Sabtu, 01 Februari 2025

Sikap seorang muslim ketika ada perbedaan

بسم الله الرحمن الرحيم

Perbedaan pendapat pasti terjadi

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ (118) إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ} [هود: 118-119]

Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah (tidak berselisih atau rahmat) Allah menciptakan mereka. [Huud: 118 - 119]

Ø  Anas bin Malik radhiallahu'anhu berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فِي سَفَرٍ صَلَّى سُبْحَةَ الضُّحَى ثَمَانِ رَكَعَاتٍ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: " إِنِّي صَلَّيْتُ صَلَاةَ رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ، سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا، فَأَعْطَانِي ثِنْتَيْنِ، وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً: سَأَلْتُ أَنْ لَا يَبْتَلِيَ أُمَّتِي بِالسِّنِينَ، فَفَعَلَ. وَسَأَلْتُهُ أَنْ لَا يُظْهِرَ عَلَيْهِمْ عَدُوَّهُمْ، فَفَعَلَ، وَسَأَلْتُهُ أَنْ لَا يَلْبِسَهُمْ شِيَعًا، فَأَبَى عَلَيَّ " [مسند أحمد: صحيح لغيره]

Dalam sebuah perjalanan saya melihat Rasulullah melakukan shalat sunat Dhuha sebanyak delapan rakaat, tatkala sudah selesai nabi berkata, aku shalat antara berharap dan cemas, aku meminta pada Rabb-ku 'Azza wa Jalla tiga hal, Dia mengabulkan dua permintaan dan menolak ketiganya, aku meminta agar umat tidak ditimpa dengan bencana menahun dan tidak dikuasai musuh, dan Allah mengabulkannya, lalu aku meminta untuk tidak terjadi perpecahan di kalangan umatku, dan Allah menolaknya. [Musnad Ahmad: Shahih ligairih]

Berusaha menghindari perbedaan pendapat

Allah subhanahu wata'aalaa berfirman:

{وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ} [آل عمران: 105]

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. [Ali 'Imran:105]

Ø  Abu Mas'ud radhiallahu'anhu berkata: Dahulu Rasulullah mengusap pundak kami dalam shalat seraya bersabda:

«اسْتَوُوا، وَلَا تَخْتَلِفُوا، فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ» [صحيح مسلم]

“Luruskanlah, dan jangan berselisih sehingga hati kalian bisa berselisih." [Sahih Muslim]

Bagaimana menyikapi perbedaan pendapat dalam perkara agama?

  1. Mengembalikan segala perselisihan kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah sesuai pemahaman sahabatnya dan orang-orang yang meniti jejaknya.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا} [النساء: 59]

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [An-Nisaa’:59]

{إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ} [النور: 51]

Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung. [An-Nuur:51]

Ø  Dari Al-'Irbaad bin Sariyah radhiyallahu 'anhu; Rasululah bersabda:

«إِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ» [سنن أبي داود: صحيح]

Sesungguhnya siapa yang hidup dari kalian setelah aku meninggal maka ia akan menyaksikan perselisihan yang besar, maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah khalifah-khalifah yang mendapat hidayah dan petunjuk, berpegang teguhlah dengannya, gigitlah dengan gigi graham kalian (amalkan dengan kuat), dan jauhilah urusan yang baru, karena sesungguhnya semua yang baru dalam agama itu adalah bid'ah, dan semua bid'ah itu adalah kesesatan". [Sunan Abi Daud: Sahih]

Lihat: Kewajiban mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaf

  1. Mengembalikan segala masalah kepada ahlinya (yang berilmu).

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ} [النحل: 43] [الأنبياء: 7]

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. [An-Nahl:43, Al-Anbiyaa’:7]

{فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا} [الفرقان: 59]

Maka tanyakanlah kepada yang lebih mengetahui. [Al-Furqaan:59]

{وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ} [النساء: 83]

Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri (ulama dan pemimpin) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulama). [An-Nisaa’: 83]

