan suka mendebat para Nabi mereka. karena itu, bila kuperintahkan mengerjakan sesuatu, laksanakanlah sebisa-bisanya, dan apabila kularang kalian mengerjakan sesuatu, maka hentikanlah segera." [Shahih Muslim]

Lihat: Syarah Arba'in Nawawiy, hadits (9) Abu Hurairah; Menjauhi larangan dan menjalankan perintah Nabi

Adab-adab dalam bertanya.

Diantaranya:

1)      Tidak memberatkan yang ditanya.

Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

أَيُّ العَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: «الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا»، قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «ثُمَّ بِرُّ الوَالِدَيْنِ» قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ» قَالَ: حَدَّثَنِي بِهِنَّ، وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي

Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah? Rasulullah menjawab: "Shalat tepat pada waktunya !" Ibnu Mas'ud berkata: Kemudian apa? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Berbakti kepada kedua orang tua!" Ibnu Mas'ud berkata: Kemudian apa? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Jihad di jalan Allah!" Ibnu Mas'ud berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikannya kepadaku, dan seandainya aku terus bertanya maka beliau akan terus menjawabnya! [Sahih Bukhari dan Muslim]

2)      Memperhatikan kondisi yang ditanya.

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:

بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ القَوْمَ، جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ، فَقَالَ بَعْضُ القَوْمِ: سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ لَمْ يَسْمَعْ، حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ: «أَيْنَ - أُرَاهُ - السَّائِلُ عَنِ السَّاعَةِ» قَالَ: هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: «إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»

Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berada dalam suatu majelis membicarakan suatu kaum, tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui lalu bertanya, "Kapan datangnya hari kiamat?" Namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tetap melanjutkan pembicaraannya. Sementara itu sebagian kaum ada yang berkata, "Beliau mendengar perkataannya akan tetapi beliau tidak menyukai apa yang dikatakannya itu, " Dan ada pula sebagian yang mengatakan, "Bahwa beliau tidak mendengar perkataannya." Hingga akhirnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyelesaikan pembicaraannya, seraya berkata, "Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?" Orang itu berkata, "Saya wahai Rasulullah!". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat". Orang itu bertanya, "Bagaimana hilangnya amanat itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan tunggulah terjadinya kiamat". [Shahih Bukhari]

Lihat: Hadits Abu Hurairah; Jika amanah sudah dilalaikan

3)      Selektif memilih orang yang ditanya.

Dari Abu Sa'id Sa’d bin Malik bin Sinan Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu; Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"كَانَ فِيمنْ كَانَ قَبْلكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعةً وتِسْعين نفْساً، فسأَل عَنْ أَعلَم أَهْلِ الأَرْضِ فدُلَّ عَلَى راهِبٍ، فَأَتَاهُ فقال: إِنَّهُ قَتَل تِسعةً وتسعِينَ نَفْساً، فَهلْ لَهُ مِنْ توْبَةٍ؟ فقالَ: لا فقتلَهُ فكمَّلَ بِهِ مِائةً ثمَّ سألَ عَنْ أَعْلَمِ أهلِ الأرضِ، فدُلَّ على رجلٍ عالمٍ فقال: إنهَ قَتل مائةَ نفسٍ فهلْ لَهُ مِنْ تَوْبةٍ؟ فقالَ: نَعَمْ ومنْ يحُولُ بيْنَهُ وبيْنَ التوْبة؟ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وكَذَا، فإِنَّ بِهَا أُنَاساً يعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعْهُمْ، ولاَ تَرْجعْ إِلى أَرْضِكَ فإِنَّهَا أَرْضُ سُوءٍ، فانطَلَق حتَّى إِذا نَصَف الطَّريقُ أَتَاهُ الْموْتُ فاختَصمتْ فيهِ مَلائكَةُ الرَّحْمَةِ وملاكةُ الْعَذابِ. فقالتْ ملائكةُ الرَّحْمَةَ: جاءَ تائِباً مُقْبلا بِقلْبِهِ إِلى اللَّهِ تَعَالَى، وقالَتْ ملائكَةُ الْعذابِ: إِنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خيْراً قطُّ، فأَتَاهُمْ مَلكٌ في صُورَةِ آدَمِيٍّ فجعلوهُ بيْنهُمْ أَي -حَكَماً- فقالَ: قِيسُوا ما بَيْن الأَرْضَين فإِلَى أَيَّتهما كَان أَدْنى فهْو لَهُ، فقاسُوا فوَجَدُوه أَدْنى إِلَى الأَرْضِ التي أَرَادَ، فَقبَضْتهُ مَلائكَةُ الرَّحمةِ" [صحيح البخاري ومسلم]

