بسم الله الرحمن الرحيم
Bab kedelapan kitab Ash-Shaum dari Sahih Bukhari
adalah bab “Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya
ketika puasa”
Dalam bab ini Imam Bukhari rahimahullah
meriwayatkan satu hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal
dengannya, maka Allah tidak mengharapkan darinya untuk meninggalkan makanan dan
minumannya"
Dalam riwayat lain:
«مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ
بِهِ وَالجَهْلَ ...» [صحيح البخاري]ٍ
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan
perkataan dusta dan beramal dengannya, dan berkelakuan bodoh ...”
Penjelasan singkat hadits ini:
1.
Biografi singkat Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu dan beberapa keistimewaannya bisa dibaca di sini "Abu Hurairah dan keistimewaannya".
2.
Tujuan puasa bukan hanya sebatas meninggalkan
makan, minum, dan hubungan intim, akan tetapi bertujuan untuk meningkatkan kuwalitas
takwa seorang mukmin, mambuatnya mampu mengontrol hawa nafsu dan mencegahnya
dari perbuatan maksiat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
" لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ،
إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ
عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ " [صحيح ابن خزيمة وابن حبان]
“Puasa bukan hanya sekedar meninggalkan
makan dan minum, akan tetapi puasa yang sebenarnya adalah meninggalkan
perbuatan sia-sia dan ucapan yang buruk. Maka jika seseorang mencacimu, atau
berkelakuan bodoh terhadapmu maka katakanlah: Sesungguhnya aku sedang puasa,
sesungguhnya aku sedang puasa” [Sahih Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban]
3.
Jika seseorang tidak meninggalkan perkataan dan
perbuatan dusta ketika berpuasa maka puasanya tersebut tidak bernilai apa-apa
di sisi Allah subhanahu wa ta’aalaa kecuali sekadar melepaskan kewajiban.
Dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ» [سنن ابن ماجه: صحيح]
“Bisa jadi seorang berpuasa tapi tidak ada yang
ia dapat dari puasanya kecuali rasa lapar”. [Sunan Ibnu Majah: Sahih]
4.
Hadits ini menunjukkan bahaya perkataan dan
perbuatan dusta karena bisa menghapus pahala puasa yang sangat besar di sisi
Allah subhanahu wa ta’aalaa.
Allah subhanahu wa ta’aala berfirman:
{وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ} [الحج: 30]
Dan
jauhilah perkataan-perkataan dusta.
[Al-Hajj: 30]
Dari Abu Bakrah radhiyallahu 'anhu;
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الكَبَائِرِ؟
"
"Maukah kalian kuberi tahu tentang dosa
besar yang paling besar?" diulang tiga kali.
Sahabat menjawab: Tentu, wahai Rasulullah!
Beliau menjawab:
" الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ
- وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ - أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ "
"Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua
orang tua" Beliau kemudian duduk setelah bersandar, kemudian bersabda
lagi: "Ketahuilah, dan demikian pula ucapan dusta"
Abu Bakrah berkata: Rasulullah terus
mengulanginya sampai kami berkata dalam hati: Andai beliau diam" [Sahih
Bukhari dan Muslim]
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam ditanya tentang dosa-dosa besar, maka beliau menjawab:
" الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ،
وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَشَهَادَةُ الزُّورِ " [صحيح البخاري ومسلم]
"Menyekutukan Allah, durhaka kepada
kedua orang tua, membunuh jiwa, dan saksi palsu". [Sahih Bukhari dan
Muslim]
Dalam riwayat lain; Rasululla shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الكَبَائِرِ؟ قَالَ: قَوْلُ الزُّورِ، أَوْ
قَالَ: شَهَادَةُ الزُّورِ [صحيح البخاري
ومسلم]
“Maukah kalian kuberi tahu tentang dosa besar yang paling besar?"
Rasulullah bersabda: “(Yaitu) perkataan dusta”,
atau beliau bersabda: “Kesaksian palsu”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
5.
Perkataan dusta dalam hadits ini mencakup dosa
gibah, namimah, mencaci-maki, menuduh orang yang tidak bersalah, dan semua
perkataaan yang diharamkan.
Perbuatan dusta mencakup dosa mendzalimi,
menipu, khianat, makan riba, dan semua perbuatan yang diharamkan.
Dan perbuatan bodoh mencakup semua perbuatan
yang tidak menyenangkan orang lain.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Seseorang bertanya:
Ya Rasulullah, sesungguhnya si Fulanah (seorang wanita) terkenal dengan banyak
melakukan salat, puasa, dan sedekah, akan tetapi ia menyakiti tetangganya
dengan lidahnya?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" هِيَ فِي النَّارِ "
"Ia adalah penghuni
neraka!"