Ø  Qabishah bin Dzuaib -rahimahullah- berkata:

جَاءَتِ الْجَدَّةُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، تَسْأَلُهُ مِيرَاثَهَا؟ فَقَالَ: مَا لَكِ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى شَيْءٌ، وَمَا عَلِمْتُ لَكِ فِي سُنَّةِ نَبِيِّ اللَّهِ ﷺ شَيْئًا، فَارْجِعِي حَتَّى أَسْأَلَ النَّاسَ، فَسَأَلَ النَّاسَ، فَقَالَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ، «حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَعْطَاهَا السُّدُسَ»، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: هَلْ مَعَكَ غَيْرُكَ؟ فَقَامَ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ، فَقَالَ: مِثْلَ مَا قَالَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ، فَأَنْفَذَهُ لَهَا أَبُو بَكْرٍ

Seorang nenek datang kepada Abu Bakr menanyakan tentang hak warisnya. Maka Abu Bakr berkata: Engkau tidak mendapatkan sesuatu dalam Al-Qur'an, dan aku tidak mengetahui bagian untukmu disebutkan dalam sunnah Nabiyullah . Maka kembalilah sampai aku bertanya kepada orang-orang. Kemudian Abu Bakr bertanya kepada orang-orang, maka Al-Mugirah bin Syu'bah berkata: Aku menghadiri majlis Rasulullah dan memberinya seperenam. Abu Bakr berkata: Apakah ada yang hadir selainmu? Maka Muhammad bin Maslamah berdiri dan berkata seperti yang dikatakan Al-Mugirah bin Syu'bah. Kemudian Abu Bakr menjalankannya untuk nenek itu. [Sunan Abu Daud: Sahih]

Ø  Syuraih bin Hani' -rahimahullah- berkata:

سَأَلْتُ عائشةَ، عَنِ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ، فَقَالَتْ: ائْتِ عَلِيًّا فَإِنَّهُ أَعْلَمُ بِذَلِكَ مِنِّي [صحيح مسلم]

Aku bertanya kepada Aisyah tentang mengusap bagian atas dua khuf, maka dia berkata, 'Datanglah kepada Ali, karena dia lebih mengetahui tentang hal tersebut daripadaku. [Shahih Muslim]

Lihat: Obat kebodohan adalah bertanya

  1. Kalau tidak tahu, diam saja.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا} [الإسراء: 36]

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [Al-Israa’:36]

{وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ} [النور: 15]

Dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. padahal dia pada sisi Allah adalah besar. [An-Nuur:15]

{هَا أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ فَلِمَ تُحَاجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ} [آل عمران: 66]

Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, Maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak Mengetahui. [Ali ‘Imran:66]

Ø  Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا» [صحيح البخاري ومسلم]

Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabut dari seorang hamba, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sampai waktunya tidak ada lagi ulama, orang-orang akan mengambil pemimpin yang bodoh. Lalu mereka ditanyai dan mereka memberi fatwa tampa dasar ilmu, maka mereka menjadi sesat dan menyesatkan". [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Para ulama berkata:

"لو سَكَتَ الجُهّالُ قَلَّ الخِلافُ"

“Seandainya orang-orang bodoh diam, maka akan sedikit perselisihan”.

"لو سَكَتَ مَن لا يَعلم لَسَقَطَ الخِلافُ"

“Seandainya orang yang tidak tahu diam maka akan hilang perselisihan”.