"Pada jaman dahulu ada seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Kemudian orang tersebut mencari orang alim yang paling banyak ilmunya. Lalu ditunjukan kepada seorang rahib (ahli ibadah) dan ia pun langsung mendatanginya. Kepada rahib tersebut ia berterus terang bahwasanya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang dan apakah taubatnya itu akan diterima? Ternyata rahib itu malahan menjawab; 'Tidak. Taubatmu tidak akan diterima.' Akhirnya laki-laki itu langsung membunuh sang rahib hingga genaplah kini seratus orang yang telah dibunuhnya. Kemudian laki-laki itu mencari orang lain lagi yang paling banyak ilmunya. Lalu ditunjukan kepadanya seorang alim yang mempunyai ilmu yang banyak. Kepada orang alim tersebut, laki-laki itu berkata; 'Saya telah membunuh seratus orang dan apakah taubat saya akan diterima? ' Orang alim itu menjawab; 'Ya. Tidak ada penghalang antara taubatmu dan dirimu. Pergilah ke daerah ini dan itu, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah -Subhanahu Wa Ta'ala-. Setelah itu, beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke daerahmu, karena daerahmu itu termasuk lingkungan yang buruk.' Maka berangkatlah laki-laki itu ke daerah yang telah ditunjukan tersebut. Di tengah perjalanan menuju ke sana laki-laki itu meninggal dunia. Lalu malaikat Rahmat dan Azab saling berbantahan. Malaikat Rahmat berkata; 'Orang laki-laki ini telah berniat pergi ke suatu wilayah untuk bertaubat dan beribadah kepada Allah dengan sepenuh hati. Malaikat Azab membantah; 'Tetapi, bukankah ia belum berbuat baik sama sekali.' Akhirnya datanglah seorang malaikat yang berwujud manusia menemui kedua malaikat yang sedang berbantahan itu. Maka keduanya meminta keputusan kepada malaikat yang berwujud manusia dengan cara yang terbaik. Orang tersebut berkata; 'Ukurlah jarak yang terdekat dengan orang yang meninggal dunia ini dari tempat berangkatnya hingga ke tempat tujuannya. Mana yang terdekat, maka itulah keputusannya.' Ternyata dari hasil pengukuran mereka itu terbukti bahwa orang laki-laki tersebut meninggal dunia lebih dekat ke tempat tujuannya. Dengan demikian orang tersebut berada dalam genggaman malaikat Rahmat.' [Shahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Kisah taubat pembunuh 100 orang

4)      Tanyakan yang bermanfaat dan hindari pertanyaaan yang terlarang.

Jenis-jenis pertanyaan.

Ada pertanyaan yang dibolehkan dan ada yang tidak dibolehkan.

1.      Pertanyan yang dibolehkan.

Seperti:

a.       Bertanya untuk diamalkan.

Asma' radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang mandinya orang yang haid. Beliau bersabda,

«تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطَهَّرُ بِهَا»

"Salah seorang dari kalian mengambil air dan daun bidara. Maka bersucilah dia dan sempurnakanlah dalam bersucinya. Kemudia tuangkanlah air di kepalanya sambil memijat-mijatnya dengan kuat hingga meresap pada akar rambutnya, kemudian tuangkan air ke sekujur tubuhnya, setelah itu ambillah sepotong kapas yang sudah diberi minyak wangi yang di gunakan untuk membersihkannya.”