Orang itu bertanya lagi: Ya Rasulullah, si Fulanah
yang lain terkenal dengan sedikit melakukan puasa, sedekah dan salat, ia hanya
bersedekah dengan secuil keju akan tetapi ia tidak menyakiti tetangganya dengan
lidahnya?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" هِيَ فِي الْجَنَّةِ " [مسند أحمد: صحيح]
"Ia adalah penghuni surga!" [Musnad Ahmad: Sahih]
Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bertanya kepada para
sahabatnya: "Tahukah kalian apa itu bangkrut?"
Sahabat menjawab: Orang yang bangkrut dikalangan
kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan harta benda!
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ
هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا
مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ
يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ
فِي النَّارِ» [صحيح مسلم]
"Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang
yang datang di hari kiamat dengan pahala salat, puasa, dan zakat. Akan tetapi
ia telah mencaci si Ini, menuduh si Ini, memakan harta si Ini (dengan tidak
halal), meneteskan darah si Ini, dan memukul si Ini. Maka pahala kebaikannya
diberikan kepada si Ini dan si Ini, kemudian jika pahala kebaikannya sudah
habis sebelum menutupi semua kezalimannya maka dosa-dosa mereka diberikan
kepadanya, kemudian ia dijerumuskan ke neraka". [Sahih Muslim]
6.
Orang yang mengucapkan atau melakaukan perbuatan
haram ketika berpuasa maka puasanya sah, akan tetapi pahalanya berkurang atau
tidak ada sama sekali.
Adapun hadits:
" خَمْسٌ يُفَطِّرْنَ الصَّائِمَ وَيَنْقُضْنَ
الْوُضُوءَ: الْكَذِبُ، وَالنَّمِيمَةُ، وَالْغَيِبَةُ، وَالنَّظَرُ لشَهْوَة، وَالْيَمِين
الْكَاذِبَةُ "
“Lima hal yang membatalkan puasa dan
membatalkan wudhu: Berdusta, mengadu-domba, menggunjing (gibah), memandang
dengan syahwat, dan sumpah palsu”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Al-Jauziy dalam kitabnya “Al-Maudhu’aat” (2/195) dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Ibnu Al-Jauziy rahimahullah mengatakan:
Hadits ini palsu.
Begitu pula dengan hadits:
"
الغيبة تفطر الصائم وتنقض الوضوء "
“Gibah membatalkan puasa dan wudhu”
Diriwayatkan oleh Ar-Rabii’
bin Habib dalam kitab Musnad-nya no.105 dan 317; Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Hadits ini sangat lemah, karena pada sanadnya ada Abu ‘Ubaidah Muslim
bin Abi Karimah At-Tamimiy[1];
Abu Hatim Ar-Raziy dan Adz-Dzahabiy mengatakan: Ia majhuul (tidak diketahui).
7.
Allah tidak menilai ibadah dari seorang hamba secara dzahirnya saja tapi
yang lebih utama adalah sikap takwa yang mendasari seseorang menjalankan
ibadah.
Allah subhanahu wa ta’aalaa berfirman:
{لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا
وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ} [الحج: 37]
Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. [Al-Hajj: 37]
8. Melakukan maksiat dengan
sengaja dan tahu hukumnya adalah bentuk kebodohan.
Allah
subhanahu wata’aalaa berfirman:
{إِنَّمَا
التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ
مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا}
[النساء: 17]
Sesungguhnya taubat di sisi
Allah hanyalah Taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan
(kebodohan), yang kemudian mereka bertaubat dengan segera. Maka mereka itulah
yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[An-Nisaa':17]
{وَإِذَا
جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ
عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ
تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ} [الأنعام: 54]
Apabila orang-orang yang
beriman kepada ayat-ayat kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: "Salaamun
alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu)
bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan
(kebodohan), kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan
perbaikan, Maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[Al-An'aam:54]
{ثُمَّ
إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ
ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ } [النحل: 119]
Kemudian, sesungguhnya
Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena
kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (apa yang
telah ia rusak), sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. [Al-An'aam:119]
Yang diperintahkan
bertaubat adalah orang yang melakukan maksiat dengan sengaja dan tahu hukumnya,
adapun yang tidak sengaja atau tidak tahu hukum maka tidak berdosa tapi jangan
mengulanginya dan harus berlajar.
{قَالَ
رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي
كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ} [يوسف: 33]
Yusuf berkata: "Wahai
Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan
jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan
cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk
orang-orang yang bodoh." [Yusuf:33]
Wallahu ta’aalaa a’lam!
Referensi:
المؤلف: عبد الله بن مانع بن غلاب الغبيوي الروقي العتيبي
تأليف: د. نزار بن عبد الكريم بن سليمان الحمداني
Lihat juga:
Cela kebodohan dalam Al-Qur'an
[1]
Lihat biografi “Abu ‘Ubaidah
Muslim bin Abi Karimah At-Tamimiy” dalam kitab: Al-Jarh wa At-Ta’diil
karya Ibnu Abi Hatim 8/193, Miizaan Al-I’tidaal karya Adz-Dzahabiy 4/106,
Lisaan Al-Miizaan karya Ibnu Hajar 8/55.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...