Lihat: Kitab I’tisham, bab (08): Ketika Nabi ﷺ ditanya tentang perkara yang belum turun wahyu maka beliau menjawab “Saya tidak tahu”

4.      Jangan gegabah dalam mengingkari sesuatu yang kita anggap keliru.

Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar seseorang membaca satu ayat dan aku telah mendengar Rasulullah membacanya dengan cara yang berbeda, maka aku membawanya kepada Rasulullah dan menceritakannya, dan aku melihat raut muka tidak senang dari Rasulullah seraya bersabda:

«كِلاَكُمَا مُحْسِنٌ، وَلاَ تَخْتَلِفُوا، فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا» [صحيح البخاري]

Kalian berdua sudah betul, dan janganlah berselisih, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah berselisih dan akhirnya mereka binasa." [Sahih Bukhari]

5.      Hindari hinaan, cacian dan gelaran buruk.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ} [الحجرات: 11]

Dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. [Al-Hujuraat:11]

Ø  Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu; Rasulullah bersabda:

«سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Mencaci sesama muslim adalah suatu kefasikan". [Sahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Dalam riwayat lain;

«لَيْسَ المُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ، وَلَا اللَّعَّانِ، وَلَا الفَاحِشِ، وَلَا البَذِيءِ» [سنن الترمذي: صحيح]

“Orang beriman (yang sempurna imannya) tidak suka mencela, tidak suka melaknat, tidak berlaku jelek, dan tidak berkata buruk”. [Sunan Tirmidzi: Shahih]

6.      Menentukan jenis perselisihan, mana yang harus diingkari dan mana yang tidak, mana yang diingkari dengan keras mana yang lemah lembut.

Dari ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu 'anhuma; Rasulullah bersabda:

«إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ» [صحيح البخاري ومسلم]

“Jika seorang hakim menetapkan suatu hukum dan ia telah berusaha dengan baik kemudian ia menetapkan yang benar maka ia mendapat dua pahala, dan jika ia menetapkan hukum dan ia telah berusaha dengan baik kemudian ia menetapkan yang salah maka ia mendapat satu pahala”. [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Kaidah:

"لا إنكار في مسائل الخلافية"

“Tidak ada pengingkaran pada masalah yang diperselisihkan”

Kaidah ini tidak sepenuhnya bernar, karena masalah kilafiyah ada 3 jenis:

a.       Menyelisihi ijma’ (kesepakatan ulama), maka wajib diingkari.

b.       Menyelisihi dalil yang sangat jelas, ini juga wajib diingkari.

c.       Menyelisihi dalil yang tidak nampak jelas (kembali kepada ijtihad masing-masing), maka tidak boleh diingkari.

Dan bentuk penginkaran ada dua macam:

a)       Mengingkari dengan perbuatan, maka ini yang tidak dibolehkan dalam masalah khilafiyah yang masuk katergori ijtihad.

b)      Mengingkari dengan ucapan dan argumen, maka boleh sekalipun masalah khilafiyah ijtihadiyah.

7.      Mengingkari dengan lemah lembut dan terkadang dengan keras; Melihat kondosi.

Nabi mengingkari ‘Arabiy yang tidak paham agama dengan lemah lembut, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Seorang A'raby kencing berdiri dalam mesjid, maka para sahabat ingin memukulnya, lalu Rasulullah bersabda kepada mereka:

«دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ» [صحيح البخاري]

“Biarkan ia menyelesaikan kencingnya, kemudian kalia sirami kencingnya denga seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan ummat, bukan untuk menyusahkannya." [Sahih Bukhari]

Ø  Dalam riwayat lain, Kemudian Rasulullah memanggil A’rabi tersebut seraya berkata kepadanya:

«إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ، وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ» [صحيح مسلم]

“Sesungguhnya masjid ini tidak layak dari kencing ini dan tidak pula kotoran tersebut. Ia hanya untuk berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca al-Qur'an" [Sahih Muslim]

Ø  Dalam riwayat lain; A’rabiy ini berdo’a dalam shalatnya:

اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا، وَلاَ تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا. فَلَمَّا سَلَّمَ النَّبِيُّ قَالَ لِلْأَعْرَابِيِّ: «لَقَدْ حَجَّرْتَ وَاسِعًا» يُرِيدُ رَحْمَةَ اللَّهِ [صحيح البخاري]

Ya Allah .. rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati selain kami berdua! Setelah salam Nabi menegurnya dan bersabda: "Engkau telah menyempitkan sesuatu yang luas", maksunya rahmat Allah. [Shahih Bukhari]