Asma' berkata; 'Bagaimana cara membersihkannya?'

Beliau bersabda; “Subhanallah, bersihkanlah dengannya.”

Lalu Aisyah berkata dengan melirihkan suaranya; 'Kamu besihkan sisa-sisa darah tersebut dengan kapas.'

Dan dia bertanya kepada beliau tentang mandi junub, beliau bersabda:

«تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أَوْ تُبْلِغُ الطُّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ »

“Hendaklah ia mengambil air, kemudian bersuci dan memperbagus bersucinya atau menyempurnakan bersucinya. Kemudian menuangkan air di kepalanya sambil memijat-mijat hingga meresap pada akar kepalanya, setelah itu menuangkan air ke seluruh tubuhnya.”

Aisyah berkata;

«نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ»

'Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menjadi penghalang mereka untuk mendalami masalah agamanya.’  [Shahih Muslim]

Ø  Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata; Kami pernah keluar dalam sebuah perjalanan, lalu salah seorang di antara kami terkena batu pada kepalanya yang membuatnya terluka serius. Kemudian dia bermimpi junub, maka dia bertanya kepada para sahabatnya; Apakah ada keringanan untukku agar saya bertayammum saja?

Mereka menjawab; Kami tidak mendapatkan keringanan untukmu sementara kamu mampu untuk menggunakan air, maka orang tersebut mandi dan langsung meninggal. Ketika kami sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau diberitahukan tentang kejadian tersebut, maka beliau bersabda:

«قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ، أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا، فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَة،ً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا، وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ»

"Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka! Tidakkah mereka bertanya apabila mereka tidak mengetahui, karena obat dari kebodohan adalah bertanya! Sesungguhnya cukuplah baginya untuk bertayammum dan meneteskan air pada lukanya atau mengikat lukanya, kemudian mengusapnya saja dan mandi untuk selain itu pada seluruh tubuhnya yang lain." [Sunan Abi Daud: Hasan]

b.      Untuk diketahui orang lain, seperti pertanyaan Jibril -'alaihissalam- tentang Islam, Iman, Ihsan, dan tanda kiamat kepada Nabi shallallahu ' alaihi wasallam.

Lihat: Syarah Arba’in hadits (2) Umar; Jibril bertanya tentang iman, islam, ihsan, dan kiamat

c.       Untuk menguatkan apa yang sudah diketahui.

Ma’daan bin Abi Thalhah Al-Ya’mariy rahimahullah berkata:

لَقِيتُ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقُلْتُ: أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْخِلُنِي اللهُ بِهِ الْجَنَّةَ؟ أَوْ قَالَ قُلْتُ: بِأَحَبِّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ، فَسَكَتَ. ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَسَكَتَ. ثُمَّ سَأَلْتُهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: سَأَلْتُ عَنْ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ، فَإِنَّكَ لَا تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً، إِلَّا رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً» قَالَ مَعْدَانُ: ثُمَّ لَقِيتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ لِي مِثْلَ مَا قَالَ لِي ثَوْبَانُ

Aku menemui Tsauban radhiyallahu ‘anhu bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka aku bertanya: Beritahulah aku tentang amalan yang jika aku amalkan maka Allah akan memasukkanku ke surga! Atau: Amalan yang paling dicintai oleh Allah!

Maka ia terdiam, kemudian aku menanyainya lagi namun ia tetap diam, kemudian aku menanyainya yang ke tiga kali maka ia berkata: Aku telah menanyakan hal itu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda: “Hendaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah, karena sesungguhnya engkau tidak sujud kepada Allah satu sujud kecuali Allah mengangkatmu dengannya satu derajat dan menghapus darimu dengannya satu dosa”

Ma’daan berkata: Kemudian aku menemui Abu Ad-Dardaa’ radhiyallahu ‘anhu, dan aku menanyainya tentang itu, maka ia menjawabku seperti apa yang dikatakan Tsauban kepadaku. [Shahih Muslim]

Ø  Ibnu Ad-Dailamiy berkata, "Aku mendatangi Ubay bin Ka'b radhiyallahu 'anhu, lalu aku katakan kepadanya, "Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku tentang perkara takdir, maka ceritakanlah kepadaku tentang sesuatu semoga Allah menghilangkan keresahan itu dari dalam hatiku."