Namun ketika Nabi mengingkari orang yang memanjangkan bacaan shalatnya, beliau ingkari dengan kerat. Abu Mas'ud Al-Anshariy radhiyallahu 'ahu berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ فَقَالَ: إِنِّي لَأَتَأَخَّرُ عَنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ أَجْلِ فُلَانٍ، مِمَّا يُطِيلُ بِنَا، فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ غَضِبَ فِي مَوْعِظَةٍ قَطُّ أَشَدَّ مِمَّا غَضِبَ يَوْمَئِذٍ فَقَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ، فَأَيُّكُمْ أَمَّ النَّاسَ، فَلْيُوجِزْ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِهِ الْكَبِيرَ، وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ» [صحيح مسلم]

Seseorang datang kepada Rasulullah dan berkata: "Sesungguhnya aku meninggalkan shalat Subuh (berjama'ah) karena si Fulan yang terlalu panjang bacaannya". Maka aku tidak pernah melihat Rasulullah marah pada saat menasehati seperti marahnya hari itu, kemudian beliau bersabda: "Wahai sekalia manusia, sesungguhnya ada dari kalian yang membuat orang lari (dari ajaran Islam), maka siapapun dari kalian yang menjadi imam bagi orang-orang, maka hendaklah ia mempersingkat, karena dibelakangnya (makmum) ada orang tua, orang lemah, dan yang punya hajat." [Shahih Bukhari dan Muslim]

Begitu pula ketika mengingkari perkara jahiliyah, sebagaimana diriwayatkan dari Ubay bin Ka'b radhiyallahu 'anhu; Rasulullah bersabda:

«مَنْ تَعَزَّى بِعَزَاءِ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَعْضُوهُ بِهِنَّ أَبِيهِ وَلَا تُكَنُّوا» [السنن الكبرى للنسائي: صحيح]

"Barangsiapa yang membanggakan diri sebagaimana orang-orang jahiliyah membanggakan diri (dengan keturunan atau kelompok) maka katakanlah kepadanya agar ia menggigit kemaluan bapaknya, dan jangan kalian memakai kinayah (bahasa yang halus)". [Sunan Al-Kubra karya An-Nasaiy: Sahih]

8.      Memperhatikan situasi ketika ingin menyampaikan sesuatu atau mengingkari.

'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

سَأَلْتُ النَّبِيَّ عَنْ الجَدْرِ أَمِنَ البَيْتِ هُوَ؟ قَالَ: «نَعَمْ» قُلْتُ: فَمَا لَهُمْ لَمْ يُدْخِلُوهُ فِي البَيْتِ؟ قَالَ: «إِنَّ قَوْمَكِ قَصَّرَتْ بِهِمُ النَّفَقَةُ» قُلْتُ: فَمَا شَأْنُ بَابِهِ مُرْتَفِعًا؟ قَالَ: «فَعَلَ ذَلِكَ قَوْمُكِ، لِيُدْخِلُوا مَنْ شَاءُوا وَيَمْنَعُوا مَنْ شَاءُوا، وَلَوْلاَ أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيثٌ عَهْدُهُمْ بِالْجَاهِلِيَّةِ، فَأَخَافُ أَنْ تُنْكِرَ قُلُوبُهُمْ، أَنْ أُدْخِلَ الجَدْرَ فِي البَيْتِ، وَأَنْ أُلْصِقَ بَابَهُ بِالأَرْضِ» [صحيح البخاري ومسلم]

"Aku bertanya Nabi tentang Hijir Ismail, apakah termasuk Baitullah?" Nabi menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Mengapa para sahabat tidak memasukkannya dalam baitullah?" Nabi menjawab, "Kaummu dahulu kekurangan dana renovasi." Aku bertanya, "Lantas bagaimana pintunya ditinggikan?" Nabi menjawab, "Kaummu melakukan yang sedemikian untuk memasukkan siapa saja yang dikehendakinya, dan melarang siapa saja yang dikehendaki, kalaulah bukan karena kaummu yang baru saja masuk Islam sehingga aku khawatir hati mereka menolak, niscaya kumasukkan Hijir Ismail dalam Ka'bah, dan kuratakan pintunya dengan tanah." [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Ali bin Abi Thalib radiyallahu 'anhu berkata:

«حَدِّثُوا النَّاسَ، بِمَا يَعْرِفُونَ أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ، اللَّهُ وَرَسُولُهُ» [صحيح البخاري]

“Sampaikanlah kepada orang-orang apa yang bisa ia pahami, sukakh kalian jika Allah dan rasul-Nya didustakan?!” [Sahih Bukhari]

Ø  Abdullah bin Mas'ud radiyallahu 'anhu berkata:

«مَا أَنْتَ بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيثًا لَا تَبْلُغُهُ عُقُولُهُمْ، إِلَّا كَانَ لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةً» [صحيح مسلم]

Tidaklah kamu menyampaikan sesuatu kepada satu kaum yang belum bisa mereka pahami kecuali hal itu akan menjadi fitnah (cobaan dan masalah) bagi sebagian mereka. [Sahih Muslim]

Lihat: Kitab Ilmu bab 48 dan 49; Memilih ilmu yang akan diamalkan dan disampaikan

9.      Berlapang dada dan adil kepada orang yang tidak sepaham.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ} [المائدة: 8]

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al-Maidah:8]

Ø  Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma berkata:

قَالَ النَّبِيُّ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنَ الأَحْزَابِ: «لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ العَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ» فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمُ العَصْرُ فِي الطَّرِيقِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ نُصَلِّي، لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ، فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ ، فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ [صحيح البخاري ومسلم]

"Nabi bersabda kepada kami ketika beliau kembali dari perang Ahzab: "Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian shalat 'Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah." Lalu tibalah waktu shalat ketika mereka masih di jalan, sebagian dari mereka berkata, 'Kami tidak akan shalat kecuali telah sampai tujuan', dan sebagian lain berkata, 'Bahkan kami akan melaksanakan shalat, sebab beliau tidaklah bermaksud demikian'. Maka kejadian tersebut diceritakan kepada Nabi , dan beliau tidak mencela seorang pun dari mereka." [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ø  Abu Sa'id Al-Khudriy radhiallahu'anhu berkata;

خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ، فَحَضَرَتِ الصَّلَاةُ وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ، فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا، ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ، فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ وَلَمْ يُعِدِ الْآخَرُ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ: «أَصَبْتَ السُّنَّةَ، وَأَجْزَأَتْكَ صَلَاتُكَ». وَقَالَ لِلَّذِي تَوَضَّأَ وَأَعَادَ: «لَكَ الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ» [سنن أبي داود: صحيح]

Ada dua orang mengadakan perjalanan jauh, lalu waktu shalat tiba sementara mereka tidak mempunyai air, maka keduanya bertayamum dengan menggunakan tanah yang bersih dan keduanya shalat, kemudian keduanya mendapatkan air dalam masa waktu shalat tersebut, maka salah seorang dari keduanya mengulangi shalat dengan berwudhu dan yang lainnya tidak, kemudian keduanya mendatangi Rasulullah dan mengisahkan perjalanan mereka, maka Rasulullah bersabda kepada yang tidak mengulang shalat, "Kamu telah melaksanakan sunnah dan shalat kamu sempurna (tidak perlu diulang)", dan beliau bersabda kepada yang berwudhu dan mengulangi shalat, "Kamu mendapatkan pahala dua kali." [Sunan Abi Daud: Shahih]

Ø  Abdurrahman bin Yazid rahimahullah berkata:

صَلَّى عُثْمَانُ بِمِنًى أَرْبَعًا، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: «صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ رَكْعَتَيْنِ، وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ رَكْعَتَيْنِ، وَمَعَ عُمَرَ رَكْعَتَيْنِ»، زَادَ، عَنْ حَفْصٍ، وَمَعَ عُثْمَانَ صَدْرًا مِنْ إِمَارَتِهِ، ثُمَّ أَتَمَّهَا زَادَ مِنْ هَا هُنَا عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ، ثُمَّ تَفَرَّقَتْ بِكُمُ الطُّرُقُ فَلَوَدِدْتُ أَنْ لِي مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ مُتَقَبَّلَتَيْنِ. قَالَ: الْأَعْمَشُ، فَحَدَّثَنِي مُعَاوِيَةَ بْنُ قُرَّةَ، عَنْ أَشْيَاخِهِ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ صَلَّى أَرْبَعًا، قَالَ: فَقِيلَ لَهُ: عِبْتَ عَلَى عُثْمَانَ ثُمَّ صَلَّيْتُ أَرْبَعًا، قَالَ: «الْخِلَافُ شَرٌّ». [سنن أبي داود: صحيح]

Usman -radhiyallahu 'anhu- melakukan shalat di Mina empat raka'at. Lalu Abdullah bin Mas'ud berkata: Aku telah shalat bersama Rasulullah (di Mina) dua raka'at, bersama Abu Bakr dua raka'at, bersama Umar dua raka'at, dan bersama Usman di awal khilafahnya kemudian ia menyempurnakan shalat empat raka'at. Kemudian kalian berselisih arah, maka aku berharap andai saja shalat yang aku lakuan empat raka'at, yang dua raka'atnya pun diterimah. Lalu ia ditanya: Engkau mencela Usman kemudian engkaupun shalat bersamanya empat raka'at? Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu menjawab:  “Perselisihan itu buruk”. [Sunan Abi Daud: Shahih]

Ø  Abdurrahman bin Abza rahimahullah berkata:

أَنَّ رَجُلًا أَتَى عُمَرَ، فَقَالَ: إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أَجِدْ مَاءً فَقَالَ: لَا تُصَلِّ. فَقَالَ عَمَّارٌ: أَمَا تَذْكُرُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، إِذْ أَنَا وَأَنْتَ فِي سَرِيَّةٍ فَأَجْنَبْنَا فَلَمْ نَجِدْ مَاءً، فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فِي التُّرَابِ وَصَلَّيْتُ، فَقَالَ النَّبِيُّ : «إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَضْرِبَ بِيَدَيْكَ الْأَرْضَ، ثُمَّ تَنْفُخَ، ثُمَّ تَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَكَ، وَكَفَّيْكَ» فَقَالَ عُمَرُ: اتَّقِ اللهَ يَا عَمَّارُ!، قَالَ: إِنْ شِئْتَ لَمْ أُحَدِّثْ بِهِ، فَقَالَ عُمَرُ: نُوَلِّيكَ مَا تَوَلَّيْتَ [صحيح مسلم]

Bahwa seorang laki-laki mendatangi Umar seraya berkata, ‘Aku junub dan tidak mendapatkan air." Umar berkata, ‘Janganlah kamu salat!’ Ammar berkata, ‘Tidakkah kamu ingat wahai Amirul Mukminin ketika aku dan kamu berada dalam suatu pasukan, lalu kita junub dan tidak mendapatkan air. Engkau tidak mengerjakan salat, sedangkan aku berguling-guling di tanah, lalu salat. Kemudian Nabi bersabda, "Cukup bagimu untuk memukulkan kedua tanganmu pada tanah, kemudian meniupnya, setelah itu mengusap wajah dan kedua tanganmu." Umar berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah wahai Ammar!’ Dia berkata, ‘Jika kamu tidak berkenan maka aku tidak akan menceritakannya.’ Maka Umar berkata, "Kami mengangkatmu menjadi wali atas sesuatu yang kamu kuasai (ungkapan persetujuan untuk disampaikannya hadits tersebut, pent)." [Shahih Muslim]