Ia menjawab:                                                                                                                                    

«لَوْ أَنَّ اللَّهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَاوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ عَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ وَلَوْ رَحِمَهُمْ كَانَتْ رَحْمَتُهُ خَيْرًا لَهُمْ مِنْ أَعْمَالِهِمْ وَلَوْ أَنْفَقْتَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ وَلَوْ مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا لَدَخَلْتَ النَّارَ»

“Jika Allah menyiksa semua makluk yang ada di langit dan di bumi, maka itu bukanlah suatu kezhaliman yang Dia lakukan atas mereka, dan sekiranya Dia memberikan rahmat kepada mereka, sesungguhnya rahmat-Nya adalah lebih baik dari amalan yang telah mereka lakukan. Jika engkau bersedekah dengan emas sebesar gunung uhud di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerimanya hingga engkau beriman dengan takdir. Dan engkau mengetahui bahwa apa saja yang ditakdirkan menjadi bagianmu tidak akan meleset darimu, dan apa yang tidak ditakdirkan untuk menjadi bagianmu tidak akan engkau dapatkan. Jika engkau meninggal bukan di atas keyakinan yang demikian ini, maka engkau akan masuk neraka."

Ibnu Ad Dailami berkata, "Kemudian aku mendatangi Abdullah bin Mas'ud, lalu ia mengatakan seperti itu pula. Aku lalu mendatangi Hudzaifah Ibnul Yaman, lalu ia mengatakan seperti itu pula. Kemudian aku mendatangi Zaid bin Tsabit, lalu ia menceritakan kepadaku sebuah hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti itu pula." [Sunan Abi Dawud: Shahih]

d.      Untuk menguji kemampuan.

Lihat: Shahih Bukhari kitab Ilmu “Bab (5): Pemimpin yang melemparkan pertanyaan kepada para sahabatnya untuk mengetahui kadar ilmu mereka”

2.      Jenis pertanyaan yang dilarang.

Seperti:

a)      Suatu yang tidak bermanfaat.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَسْأَلَنِي عَنْ شَيْءٍ فَلْيَسْأَلْنِي عَنْهُ فَوَاللَّهِ لَا تَسْأَلُونَنِي عَنْ شَيْءٍ إِلَّا أَخْبَرْتُكُمْ بِهِ مَا دُمْتُ فِي مَقَامِي هَذَا»

"Siapa yang ingin bertanya kepadaku mengenai sesuatu, tanyakanlah. Demi Allah, jika ada pertanyaan yang ingin kalian tanyakan kepadaku, niscaya akan kujawab selama aku masih berdiri di tempatku ini."

Maka banyaklah orang menangis mendengar ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersebut. Kemudian beliau mengulang-ulang ucapannya itu, "Bertanyalah kepadaku!"

Maka berdirilah 'Abdullah bin Hudzafah lalu dia bertanya: "Siapa bapakku, ya Rasulullah?"

Jawab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam; "Bapakmu Hudzafah!"

Ummu 'Abdullah bin Hudzafah berkata kepada anaknya, 'Abdullah bin Hudzafah:

«مَا سَمِعْتُ بِابْنٍ قَطُّ أَعَقَّ مِنْكَ أَأَمِنْتَ أَنْ تَكُونَ أُمُّكَ قَدْ قَارَفَتْ بَعْضَ مَا تُقَارِفُ نِسَاءُ أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ فَتَفْضَحَهَا عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ»

"Aku tidak pernah mendengar seorang pun anak yang lebih durhaka daripadamu. Percayakah engkau bahwa ibumu telah melacur seperti halnya wanita-wanita jahiliyah, lalu 'aibnya terbuka di kalangan orang banyak?"