Ø  Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata;

«كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ النَّبِيِّ فَلَمْ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى المُفْطِرِ، وَلاَ المُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ»

"Kami pernah bepergian bersama Nabi , yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka juga tidak mencela yang berpuasa". [Shahih Bukhari]

Ø  Imam Malik rahimahullah berkata:

شَاوَرَنِي هَارُونُ الرَّشِيدُ فِي ثَلَاثٍ: فِي أَنْ يُعَلِّقَ الْمُوَطَّأَ فِي الْكَعْبَةِ وَيَحْمِلَ النَّاسَ عَلَى مَا فِيهِ، ... فَقُلْتُ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَمَّا تَعْلِيقُ الْمُوَطَّأِ فِي الْكَعْبَةِ فَإِنَّ أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْتَلَفُوا فِي الْفُرُوعِ وَتَفَرَّقُوا فِي الْآفَاقِ وَكُلٌّ عِنْدَ نَفْسِهِ مُصِيبٌ ... [حلية الأولياء وطبقات الأصفياء]

“Harun Ar-Rasyid meminta pendapatku pada tiga perkara: Memintaku untuk menggantungkan Al-Muwatha’ di Ka’bah dan memaksa kaum muslimin untuk beramal dengannya … Maka aku katakan: Wahai amirul Mu’minin, adapun menggantungkan Al-Muwatha’ di Ka’bah, maka sesungguhnya para sahabat Rasulullah berselisih dalam perkara cabang agama, dan berpencar di berbagai penjuru dunia, dan masing-masing merasa dirinya benar … “ [Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim]

Ø  Imam Syafi’iy rahimahullah berkata:

"رأيِيْ صوابٌ يَحتملُ الخطأ، ورأيُ غَيرِي خطأٌ يحتملُ الصواب"

“Pendapatku benar tapi kemungkinan salah, dan pendapat selainku salah tapi kemungkinan benar”.

Beliau juga berkata:

"ما ناظرتُ أحداً قط إلا تمنّيتُ أن يظهرَ اللهُ تعالى الحقَّ على لسانِه ويدِه".

“Aku tidak berdebat dengan seseorang pun kecuali aku berharap bahwasanya Allah ta’aalaa akan menampakkan kebenaran dari lisan dan tangannya”.

Ø  Imam Ahmad rahimahullah berkata:

"لَا يَنْبَغِي لِلْفَقِيهِ أَنْ يَحْمِلَ النَّاسَ عَلَى مَذْهَبِهِ. وَلَا يُشَدِّدُ عَلَيْهِمْ" [الآداب الشرعية لابن مفلح]

“Tidak pantas bagi seorang ahli fiqhi untuk memaksa manusia mengamalkan madzhabnya dan bersikap keras kepada mereka”. [Al-Adab Asy-Syar’iyah karya Ibnu Muflih]

10.  Berbaik sangka kepada orang lain.

Allah subhanahu wata’aalaa berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ} [الحجرات: 12]

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan buruk sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. [Al-Hujuraat:12]

{لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا} [النور: 12]

Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri (sesama)? [An-Nuur:12]

Ø  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah bersabda:

«إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا، وَلاَ تَنَاجَشُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا» [صحيح البخاري ومسلم]

“Jauhilah buruk sangka, karena buruk sangkah adalah ungkapan yang paling dusta, dan janganlah kalian menguping pembicaraan orang lain, dan jangan mencari-cari keburukan orang lain, dan jangan bersaing yang tidak sehat, dan jangan saling iri, dan jangan saling bermusuhan, jangan saling membelakangi (menjauhi), dan jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. [Sahih Bukhari dan Muslim]

Lihat: Berbaik sangka kepada saudaramu

Wallahu a’lam!

Lihat juga: Adab berdebat dan berselisih pendapat - Bahaya perselisihan dan perpecahan - Sebab-sebab perselisihan dan perpecahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...