Kata 'Abdullah bin Hudzafah;

«وَاللَّهِ لَوْ أَلْحَقَنِي بِعَبْدٍ أَسْوَدَ لَلَحِقْتُهُ»

"Demi Allah, seandainya aku dinasabkan kepada budak hitam sekalipun, tentu aku akan mau." [Shahih Muslim]

b)      Sesuatu yang bisa menambah beban.

'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata; "Tatkala turun ayat

{وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا}

{Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah} [Ali 'Imran: 96-97]

قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفِي كُلِّ عَامٍ فَسَكَتَ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ فِي كُلِّ عَامٍ؟ قَالَ: لَا، وَلَوْ قُلْتُ نَعَمْ، لَوَجَبَتْ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ}

Sahabat bertanya; 'Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun? ' Namun beliau diam. Mereka bertanya lagi; 'Wahai Rasulullah, apakah dilakukan setiap tahun?' Beliau menjawab; 'Tidak, jika aku katakan ya, maka hukumnya menjadi wajib. Lantas Allah menurunkan ayat: {Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian bertanya/meminta akan banyak hal, karena jika diungkap/diwajibkan akan menyusahkan kalian}." [Al-Maidah: 101] [Sunan Tirmidziy: lemah]

Ø  Dari Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ»

"Orang muslim yang paling besar dosanya terhadap kaum muslimin lainnya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diharamkan bagi kaum muslimin, tetapi akhirnya sesuatu tersebut diharamkan bagi mereka karena pertanyaannya." [Shahih Bukhari dan Muslim]

c)       Pertanyaan yang sifatnya menentang.

Mu'adzah berkata, "Saya bertanya kepada Aisyah -radhiyallahu ‘anhu- seraya berkata; 'Kenapa wanita haid mengqadha' puasa dan tidak mengqadha' shalat?’

Aisyah menjawab; ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah (Khawarij)?’

Aku menjawab; ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.'

Dia menjawab;

«كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ»

‘Kami dahulu mengalami haid, kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan mengqadha' shalat'. [Shahih Muslim]

d)      Pertanyaan yang sifatnya sebatas menguji dan tidak mau mengikuti kebenaran.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata; Orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya; "Wahai Abul Qasim, kami akan menanyakan kepadamu tentang lima hal, bila engkau memberitahu kami tentang itu, maka kami tahu bahwa engkau adalah seorang Nabi dan kami akan mengikutimu."

Lalu beliau mengambil sumpah atas mereka sebagaimana Israil terhadap anak-anaknya, yaitu mereka mengatakan:

{اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ}

{Allah adalah saksi terhadap yang kita ucapkan (ini)}

Beliau pun berkata: "Sampaikanlah."

Mereka berkata; "Beritahu kami tentang tanda seorang Nabi."

Beliau menjawab:

«تَنَامُ عَيْنَاهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ»

"Kedua matanya (bisa) tertidur namun hatinya tidak tidur."

Mereka berkata lagi; "Beritahu kami, bagaimana (proses bayi) menjadi perempuan dan bagaimana menjadi laki-laki?"

Beliau menjawab:

«يَلْتَقِي الْمَاءَانِ فَإِذَا عَلَا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ أَذْكَرَتْ وَإِذَا عَلَا مَاءُ الْمَرْأَةِ آنَثَتْ»

"Saat bertemunya dua air (yakni sperma laki-laki dan sel telur perempuan), bila sperma laki-laki lebih dominan terhadap sel telur perempuan, maka (anaknya) menjadi laki-laki, dan bila sel telur perempuan lebih dominan terhadap sperma laki-laki maka (anaknya) menjadi perempuan."

Mereka bertanya lagi, "Beritahu kami, apa yang diharamkan Israil atas dirinya sendiri."

Beliau menjawab:

«كَانَ يَشْتَكِي عِرْقَ النَّسَا فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا يُلَائِمُهُ إِلَّا أَلْبَانَ كَذَا وَكَذَا (يَعْنِي الْإِبِل)َ فَحَرَّمَ لُحُومَهَا»

"Beliau pernah menderita penyakit kulit dan tidak menemukan sesuatu (makanan) yang cocok kecuali susu anu dan anu (Yakni unta). Maka ia mengharamkan dagingnya (atas dirinya)."

Mereka berkata; "Engkau benar."

Lalu mereka bertanya lagi, "Beritahu kami, apa (hakikat) petir itu?"

Beliau menjawab:

«مَلَكٌ مِنْ مَلَائِكَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ بِيَدِهِ أَوْ فِي يَدِهِ مِخْرَاقٌ مِنْ نَارٍ يَزْجُرُ بِهِ السَّحَابَ يَسُوقُهُ حَيْثُ أَمَرَ اللَّهُ»

"Salah satu dari malaikat Allah 'azza wajalla yang ditugasi mengurusi awan, pada tangannya, atau di tangannya, terdapat cemeti yang terbuat dari api, dia mencambuki awan untuk menggiringnya ke arah yang diperintahkan Allah."

Mereka berkata lagi; "Lalu suara apa yang terdengar itu?"

Beliau menjawab: "Itu suaranya."

Mereka berkata; "Engkau benar. Kini tinggal satu (pertanyaan), inilah (penentu) yang kami jadikan alasan untuk berbai'at kepadamu bila engkau memberitahu ka kami tentang ini. Sesungguhnya tidak ada seorang Nabi pun kecuali ada satu malaikat yang mendatanginya dengan membawa berita, beritahu kami siapa temanmu itu?"

Beliau menjawab: "Jibril 'alaihissalam."

Mereka berkata; "Jibril, dia yang menurunkan peperangan, pembunuhan dan siksaan, dia adalah musuh kami! Seandainya engkau mengatakan Mika`il, yang menurunkan rahmat, menumbuhkan tanaman dan menurunkan hujan, pasti (kami mengikutimu)."

Maka Allah 'azza wajalla menurunkan ayat:

{ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ } إِلَى آخِرِ الْآيَةَ

{Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril} hingga akhir ayat. [Musnad Ahmad: Hasan]

e)      Pertanyaan adu domba.

Seperti pertanyaan kaum Yahudi kepada nabi Musa ‘alaihissalam, sebagaimana diriwayatkan oleh Ubay bin Ka'b; dari Nabi :

"قَامَ مُوسَى النَّبِيُّ خَطِيبًا فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ فَسُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ؟ فَقَالَ: أَنَا أَعْلَمُ، فَعَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِ، إِذْ لَمْ يَرُدَّ العِلْمَ إِلَيْهِ، فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: أَنَّ عَبْدًا مِنْ عِبَادِي بِمَجْمَعِ البَحْرَيْنِ، هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَكَيْفَ بِهِ؟ فَقِيلَ لَهُ: احْمِلْ حُوتًا فِي مِكْتَلٍ، فَإِذَا فَقَدْتَهُ فَهُوَ ثَمَّ"

"Musa Nabi Allah berdiri di hadapan Bani Israil memberikan khutbah, lalu dia ditanya, "Siapakah orang yang paling pandai?" Musa menjawab, "Aku orang yang paling pandai". Maka Allah Ta'ala mencelanya karena dia tidak mengembalikan pengetahuan tentang itu kepadaNya. Lalu Allah Ta'ala memahyukan kepadanya, "Ada seorang hamba di antara hamba-Ku yang tinggal di pertemuan antara dua lautan lebih pandai darimu." Lalu Musa berkata, "Wahai Rabb, bagaimana aku bisa bertemu dengannya?" Maka dikatakan padanya, "Bawalah ikan dalam keranjang, bila nanti kamu kehilangan ikan itu, maka itulah petunjuknya." [Shahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Kisah perjalanan Nabi Musa bersama Khidhr ‘alaihimassalam

f)        Pertanyaan mencari pembenaran.

Seperti pertanyaan kaum Yahudi kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang siapa malaikat yang menyampaikan wahyu kepada beliau.

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Kitab Ilmu bab 43, 44, 45, dan 46; Adab ulama dan penuntut ilmu - Kitab Ilmu bab 52 dan 53; Adab berfatwa - Adab berdebat dan berselisih pendapat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...